Amerika Dipecundangi oleh Taliban dalam Perjanjian Doha?

 

Selasa, 24 Agustus 2021

Faktakini.info

*AMERIKA DIPECUNDANGI OLEH TALIBAN DALAM PERJANJIAN DOHA ?*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Sebelum pengambilan kendali kekuasaan oleh Taliban atas Afghanistan, Amerika Serikat (AS) dan Taliban sebelumnya telah menandatangani perjanjian damai pada Sabtu (29/2/2020) di Doha, Qatar. Perjanjian ini menandai berakhirnya invasi militer AS di Afghanistan selama nyaris 20 tahun.

Finalisasi kesepakatan ini ditandai dengan jabat tangan antara Mullah Abdul Ghani Baradar selaku pemimpin Taliban, dan Zalmay Khalilzad yang merupakan utusan AS. Dalam perjanjian damai ini terdiri dari empat bagian yang menjadi pokok bahasan utama.

*Bagian pertama,* menerangkan jaminan bahwa tanah Afghanistan tidak boleh dipakai siapa pun untuk menyerang keamanan AS dan sekutunya.

*Bagian kedua,*  berisi jaminan dan mekanisme AS untuk menarik semua pasukannya dari Afghanistan.

*Bagian ketiga* adalah perundingan intra-Afghanistan digelar pada 10 Maret 2020, dan akan dilakukan setelah kedua pihak memenuhi kewajiban di bagian pertama dan kedua.

*Dan bagian keempat,* mencantumkan gencatan senjata secara permanen dan komprehensif harus dibahas dalam negosiasi intra-Afghanistan, seperti tanggal dan mekanismenya.

Bagian pertama dan kedua telah dilakukan secara baik oleh kedua belah pihak. Taliban menghentikan serangannya, dan Amerika dan NATO akhirnya menarik mundur pasukannya dari Afghanistan.

Sebenarnya, Amerika menyadari potensi Taliban akan mengambil alih kendali atas pemerintahan Afghanistan pasca penarikan mundur pasukannya. *Namun, Amerika tetap membutuhkan penandatanganan perjanjian damai itu, sebagai penutup rasa malu untuk mengakui kekalahan Amerika terhadap Taliban, dan ingin segera mengeluarkan tentara Amerika dari 'Neraka' Afghanistan.*

Disisi yang lain, Amerika merasa yakin anteknya Ashraf Gani dapat mengamankan kepentingannya di Afghanistan sambil menunggu kesepakatan gencatan senjata permanen komprehensif dibahas dalam negosiasi intra-Afghanistan pasca penarikan mundur pasukan Amerika.

Amerika juga merasa yakin, karena sebelumnya telah melatih pasukan Afghanistan untuk menjaga negaranya. Namun kenyataannya, antek Amerika Ashraf Gani justru kabur dan tentara Afghanistan tidak dapat diandalkan.

Korupsi yang menginfeksi militer Afghanistan, di mana Amerika Serikat mengalokasikan US$88 miliar (Rp1.268 triliun) selama dua dekade, *telah menyebabkan Amerika keliru mengkalkulasi kekuatan militer Afghanistan untuk melawan Taliban.*

Amerika Serikat tidak pernah sepenuhnya mengatasi masalah "prajurit hantu", pasukan non-eksis dan terdaftar dalam daftar nama komandan yang tidak jujur, yang kemudian mengambil gaji mereka.

Sehingga, *meski pasukan keamanan Afghanistan memiliki 300.000 tentara di atas kertas, jumlah sebenarnya jauh lebih rendah.* Sebuah laporan tahun 2016 oleh pengawas pemerintah AS menemukan bahwa di Provinsi Helmand saja, sekitar 40 hingga 50 persen pasukan keamanan tidak ada.

Hal inilah, yang dimanfaatkan oleh Taliban untuk segera menyerang dan mengambil alih kendali pemerintahan Afghanistan. Taliban memiliki kalkulasi lebih rinci tentang kekuatan militer Afghanistan, ketimbang Amerika yang selama ini membiayai militer Afghanistan.

*Serangan Taliban dan pengambil Alihan kendali atas Afghanistan tidaklah mengkhianati kesepakatan Doha*. Dalam 4 (Empat) poin kesepakatan Doha, *tidak ada satupun poin syarat yang melarang Taliban untuk menyerang dan mengambil alih Afghanistan*. Taliban hanya terikat untuk tidak menyerang Amerika.

Karena itu, pasca penarikan pasukan Amerika Taliban paham betul kekuatan militer Afghanistan sangat ringkih. Sehingga, dalam sekejap Taliban mampu mengambil alih kendali kekuasaan dari Ashraf Gani.

Adapun Amerika, nampak tidak menyadari strategi Taliban ini. *Amerika nampak kaget dengan manuver Taliban, yang sebelumnya tidak masuk kalkulasi karena merasa ada jaminan pasukan Afghanistan yang menjaga kekuasaan anteknya, Ashraf Gani.*

Presiden Amerika Serikat Joe Biden, pada Senin (16/8) menuding insiden perebutan kekuasaan Afghanistan oleh Taliban disebabkan karena keengganan negara Asia itu memerangi kelompok militan. Biden juga membela dengan kuat keputusannya menarik tentara AS dari Afghanistan dan menyebut bahwa misi tentaranya di negara itu sejatinya tidak pernah bertujuan sebagai pembangunan bangsa.

_"Kenyataannya: ini terungkap lebih cepat dari yang kami antisipasi. Jadi apa yang terjadi? Para pemimpin politik [Afghanistan] menyerah dan melarikan diri dari negara tersebut. Tentara Afghanistan menyerah, kadang tanpa upaya untuk berjuang,"_ Ungkap Biden.

Jadi, dalam perundingan Doha Taliban mendapatkan kemenangan yang luar biasa. Satu sisi dapat mengusir tentara Amerika dengan muka penuh rasa malu karena kekalahan. Sisi yang lain, memanfaatkan situasi sepeninggal tentara Amerika untuk mengambil alih kekuasaan di Afghanistan yang hanya dijaga pasukan Afghanistan yang ringkih dan pemimpin pengecut seperti Ashraf Gani. [].