Damai Lubis: Tak Ada Kata Telat Pada MA Untuk Bebaskan Habib Rizieq Shihab
Rabu, 1 September 2021
Faktakini.info
*Tiada Kata Telat Pada Mahkamah Agung Demi Ungkap Kebenaran Materiil Membebaskan Habib Riziek Shihab oleh sebab tidak melibatkan PPNS dan oleh Sebab Tuntutan Prinsip Asas Hukum Pidana Menemukan dan Memutus Hanya Semata Mata Berdasarkan Kebenaran Materiil*
Oleh : Damai Hari Lubis
Pengamat Hukum dan Politik Mujahid 212
*( Koordinasi menurut KBBI adalah kerja sama bukan pelimpahan atau bukan mengambil alih seluruh fungsi )*
Mahkamah Agung/MA sepatutnya mengetahui dan menemukan bahwa Beban Hukum penyidikan pada perkara No. 255/ PidSus/ 2021 dengan TDW nya Imam Besar Habib Rizieq Shihab/ IB HRS yang kini berada pada kompetensi MA, tidak boleh terlepas daripada pertimbangan hukum akan domein dari Fungsi Penyidik Pegawai Negeri Sipil/ PPNS *oleh sebab hukum objek perkara tuduhan pokoknya adalah pada Pelanggaran Prokes terkait UU. Ttg Kekarantinaan Kesehatan, walau pasal apapun direkayasa nyata dijunctokan ( pasal 14 ayat 2 / pasal 216 ayat 1 KUHP)*
Badan peradilan Yudikatif Tertinggi di Republik Mahkamah Agung sebagai Judex Juris selain fungsi positipnya sebagai kontrol hukum juga fungsi menemukan hukum. Juga selain MA merupakan pemilik kunci pada pintu terahir pada gerbang keadilan pada semua semua putusan lembaga peradilan selain Mahkamah Konstitusi
Judex Juris punya kewajiban hukum mesti menemukan hakekat fungsi hukum yaitu keadilan dan kepastian hukum oleh sebab itu mesti didahului dengan mencari serta mendapatkan kebenaran yang sebenar - benarnya, maka demi mendapatkan kebenaran sejati atau sesungguhnya pada perkara pidana yang dapat beresiko atau berakibat hukum pengekangan bergerak bagi pesakitan atau penjara, sehingga kadang perlu meninggalkan tata cara formal salah satunya tentang statemen hukum ; " bahwa oleh karena sudah bukan waktunya eksepsi, sudah bukan saat pleidooi , tidak boleh setelah saat tuntutan atau requisitoir atau rereplik atau reduplik, oleh sebab hukum tidak ada pasal Kuhap yang melarang TDW atau kuasanya mengajukan keberatan yang bermuatan materi eksepsi untuk disampaikan pada saat pleidooi atau banding atau kasasi "
Bahkan MA. Oleh sebab fungsi hukumnya tidak boleh berdalil " tidak ada pernyataan keberatan pada pertimbangan putusan didalam memori banding dan atau pada memori kasasi dari para pengacaranya "
Dan pada kesemua ini semata - mata demi keadilan dan kepastian hukum sehingga tidak atau jangan sampai melahirkan faktor kesalahan dalam menghukum orang dipenjara namun ternyata tidak bersalah atau tidak patut pada sanksi hukumannya
Disinilah perlu peran aktif para hakim pada peradilan pidana , tidak pasif ( seperti pada sidang perdata ) atau tidak hanya sekedar oleh sebab adanya bukti formil yang diberikan para pihak yang bersengketa. Oleh sebab hakim perkara Pidana selain bukti formil tentu aktif mengungkap bukti yang belum nampak sekalipun atau bukti pengetahuannya yang mereka miliki dan bukti sepengetahuan umum, kehidupan riil diluar yang sedang berkembang termasuk info info media elektronik ( sesuai UU. ITE dapat menjadi alat bukti hukum ) dan terkait rasa keadilan masyarakat sebagai bagian kehidupan atau notoire feiten dapat berfungsi hukum sebagai alat kontrol dan menemukan hukum oleh hakim sesuai rujukan dari yang ada pada tentang pelaksanaan acara pidana formil pada kuhap dan sistem konstitusi atau perundang - undangan yang ada dan berlaku di NKRI, terlebih pelaksanaan atau pemenuhan terhadap acara pidana formil tersebut justru sejak baru saja setelah adanya dugaan pelanggaran prokes covid 19 ditemukan daripada sosok IB.HRS , yang nampak aktif termonitori atau terdeteksi penyidikan yang dilakukan hanya oleh penyidik polri
