Masa Depan Afghanistan Pasca Penguasaan Oleh Taliban
Senin, 23 Agustus 2021
Faktakini.info
*MASA DEPAN AFGHANISTAN PASCA PENGUASAAN OLEH TALIBAN*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
Pada Sabtu (21/8) penulis berkesempatan menjadi salah satu narasumber dalam diskusi daring yang diselenggarakan Kiffah Aktual di channel Dakwah Giri. Dalam diskusi yang mengambil TEMA: *"Meneropong Masa Depan Afghanistan Di Bawah Kekuasaan Taliban"* hadir sejumlah Narasumber lainnya, yaitu :
1. *Umar Syarifuddin* - Pengamat Politik Internasional
2. *Muhammad Rodhi Masykur, M.Si* - Pemerhati Sejarah Islam
3. *Adam Cholil Al Bantaniy* (Kord. Jaringan Santri Nusantara /JASIN)
Sebagai catatan diskusi, untuk mengetahui realitas politik dan masa depan Afghanistan, menurut hemat penulis situasi di Afghanistan tidak akan keluar dari 3 (tiga) keadaan sebagai berikut :
*Pertama,* kebijakan Amerika tidak sepenuhnya berkehendak hengkang dari Afghanistan secara total. Secara militer, Amerika memang telah menarik mundur pasukannya setelah terbukti 20 tahun tidak dapat memenangkan pertempuran di Afghanistan meskipun telah memboyong tentara Inggris dan pasukan sekutunya dari NATO. *Afghanistan benar-benar telah menjadi kuburan massal bagi tentara Amerika, sebagaimana sebelumnya bumi Afghanistan telah menjadi lubang besar yang mengubur tentara Uni Soviet.*
Secara politik, Amerika ingin tetap mencengkeram Afghanistan dengan mengokohkan kedudukan kaki tangannya, baik yang berwajah Pakistan, berwajah Turki, berwajah UEA, berwajah Iran bahkan berwajah asli Afghanistan. *Amerika sedang mengubah strategi penjajahan dari Hard Power menjadi Soft Power.*
Upaya menjaga dan meneguhkan pengaruh Amerika ini dibuktikan dengan masih kuatnya intervensi Amerika untuk ikut mengatur masa depan Afghanistan setelah menjadi pihak yang kalah perang. *Sesuatu yang menjijikan sekaligus memuakkan, tapi hal itu tanpa malu-malu dilakukan Amerika.*
Sebagai Negara yang kalah dan meninggalkan Bumi Afghanistan, Amerika tak memiliki hak sedikit pun untuk ikut mengatur masa depan Afghanistan. Faktanya, Amerika masih terus mengintervensi masa depan Afghanistan dengan memberikan sejumlah syarat.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika, Ned Price, meminta Taliban untuk bersikap inklusif dengan menghormati hak asasi manusia, tak terkecuali hak-hak perempuan. Jika tidak, maka Amerika tak akan mendukung Taliban, alih-alih mengakuinya.
"Masa depan Pemerintahan Afghanistan bergantung pada pemenuhan hak asasi manusia serta tidak memilihara teroris. Hal itu termasuk pemenuhan hak asasi separuh populasinya yaitu perempuan," ujar Ned Price dalam keterangan persnya, dikutip dari Al Jazeera, Selasa, 17 Agustus 2021.
Padahal semua juga tahu, isu inklusifitas adalah seruan agar Afghanistan tidak memberlakukan hukum Islam secara kaffah, terbuka mengadopsi sekulerisme dan mencampur adukkan antara yang haq dan yang bathil. Pemerintahan yang inklusif adalah pemerintahan yang mengadopsi kedaulatan rakyat dan menolak kedaulatan syari'at, yang dengan demikian implisit Amerika tetap ingin agar Afghanistan mengadopsi sistem demokrasi.
Isu hak asasi manusia hanyalah narasi untuk mendeskreditkan perjuangan Mujahidin Afghanistan yang berjuang mengangkat senjata untuk melawan penjajah Amerika dan mengusirnya dengan kekuatan senjata. Amerika hanya berbusa bicara tentang HAM, sementara Amerika secara telanjang melakukan aktivitas kriminal, aktivitas ilegal dengan melakukan pendudukan secara biadab di bumi Afghanistan dan Irak.
