TPUA: DPR Ngeprank Lagi, Benar-benar Rendahkan Harkat dan Martabat Rakyat!
Jum'at, 20 Agustus 2021
Faktakini.info
*DPR NGEPRANK LAGI, AKHIRNYA RAKYAT SELAKU PENGGUGAT MENOLAK BERMEDIASI DENGAN DPR*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Koordinator Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst
Sidang mediasi dalam Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst antara sejumlah rakyat selaku Penggugat melawan DPR RI selaku Tergugat akhirnya gagal melakukan mediasi. Penggugat melalui TPUA menolak keras melanjutkan Mediasi, setelah utusan DPR RI ingkar janji.
Sebelumnya, bagian hukum DPR RI yang mendapat kuasa subtitusi menjanjikan dua hal :
*Pertama,* akan melengkapi surat kuasa yang sebelumnya hanya ditanda tangani Puan Maharani. Tanggal 16 Agustus 2021 Pimpinan DPR RI memiliki agenda sidang paripurna, dalam sidang itulah kuasa akan dilengkapi tanda tangannya.
*Kedua,* akan menghadirkan prinsipal pimpinan DPR RI atau setidaknya pimpinan komisi III DPR RI yang mendapatkan kuasa dari ketua DPR RI.
Namun, pada Kamis tanggal 19 Agustus 2021, pimpinan DPR RI atau setidaknya Komisi III DPR RI tidak hadir. Surat Kuasa juga tidak diteken pimpinan DPR RI lainnya, baik Azis Syamsuddin, Rahmat Gobel, Muhaimin Iskandar dan Sumi Dasco.
Bagian hukum DPR RI berdalih bahwa pimpinan DPR RI tidak keberatan menandatangani surat kuasa. Tapi faktanya, rakyat di prank, surat kuasa tidak lengkap, pimpinan DPR atau setidaknya komisi III DPR RI tidak hadir.
Rupanya, DPR RI bukan ngeprank rakyat saat kampanye maupun melalui kebijakan yang dibuat. Dalam forum gugatan resmi di pengadilan pun, DPR RI tega ngeprank rakyatnya yang menggugat, yang notabene atasan DPR.
Karena merasa dilecehkan, rakyat penggugat mengambil sikap menolak melanjutkan mediasi. Gugatan dilanjutkan pada pokok perkaranya.
Rasanya sulit sekali mendapatkan keadilan di negeri ini. DPR yang semestinya wakil rakyat, justru menipu rakyat, ngeprank dengan hanya memberikan harapan palsu akan hadir dan melengkapi kuasa.
Terlepas dengan kekakuan DPR yang seperti itu, kami selaku kuasa hukum penggugat hanya bisa berusaha membela kepentingan klien. Secara terbuka, penulis menyampaikan protes dan marah pada DPR dalam forum sidang mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. [].
https://www.youtube.com/watch?v=bCcds_6Q6oo
https://www.youtube.com/watch?v=bCcds_6Q6oo
https://www.youtube.com/watch?v=bCcds_6Q6oo
*DPR BENAR-BENAR MERENDAHKAN HARKAT DAN MARTABAT RAKYAT*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Koordinator Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst
Pagi itu, Bu Andi Nenie Sri Lestari mengirim WA mengkonfirmasi akan hadir untuk sidang mediasi dengan DPR RI di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Biasanya, Bu Andi Nenie ini selalu hadir bersama serombongan emak-emak militan dari Bandung. Terbayang, berapa biaya operasional untuk menghadiri persidangan Bandung - Jakarta.
Tak berselang lama, Bang Eggi Sudjana dari Bogor juga konfirmasi otw ke PN Jakarta Pusat. Selanjutnya Bu Ellidanetti, Bang Azam Khan, juga konfirmasi hadir untuk sidang mediasi. Tak berselang, Bu Kurnia Tri Royani selaku tim advokat juga minta ditunggu mediasi, sedang dalam perjalanan ke PN Jakarta Pusat.
Sesampainya di Pengadilan, Penulis mengisi daftar hadir perkara mediasi dan menunggu di ruang tunggu lantai 3, gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak berselang lama, Bung Wahidin dari Karawang hadir, menyusul IR A Ihsan. Semua penggugat prinsipal hadir dari berbagai kota, dengan biaya yang ditanggung masing-masing.
Puluhan pendukung yang biasa hadir sidang, juga telah berada di Pengadilan. Mereka, datang atas inisiatif dan biaya sendiri.
Bung Wahidin, mengaku setiap kegiatan menghadiri sidang setidaknya harus merogoh kocek Rp. 400.000,-. Biaya bensin, tol, dan makan, perjalanan Karawang - Jakarta.
Namun ketika mediasi dimulai, betapa kecewanya para penggugat dan kuasanya. pihak DPR RI yang diminta menghadirkan Pimpinan DPR RI atau setidaknya Komisi III DPR RI, ternyata tidak dipenuhi. Urusan surat kuasa yang sejak sidang di Majelis Utama akan dilengkapi tidak juga dilengkapi. Bahkan, pihak DPR RI terakhir pasang badan dengan mencukupkan surat kuasa dari Puan Maharani.
Wajar saja rakyat selaku penggugat marah. Keluh kesah itu, semuanya ditumpahkan. Penulis sendiri tak kuat menahan amarah, penulis juga luapkan kekesalan kepada Bagian hukum yang diutus DPR RI.
Ini benar-benar pelecehan terhadap rakyat. Setelah Presiden melecehkan rakyat, kini DPR juga mengambil sikap serupa. Kalau Presiden, mungkin saja masih memiliki dalih sedang ada tugas negara, dan tidak bisa diwakilkan. Kalau DPR ?
Ada 575 anggota DPR RI, tapi tak ada satu bijipun yang hadir. Tidak pimpinan DPR RI, tidak komisi II DPR RI, atau anggota yang lain. Wakil rakyat yang 'terhormat' ini benar-benar tidak menghormati rakyat.
Apa susahnya, mengutus satu dari 575 anggota DPR RI untuk sekedar mendengar keluhan rakyat ? kami sebenarnya juga paham, paling mereka hanya bisa menyimak tanpa bisa mengabulkan tuntutan. Tapi paling tidak mereka peduli, datang kepada rakyat yang diwakilinya.
Nyatanya, tidak ada anggota DPR RI yang hadir padahal mereka semua digaji dari pajak rakyat. Rakyat yang menggugat, dengan segala daya dan upaya hadir menghormati panggilan pengadilan. Tapi DPR RI ? tak ada hormat kepada pengadilan, apalagi terhadap rakyat.
Disebutkan Basarah dari PDIP ingin menemui, tapi masih ada agenda. Satu basa basi politik yang memuakkan. Disebut juga pimpinan DPR tidak keberatan untuk teken kuasa, namun faktanya tidak juga lengkap surat kuasa. Semakin banyak janji, DPR semakin menjengkelkan.
Itulah, kondisi yang dapat diceritakan saat agenda mediasi dengan DPR. Karena DPR tidak beritikad baik, maka kami putuskan menolak melanjutkan mediasi dan mediasi dinyatakan gagal.
Biarlah seluruh rakyat Indonesia tahu, bagaimana kelakuan wakil rakyat di DPR. Mereka, hanya santun dan hormat kepada rakyat saat musim kampanye. Selebihnya, mereka selain menyengsarakan rakyat juga melecehkan aspirasi rakyat. [].