Pandemi Dan Bahaya Kepemimpinan Zalim
Kamis, 8 Juli 2021
Faktakini.info
https://heylink.me/AK_Channel/
_Editorial AK Channel_
*PANDEMI DAN BAHAYA KEPEMIMPINAN ZALIM*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Kasus harian dan total infeksi Covid-19 telah mencapai angka yang sangat mengkhawatirkan. Pada 7 Juli 2021 dikabarkan kasus harian pecah Rekor lagi hingga tembus 34.379 Kasus. Jumlah Meninggal 1.040, dan Sembuh 14.835 orang. Total kasus Covid-19 di Indonesia menjadi 2.379.397 sejak pertama terkonfirmasi pada 2 Maret 2020 lalu.
Disisi lain, pemerintah terlihat gagap dalam menangani pandemi. Kebijakan PPKM Darurat hanya berorientasi pada penekanan jumlah infeksi dengan menggunakan keseluruhan wewenang pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat. Namun, pemeriksaan abai terhadap kewajiban dan tanggung jawab pemberian jaring pengaman sosial bagi masyarakat terdampak yang terhalang untuk mencari nafkah.
Bansos PKH 2021 yang merupakan upaya pemerintah untuk meringankan beban masyarakat saat diberlakukannya PPKM Darurat Jawa-Bali pada 3 Juli hingga 20 Juli 2021, baru diumumkan 5 Juli setelah dua hari efektif pemberlakuan PPKM Darurat. Pemerintah juga hanya mengeluarkan statement harus dicairkan pada bulan juli, entah masih di rentang penerapan PPKM atau malah lewat 20 Juli 2021.
Semestinya, sebelum mengumumkan keputusan PPKM Darurat, pemerintah telah menyiapkan anggaran dan strategi distribusi kebutuhan alokasi teknisnya, sehingga saat PPKM diberlakukan masyarakat khususnya yang tidak mampu bisa berada dirumah karena memiliki bekal untuk kebutuhan dasar mereka hingga 20 Juli 2021. Sayangnya, PPKM Darurat diterapkan dengan gaya tangan besi dan memaksa masyarakat dirumah, tidak boleh mencari nafkah, tanpa memikirkan apakah dirumah bisa makan atau tidak.
Sejumlah penertiban dengan cara menyemprotkan cairan disinfektan kepada pedagang, mengamankan dagangan hingga mengambil paksa properti pedagang kecil justru memperkuat aroma kezaliman penguasa ketimbang ikhtiar untuk melindungi nyawa dan kesehatan masyarakat. Pandemi covid-19 seolah-olah telah menjadi Password Politik untuk melakukan sejumlah 'kezaliman' tanpa mengindahkan hak rakyat yang dijamin konstitusi.
Pengumuman PPKM melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali atau PPKM Darurat Jawa-Bali, yang berlaku mulai tanggal 3 Juli 2021 sampai dengan tanggal 20 Juli 2021, ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se Indonesia menjadikan segenap Kepala Daerah berhadap-hadapan dengan rakyat. Bahkan, Menko Marves Luhut Panjaitan mengancam akan menindak hingga memecat kepala daerah yang mbalelo.
Inpres ini yang dijadikan sarana hukum untuk menegakkan disiplin PPKM Darurat. Namun, pengerahan institusi Polisi dan TNI dalam PPKM ini jelas bukan kewenangan Pemda dan tidak boleh dilakukan hanya melalui pengumuman seorang Presiden.
Penunjukan Luhut Panjaitan selaku Koordinator dan penanggung jawab PPKM Darurat juga tanpa Surat Keputusan Presiden. Penerapan PPKM Darurat itu sendiri cacat hukum, karena tidak berdasarkan UU atau setidaknya tidak didahului dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diabaikan. PPKM Darurat untuk wilayah Jawa dan Bali sejatinya adalah Karantina Wilayah. Namun, pemerintah terkesan menghindari nomenklatur Karantina Wilayah karena tidak ingin berkonsekuensi tanggung jawab kebutuhan dasar orang dan hewan ternak sebagaimana diatur dalam pasal 55.
Sejak mula pandemi, pendapat ahli medis dan epidemiolog yang meminta pemerintah segera memberlakukan lockdown (Karantina Wilayah) tidak digubris. Bahkan, sejumlah pejabat dengan sombong berseloroh yang tidak pada tempatnya. Dari soal sakit bisa sembuh sendiri, virus akan mati karena cuaca Indonesia, Anti virus makan nasi kucing, virus tak mungkin masuk Indonesia karena alasan birokrasi dan sebagainya.
Pengumuman tentang kegawatdaruratan juga terlambat, baru diumumkan pada Maret 2020. Padahal, kasus Covid-19 di Wuhan sudah terjadi sejak Desember 2019.
Belum lagi, kebijakan awal yang membuka seluruh pintu masuk Indonesia baik darat, laut dan udara, mengobral stimulus pariwisata, membiarkan TKA China terus masuk wilayah Indonesia, menunjukan sikap bebal penguasa dan mengabaikan sains. Andai saja, sejak awal pemerintah mendengar pendapat ahli, tentu persoalan tidak akan menjadi serumit seperti saat ini.
Hari ini sejumlah rakyat bertaruh hidup untuk menyambung nyawa. Seluruh rumah sakit penuh sesak, angka kematian dan infeksi terus meningkat, persoalan sosial akses dari PPKM Darurat juga hanya menunggu pemantik, dengan segala ketergopohannya pemerintah malah berencana meminta bantuan China.
Penanggulangan pandemi yang sejak awal kental orientasi politik dan ekonomi, mengabaikan aspek kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah pangkal dari musibah yang menimpa negeri ini. Kezaliman penguasa yang mengabaikan ayat-ayat Kauniyah kini berdampak buruk kepada seluruh rakyat.
Sudah saatnya, kezaliman ini dihentikan. Sudah saatnya umat Islam di negeri ini taat kepada Allah SWT, mengikuti petunjuk ayat-ayat kauniyah (sains) dan ayat-ayat Qouliyah (Syariat).
Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
_"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."_
[QS : Ar Rum : 41].
Follow Us Ahmad Khozinudin Channel
https://heylink.me/AK_Channel/