Prof Mudzakir: Surat Penahanan Dari PT Tak Miliki Legalitas Hukum Terhadap Penahanan HRS!

 

Senin, , 9 Agustus 2021

Faktakini.info, Jakarta - Habib Rizieq Shihab seharusnya hari ini Senin, 9 Agustus 2021 bebas demi hukum dan bisa pulang ke rumah karena telah menjalani putusan kasus kerumunan Petamburan dan Megamendung, namun mendadak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan surat penahanan terkait kasus RS Ummi selama 30 hari hingga 9 September 2021 sehingga Habib Rizieq Shihab tidak jadi bebas. 

Pakar hukum pidana Profesor Doktor Mudzakir dalam wawancara di tvOne, Senin (9/8) menegaskan surat penahanan dari Pengadilan tinggi tidak memiliki legalitas hukum terhadap penahanan Habib Rizieq Shihab. 

Karena Hakim PN Jaktim sudah memutuskan tentang status hukum dan masa penahanan Habib Rizieq berakhir tanggal 9 Agustus 2021.

Jangan mencampuraduk dengan status hukum kasus RS Ummi yang prosesnya terhenti karena alasan PPKM.

“Pada saat Pengadilan Negeri memutuskan perkara HRS maka seharusnya hakim pada saat itu menetapkan status dari terdakwa, apakah masih ditahan atau harus ditahan atau dibebaskan,” jelas Mudzakkir dikutip Suara Islam Online, Selasa (10/8/2021) dari acara Kabar Petang TV One.

Mudzakkir melanjutkan, penetapan status terdakwa harus dicantumkan. “Menurut hukum acara pidana, putusan PN wajib mencantumkan itu, hal itu dimuat dalam pasal 197 ayat 1 huruf k,” ungkapnya.

Pasal 197 ayat (1) huruf “k” menyatakan surat putusan pemidanaan harus memuat antara lain mengenai perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Sedangkan ayat (2) KUHAP menentukan jika tidak dipenuhi ketentuan tersebut maka mengakibatkan putusan batal demi hukum.

“Kalau tidak dicantumkan status tahanan itu, maka putusannya harus dinyatakan batal demi hukum,” kata Mudzakkir.

“Pertanyaanya adalah, status tahanan seorang tertahan itu berakhir ketika sudah ada putusan pengadilan, ternyata putusan pengadilan tidak mengubah status apa-apa yang status sebelumnya dia tidak ditahan dalam perkara itu, seharusnya dia tetap bebas,” tambahnya.

Dalam hal ini, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu mengatakan bahwa pengadilan tinggi tidak punya kewenangan untuk menahan.

“Pertanyaannya, apakah pengadilan tinggi punya kewenangan menahan? yang punya kewenangan siapa, yang menangani perkara daripada proses banding itu,” ujarnya.

“Sementara putusan pengadilan sudah tidak ada yang menahan disitu, sehingga menurut saya, boleh ada pengadilan tinggi, tetapi syaratnya terdakwa harus dibebaskan dari tahanan karena tidak yang punya legalitas lagi, kecuali putusan pengadilan pada saat itu,” tandas Mudzakkir.

Sumber: suaraislam.id dan lainnya

Klik video: