Pernyataan Sikap FUIB Banten Atas Fitnah, Kriminalisasi dan Terorisasi Terhadap Munarman
Kamis, 28 Oktober 2021
Faktakini.info
PERNYATAAN SIKAP
FORUM UMAT ISLAM BANTEN (FUIB)
ATAS
FITNAH, KRIMINALISASI DAN TERORISASI
TERHADAP SAHABAT KAMI MUNARMAN, S.H.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan Indonesia adalah Negara Hukum. Secara teori, konsekuensi dari pernyataan negara hukum adalah, konsep the rule of law harus dipatuhi dalam praktik pelaksanaan law enforcement.
Negara Repubik Indonesia menjamin kedudukan yang sama dimuka hukum, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, serta hak untuk bebas dari perlakuan yang diskriminatif. Hak asasi ini dituangkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Diaturnya hak konstitusional tersebut dalam Undang-Undang Dasar 1945 ditujukan untuk memberikan jaminan dan perlindungan bagi warga negara dari kesewenang-wenangan (de Tournement de Pavoir) atau penyalahgunaan Kekuasaan (abuse of power) oleh oknum maupun oleh Negara.
Sahabat kami, Sdr. Munarman yang berprofesi sebagai Advokat/Pengacara, pada hari Selasa, tanggal 27 April 2021 sekitar Pukul 15.30 WIB telah ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri di kediamannya yang beralamat di Perumahan Modern Hills, Cinangka, Pamulang, Tangerang Selatan.
Penangkapan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terhadap Sabahat kami, dilakukan secara sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum acara, karena belum pernah dilakukan pemeriksaan pendahuluan sebagai calon tersangka. Penangkapan yang dilakukan juga bukan termasuk kategori tertangkap tangan. Dengan demikan tindakan penangkapan terhadap Sahabat kami bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014.
Oleh karena belum pernah dilakukan pemeriksaan pendahuluan (in casu calon tersangka), maka penangkapan tersebut juga merupakan sebagai tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang pada intinya tidak mendapatkan atau tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum.
Sekalipun Sahabat kami Sdr. Munarman ditangkap dengan dasar tuduhan melakukan tindak pidana Terorisme, tetapi penangkapan tersebut harus tetap dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip Hak Asasi Manusia, sebagaimana ketentuan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang menyebutkan, “Pelaksanaan penangkapan orang yang diduga melakukan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dilakukan dengan menjunjung tinggi prinsip Hak Asasi Manusia.”
Selain itu tuduhan keterlibatan sahabat kami Sdr. Munarman dengan kelompok yang dituduh terlibat teroris adalah sesuatu yang mengada-ngada, karena kami sangat mengetahui komitmen Sdr. Munarman dalam menjaga eksistensi NKRI dan partisipasi aktifnya dalam memelihara keamanan dan ketertiban, sosial order dan agar tidak terjadi segregasi sosial telah banyak dibuktikannya.
Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa Sdr. Munarman adalah seorang aktivis Hak Asasi Manusia dan demokrasi yang memulai pengabdiannya di bidang Hak Asasi Manusia dan demokrasi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang. Kemudian pada tahun 1999 - 2000 Sdr. Munarman melanjutkan pengabdiannya dengan menduduki posisi sebagai Direktur LBH Banda Aceh dan pada tahun yang sama juga menduduki posisi sebagai Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Aceh.
Pengabdian Sdr. Munarman berlanjut di Ibu Kota DKI Jakarta dengan menduduki posisi sebagai Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Jakarta, Kepala Hak Sipil dan Politik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan pada tahun 2002 - 2006 menjadi Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Pada saat yang sama Sdr. Munarman juga mengabdi kepada Negara dengan menjadi Komisioner pada Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM berat (KPP Komnas HAM Republik Indonesia) dan pada tahun 2004 diangkat menjadi Tenaga Ahli Jaksa Agung serta menjadi Tim Pencari Fakta kasus pembunuhan Munir yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 111 Tahun 2004.
Kemudian pada level kebijakan publik, Sdr. Munarman berkontribusi melalui aktivitas sebagai tim perumus RUU Komponen Cadangan dan RUU Hukum Pidana Militer yang dibentuk oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Keilmuan dan pengalamannya di bidang Hukum dan HAM tersebut sangat dirasakan juga oleh kami Para Habaib, Ulama dan Umat Islam, karena Sdr. Munarman membimbing, memberikan pencerahan dan masukan agar dalam berjuang menggunakan jalur legal konstitusional.
Diantara bukti nyata komitmen perjuangan Sdr. Munarman melalui jalur legal konstitusional diantaranya, ketika Umat Islam menentang peredaran minumal beralkohol yang dilarang oleh semua ajaran Agama di Indonesia, bertentangan dengan nilai-nilai religi yang hidup dan terkandung di dalam Pancasila dan UUD Tahun 1945, serta berdampak buruk terhadap kesehatan, maka yang dilakukan oleh Munarman bersama FPI waktu itu dengan mengajukan Permohonan Hak Uji Materi atas Kepres No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol.
Atas permohonan hak uji materi yang diajukan oleh Sdr. Munarman, dan FPI tersebut Mahkamah Agung memutuskan menyatakan Kepres No. 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum sebagaimana Putusan Mahkamah Agung No. 42/P/HUM/2012.
Ini adalah salah satu bukti nyata komitmen perjuangan Sdr. Munarman yang menempuh jalur legal konstitusional dan masih banyak bukti-bukti lainnya.
