Demokrat: Harun Masiku Bebas Gentayangan, Kok Mural Kritik Jokowi Yang Diburu?

 


Ahad, 22 Agustus 2021

Faktakini.info, Jakarta - Pelemahan demokrasi Indonesia di era pemerintahan Joko Widodo seperti dalam laporan The Economist sejalan dengan fakta yang terjadi di lapangan. Belakangan, pemerintah bersikap intimidatif dan represif terhadap ekspresi rakyat yang kritis.

"Rakyat memberikan kritik melalui mural saja malah kemudian diburu," kata Jurubicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (21/8).

Belum lagi intimidasi terhadap pihak-pihak yang kritis kepada pemerintah, berupa peretasan akun media sosial, doxing, maupun serangan buzzer secara terorganisir juga masif terjadi di era Jokowi.

Makin miris, fakta tersebut diperparah dengan lemahnya penegakan hukum. Sebut saja buronan kasus dugaan korupsi yang juga bekas politisi PDIP, Harun Masiku hingga kini tak jelas keberadaannya.

"Rakyat memberikan kritik diburu, Harun Masiku masih bebas bergentayangan," sesalnya.

Lebih lanjut, Kepala Bakomstra DPP Partai Demokrat ini berharap Presiden Jokowi segera mengevaluasi pemerintahannya. Sehingga, demokrasi di Tanah Air segera membaik sepeda sediakala.

"Kita berharap Jokowi di sisa jabatannya benar-benar memiliki komitmen melakukan koreksi total agar demokrasi Indonesia bisa kembali membaik dan memiliki nama baik di dunia internasional," pungkasnya. 

Sebagaimana diketahui sudah hampir dua tahun Harun Masiku, tersangka kasus suap yang menjerat Komisioner KPU, Wahyu Setiawan belum juga ditemukan. 8 Januari 2021 lalu genap setahun buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu belum juga tertangkap.

Harun ditetapkan penyidik KPK sebagai tersangka dengan dugaan memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.

Pemberian suap itu dimaksudkan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) karena anggota DPR dari PDIP terpilih, yaitu Nazarudin Kiemas, meninggal dunia.

Untuk membantu penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI pengganti antarwaktu, Wahyu Setiawan meminta dana operasional Rp 900 juta. 

Pakar Hukum Tata Negara Menurut Refly Harun, ada peran Megawati dan Hasto Kristiyanto yang membuat PDIP ngotot ingin Harun Masiku melenggang ke kursi DPR RI.

Hingga akhirnya Harun Masiku diduga melakukan penyuapan terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan atas kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW).

Dikutip dari YouTube Refly Harun, Selasa (21/4/2020), awalnya Refly Harun menyoroti sejumlah fakta-fakta aneh pada diri Harun Masiku.

Ia mengatakan kesempatan Harun Masiku menjadi anggota DPR sangatlah kecil, karena perolehan suaranya berada di urutan keenam.

Refly Harun terang-terangan membongkar kejanggalan kasus Harun Masiku, singgung peran Bos PDIP Megawati dan Hasto Kristiyanto

“Kenapa tiba-tiba Harun Masiku ngotot ingin menjadi anggota DPR, padahal perolehan suaranya hanya nomor 6,” kata Refly Harun.

Refly Harun juga menyinggung soal upaya PDIP yang terus-terusan memperjuangkan Harun Masiku agar bisa mendapat posisi di Senayan.

“Lalu kemudian kenapa Partai PDIP mau memperjuangkan dia,” lanjutnya.

Hingga fakta keterlibatan sejumlah nama besar seperti mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus Harun Masiku.

“Kenapa pula kemudian tiba-tiba harus membayar kepada anggota KPU Wahyu Setiawan yang akhirnya dicopot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bersama mantan anggota Bawaslu Tio Agustina Fridelina, dan satu orang lagi Saiful Bahri,” papar Refly Harun.

Sumber: rmol.id, tribunnews.com