Tim Advokasi: Dakwaan JPU Pengawal HRS Rebut Senjata Api Polisi Adalah Kengawuran Yang Nyata!

 



Selasa, 19 Oktober 2021

Faktakini.info, Jakarta -  Sidang kasus pembunuhan di luar proses hukum atau unlawfull killing terhadap enam laskar Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta-Cikampek KM 50 digelar hari Senin (18/10/2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Enam umat Islam pengawal Habib Rizieq Shihab yang tewas dibunuh polisi itu adalah Andi Oktiawan, Ahmad Sofiyan (Ambon), Faiz Ahmad Syukur, Muhammad Reza, Lutfi Hakim dan Muhammad Suci Khadavi. 

Namun persidangan perdana ini dinilai oleh keluarga korban dan tim kuasa hukumnya hanya manipulasi dan dagelan belaka, sehingga keluarga korban dan tim kuasa hukum tidak tertarik untuk hadir di PN Jaksel. 

Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 selaku kuasa hukum keluarga korban hari Senin (18/10) mengeluarkan pernyataan pers terkait sidang perdana tersebut. 

Mereka menyebut proses peradilan bagi kedua terdakwa tersebut harusnya di Peradilan HAM karena peristiwa KM 50 termasuk kejahatan kemanusiaan dikarenakan terdapat dugaan kuat serangan sistematis terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan serta dugaan penyiksaan. 

Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 menyatakan para terdakwa seharusnya didakwa dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana berdasarkan fakta bahwa terdapat kesengajaan antara lain setidaknya ada tiga luka tembak yang identik pada keenam pengawal Habib Rizieq Syihab di bagian dada sebelah kiri enam pengawal Habib Rizieq.

Mereka mengungkapkan adanya upaya pengkaburan fakta hukum yang nyata karena Laskar FPI yang dibunuh adalah 6 orang, bukan 4. 

"Isi surat dakwaan JPU yang menyudutkan bahwa pengawal Habib Rizieq Syihab merebut senjata api dari terdakwa adalah kengawuran yang nyata, oleh karena pernyataan itu dibuat oleh Terdakwa dan rekan Terdakwa sendiri', ujar Tim Advokasi. 

Selain itu penguntitan dan pengejaran terhadap Habib Rizieq Syihab dan rombongan dinilai oleh Tim Advokasi juga merupakan unlawfull yakni bukan didasari sistem peradilan pidana Indonesia, karena posisinya saat itu Habib Rizieq Syihab statusnya hanya terpanggil sebagai saksi pada panggilan kedua, bukan sebagai Tersangka apalagi Daftar Pencarian Orang (DPO), sehingga  diduga memang ada upaya sistematis untuk mencelakai rombongan Habib Rizieq. 

Tim Advokasi menuntut pengusutan tuntas kasus ini tidak hanya pada sosok eksekutor lapangan tetapi wajib juga diungkap pemberi perintah dari eksekutor lapangan pembunuhan sadis terhadap 6 umat Islam pengawal Habib Rizieq tersebut. 

Sebagai berikut press release Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 selengkapnya yang diterima oleh Faktakini.info Senin (18/10) malam. 

TIM ADVOKASI

KORBAN TRAGEDI 7 DESEMBER 2020

PRESS RELEASE 

PERSIDANGAN PERTAMA DENGAN AGENDA PEMBACAAN DAKWAAN TERHADAP TERDAKWA PELAKU PELANGGARAN HAM ENAM PENGAWAL HABIB RIZIEQ SYIHAB

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Mencermati persidangan dari terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan terdakwa M. Yusmin Ohorella yang keduanya adalah terdakwa dari peristiwa pelanggaran HAM yakni pembunuhan enam pengawal Habib Rizieq Syihab, maka kami selaku Tim Advokasi Korban 7 Desember 2020 selaku kuasa hukum keluarga korban menyatakan sebagai berikut :

1. Seharusnya proses peradilan bagi kedua terdakwa tersebut dilakukan dilakukan menurut proses yang diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang peradilan HAM dan didakwa dengan pasal 37 jo. Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 dan Pasal 39 jo. Pasal 9 UU No. 26 tahun 2000 karena peristiwa KM 50 bagi kami termasuk kejahatan kemanusiaan dikarenakan terdapat dugaan kuat serangan sistematis terhadap penduduk sipil berupa pembunuhan serta dugaan penyiksaan;

