Pembunuhan Enam Laskar FPI Cermin Kekejaman Rezim Dzolim
Ahad, 11 Juli 2021
Faktakini.info
*Pembunuhan Enam Laskar FPI Cermin Kekejaman Rezim Dzolim*
Bag 2.
*Oleh: Tjahja Gunawan*
*(Penulis Wartawan Senior)*
Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Pengawal Habib Rizieq Shihab, dalam rilis terbarunya menegaskan bahwa TNI dan Polri tetap menjadi alat atau bagian dari operasi yang dikendalikan dan diarahkan oleh lembaga negara lain. Keterlibatan lembaga-lembaga TNI/Polri dan lembaga negara lain ini, merupakan satu kesatuan operasi yang bersifat sistemik, dan dapat pula ditelusuri keterlibatannya secara seksama baik sebelum terjadinya pembunuhan maupun setelah pembunuhan.
Hal ini telah diungkap secara komprehansif dalam Buku Putih. Operasi lembaga-lembaga negara ini memenuhi kriteria “sistemik” yang diatur dan dipersyaratkan dalam Pasal 7 dan Pasal 9 UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Itulah sebabnya TP3 menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM berat. Informasi dan kajian yang dipaparkan pada buku dapat dijadikan dasar bagi Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan “pro-yustisia” yang sebenarnya belum pernah dilakukannya.
Pernyataan sikap TP3 ini sekaligus membantah pernyataan Menko Polhukam yang membuat kesimpulan sendiri secara miring dan misleading bahwa pelanggaran HAM berat tidak pernah dilakukan oleh oknum-oknum pelaku pembunuhan tersebut. "TP3 heran sekaligus prihatin, bagaimana bisa seorang Prof. Mahfud begitu happy dan bernafsu membuat pernyataan yang menyesatkan publik tanpa membaca Buku Putih TP3 terlebih dahulu," kata Marwan Batubara, Badan Pekerja TP3.
Jika merunut pada peristiwa sebelum terjadinya pembunuhan keji tersebut, intel dari Badan Intelejen Negara (BIN) melakukan pengintaian dengan menggunakan drone di Kawasan Pesantren Markas Syariah Megamendung. Setelah peristiwa tersebut, terjadilah kasus pembunuhan terhadap enam laskar FPI pada 7 Desember 2020.
Dalam temuannya, Komnas HAM menyimpulkan bahwa peristiwa yang terjadi di tol Jakarta Cikampek Km-49, dan rest area Km 50, Senin (7/12) dini hari tersebut, sebagai pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kepolisian. Yakni berupa unlawfull killing, atau perampasan hak hidup dengan cara kekerasan dan kekeuatan berlebih-lebihan dalam penegakan hukum. Waktu itu Komisioner dan Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Choirul Anam, mengungkapkan, sedikitnya ada sembilan substansi fakta yang timnya berhasil temukan terkait rangkaian peristiwa tersebut. Berikut fakta kronologi singkat dari peristiwa tersebut berdasarkan temuan Komnas HAM:
1. Bahwa peristiwa meninggalnya enam orang laskar FPI dilatarbelakangi adanya kegiatan pembuntutan terhadap Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) yang secara aktifi dilakukan oleh kepolisian Polda Metro Jaya sejak 6-7 Desember 2020, di saat rombongan HRS bersama sejumlah pengawal berjumlah sembilan unit kendaraan roda empat bergerak dari Perumahan the Nature Mutiara Sentul, ke sebuah tempat di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
2. Mobil rombongan HRS dibuntuti sejak keluar gerbang komlek perumahan, masuk ke gerbang tol Sentul Utara 2, hingga tol Cikampek dan keluar pintu tol Karawang Timur. Pergerakan iringan mobil masih normal. Meskipun saksi FPI mengatakan, adanya manuver mobil pengintai yang masuk ke rombongan iringan mobil HRS. Versi kepolisian, mengaku hanya sesekali maju ke iringan mobil HRS dari lajur kiri tol, untuk memastikan bahwa target pembuntutan (HRS) berada dalam iring-iringan.
3. Rombongan HRS keluar di pintu tol Karawang Timur. Dan tetap diikuti oleh beberapa kendaraan yang melakukan pembuntutan. Sebanyak tujuh mobil rombongan HRS melaju lebih dahulu, dan meninggalkan dua mobil unit pengawalan lainnya. Dua mobil yang tertinggal itu, Avanza Zilver (Den Madar FPI), dan Chevrolet Spin (Laskar Khusus FPI). Kedua mobil pengawalan itu, menjaga agar mobil yang membuntuti iring-iringan HRS, tak mendekat.
4. Kedua mobil FPI tersebut, berhasil membuat jarak dan memilik kesempatan untuk kabur dan menjauh. Namun, mengambil tindakan untuk menunggu mobil petugas kepolisian yang membuntuti. Tiga mobil yang membuntuti, berplat K 9143 EL, dan B 1278 KJD, dan B 1739 PWQ.
