Aktivis Katolik: Akal Sehat Masyarakat Diinjak-Injak Pada Sidang KM 50 di PN Jaksel
Rabu, 27 Oktober 2021
Faktakini.info, Jakarta - Sidang kasus pembunuhan terhadap 6 Laskar FPI, telah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sejak beberapa hari lalu, viral di media sosial tulisan Aloysius Hartono seorang aktivis Katolik yang mengkritisi jalannya persidangan ini. Sebagai berikut.
*Tulisan Seorang Non Muslim ttg Tragedi Km 50. 👇🏼*
*Akal Sehat Masyarakat Diinjak-Injak Pada Sidang Pembunuhan 6 Laskar FPI di PN Jaksel*
Salam sejahtera untuk kita semua.
Salam dan kasih selalu saya, Aloysius Hartono, berikan kepada anda semua. Mari kita semua berusaha untuk hidup kudus dan berkenan di hadapan Tuhan.
Semoga kita selalu dikaruniai Roh Kudus sehingga dengan demikian hati dan pikiran kita dipenuhi dengan kasih. Amen.
Kali ini, saya ingin mengungkapkan pilunya hati saya melihat proses persidangan kasus Pembunuhan 6 Laskar FPI di PN Jaksel yang penuh kebohongan dan manipulasi.
Sepertinya baru kali ini... Keluarga dari korban peristiwa pembunuhan yang teramat sadis.... sama sekali tidak tertarik untuk menghadiri persidangan kasus pembunuhan keji yang dilakukan terhadap putra-putra mereka.
Ada apa gerangan??
Kenapa mereka menolak untuk hadir padahal ada dua Terdakwa alias "pembunuh" Anak-anak mereka yang sedang disidangkan dan telah hadir di ruang sidang? Tak inginkah mereka melihat langsung wajah pembunuh itu?
Sebabnya jelas... karena pihak keluarga tahu, ini hanya sidang akal-akalan, dan pembunuh yang sesungguhnya, termasuk aktor intelektualnya dilindungi oleh penguasa.
Yakinlah... Para pelaku sesungguhnya alias para perenggut enam nyawa manusia itu tidak akan pernah muncul di PN Jaksel.
Akal sehat masyarakat... benar-benar dihina dan diinjak-injak oleh Majelis Hakim, Jaksa dan semua yang terlibat dalam persidangan ala sinetron ini.
Lihatlah... Para keluarga korban pun sudah memboikot sidang bohong-bohongan ini, lalu buat apalagi sidang ini digelar? Buat apalagi media-media meliputnya?
Seperti yang dikatakan oleh TP3, persidangan ini seolah-olah merupakan proses hukum acara pidana yang wajar, namun sebenarnya merupakan suatu upaya manipulasi untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya.
Dakwaan Jaksa terhadap Terdakwa pun terkesan datar-datar saja.
Jangan berharap ada dakwaan "kritis" mengenai kenapa kemaluan Laskar FPI dibakar dan dimana penyiksaan itu dilakukan. Tidak akan pernah ada dakwaan semacam itu, bahkan justru pihak Jaksa mau menutupi fakta adanya penyiksaan tersebut.
Sudahlah....semua orang sudah tahu kok, 6 Laskar FPI tidak membawa senjata saat mengawal perjalanan HRS yang berujung penculikan dan pembantaian berdarah itu.
Mereka anak-anak muda itu diculk, dibawa ke sebuah tempat, disiksa, lalu dibunuh oleh aparat negara. bukti penyiksaan begitu banyak dan tak bisa dipungkiri lagi.
Dan di tengah situasi sulit karena pengambilan jenazah korban selalu diulur-ulur waktunya oleh polisi supaya pihak keluarga tidak bisa cepat mengambil, namun puji Tuhan dokumentasi foto dan video jasad keenam korban berhasil diambil.
Satu pun diantara keenam Laskar FPI itu tak ada yang disisakan nyawanya oleh aparat, semua dihabisi, supaya tidak ada lagi bukti dan saksi.
Masih belum cukup, bukti kamera CCTV pun kemudian dirampas dan dimusnahkan oleh polisi, dan "dikondisikan" sebagai "CCTV sedang dalam keadaan rusak".
Sudahlah... Jangan anggap semua masyarakat itu bodoh. Kita tahulah operasi intelijen itu bagaimana, seluruh barang bukti yang bisa merugikan operasi mereka tentu sudah mereka amankan secepatnya.
Belum lagi keanehan lainnya yaitu para pelaku yang diadili hanya dua orang, sudah gitu pun "pelaku pembunuhan" itu tidak pernah ditahan.
Rombongan HRS, pihak "terpenting" dari kejadian pembunuhan ini tak satu pun yang dimintai keterangannya baik di kepolisian maupun kejaksaan.
Bahkan warga masyarakat yang menjadi saksi mata di KM 50 juga tidak dimintai keterangan. Mobil Land Cruiser hitam yang ditumpangi komandan para pelaku juga tidak disita dan pemiliknya pun disembunyikan.
Dua pistol baru yang dipamerkan Kapolda Metro Fadil Imran dan Pangdam Dudung, yang mereka tuduhkan sebagai milik Laskar FPI, juga tidak diuji balistik untuk mengetahui pemiliknya. Dan masih banyak lagi keanehan lainnya.
Kejanggalan begitu banyak terlihat, karena memang banyak hal yang ingin disembunyikan dan dikaburkan kasusnya oleh pihak penguasa.
Hal ini, sungguh membuat saya sedih.....
Karena walaupun saya umat Katolik, dan tidak sependapat dengan beberapa statemen HRS, tapi saya sangat sedih dan bersimpati dengan kematian 6 anak bangsa ini.
Ingat, Yesus melarang untuk membunuh dan menghilangkan nyawa orang lain. Yesus mengatakan siapa yang membunuh harus dihukum, dalam hal ini tentu para pelaku pembunuhan di KM 50 harus dihukum.
"Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.”
(Matius 5:21)
"Engkau tentu mengetahui segala perintah Allah: Jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu.”
(Lukas 18:20)
Demikianlah ajaran Yesus. Untuk alasan apapun, jangan pernah kita melakukan pembunuhan sehingga tercapai damai sejahtera di bumi.
Kasus pembunuhan KM 50 ini menjadi pertaruhan besar bagi Presiden Jokowi, apakah dia berniat untuk mengusut tuntas kasus ini, atau justru terus melindungi para pembunuh.
Sekian. Terima kasih.
Aloysius Hartono
Senin, 18 Oktober 2021