Said Didu: Di Era Jokowi Rakyat Bayar Pajak untuk Tutup Utang Bejubel Pemerintah
Senin, 4 Oktober 2021
Faktakini.info, Jakarta - Nilai utang pemerintah hingga Agustus 2021 sudah mencapai Rp 6.625,43 miliar atau setara dengan 40,85 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Tak cuma ekonom, pengamat kebijakan publik, Said Didu ikut geleng-geleng kepala mendengar hal ini.
Dalam wawancara dengan Hersubeno Arief di dalam siaran kanal Youtube-nya, Said Didu menjelaskan posisi utang publik yang ditarik untuk keperluan BUMN, pemerintah, hingga Bank Indonesia (BI).
“Utang Publik sekarang, itu utang BUMN ditambah utang pemerintah ditambah utang BI, mungkin mendekati sekitar Rp 13 ribu triliun. PDB kita mungkin sekitar Rp 18 ribu triliun.Jadi mungkin utang kita sekitar 80 persen,” kata Said Didu dikutip Senin dini hari (4/10).
Dalam catatannya, Said Didu melihat utang pemerintah sampai sekarang mendekati Rp 6.700 triliun. Dia memperkirakan, hingga akhir tahun 2021 ini utang pemerintah menjadi sekitar Rp 7.000 triliun.
“Rp 7.000 triliun itu peningkatan sejak 2014 dari Rp 2.700 triliun menjadi Rp 7 ribu triliun. Jadi lebih Rp 4 ribu triliun tambahannya,” papar Said Didu.
“Sementara penerimaan negara hampir stagnan, itu hanya sekitar Rp 1.500 – Rp 1.600 triliun. Dan penerimaan pajak stagnan di Rp 1.200 – Rp 1.300 triliun,” sambungnya.
Mantan Sekretaris Menteri BUMN ini berpendapat, uang besar yang ada di pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang ini tidak dirasakan secara merata manfaatnya oleh masyarakat.
Karena dia melihat, utang yang ditarik pemerintah hanya digunakan untuk keperluan pembangunan infrastruktur yang hanya dinikmati segelintir orang. Sementara, uang yang dipakai untuk membayar utang berasal dari dompet seluruh rakyat Indonesia.
“Kalau dulu kita membayar pajak untuk perbaikan irigasi, jalan, gedung SD, penambahan puskesmas. Kalau sekarang ini dipakai bayar utang. Lalu utang dipakai apa? Di depan mata kita itu dipakai untuk proyek mercusuar yang tidak semua rakyat menikmati,” ucapnya,
“Tol, bandara, pelabuhan itu tidak semua menikmati tapi semua rakyat membayar (pajak),” demikian Said. (RMOL)