Amandemen Konstitusi dan Proyek Kerakusan Kekuasaan Oligarki

 


Senin, 23 Agustus 2021

Faktakini.info

*AMANDEMEN KONSTITUSI DAN PROYEK KERAKUSAN KEKUASAAN OLIGARKI*


Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik



Saya memahami dan turut merasakan suasana kebatinan segenap rakyat Indonesia yang galau dengan wacana amandemen UUD 1945. Bukan soal jaminan PPHN, bukan pula Statement Bamsoet yang tidak diindahkan. *Melainkan, realitas kerakusan para politisi dan oligarki melampaui kerakusan Jokowi yang ingin mengokohkan kekuasaan pada periode selanjutnya.*


Sebenarnya, mudah saja bagi DPR dan DPD dalam lembaga MPR RI untuk menolak kekhawatiran amandemen konstitusi yang akan dijadikan sarana untuk mengokohkan kekuasaan Jokowi. Akan tetapi kerakusan DPR dan DPD justru mendorong wacana ini untuk dilanjutkan dengan kompensasi kekuasaan legislatif baik DPR maupun DPD juga turut dikokohkan. 


Konsekwensinya, pilihan menambah masa jabatan Presiden berdalih pandemi akan lebih diakomodir ketimbang Jokowi tiga periode. Alasannya sederhana : lebih praktis, sederhana dan aman dari kritik publik ketimbang narasi tiga periode jabatan presiden. Tetapi dengan syarat : *Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten, secara mutatis mutandis (otomatis mengikuti) pertambahan masa periode jabatan Presiden.*


Maksudnya, jika masa perpanjangan periode jabatan Presiden diperpanjang dari 5 tahun menjadi 8 atau 7 tahun, maka otomatis Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten juga berlaku 8 atau 7 tahun. Pemilu dan Pilpres dapat ditunda dari tahun 2024 menjadi tahun 2028 atau 2027.


Jika komprominya seperti ini, maka bukan hanya Jokowi yang diuntungkan. Tetapi, seluruh anggota DPR RI, DPD RI, DPRD DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten, seluruh partai politik baik yang berkoalisi atau beroposisi, akan setuju karena akan sama-sama diuntungkan. 


Sikap partai yang pura-pura kontra, hanyalah untuk mendongkrak elektabilitas. Saat suaranya kalah, dan Jokowi jabatannya diperpanjang dengan perpanjangan jabatan anggota DPR RI, DPD RI, DPRD DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten, maka seluruh partai politik implisit ikut tertawa bahagia.


Karena itu, kita segenap elemen rakyat harus mewaspadai langkah-langkah untuk mengokohkan kekuasaan oligarki dan mengabaikan aspirasi rakyat itu dengan terus mengontrol kelakuan Presiden, partai politik, anggota DPR dan DPD hingga kelakuan MPR RI. Langkah-langkah itu akan mereka tempuh dengan cara :


*Pertama,* melakukan amandemen konstitusi yang fokus pada upaya memasukkan norma PPHN dalam konstitusi, dan memberikan wewenang kepada MPR RI untuk menerbitkan kebijakan PPHN melalui produk hukum TAP MPR. Tujuannya sederhana, agar norma PPHN yang diterjemahkan melalui TAP MPR tidak bisa dipersoalkan rakyat melalui MK.


Langkah ini, juga digunakan oleh Bamsoet untuk memperkuat lembaga MPR RI yang dipimpinnya, agar memiliki kewenangan kebijakan strategis dalam mengadopsi dan menetapkan kebijakan norma PPHN dalam produk hukum TAP MPR.


*Kedua,* setelah amandemen konstitusi berhasil dan dapat mencangkokkan norma PPHN sekaligus memberikan wewenang kepada MPR RI selaku otoritas yang bertugas mengadopsi norma PPHN dalam bentuk pruduk hukum TAP MPR, maka dikeluarkanlah TAP MPR yang isinya akan mengokohkan kekuasaan Jokowi, dengan memberikan masa perpanjangan periode jabatan presiden dari 5 tahun menjadi 8 atau 7 tahun, inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten yang juga berlaku 8 atau 7 tahun. Pemilu dan Pilpres akan ditunda dari tahun 2024 menjadi tahun 2028 atau 2027.


Apa dasarnya ? norma PPHN yang memberikan wewenang kepada MPR untuk merubah atau menentukan Haluan Negara. Apa alasannya ? Pandemi Covid-19.


Lagi-lagi, pandemi sebagai bencana non alam akan dijadikan alasan untuk memperpanjang masa jabatan Presiden inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten. Nanti akan digiring opini bahayanya pelaksanaan Pilpres dan Pemilu ditengah pandemi, kebutuhan anggaran penanggulangan pandemi besar sehingga alokasi anggaran Pilpres dan Pemilu akan lebih baik dialokasikan untuk penanganan pandemi, dan untuk mengisi kekosongan kekuasaan berdasarkan norma PPHN kemudian MPR akan mengeluarkan TAP MPR yang isinya memperpanjang masa jabatan Presiden inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten dengan dalih Indonesia sedang dalam situasi pandemi.


*Ketiga,* selanjutnya saat MPR RI menerbitkan TAP MPR yang isinya memperpanjang masa jabatan Presiden inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten dengan dalih Indonesia sedang dalam situasi pandemi, maka rakyat akan gigit jari. Sebab, TAP MPR RI bukan produk hukum yang bisa digugat ke Mahkamah Konstitusi.


Inilah esensi strategi memperpanjang masa jabatan Presiden inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten dengan dalih Indonesia sedang dalam situasi pandemi diadopsi melalui TAP MPR, dan bukannya melalui Perppu atau UU. Tujuannya, agar pengokohan kekuasaan Jokowi, partai politik dan oligarki itu tidak bisa digugat rakyat ke MK.


Sebab, jika syahwat kekuasaan itu diwadahi oleh Perppu atau via UU, masih ada celah untuk dipersoalkan rakyat ke MK. Walaupun MK sudah barang tentu akan berpihak kepada penguasa, sebagaimana banyaknya produk Perppu dan UU yang ditolak permohonannya oleh MK.


Dengan instrumen TAP MPR, maka negara akan dikelola dengan asas suka-suka. Tak ada lagi kontrol rakyat. Sekali lagi, akhirnya kerakusan kekuasaan Jokowi akan mampu mengakomodir kerakusan kekuasaan oligarki dan partai politik, melalui kebijakan memperpanjang masa jabatan Presiden inklud perpanjangan Jabatan DPR RI, DPD RI bahkan hingga DPRD Provinsi, Kota dan Kabupaten dengan dalih Indonesia sedang dalam situasi pandemi.


Inilah, kerjaan maling-maling politik. Kejahatan bukan karena tidak ada niat, bukan pula karena ada peluang, tapi karena diamnya rakyat pada rencana kejahatan yang telanjang dipamerkan penguasa. Karena itu, Waspadalah ! Waspadalah ! [].