HRS Center: Putusan PN Jaktim Kasus HRS RS Ummi Mengandung Plagiarisme dari Internet dan Skripsi
Senin, 6 September 2021
Faktakini.info, Jakarta - Direktur HRS Center Abdul Chair Ramadhan mengatakan, putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap Rizieq Shihab dalam perkara Rumah Sakit Ummi mengandung plagiarisme.
"Yang ternyata berasal dari internet, setidaknya dari dua sumber yakni (situs) hukumonline dan skripsi mahasiswa fakultas hukum yang tidak ada menyebutkan sumber referensinya," kata Abdul Chair di Jalan Matraman Raya, Jakarta Timur, Senin, 6 September 2021.
Abdul Chair mengatakan plagiarisme terdapat pada bagian pertimbangan hukum dari majelis hakim di perkara Nornor 225/Pid.Sus/2021/PN.Jkt.Tim. Unsur plagiarisme, kata dia, menunjuk pada uraain penjelasan ajaran atau doktrin "kesengajaan dengan kemungkinan'.
"Hasil plagiat itu kemudian menjadi dalil pertimbangan pemenuhan unsur 'dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat'," kata Abdul Chair.
Menurut Abdul Chair, plaglarisme dalam putusan tersebut semakin menurunkan citra dan marwah Pengadilan. Selain itu, kata dia, juga memberikan contoh yang tidak patut.
"Kami mendesak pihak-pihak yang terkait, seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisialdan Komisi III DPR RI untuk menindaklanjuti temuan plagiat dalam putusan pengadllan a quo sesuai dengan kewenangannya."
Berikut ini Siaran Pers HRS Center selengkapnya
Pertama, bahwa hasil penelitian menunjukkan adanya keterhubungan yang sistematis antara tindakan plagiat dengan rekayasa pemenuhan unsur ‘dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat’. Doktrin opzet met waarschijnlikkheidsbewustazijn dan dolus eventualis yang diadilkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak sesuai dengan maksud penggunaannya.
Plagiarisme tersebut juga berhubungan rengan pemenuhan unsur ‘mereka yang melakukan’, ‘yang menyuruh melakukan’, dan ‘turut serta’. Dalam penyertaan sebagai ‘perluasan pertanggungjawaban pidana’ mengisyaratkan harus adanya ‘pemufakatan jahat’ dan oleh karena itu kesengajaan yang terjadi bukan bercorak ‘dengan kemungkinan’, melainkan bercorak ‘dengan maksud’.
Dalam persidangan tidak dijumpai fakta terjadinya pemufakatan jahat dalam pernyataan/pemberitahuan tentang kondisi kesehatan Habib Rizieq Syihab.
Di sisi lain, Judex Factie tidak menggunakan keterangan ahli hukum pidana yang dihadirkan di persidangan yang menjelaskan tentang kesengajaan dan dalam kaitannya dengan penyertaan. Padahal keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 184 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHP.
Kedua, bahwa pemenuhan unsur dalam perkara a quo cenderung sangat dipaksakan. Hal tersebut semakin menunjukkan perkara tidaklah murni perkara hukum, namun cenderung mengandung kepentingan politis. Oleh karenanya, proses hukum terhadap Habib Rizieq Syihab dkk dipahami oleh masyarakat sebagai bagian dari kriminalisasi yang demikian terstruktur dan sistematis.
Ketiga, bahwa kami mendesak pihak-pihak terkait seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan DPR RI Komisi III untuk menindaklanjuti temuan plagiat dalam putusan pengadilan a quo sesuai dengan kewenangannya.
Keempat, bahwa dengan adanya tindakan plagiat tersebut maka menjadi salah satu dalil bagi majelis hakim kasasi pada Mahkamah Agung untuk membatalkan pemidanaan Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap para terdakwa (In Casu Habib Rizieq Syihab, dr Andi Tatat, dan Hanif Al-Atas).