Kudeta di Guinea Berawal dari Amandemen Konstitusi Bikin Presiden 3 Periode

 

Selasa, 7 September 2021

Faktakini.info, Jakarta - Kudeta terjadi di Guinea, yang merupakan salah satu negara termiskin di kawasan Afrika Barat. Kudeta ini terjadi setelah ada amandemen konstitusi pada 2020 yang memungkinkan presiden menjabat 3 periode.

Dilansir dari AFP, Senin (6/9/2021), kudeta tersebut dilakukan oleh Pasukan khusus Guinea pada Minggu (5/9) dan langsung memberlakukan jam malam. Mereka juga membubarkan konstitusi.

"Kami telah memutuskan, setelah mengambil presiden, untuk membubarkan konstitusi," kata seorang perwira berseragam diapit oleh tentara yang membawa senapan serbu dalam sebuah video.

Petugas itu mengatakan perbatasan darat dan udara Guinea telah ditutup dan pemerintah dibubarkan. Ada pula sebuah video yang menunjukkan Presiden Guinea, Alpha Conde, terduduk di sofa dan dikelilingi oleh pasukan.

Conde merupakan mantan pemimpin oposisi yang pernah dipenjara dan dijatuhi hukuman mati. Dia kemudian menjadi pemimpin pertama Guinea yang terpilih secara demokratis pada 2010 dan memenangkan pemilihan kembali pada 2015.

Dia selamat dari upaya pembunuhan pada tahun 2011. Namun belakangan, Conde dituduh hanyut ke dalam otoritarianisme.

Hal itu bermula dari pemilihan presiden terbaru di Guinea yang digelar pada Oktober 2020. Pemilu itu dianggap dinodai oleh kekerasan dan tuduhan kecurangan.

Conde, yang maju lagi dalam Pemilu 2020, memenangkan masa jabatan ketiga yang kontroversial. Periode ketiganya didapat setelah mendorong perubahan konstitusi pada Maret 2020 yang memungkinkan dia menghindari batas dua masa jabatan presiden di negara itu.

Puluhan orang tewas dalam demonstrasi menentang masa jabatan ketiga untuk Conde. Ratusan orang lainnya ditangkap.

Conde kemudian diproklamasikan sebagai presiden pada 7 November tahun lalu. Penantang utamanya, Cellou Dalein Diallo dan tokoh oposisi lainnya mencela pemilihan itu sebagai tipuan. Pemerintah kemudian menangkap beberapa anggota oposisi terkemuka atas dugaan peran mereka dalam bersekongkol dengan kekerasan pemilu di negara itu.

Militer Anggap Negara Salah Urus

Militer menganggap Cond salah urus dan membuat negara berpenduduk sekitar 13 juta orang yang kaya sumber daya mineral menjadi salah satu negara termiskin di dunia. Penduduk distrik Kaloum di ibu kota Conakry, kawasan pemerintah, telah melaporkan mendengar suara tembakan keras saat kudeta berlangsung.

Kepala pasukan khusus militer Guinea, Letnan Kolonel Mamady Doumbouya, kemudian muncul di televisi publik. Dia mengenakan bendera nasional dan mengatakan salah urus pemerintah memicu kudeta.

"Kami tidak akan lagi mempercayakan politik kepada satu orang, kami akan mempercayakan politik kepada rakyat," kata Doumbouya.

"Guinea itu cantik. Kita tidak perlu memperkosa Guinea lagi, kita hanya perlu bercinta dengannya," tambahnya.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengutuk kudeta dalam cuitannya di Twitter dan menyerukan pembebasan Conde. Ketua Uni Afrika, Presiden DR Kongo Felix Tshisekedi, dan kepala badan eksekutifnya, mantan perdana menteri Chad Moussa Faki Mahamat, juga mengutuknya, menyerukan pembebasan segera Conde.

Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), melalui penjabat presidennya, pemimpin Ghana Nana Akufo-Addo, mengancam sanksi jika tatanan konstitusional Guinea tidak dipulihkan. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menuntut penghormatan terhadap keadaan hukum, kepentingan perdamaian dan kesejahteraan rakyat Guinea.

Pemberontakan itu mengikuti ketegangan politik yang berlangsung lama di Guinea yang pertama kali didorong oleh upaya Conde yang sangat diperebutkan untuk masa jabatan presiden ketiga tahun lalu. Sehari sebelum pemilihan presiden tahun lalu, militer memblokir akses ke wilayah Kaloum setelah dugaan pemberontakan militer di timur ibu kota.

Para komplotan kudeta telah mengumumkan komite nasional untuk perakitan dan pengembangan dan mengatakan konstitusi akan ditulis ulang. Letnan Kolonel Doumbouya juga mengatakan kepada media Prancis bahwa dia mendapat dukungan dari semua pasukan pertahanan dan keamanan.

Berita kudeta memicu perayaan di beberapa bagian ibu kota, di mana ratusan orang bertepuk tangan untuk para tentara.

"Kami bangga dengan pasukan khusus. Kematian bagi para penyiksa dan pembunuh masa muda kita," kata seorang demonstran yang meminta namanya tidak disebutkan. (detik)

Foto: Pihak militer Guinea yang mengkudeta Presiden Conde. (AFP/CELLOU BINANI)