Dalih senjata pemusnah massal di Irak tidak terbukti. Namun, Amerika tanpa rasa malu mengakuinya dan menganggap remeh jutaan nyawa kaum muslimin yang menjadi korban Amerika saat melakukan invasi militer ke Irak.
Begitu juga di Afghanistan, Amerika berdalih memerangi Terorisme dan Usamah Bin Laden yang dituding berada di Afghanistan dan dalam perlindungan Taliban. Amerika menggulingkan pemerintahan sah di Afghanistan, membentuk penguasa antek, dan melakukan pendudukan militer secara ilegal di bumi Afghanistan selama lebih dari 20 tahun.
Adapun isu terkait kebebasan perempuan, adalah isu untuk mendeskreditkan syariah Islam yang mengatur interaksi pria dan wanita, kewajiban menutup aurat wanita, dan batasan aktivitas wanita dalam sektor publik. Amerika terus berbusa bicara hak wanita, sementara Amerika bungkam atas eksploitasi dan industrialisasi wanita dalam sistem kapitalisme sekuler, yang menyebabkan wanita jatuh pada titik terendah sepanjang peradaban manusia.
Wanita yang dalam pandangan Islam dijaga dan dimuliakan, kapitalisme Amerika telah merendahkan wanita dan memposisikannya tak lebih dari sekedar produk yang dieksploitasi demi kepentingan syahwat dan materi.
Selain berusaha mempengaruhi masa depan Afghanistan, Amerika juga menggerakkan sekutunya untuk menekan Afghanistan agar mengikuti peta perubahan yang telah ditetapkan Amerika. Amerika menggerakkan Jerman salah satu sekutunya, untuk menekan Afghanistan secara finansial.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Mass pada Kamis (12/8) menegaskan bahwa sekutu Amerika Serikat itu akan berhenti menyediakan bantuan ke Afghanistan jika Taliban mengambil alih kekuasaan di negara tersebut dan menerapkan hukum Syariah.
"Kami tidak akan memberikan sepeser pun lagi ke Afghanistan kalau Taliban mengambil alih semuanya, memberlakukan hukum Syariah dan mengubah negara ini menjadi khilafah," katanya saat acara pagi yang disiarkan oleh jaringan publik Jerman ARD dan ZDF.
Adapun peran Pakistan yang memiliki hubungan yang kuat dengan Taliban, digunakan oleh Amerika untuk merealisasikan rencana politiknya. Termasuk peran Turki, juga Uni Emirat Arab yang memainkan peran diplomasi Amerika, Inggris sekaligus kepentingan UEA sendiri.
Mengenai poin terakhir ini, cukuplah Anda membaca secara lengkap maqolah soal jawab seputar masalah Afghanistan yang dikeluarkan oleh Syaikh Atho' Bin Khalil Abu Rusytoh, Amir Hizbut Tahir. Amir Hizbut Tahrir telah menasehati Taliban agar berhati-hati dan tidak tertipu oleh Amerika, yang telah meninggalkan Afghanistan dari pintu depan, dan masuk kembali melalui pintu belakang melalui penjagaan para anteknya di Afghanistan dan di negara kawasan.
*Kedua,* kebijakan politik luar negeri China dan Rusia yang berbeda dengan Amerika. Dua negara berhaluan sosialis komunis ini tidak memberikan syarat apapun terhadap Taliban, bahkan secara implisit terlihat telah mengakui eksistensi kekuasaan Afghanistan dibawah kendali Taliban.
Nampak jelas, *bahwa strategi politik luar negeri Rusia dan China adalah ingin merebut Afghanistan dari pengaruh kekuasaan Amerika dengan mendukung Taliban sebagai penguasa baru di sana.* Rusia dan China ada diseberang Amerika, meskipun keduanya memanfaatkan seruan politik Amerika agar Afghanistan membangun pemerintahan yang inklusif, untuk masuk ke Afghanistan, mengokohkan pengaruhnya dan menggeser dominasi Amerika.
