Pesawat Presiden Ganti Warna Ditengah Situasi Sulit, Habiskan Duit Miliaran Rupiah

 

Sabtu, 7 Agustus 2021

Faktakini.info, Jakarta - Isu penggantian warna pesawat kepresidenan menjadi sorotan publik. Hangatnya pembicaraan mengenai isu tersebut didorong terutama oleh situasi krisis yang sedang melanda Indonesia saat ini yaitu pandemi COVID-19. 

Banyak pihak menilai pemerintah tidak memiliki sense of crisis atau rasa kepedulian terhadap krisis yang tengah terjadi.

Adapun model pesawat Presiden Joko Widodo yang baru menampilkan latar warna merah dan putih. Di sirip belakang tertempel gambar mirip bendera Merah Putih.

Kemudian di bagian atas badan pesawat tertera jelas tulisan "Republik Indonesia". Sebelumnya, warna dominan pesawat kepresidenan adalah biru langit dan putih.

Dominasi warna biru dipilih berdasarkan desain dari seorang prajurit TNI AU berpangkat mayor yang tujuannya adalah sebagai kamuflase dalam peningkatan keamanan penerbangan.

Pesawat kepresidenan tersebut dibuat pada 2011 dengan jenis Boeing 737-800. Baru pada 10 April 2014, pesawat ini akhirnya tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, untuk kemudian digunakan Presiden Jokowi.

Artinya, baru sekitar 5 tahun digunakan untuk kebutuhan kunjungan presiden ke sejumlah daerah dan negara ketika pemerintah berencana mengubah desain warna menjadi merah-putih pada tahun 2019.

Lalu, berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk mengecat ulang pesawat?

Perkiraan Biaya

Menurut pengamat penerbangan Alvin Lie, dengan seri Boeing737-800, diperkirakan biaya cat ulang bisa menyentuh angka US$100.000 hingga US$150.000. Nilai itu setara dengan Rp1,4 miliar sampai Rp2,1 miliar.

"Biaya cat ulang pesawat setara B737-800 berkisar antara US$100.000 sampai dengan US$150.000. Sekitar Rp1,4 miliar sampai dengan Rp2,1 miliar," ujar Alvin melalui akun Twitternya, Senin, 2 Agustus 2021.

Dia menjelaskan, perkiraan biaya tersebut dihitung menurut asumsi menggunakan dua metode pengecatan pesawat jenis Boeing 737-800.

Metode yang pertama adalah sanding, yaitu cat lama diamplas hingga kemudian hilang sehingga tersisa warna dasar lalu dicat dengan baru dan pola baru.

Metode kedua yang biasa dipakai adalah stripping, yaitu cat lama dikupas total hingga ke kulit pesawat (bare metal) kemudian dicat ulang menurut bentuk dan pola baru.

Mantan Komisioner Ombudsman ini menegaskan bahwa pada prinsipnya pengecatan ulang warna pesawat kepresiden bukanlah hal yang urgen saat ini.

Ada banyak kebutuhan yang harus dipenuhi di tengah dampak buruk ekonomi masyarakat akibat COVID-19 dan penanganan wabah yang belum optimal sejak awal pandemi.

Lagipula, mengubah warna pesawat kepresidenan bukanlah kebutuhan yang mendesak. Pasalnya, pesawat itu baru berusia 7 tahun dan jarang dipakai.

"Hal-hal yang bukan kebutuhan mendesak perlu ditangguhkan. Anggaran difokuskan pada penanggulangan pandemi. Ingat, tunjangan dan insentif ASN (aparatur sipil negara), anggaran berbagai lembaga, hingga kementerian dipangkas untuk refocusing Anggaran," kata Alvin ketika berbicara dengan Kompas TV, Selasa, 3 Agustus 2021.

Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Heru Budi Hartono buka bicara untuk mewakili pemerintah memberikan penjelasan mengenai fakta yang sebenarnya.

Menurut dia, pengecatan ulang pesawat bukan untuk foya-foya di masa pandemi. Rencana desain ulang sudah dialokasikan dalam APBN sejak 2019.

Sementara, untuk penanganan COVID-19 pemerintah telah merealokasi dan me-refocusing APBN hingga Rp700 triliun lebih.

"Perlu kami jelaskan bahwa alokasi untuk perawatan dan pengecatan sudah dialokasikan dalam APBN (2020)," ujarnya.

"Pengecatan pesawat ini telah direncanakan sejak tahun 2019, serta diharapkan dapat memberikan kebanggaan bagi bangsa dan negara," imbuhnya.*

Sumber: trenasia.com