Oknum NU Mempolisikan Ulama' NU
Selasa, 27 Juli 2021
Faktakini.info
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=121486163526311&id=100069947821226&sfnsn=wiwspwa
*OKNUM NU MEMPOLISIKAN ULAMA’ NU*
Oleh: Tim AMAL
(Aswaja Menangkal Aliran Liberal).
Di kalangan para santri NU, Gus Najih Maimun Zubair (akrab dipanggil Gus Najih) bukanlah ulama’ sembarangan, beliau murid kesayangan Abuya Sayid Muhammad bin Alwi al-Maliki Makkah (akrab dipanggil Sayid Maliki), beliau termasuk murid yang paling alim.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan Sayid Maliki berkenan menerbitkan karyanya hanya jika telah mendapat persetujuan dari Gus Najih.
Riwayat tersebut bukan lagi rahasia umum, sebagaimana diungkapkan oleh mayoritas alumni Sayid Maliki.
Kealiman Gus Najih ini juga dipersaksikan oleh Abah beliau sendiri yakni Al-Maghfurlah KH. Maimun Zubair. Suatu ketika ada seorang ulama’ yang hendak menguji kealiman Gus Najih, namun sebelum itu ulama’ tersebut mendatangi Mbah Yai Maimun terlebih dahulu.
Menariknya, sebelum ulama’ tersebut mengutarakan maksudnya, terlebih dahulu Mbah Yai Maimun Dawuh :“Kamu tidak akan bisa mengalahkan kealiman putraku itu.”
Setelah itu Ulama’ tersebut membatalkan niatnya dan memilih kembali pulang.
Kini ulama’ sehebat itu ternyata dilaporkan oleh Muhammad Rofi`i Mukhlis, yang didukung oleh Muannas Al-Aidid, seseorang diketahui memiliki kecondongan terhadap sekte Syiah. Muannas terindikasi Syiah setelah diketahui karena dia pernah bershalawat untuk Ayatullah Sayed Fadlullah, tokoh Syiah yang ekstrim.
Padahal bershalawat kepada selain Nabi ﷺ hukumnya haram, atau minimal makruh sebagaimana pendapat para ulama’.
Bahkan dinyatakan juga dalam beberapa kitab Ahlusunnah bahwa kelompok yang gemar bershalawat kepada selain Nabi ﷺ adalah golongan Syiah.
Baik Rofi' maupun Muannas yang tidak jelas di barisan siapa mereka berpijak, ternyata sangat gemar menunjukkan diri seakan-akan mereka adalah anggota NU, bahkan menariknya lagi Muannas Al-Aidid sempat memamerkan KARTANU di akum Twiter miliknya, ketika sedang mengancam Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf Pasuruan. Padahal Habib Abu Bakar bin Hasan Assegaf adalah tokoh ulama’ yang dikenal cukup lama menjadi pengurus resmi NU di Jawa Timur.
NU adalah organisasi yang mewadahi ajaran Ahlusunnah Waljamaah, dan memiliki prinsip sangat menghormati Ulama’, maka menjadi janggal ketika terdapat oknum yang begitu gemar memplokamirkan diri sebagai bagian dari NU kemudian melaporkan ulama’ NU yang kealimannya telah begitu tersohor.
Diakui bahwa ulama’ bukanlah orang yang ma’shum dari kesalahan, namun demikian menghormati ulama’ tetaplah wajib.
Perbedaan mencolok antara kesalahan seorang ulama’ dalam berijtihad di banding dengan umumnya orang awam, adalah ikhlashnya niat.
Kendati seorang ulama’ memiliki kesalahan dalam berpendapat, namun tujuan ketika beristimbath adalah mencari kebenaran demi mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.
Hal ini tentu sangat jauh berbeda dengan umumnya kebiasaan orang awam, yang meskipun mampu menemukan kebenaran, namun belum tentu niatnya ikhlash lillahita’ala.
Berdasarkan aspek etika hingga keilmuan dalam standar Ahlusunnah waljamaah, tindakan para barisan pelapor Gus Najih ini, adalah tindakan yang sangat bertentangan dengan prinsip ke-NU-an, terlebih yang dilaporkan adalah Ulama’ NU yang kealimannya telah sangat masyhur.
Dijelaskan dalam kitab:
أهل السنَّة يحبون ويحترمون جميع علمائهم،
ويعتقدون أن العلماء ورثة الأنبياء.
قال سبحانه: ﴿ يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ﴾ [المجادلة: 11].
روى الترمذيُّ عن أبي الدرداء: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((إن العلماءَ ورثةُ الأنبياء، إن الأنبياء لم يورثوا دينارًا ولا درهمًا، إنما ورَّثوا العلم، فمن أخذ به أخَذ بحظ وافرٍ))؛
وأهل السنَّة يعتقدون أن العلماء غيرُ معصومين من الخطأ، ويلتمسون لهم الأعذار فيما جانَبَهم فيه الصواب من أمور الشريعة، ويعتقدون أنهم ما أرادوا إلا الوصول إلى الحق، وأن اختلافهم - رحمهم الله - فيما بينهم في الأمور الفقهية يرجع أساسًا إلى اختلاف أفهامهم في فهم نصوصِ القرآن الكريم والسنَّة النبوية المباركة، واستنباط الأحكام الشرعية منهما.