5. Dua mobil pengawal HRS, Den Madar dan Laskar Khusus yang masing-masing berisi enam orang, melewati sejumlah ruas jalan dalam Kota Karawang, dan turut diikut tiga mobil pembuntut. Mereka antara lain melewati Jalan Raya Klari, melewati Jalan Raya Pantura (Surotokunto), Jalan Ahmad Yani, dan Jalan Tarumanegara, Jalan Internasional Karawang Barat, hingga kembali masuk melalui gerbang tol Karawang Barat.
6. Bahwa didapatkan fakta telah terjadi kejar-mengejar, dan aksi saling tempel, dan serempat dan seruruk yang berujung saling serang dan kontak tembak antara mobil Laskar Khusus FPI (Chevrolet Spin), dengan mobil petugas pembuntutan. Aksi tersebut, terutama terjadi di sepanjang Jalan Internasional Karawang barat, diduga hingga sampai Km 49, dan berakhir di Km 50 Tol Japek.
7. Bahwa di Km 50 tol Japek, dua orang anggota Laskar Khusus ditemukan dalam kondisi meninggal. Sedangkan empat lainnya (Den Madar), masih hidup dan dibawa dalam keadaan hidup oleh petugas kepolisian. Terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan kepada warga sekitar oleh petugas bahwa ini kasus narkoba, dan terorisme. Dari fakta pengungkapan, juga terjadi pengambilan rekaman cctv oleh petugas di salah satu warung, dan perintah untuk menghapus dan memeriksa handphone masyarakat yang melihat.
8. Petugas kepolisian, mengaku mengamankan sejumlah barang bukti berupa dua buah senjata rakitan jenis revolver gagang cokelat, dan putih, sebilah samurai, sebilah pedang, celurit, dan sebuah tongkat kayu runcing.
9. Bahwa empat anggota Laskar Khusus tersebut, kemudian ditembak mati di dalam mobil petugas saat dalam perjalanan dari Km 50 ke atas, menuju Polda Metro Jaya dengan informasi hanya dari petugas kepolisian semata, bahwa terlebih dahulu telah terjadi upaya melawan petugas yang mengancam keselamatan diri sehingga diambil tindakan.
Kronologi, dan runtutan singkat kejadian tersebut merupakan hasil dari investigasi dan penyelidikan yang Komas HAM lakukan sejak Senin (7/12/2020) lalu. Dari seluruh rangkaian penyelidikan itu, Komnas HAM melibatkan banyak pihak. Termasuk dari kepolisian, dan Jasa Marga pengelola jalan tol, serta permintaan keterangan dari DPP FPI yang ikut dalam rombongan HRS ke Karawang.
Komnas HAM mempunyai banyak barang bukti yang dijadikan basis untuk merangkai fakta kejadian. Beberapa barang bukti tersebut, termasuk sebanyak 105 percakapan via voice note dari FPI, 32 foto kondisi jenazah, dan keterangan dari saksi fakta persitiwa.
Sedangkan dari kepolisian, Komnas HAM menghimpun barang bukti, sebanyak 172 percakapan voice note, dan 191 transkipnya, serta laporan siber, forensik, labfor, dan inafis.
Dari Jasa Marga, Komnas HAM menerima barang bukti berupa rekaman cctv sebanyak 9.942 video rekaman kondisi jalan tol Japek, dari Km 48 sampai Km 72. Jasa Marga, diakatakan Choirul menyerahkan bukti sebanyak 137, 548 foto aktivitas statis kendaraan yang melintas lokasi kejadian menjelang tengah malam (6/12), sampai pagi hari, Senin (7/12).
Sementara pihak FPI menyatakan, dengan banyaknya beredar voice note yang di framing seolah-olah ada serangan dari para laskar pengawal Habib Rizieq. Padahal voice note yang beredar bila didengarkan dengan seksama dan akal sehat justru menggambarkan bahwa pihak yang diakui polisi sebagai aparat tidak berseragam itulah yang berupaya
masuk kedalam barisan konvoi Habib Rizieq dan melakukan manuver untuk mengganggu, memepet dan memecah barisan konvoi rombongan Habib Rizieq.
Sejak penguntitan di rumah Habib Rizieq di Sentul, para laskar pengawal Habib
tidak pernah ditunjukkan oleh para penguntit, identitas berupa KTA Polisi, Surat Tugas maupun identitas
lain sebagai aparat hukum, sehingga laskar pengawal IB HRS memahami bahwa orang-orang yang
menguntit adalah Orang Tidak Dikenal yang ditugaskan mengganggu dan mengancam keselamatan IB HRS dan Keluarga.
Fakta dan data-data yang terkait dengan kasus pembunuhan keji sudah lengkap. Sekarang masyarakat menunggu proses pengadilan terhadap kasus ini. Jika peristiwa pembunuhan keji ini tidak diungkap di meja hijau, sungguh pemerintahan Jokowi telah berlaku sangat dzolim terhadap warganya sendiri.****