Sedang publik pada umumnya, atau masyarakat hukum khususnya , tidak melihat akan peran PPNS ? Selain yang terkesan berperan dan melulu selalu dari para penyidik polri
Selebihnya ketika kebenaran materiil yang ada pada tuntutan Majelis Judeks Juris menemukan kelalaian dan atau pelanggaran maka patut dinyatakan pada pertimbangan putusan sesuai merujuk teori asas hukum pidana sebagai unsur kesalahan atau setidaknya sebuah kelalaian ( culfa lata atau culfa levis) yang identik secara hukum merupakan pelanggaran terhadap ketentuan asas atau prinsip yang berlaku pada sebuah perbuatan delik atau perkara tindak pidana
Adapun pertimbangan hukum diantaranya oleh Mahkamah Agung selaku pengadilan tingkat kedua dan terakhir semestinya kelak memeriksa dan mengadili tentang salah satu fungsi peradilan perkara pidana sehingga MA perlu menggali dan mencari tentang kebenaran materil atau materiele waarheid atau kebenaran yang sebenar sebenarnya, pada tugas fungsi hukum hakim ini terhubung dengan dan terkait pada putusan hakim sebelumnya pada dua badan peradilan pada pengadilan tingkat pertama ( PN Jakarta Timur dan PT Jakarta ) yang tidak teliti sehingga tidak mempertimbangkan terhadap berkas perkara diantaranya berita acara pemeriksaan atau BAP yang merupakan bagian dari alat bukti terkait apakah ada hasil penyidikan dari penyidik PPNS pada saat dipersidangan terbuka dan atau tertutup dibadan peradilan
Bahwa tugas majelis hakim pada semua tingkatan. Utamaya tingkat terkahir MA pada prinsipnya adalah bertugas menemukan dan mendapatkan sehingga memutus tentang kebenaran yang sebenarnya, pada praktik pelaksanannnya atau dalam bekerja para hakim dalam menemukan kebenaran materiil tersebut fungsi Para JPU dan Para Advokat selaku Pengacara Terdakwa hanyalah membantu para hakim menemukan kebenaran yang akan digunakan sebagai alat dalam pertimbangan untuk pemutus atau sebagai putusan
Sehingga apabila JPU. menemukan kekekeliruan dari pihak Penyidik pada BAP dan berkas perkara " lalu sengaja " menutupinya untuk membuat Tuntutan " Sesuai Pesanan " dan Para Pengacara Terkecoh oleh sebab perkara sangat aneh hingga melupakan adanya PPNS yang memiliki tugas sesuai regulasi prokes dan atau Kekarantinaan dan kepada PPNS hanya dinyatakan dalam hukum bahwa pelaksanan tugas mereka agar melakukan koordinasi dengan penyidik polri
Selaku penyidk PPNS dari dan sejak tahapan diterbitkannya SP2HP sampai dengan penyidikan lanjutannya sampai penyerahan berkas perkara kepada JPU jika tidak melibatkan PPNS dan atau dibuat dengan tidak melibatkan PPNS / Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan kewajiban fungsional mereka, menjadi salah satu dasar pertimbangan cacat hukum, disebabkan oleh karena hukum PPNS memiliki kewajiban terhadap pelanggaran Kekarantinaan Kesehatan, bukan penyidik polri dan adapun kata atau kalimat PPNS dalam tugas penyidikannya agar melakukan koordinasi kepada penyidik polri, maka memiliki makna sesuai mengacu pads Kamus Besar Bahasa Indonesia/ KBBI bukanlah merupakan pelimpahan penyidikan keseluruhannya , tetapi tetap merupakan kewajiban Ppns selaku yang dibebankan oleh sistem perundang undangan, namun hanya memiliki makna sebatas dan terbatas *" kerja sama dalam melakukan penyidikan "* agar hasil dari penyidikan mengandung kebenaran formil dan utamanya kebenaran materilnya ;
