Malaysia, Sikap Kenegarawanan Seorang Muhyiddin Yasin

 

Selasa, 17 Agustus 2021

Faktakini.info

*MALAYSIA, SIKAP KENEGARAWANAN SEORANG MUHYIDDIN YASIN*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

_"Saya bisa saja mengambil jalan keluar yang mudah dengan mengesampingkan prinsip saya untuk tetap sebagai perdana menteri, tapi itu bukan pilihan saya,"_

*[Muhyiddin Yasin, Mantan PM Malaysia, Penggalan Pidato Pengunduran Diri, 16/8]*

Pada Ghalibnya, tidak ada satupun penguasa yang mau mundur dari kekuasaannya. Tahta, adalah sarana paling mudah untuk mengumpulkan harta, pengaruh, kehormatan, bahkan hingga soal wanita.

Namun, keinsyafan atas diri, kesadaran atas aspirasi yang tidak menghendaki, hingga soal tekanan politik yang menggerogoti legitimasi, pada akhirnya membimbing seorang penguasa untuk mundur dari jabatannya. Pilihan mundur, pada akhirnya secara objektif dapat ditafsirkan sebagai pilihan yang lebih memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya, ketimbang kepentingan pribadi dan syahwat kekuasaan.

Kondisi itulah, yang menjadi sebab mundurnya Soeharto. Kesadaran atas diri yang sudah tidak dikehendaki, tekanan politik, dan lebih memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya telah membimbing Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Meski, dengan ungkapan pernyataan berhenti dari jabatannya.

Abdurahman Wahid atau Gus Dur, juga berhenti atas alasan yang sama. Kondisi objektif yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa Gus Dur pada akhirnya lebih memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya ketimbang kepentingan pribadi dan syahwat kekuasaan.

Hari ini, kita mendengar pengunduran diri PM Malaysia Muhyiddin Yasin. Dia menginsyafi, kegagalannya menangani pandemi juga masalah ekonomi yang kian memburuk. Dia, juga berada pada situasi tekanan politik yang kuat, manuver UMNO telah membuat posisinya berada pada situasi yang tidak mengenakkan.

Dia, bisa saja ngotot tetap menjadi PM Malaysia dengan dalih rakyat tetap mendukung. Kursi kekuasaannya digoyang oleh segelintir elit politik, bukan oleh rakyat.

Namun, sikap ksatria dan karakter negarawan telah membimbing dirinya untuk mengambil opsi mengundurkan diri dari jabatannya. lagi-lagi, kita semua mengakui secara objektif Muhyiddin Yasin lebih memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya ketimbang kepentingan pribadi dan syahwat kekuasaan.

Dia sadar, menghadapi pandemi tidak mungkin dengan keterbelahan dan konflik. Dia paham, mempertahankan kekuasaan sama saja memperpanjang konflik, dan itu kontraproduktif dengan kepentingan bangsa dan negaranya. Dia juga tahu, dibalik rongrongan UMNO ada motif perebutan kekuasaan. Tapi, lagi-lagi dia memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya ketimbang kepentingan pribadi dan syahwat kekuasaan.

Beda Malaysia dengan Indonesia, di negeri ini segenap rakyat telah bosan dibohongi kebijakan rezim Jokowi. Suara tuntutan Jokowi mundur, menggema di seantero negeri. Kegagalan penanganan pandemi dan dampaknya pada ekonomi juga sudah diketahui seluruh rakyat. 

Namun, Jokowi tetap saja berkepala batu, enggan mengundurkan diri dari jabatannya. Jokowi tak memiliki keinsyafan dan sikap kenegarawanan, untuk memprioritaskan kepentingan rakyat, bangsa dan negaranya diatas kepentingan pribadi dan syahwat kekuasaan.

Jokowi hanya mengeluarkan seruan agar segenap rakyat tak egois, mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Nyatanya, dia lebih peduli pada kekuasaan ketimbang rakyatnya yang telah menjerit akibat kebijakannya yang menyengsarakan. [].