Ketua Dokter Indonesia Bersatu: Pembunuh 6 Laskar FPI Sekejam PKI, Sepantasnya Dihukum Mati
Selasa, 26 Oktober 2021
Faktakini.info, Jakarta - Ketua Dokter Indonesia Bersatu, Dr Eva Chaniago menilai para pembunuh enam laskar Front Pembela Islam sekejam anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Oleh karena itu, dia mendesak pengadilan memberikan hukuman mati bagi para pelaku.
“Sudah sepantasnya hukuman mati, membunuh sipil dengan sewenang wenang, sekejam PKI,” katanya melalui Twitter pribadi @__Sridiana_3va.
Menurutnya, nyawa harus dibayar dengan nyawa.
“Hutang nyawa bayar nyawa. Usut tuntas KM 50,” pungkasnya.
Ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun pun menanggapi pernyataan yang disampaikan Dr Eva.
Menurut Refly hal ini sah-sah saja disampaikan dr Eva sebagai sebuah aspirasi.
“Itu tadi aspirasi ya dari seorang dokter di media sosial dan sah-sah saja ya, karena ini menyangkut sebuah kejadian yang sekarang memang sedang disidangkan,” ujarnya melalui kanal Youtube Refly Harun Minggu, 24 Oktober 2021.
“Kita sedang menunggu, kira-kira apa hukuman yang akan dijatuhkan,” imbuhnya.
Sementara, untuk desakan hukuman mati, kata Refly, ada tiga hal yang perlu disorot.
“Kalau misalnya, dr Eva meminta mereka dihukum mati, ya ada tiga soal yang harus ditengahkan,” terangnya.
Pertama, terkait dakwaan yang tidak sampai ke pasal hukuman mati.
“Pertama, bahwa dakwaannya itu tidak masuk pasal hukuman mati, tapi pembunuhan biasa, bukan pembunuhan berencana, bahkan lebih rendah lagi subsider penganiayaan,” ungkapnya.
“Hukuman maksimalnya cuma 15 tahun dalam tanda kutip,” sambungnya.
Kedua, terkait kejadian sebenarnya, sebab kasus ini masih sangat gelap dan penuh dengan misteri.
“Kedua, kita tidak tahu, apakah bener skenario atau dakwaan ini memang apa adanya seperti itu, mengingat kasus ini seperti gelap, penuh dengan misteri,” tuturnya.
Sehingga, kata Advokat ini tak heran jika pihak keluarga dan pihak Habib Rizieq Shihab (HRS) menolak persidangan ini.
“Sehingga tidak heran kalau beberapa pihak, dari pihak Habib Rizieq misalnya dan keluarga korban menolak persidangan ini. Karena dianggap hanya sekedar sandiwara untuk menutupi hal yang sebenarnya,” tambahnya.
Ketiga, terkait hukuman mati yang memunculkan kontroversi.
“Ketiga, hukuman mati itu sendiri memang memunculkan kontroversi. Kalau ditanya kepada aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), mereka pasti tidak setuju hukuman mati, karena itu adalah tren internasional ya untuk menghapuskan hukuman mati, (sebab) dianggap hukuman seumur hidup pun sudah berat,” jelasnya.
Namun, dalam kasus ini, dia mengingatkan akan sulit pelaku mendapat hukuman mati, karena dalam pasal mereka hanya diancam hukuman 15 tahun penjara.
“Tapi dalam konteks ini sekali lagi, tidak ada hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup, tapi yang ada adalah Pasal 338 yang ancaman hukuman maksimalnya 15 tahun,” ucapnya.
“Nah ini lah yang barangkali, kemudian pihak-pihak tertentu menganggap, kok enam nyawa melayang begitu saja, yang potensi diancam cuma seorang yang satunya meninggal, yang satunya cuma driver,” pungkasnya. [pikiran-rakyat]