2. Konstruksi dakwaan JPU yang hanya mendakwa terdakwa dengan dakwaan primer pasal 338 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP menurut kami adalah tidak cermat karena seharusnya juga mendakwa para terdakwa dengan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana berdasarkan fakta bahwa terdapat kesengajaan yang terlihat salah satunya dari ada setidaknya tiga luka tembak yang identik pada keenam pengawal Habib Rizieq Syihab di bagian dada sebelah kiri halmana menunjukan kesengajaan untuk menghabisi nyawa enam pengawal tersebut yang sebelumnya telah dilakukan penguntitan dan pengejaran tanpa ada alasan hukum yang jelas;

3. Dakwaan JPU yang hanya menyatakan 4 (empat) orang pengawal Habib Rizieq Syihab yang dibunuh oleh kedua Terdakwa adalah upaya pengkaburan fakta hukum, oleh karena faktanya diketahui pengawal Habib Rizieq Syihab yang tewas dibunuh adalah berjumlah 6 (enam) orang. Fakta tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi seorang petugas derek di KM 50 yang telah diperiksa Komnas HAM menyebutkan bahwa 2 (dua) orang pengawal Habib Rizieq Syihab yang sudah terkena luka tembak di KM 50 masih hidup, namun kemudian didapati keenam pengawal Habib Rizieq Syihab itu meninggal dengan luka tembak yang identik di bagian jantung;

4. Isi surat dakwaan JPU yang menyudutkan bahwa pengawal Habib Rizieq Syihab merebut senjata api dari terdakwa adalah kengawuran yang nyata, oleh karena pernyataan itu dibuat oleh Terdakwa dan rekan Terdakwa sendiri. Faktanya pengawal Habib Rizieq Syihab yang notabene merupakan korban unlawful killing, yang ditemukan luka-luka diduga akibat penganiayaan malah dikesampingkan oleh JPU, sehingga nampak jelas paradigma JPU dalam surat dakwaannya malah berputar sebagai pembela Terdakwa dan sama sekali tidak mewakili negara dalam penegakan hukum guna perlindungan hak korban yang telah dirampas oleh para Terdakwa; 

5. Bahwa dalam konteks rentetan peristiwa yang berpuncak pada terjadinya unlawful killing terhadap enam pengawal Habib Rizieq Syihab tidak hanya pembunuhannya saja yang unlawfull, akan tetapi penguntitan dan pengejaran terhadap Habib Rizieq Syihab dan rombongan juga adalah unlawfull yakni bukan didasari sistem peradilan pidana Indonesia, karena posisinya saat itu Habib Rizieq Syihab statusnya masih terpanggil sebagai saksi pada panggilan kedua yang jatuh pada tanggal 7 Desember 2020 BUKAN SEBAGAI TERSANGKA APALAGI DINYATAKAN SEBAGAI DPO, namun sudah dikuntit dan dikejar yang dirasakan mulai tanggal 5 Desember 2020, sehingga patut diduga ada upaya sistematis untuk mencelakai rombongan Habib Rizieq Syihab;

6. Kami menuntut untuk pengungkapan tragedi KM 50 ini secara terang benderang dan tidak berhenti kepada sosok eksekutor lapangan, akan tetapi wajib juga diungkap pemberi perintah dari eksekutor lapangan tersebut sehingga benar-benar di Indonesia yang merupakan negara hukum tidak adalagi impunitas terutama sekali oleh state actor;

7. Bahwa perkembangan proses atas pelanggaran HAM atas terbunuhnya enam pengawal Habib Rizieq Syihab terutama konstruksi dakwaan JPU membuktikan bahwa adanya sikap unwilling dan mekanisme hukum nasional yang unable dalam pengungkapan pelanggaran HAM, sehingga akan menjadi pintu masuk bagi mekanisme internasional dalam upaya penegakan HAM.

Demikian Press Release Tim Advokasi 7 Desember 2020 atas peristiwa tragedi KM 50 pada 7 Desember 2020 di Karawang yang merupakan bagian hak berpendapat kami yang dijamin oleh konstitusi UUD 1945 sesuai tugas kami sebagai Advokat.

Jakarta, 18 Oktober 2021

TIM ADVOKASI

KORBAN TRAGEDI 7 DESEMBER 2020

ALI ALATAS, S.H.

Foto: Habib Ali bin Abubakar Alatas SH