Rusia menegaskan tidak ada prasyarat untuk kehadiran militer Rusia di Afghanistan, dan situasi di negara itu harus diselesaikan lewat dialog damai. Sikap ini berbeda dengan sikap politik yang ditempuh Amerika.
Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Nikolai Patrushev mengatakan :
"Kami akan fokus pada upaya politik dan diplomatik mengenai Afghanistan, dan akan mencari cara untuk membangun dialog antar-Afghanistan dan resolusi damai dari masalah yang ada di negara ini bersama-sama dengan mitra kami," ujarnya.
"Selain itu, kami sangat mementingkan peran koordinasi PBB mengenai upaya internasional dalam penyelesaian masalah Afghanistan," ujar Patrushev, seperti dikutip TASS dari harian Izvestia.
Adapun China menyatakan siap untuk memajukan hubungannya dengan Taliban.
"China tetap berhubungan dan berkomunikasi dengan Taliban Afghanistan atas dasar menghormati sepenuhnya kedaulatan Afghanistan dan kehendak semua pihak di negara itu dan memainkan peran konstruktif dalam mencari solusi politik untuk masalah Afghanistan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying hari Senin (16/8) dalam jumpa pers.
Pernyataan Hua ini mengkonfirmasi bahwa China meletakkan dasar politik luar negeri untuk mendukung Taliban sebagai pemerintah yang sah di Afghanistan.
Pada 28 Juli 2021, Wang Yi bertemu dengan kepala politik Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar di Tianjin. China berharap Taliban Afghanistan akan “bersatu dengan berbagai partai politik dan kelompok etnis untuk membentuk struktur politik yang luas dan inklusif.”
Taliban sendiri mengungkapkan harapannya untuk mengembangkan hubungan baik dengan China dalam pembangunan kembali Afghanistan dan tidak akan pernah membiarkan pasukan mana pun menggunakan wilayah Afghanistan untuk menyakiti China, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, Senin (17/8).
Disaat sejumlah negara yang berada dibawah kendali Amerika menjalankan peran politik yang digariskan Amerika, yakni untuk menarik kedutaan besar mereka dari Afghanistan sampai Taliban menerima syarat Amerika, justru China dan Rusia tak mengambil langkah itu.
Setelah Pasukan Amerika ditarik keluar Afghanistan, kedutaan dan konsulat Amerika ditarik, Denmark dan Norwegia langsung menutup kedutaan mereka di Afghanistan. Begitu juga Indonesia dan Filipina yang bahkan langsung mengevakuasi warganya dari Amerika.
Penutupan kedutaan, penarikan diplomat hingga warga negara, adalah bentuk penentangan terhadap eksistensi Taliban. Langkah ini, berati belum mengakui eksistensi kekuasaan Taliban di Afghanistan.
Amerika jelas memiliki peran dibalik penarikan kedutaan dan sejumlah diplomat, sampai kondisi Afghanistan berjalan sesuai rencana Amerika, barulah Amerika akan menghimbau negara negara untuk mengakui kekuasaan Afghanistan dan memberikan jaminan keamanan atas hubungan yang mereka lakukan. Meski ada faktor dalam negeri negara yang bersangkutan yang menjadikan sebab penutupan kedutaan di Afghanistan hingga penarikan sejumlah warga negaranya, namun semuanya itu tidak lepas dari kerangka umum strategi politik Amerika untuk tetap mempertahankan pengaruhnya di Afghanistan.
Rusia dan China tidak mengambil peran yang sejalan dengan Amerika seperti Jerman, Denmark dan Norwegia. Rusia dan China secara implisit mendukung Taliban berkuasa di Afghanistan. Selain China, ada juga Iran yang masuk poros ini. Akan tetapi, peran Iran selalu duduk diantara dua kaki, demi kepentingan Amerika dan menjalankan misi Amerika, mengambil peran bersama Rusia dan China agar tidak kehilangan pengaruh di negara kawasan.
Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan bahwa pemerintahnya siap untuk bekerja sama dengan China dan Rusia untuk membangun "stabilitas dan perdamaian" di Afghanistan.
