Presiden Aljazair: 4 Ribu Jamaah Masjid Ketchaoua Dibantai Secara Keji Tentara Prancis
Rabu, 13 Oktober 2021
Faktakini.info, Jakarta - Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune menceritakan kisah nyata pembantaian pasukan Prancis terhadap hampir empat ribu orang Islam di masjid pada era penjajahan Prancis 1830-1962.
Para jamaah Muslim terbunuh ketika mereka melakukan aksi protes di dalam Masjid Ottoman yang dinamakan Ketchaoua dalam upaya mereka untuk menghentikan pengubahan paksa menjadi gereja oleh Prancis.
“Prancis telah menjajah kami selama 132 tahun dimana ada kejahatan keji yang tidak bisa dihapus dengan kata-kata manis. Ada keluarga dan suku yang telah dihapus seperti Zaatcha (tenggara Aljazair) dan bahkan bayi pun menjadi korbannya,” kata Tebboune dalam sebuah wawancara televisi pada Ahad (10/10).
Baca juga: Ulama Aljazair Luruskan Macron: Ottoman Datang untuk Kalahkan Tentara Salib Spanyol
“(Di Ketchaoua) mereka membunuh empat ribu jamaah yang mati syahid setelah dikepung oleh meriam dan mereka semua dimusnahkan,” tutur dia.
Masjid Ketchaoua dibangun oleh Khair al-Din Barbarossa, penguasa Ottoman di Aljazair pada saat itu, pada 1520 di daerah Casbah di ibu kota Aljir.
Riwayat sejarah Aljazair mengungkapkan bahwa penguasa Prancis di Aljazair pada saat itu, Duke de Rovigo, memutuskan untuk menyerbu masjid untuk mengubahnya menjadi gereja pada akhir 1832.
Menyusul penolakan dari penduduk kota yang berkumpul di dalamnya, pasukan Prancis menghancurkan masjid, membantai orang-orang di dalamnya, dan membakar salinan Al-Qur’an.
Masjid Ketchaoua di pantai Mediterania, simbol penting kemerdekaan Aljazair, pertama kali digunakan sebagai depot militer selama pendudukan Prancis dan kemudian sebagai kediaman uskup agung Aljazair.
Setelah penghancuran masjid pada 1844, sebuah gereja besar dibangun dan bangunan itu tetap menjadi katedral sampai Aljazair meraih kemerdekaan pada 1962.
Masjid ini ditutup pada 2008 karena kerusakan yang disebabkan oleh gempa bumi dahsyat di negara itu pada 2003.
Pada April 2018, masjid itu dibuka kembali setelah direstorasi oleh Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA) sesuai dengan rencana arsitektur Ottoman asli yang dipelajari oleh sejarawan dan peneliti dari Aljazair dan Turki.
Aljazair merupakan contoh terbaru dan paling berdarah dari sejarah kolonial Prancis di benua Afrika.
Sekitar 1,5 juta orang Aljazair terbunuh dan jutaan lainnya mengungsi dalam perjuangan delapan tahun untuk kemerdekaan yang dimulai pada 1954.
Prancis juga telah melakukan genosida budaya terhadap Aljazair sejak 1830, menghancurkan sejarah Ottoman Aljazair yang berusia 300 tahun dan identitas lokalnya sendiri, dan juga mengubah banyak monumen budaya dan agama di negara tersebut.
Paris tidak pernah secara resmi meminta maaf kepada Aljazair sebagai negara atas kebijakan kolonialnya di negara itu.
Sumber: ANADOLU AGENCY