وأهل السنَّة يَدْعون لعلمائهم بالرحمة والمغفرة، وينشُرون فضائلهم، ويدافعون عنهم ضد أصحاب الأفكار المنحرفة.
• قال أبو القاسم علي بن الحسن المعروف بابن عساكر رحمه الله: اعلم يا أخي - وفَّقنا الله وإياك لمرضاته، وجعلنا ممن يخشاه ويتقيه حق تقاته - أن لحومَ العلماء - رحمة الله عليهم - مسمومة، وعادة الله في هتك أستار منتقصيهم معلومة؛
(تبيين كذب المفتري - لابن عساكر - ص 29).
(ليس منا) وفي رواية: ليس من أمتي (من لم يجل كبيرنا ، ويرحم صغيرنا ، ويعرف لعالمنا حقه) بأن لم يحترمه ، ولم يطع أمره في غير معصية ، قال الحكيم : إجلال الكبير هو حق سنه ، لكونه تقلب في العبودية لله في أمد طويل ، ورحمة الصغير موافقة لله ، فإنه رحم ورفع عنه العبودية ، ومعرفة حق العالم هو حق العلم ، بأن يعرف قدره بما رفع الله من قدره ، فإنه قال: يرفع الله الذين آمنوا منكم ثم قال: والذين أوتوا العلم درجات فيعرف له درجته التي رفع الله له ، بما آتاه من العلم
(حم ك) وكذا الطبراني ، كلهم (عن عبادة بن الصامت ) قال الهيثمي : وسنده حسن.
(فيض القدير)
Ahlussunah itu mencintai dan menghormati seluruh ulama, dan mereka meyakini bahwa ulama adalah pewaris para nabi.
Allah SWT berfirman surat Al Mujadalah ayat 11 yang artinya :
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat"
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Shahabat Abi Darda bahwasanya Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut, sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak."
Dan Ahlussunah meyakini bahwasanya ulama bukanlah orang yang ma'shum dari kesalahan, dan mereka mencari atau memberikan keudzuran/memaklumi terhadap ulama, jika sesuatu saat pendapatnya tersalah dari kebenaran perkara-perkara syariat, dan mereka meyakini bahwa para ulama tidaklah menghendaki apapun terkecuali sampai kepada kebenaran, dan bahwasanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam perkara fiqhiyyah itu suatu keniscayaan, dan itu kembali kepada pondasi perbedaan pemahaman-pemahaman di antara mereka, dalam memahami nash-nash Al Qur'anul Karim dan Sunnah Nabawiyyah Al mubarakah (Al Hadits), serta pengambilan hukum-hukum Syariat dari keduanya.
Ahlussunah selalu mendoakan para ulama, agar meraka mendapatkan Rahmat atau kasih sayang dan pengampunan, dan Ahlussunah selalu menerangkan keutamaan-keutamaan para ulama, dan Ahlussunah juga selalu membela para ulama dari musuh-musuh mereka yang memilik pemikiran yang sesat atau menyimpang.
Berkata Abul Qasim Ali bin Hasan yang terkenal dengan sebutan Ibnu Asakir Rahimahullah dalam kitab tabyinul kadzibil muftari, libni Asakir hal 29 : “Ketahuilah wahai saudaraku, -penting untuk kita ketahui- semoga Allah senantiasa memberi taufiq-Nya kepada kita dalam menjalani setiap apa yang diridhai-Nya dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang takut kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya, bahwasanya daging para ulama itu adalah beracun, (mengoyak kehormatan dan reputasi mereka, sama saja dengan menjerumuskan diri ke dalam perkara yang dilarang, yaitu kebinasaan".
Bukan termasuk golongan kami, dalam sebuah riwayat bukan termasuk umatku, mereka yang tidak menghormati orang yang lebih tua dan tidak menyayangi orang yang lebih muda, dan orang yang tidak mengetahui hak-hak para Ulama, maksudnya tidak menghormati dan tidak mentaati para ulama.
Imam Al Hakim berkata : "Menghormati atau memuliakan orang yang lebih tua adalah karena pertimbangan umurnya, karena mereka sudah lama menunaikan beribadah kepada Allah, demikian juga menyayangi orang yang lebih muda itu karena mentaati perintah Allah, maka sesungguhnya para penyayang itu dirahmati oleh Allah, dan ubudiyyahnya diterima. Sedangkan mengetahui hak para ulama itu termasuk kebenaran ilmu, dengan cara mengetahui tingginya kedudukan mereka. Karena kedudukan ulama itu ditinggikan oleh Allah.
Sesungguhnya Allah berfirman yang artinya "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian", kemudian berfirman yang artinya "dan terhadap orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan (para ulama) dengan ketinggian beberapa derajat"
Perlu diketahui bahwa diangkat derajatnya para ulama itu, karena Allahlah yang memberi mereka pemahaman ilmu agama.