Maka atas nama Lembaga yudikatif tertinggi Mahkamah Agung idealnya demi tegaknya hukum dan demi keadilan ( gerechtigheit ) serta kepastian hukum ( rechtmtigheid) dan utility atau doelmatigheid ( manfaat ) atau daya guna pada bangsa ini, juga untuk menjaga agar sistem hukum dan penegakannya tidak menjadi rusak secara moral dihadapan rakyat bangsa ini dan tidak lucu dimata internasionl serta *MA tidak terseret oleh karena cacatan pada catatan sejarah buruk penegakan hukum di republik ini tepatnya era kepresidenan Jokowi*
Dan bila nyatanya dalam pemeriksaan seluruh berkas perkara yang lahir pada persidangan pengadilan tingkat pertama terungkap tidak ditemukan dan atau oleh Majelis Hakim Agung ditemukan beberapa fakta hukum tentang ;
1. Terkait hasil penyidikan PPNS didalam pemberkasan pada perkara termasuk keterlibatan dalam pembuatan BAP yang semestinya dibuat oleh TSK dihadapan PPNS dan oleh atau bersama sama dengan pihak penyidik Polri ;
2. Pada surat putusan pengadilan tingkat pertama atau yudeks fakti PN. Timur tidak terdapat klausula penahanan terhadap diri terdakwa yang imperatif atau wajib menurut pasal 197 KUHAP dan Oleh Putusan MK. No. 169 /2012 ;
3. MA selaku yudeks yuris menggunakan pertimbangan nurani hakim sesuai amanah UU. Hanya beliau yang didakwa atas pokok in casu pelanggaran Prokes Covid 19. Maka atas dasar asas notoire feiten notorius atau hal sepengetahuan umum ( termasuk berbagai berita media elektronik ) hal sesuatu yang tidak perlu dibuktikan, diantaranya bahwa terhadap perkara a quo dan dihubungkan dengan jati diri beliau merupakan manifestasi politik sehingga berimpact kental sebagai kebijakan politik, bukan oleh karena sebab kebenaran hukum yang bersifat materiil sehingga beresiko fenomena negara melakukan legitimasi atau justipikasi pelanggaran terhadap proses hukum dan penegakan hukum ( pelanggaran pada prinsip due proccess dan equality dari rule of law ) ;
4. Komparasi keadilan hukum sesuai data emperik daripada surat - surat putusan badan peradilan bahwa vonis terhadap beberapa kasus extra ordinary crime ( korupsi) nyata vonis lebih rendah dari pelanggar prokes yang sekedar hukum cita - cita atau ius konstituendum
Dan proses hukum penjara dan proses di badan peradilan hanya terhadap diri beliau cs ;
5. Dakwaan Tidak dapat terbukti adanya pelanggaran hukum positif pada pasal 14 ayat 2 Jo. Pasal 216 ayat 1 KUHP tidak ada keonaran atau kerusuhan yang ditimbulkan, pokok perkara hanyalah terkait prokes covid 19 yang nyata secara teori dan pelaksanaan membuktikan bahwa penanggulangan atau prakteknya dilapangan , ( proses hukum peradilan dan penjara ) hanya dikenakan terhadap diri Beliau Cs. Sehingga prokes ini terbukti " sekedar hukum yang mudah mudahan berlaku atau hanya cita cita hukum " dan atau tidak ada korban nyawa dan atau tidak menimbulkan hilangnya harta benda atau korban materil milik orang lain
Oleh karena pertimbangan - pertimbangan hukum dan fakta hukum MA. Sepatutnya Para Hakim. agung yang mengadili perkara a quo, menyatakan memutuskan membebaskan TDW serta menyatakan merehabilitasi nama baik TDW yang nyata tidak bersalah oleh sebab hukum
Referensi Pustaka :
KUHAP , UU Kekarantinaan KESEHATAN UU. No. 6 Tahun 2018, UU. RI Tentang MA. Prokes covid 19 Jo. Inpres No. 6 / 2000 serta
Kumpulan Peraturan Pedoman Penanganan Covid 19
Asas asas hukum dan teori Wirdjono Prodjodikoro, Andi Hamzah, Yahya Harahap, dan R. Soesilo , dan Frof. R Soebekti
Dan literatur hukum. serta Berita Media online
Dll. Pustaka