"Iran siap bekerja sama dengan China untuk membangun keamanan, stabilitas, dan perdamaian di Afghanistan dan berjuang untuk pembangunan, kemajuan, dan kemakmuran rakyatnya," kata Raisi kepada Presiden China Xi Jinping dalam panggilan telepon yang diprakarsai dari Beijing. Demikian menurut situs web resmi Raisi seperti diberitakan kantor berita AFP, Kamis (19/8/2021)
Jadi posisi Iran, satu kubu bersama Rusia dan China. Selain, Iran juga tetap mempertahankan kepentingannya dengan tetap berkhidmat pada Amerika. *Walaupun, secara publik Iran seperti memainkan peran kontra Amerika sebagaimana peran ini juga dimainkan oleh Turki.*
*Ketiga,* adanya gerakan politik yang tulus, ikhlas, ingin menyelamatkan Taliban dan Afghanistan, menjadikan Afghanistan sebagai bumi pertama yang menerapkan syariat Islam secara kaffah, serta mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru alam. Gerakan politik ini dimotori oleh partai politik Islam internasional, yang berusaha menasehati Taliban atas tipu daya Amerika, yang juga memperhatikan masa depan Afghanistan agar terbebas dari pengaruh Rusia dan China.
Gerakan politik yang menyeru, melakukan tholabun Nusyroh kepada Taliban, agar Taliban menegakkan sistem Islam sebagai pengganti sistem demokrasi di Afghanistan, dan menjadikan Khilafah sebagai masa depan Afghanistan, masa depan umat Islam dan dunia.
Jadi, masa depan Afghanistan ditentukan oleh pertarungan politik tiga ideologi di sana. Pertama, Amerika tetap ingin mempertahankan ideologi kapitalisme sekuler di Afghanistan. Kedua, Rusia dan China ingin mengambil alih kendali dengan ideologi sosialisme komunisme. Dan Ketiga, terdapat gerakan politik Islam, yang ingin membebaskan Afghanistan dengan ideologi Islam. Dan hal itu dilakukan oleh Hizbut Tahrir.
Sebagai penutup, melalui tulisan ini penulis ingin menasehati saudaraku kaum muslimin di Afghanistan, beberapa perkara penting yaitu :
*Pertama,* kalian telah mampu mengusir Amerika. Karena itu, kalian harus memastikan menghilangkan pengaruh Amerika dengan memotong seluruh kaki tangan Amerika, baik berwajah Pakistan, berwajah Iran, berwajah UEA, berwajah Turki atau bahkan berwajah Afghanistan. Amerika dengan ideologi kapitalisme sekulernya wajib dijadikan musuh abadi.
*Kedua,* Kalian harus mengumumkan perang terhadap kekufuran dan bersumpah hanya akan menjalin persaudaraan dan persahabatan berdasarkan asas Islam. Karena itu, kalian juga harus menghalau pengaruh Rusia dan China pada garis pertempuran yang paling jauh, bukan malah mengundangnya ke istana untuk menjalin hubungan dan kerjasama. Rusia dan China dengan ideologi sosialisme komunismenya wajib dijadikan musuh abadi.
*Ketiga,* kalian wajib membuka diri dan mengulurkan tangan kepada saudara-saudara seiman kalian, yang menginginkan kemuliaan kalian dengan Islam dan Khilafah, serta berkomitmen menanggung persaudaraan Islam untuk turut serta menjaga Islam dan Khilafah. Karena itu, segera berikan Nushroh agar tegak Khilafah. Kemudian, umumkan kepada segenap kaum muslimin agar memberikan baiat ketaatan kepada Khilafah yang ditegakkan.
Sungguh, telah ada kelompok politik yang kuat, yang memahami rincian penegakan Islam dan Khilafah, yang memiliki rancangan konstitusi untuk tegaknya sebuah negara Khilafah. Yang dibutuhkan dari kalian, hanyalah kesabaran dan keikhlasan untuk menyerahkan kekuasaan kepada Khilafah, sebagaimana Aus dan Khajraz ikhlas dipimpin Rasulullah Muhammad Saw di Madinah.
Wahai pejuang Taliban, jadilah Sa'ad Bin Muafz abad ini. Berikanlah Nushroh, tegakkan lah Khilafah. Allahu Akbar ! [].