Damai Lubis: Gara-gara Taliban Menang Kok BIN Sibuk dan Mahfud MD Menebar Ancaman?
Ahad, 5 September 2021
Faktakini.info
*Gara - Gara Taliban Menang BIN koq sibuk dan Mahfud MD koq Menebar Ancaman*
Oleh Damai Hari Lubis
Pengamat Politik dan Hukum Mujahid 212
( Pemerintah RI tidak perlu khawatir NRI punya Pancasila sebagai falsafah berbangsa dan bernegara dan Taliban tidak akan agresi
Milisi Taliban adalah kelompok Mujahid atau pejuang yang merupakan bagian dari rakyat Afghanistan yang nyata berjuang bagi rakyat bangsa dan Negara Afghanistan melawan negara adidaya Amerika Serikat / AS, yang mereka anggap agresor atau bangsa asing yang mendukung penguasa zalim di negara mereka, sehingga wajar bila kelompok Taliban menjadikan AS sebagai kolonialis karena mereka anggap AS telah melakukan intervensi negara dan bangsa Afghanistan melalui kekuatan politik, ekonomi juga mendatangkan tentara dan persenjataan militer juga para ahli militer
Mereka anggap intervensi AS sekaligus melakukan praktek divide et empera/ pecah belah antara anak bangsa di Afghanistan
Namun politik tanah air muncul penabuh genderang yang dilakukan beberapa pejabat tinggi publik negara ini yang ditujukan terhadap Kelompok Taliban, maka perlu dipertanyakan apa alasan mereka sehingga Pemerintah RI melalui BIN dan termasuk Menkopolhukam menjadi ikut sibuk dengan mengeluarkan statemen berkesan negatif,antar lain dari :
Deputi VII, Wawan Hari Purwanto, Badan Intelijen Negara (BIN) membeberkan : " telah melakukan operasi penyusupan ke Taliban di Afghanistan. Tujuannya, agar tidak melebar hingga ke Indonesia "
Machfud MD, Menkopolhukam, statemen politiknya bersifat seperti ancaman mirip otoriterianisme, saat acara dialog Silaturahmi Menko Polhukam, Menteri Agama, dan Kepala BNPB dengan Pengasuh Pondok Pesantren, Organisasi Keagamaan, dan pimpinan lintas agama se-Provinsi Jawa Timur, Selasa (31/8/2021) malam
*: " Kita tidak akan mendiskusikan, apakah Taliban itu teroris atau bukan. Tetapi pemerintah akan tegas menangani dan menindak tindakan terorisme dan radikalisme, apakah itu Taliban atau bukan,"*
Apa mungkin mereka lupa bahwa negara kita adalah negara Non Blok , makna dari sikap netral, termasuk semestinya pada peristiwa dimana Para Mujahid Taliban telah memenangkan konflik internal dalam negeri, lalu kelompok mereka menjadi penguasa negara sah pemerintahan, paling tidak mungkin tetap mengawal pemerintahan yang berkuasa sah nantinya, selain selebihnya itu adalah urusan internal bangsa atau negara Afghanistan yang berdaulat
Namun walau Politik RI adalah non blok tapi bukan berarti apatis, mesti bermakna bebas namun aktif. Aktif disini tentu pada sebuah pemerintahan baru yang berkuasa nantinya dengan segala akibat konflik bersenjata, sewajarnya akan membutuhkan banyak bantuan selain daripada bantuan moril juga tentu setidaknya butuh banyak bantuan logistik dalam bentuk sandang dan atau pangan
Jadi lebih baik penguasa Pemeritahan RI melalui BIN dan Menkopolhukan tidak ikutan mengeluarkan reaksi keras terhadap para pejuang kelompok Taliban, justru ikut andil memberikan bantuan dibidang kemanusiaan terhadap pemerintahan baru nantinya, sebagai bentuk partisipasi terhadap rakyat Afghanistan atau bila memang tidak menyukai mode perjuangan Para Mujahid Taliban setidak - tidaknya cukup diam sebagai bukti non-blok atau netral, agar justru tidak menjadi kompor pada rakyat indonesia, dan selanjutnya lebih bijaksana untuk konsen pada penanggulangan varian covid 19 di tanah air
Kemenko polhukam dan BIN sebagai lembaga pemerintahan jangan justru mengkaitkan rakyat kita dengan aktifitas Taliban yang seolah menjadi momok atau virus yang akan menularkan wabah penyakit mengerikan kepada rakyat bangsa ini
Padahal konstelasi politik tanah air tidak akan sama dengan Afghanistan, karena sistem hukum ketata negaraan maupun kehidupan sosial dan politik, georafis dan adat budaya mereka ( Afghanistan ) pastinya berbeda dengan sistem konstitusi yang berlaku di negara Indonesia. Dan negara kita punya Pancasila sebagai pemersatu kemajemukan bangsa ini, dan oleh banyak pejabat publik di negara ini biasa diteriakan sebagai jargon " Kami Pancasila NKRI Harga Mati ! "
Penguasa republik ini baiknya memandang gejolak politik yang sedang berkembang di Afghanistan secara simple atau sederhana, karena peristiwa gejolak politik historis pergantian penguasa pada negara Afghanistan, identik dengan beberapa peristiwa historis politik yang pernah dialami oleh bangsa kita, *yakni Soekarno saat masih menduduki kursi Presiden digantikan oleh Alm. Soeharto, lalu Soeharto digantikan Gus Dur, lalu Gus Dur juga melalui langkah gerakan politik digantikan oleh Megawati*
Perbedaanya adalah suksesi ditengah jalan terhadap penguasa sah di Indonesia melalui atau dimulai dengan banyaknya gerakan demontrasi yang serta merta dan sukarela turun kejalan - jalan, dan berakhir di gedung MPR dan suksesi tidak berdarah - darah dan tidak ada imfact tewasnya eks pemimpin penguasa negara, sedangkan di Afghanistan didahului konflik dengan perangkat militer dari kedua belah pihak ( Penguasa dan Taliban ) dan secara transparan ada pihak ketiga dari negara lain yang turut serta mendukung penguasa sah pemerintahan, hingga Presiden Afghanistan Ashraf Ghani diberitakan lari meninggalkan negerinya ke UEA/ Uni Emirat Arab, Ia yang menggantikan presiden sebelumnya Hamid Karzai pada tahun 2014 yang memimpin setelah invasi pasukan sekutu pimpinan AS. Pada 2001 dan jauh sebelumnya pada 1996 saat Taliban merebut ibukota Afghanistan mereka menyeret mantan Presiden Mohammad Najibullah dari Kantor Perserikatan Bangsa Bangsa atau markas PBB di Kabul lalu Tentara Mujahid Taliban mengeksekusi mati
Maka secara hukum ( politik internasional ) negara kita yang non blok sedianya cukup monitoring lalu hormati pemimpin yang akan dilantik menjadi presiden, penguasa tertinggi kelak di Afghanistan atas dasar pilihan dengan sistem hukum yang berlaku di Afghanistan yang nota bene sejarah kekuasaan tersebut diperoleh oleh sebab perjuangan dari Para Mujahid Taliban