Adapun mengenai beberapa kegiatan yang dipersoalkan sebagaimana tuduhan Densus 88 Anti Teror Mabes Polri terhadap Sdr. Munarman, S.H., dapat dijelaskan sebegai berikut:
1. Kehadiran Sdr. Munarman pada acara diskusi di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat tahun 2014, tidak lebih dan tidak kurang hanya sekitar 10 menit untuk mendapatkan informasi dan kebetulan jalur UIN Syarif Hidayatullah adalah salah satu jalur pulang pergi dari rumah Sdr. Munarman. Bukan sebuah kesengajaan untuk hadir apalagi sebagai inisiator, panggagas, penggerak, atau memberi bantuan terhadap pelaksanaan diskusi.
2. Kehadiran Sdr. Munarman pada acara seminar di Kota Makassar, Sulawesi Selatan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tuduhan ikut Baiat ISIS di Sulawesi Selatan adalah Fitnah;
b. Kehadirannya di Sulawesi Selatan karena diundang hanya sebagai pembicara yang justru subtansi materi yang diberikan tentang Kontra Terorisme;
c. Adanya agenda baiat ISIS tidak diketahui Sdr. Munarman, sehingga saat berlangsung secara mendadak pun Sdr. Munarman tidak ikut membaiat, tidak mendukung, menyuruh ataupun memfasilitasi;
d. Selama di FPI justru Sdr. Munarman yang merubah FPI menjadi Organisasi Kemanusiaan;
e. Di banyak diskusi dan seminar justru Sdr. Munarman menyerang segala bentuk Aksi Terorisme dan menyerukan masyarakat agar berhati-hati terhadap Radikalisme dan Radikalisasi oleh agen-agen provokator yang menginfiltrasi ke dalam tubuh FPI.
3. Kegiatan Seminar di Medan justru Sdr. Munarman bersedia hadir karena salah satu fasilitator kegiatan tersebut adalah pihak Polda Sumut melalui Kabid Binmas (saat itu) yaitu berupa fasilitas biaya sewa gedung dan biaya konsumsi acara seminar tersebut. Bahkan Kabid Binmas Polda Sumut (saat itu) menjadi salah satu narasumber dalam acara seminar tersebut.
Perlu diketahui oleh publik bahwa fitnah berupa tuduhan bahwa Sdr. Munarman menggerakkan orang atau bermufakat jahat atau memberikan bantuan atau menyembunyikan informasi adalah fitnah keji terhadap Sdr. Munarman. Karena faktanya Sdr. Munarman tidak pernah berinisiatif untuk membuat atau menyelenggarakan seminar tersebut dan juga TIDAK PERNAH BERHUBUNGAN atau BERKOMUNIKASI dalam bentuk apapun selain untuk keperluan sebagai narasumber seminar.
Sdr. Munarman juga tidak pernah mengetahui siapa penggagas seminar, siapa narasumber, siapa peserta yang diundang dan afiliasi narasumber lainnya ataupun afiliasi pemilik Pondok Pesantren tempat seminar tersebut diadakan.
Fitnah dan perlakuan yang sewenang-wenang yang dialami oleh sahabat kami Sdr. Munarman, dikarenakan tidak adanya lembaga yang betul-betul mengontrol dan mengawasi kinerja dari Densus 88 Anti Teror, sehingga memberikan jaminan dan perlindungan baik bagi sahabat kami dan bagi seluruh rakyat Indonesia dari kesewenang-wenangan (de Tournement de Pavoir) atau penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) oleh oknum Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, maka kami meminta agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) segera membentuk Tim Pengawas sebagaimana ketentuan Pasal 43J Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pengawasan tersebut sangat penting agar Densus 88 Anti Teror Mabes Polri dalam melaksanakan tugasnya tidak ditumpangi oleh kepentingan-kepentingan politik tertentu apalagi hanya menyasar agama tertentu yaitu agama Islam.
Hal tersebut sangat beralasan karena faktanya terdapat perbedaan dalam penanganan terhadap kelompok teroris OPM yang sudah jelas dan nyata merongrong keutuhan NKRI, membantai banyak warga sipil, tenaga medis, pekerja proyek jalan, bahkan membunuh seorang Jenderal TNI, tetapi sampai dengan saat ini Polri belum menugaskan Densus 88 untuk menindak teroris OPM tersebut. Dan yang sangat memprihatinkan lagi Kepala Densus 88 justru meminta agar tidak menggunakan kata terorisme terhadap teroris OPM.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah diuraikan tersebut di atas, maka kami Para Habaib, Ulama, Pengacara dan Aktivis Islam terpanggil untuk menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengutuk keras segala bentuk kriminalisasi dan terorisasi serta fitnah terhadap sahabat kami, Sdr. Munarman, S.H.;
2. Mendesak agar kriminalisasi dan terorisasi serta fitnah terhadap Sdr. Munarman, S.H., segera dihentikan dan membebaskannya dari tahanan;
3. Hentikan segala bentuk kriminalisasi dan terorisasi terhadap ajaran agama maupun pemuka agama apapun di Indonesia;
4. Mendesak agar DPR RI segera membentuk Tim Pengawas penanggulangan Terorisme.
Demikian pernyataan sikap PARA HABAIB, ULAMA DAN AKTIVIS ISLAM.
Banten, 19 Oktober 2021
Atas nama Forum Ummat Islam Banten ( FUIB ),
Ketua,
Kiyai Affan Makmun
Sekretaris,
Kiyai . A. Musthofa Warka S.Pd.I