TP3: Sidang Pembunuhan Enam Laskar FPI Adalah Upaya Manipulasi
Sabtu, 9 Oktober 2021
Faktakini.info, Jakarta - Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) menanggapi rencana sidang kasus pembunuhan enam pengawal HRS yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berdasarkan Surat Keputusan Ketua MA RI No. 187/KMA/SK/IX/2021 pada tanggal 16 September 2021.
TP3 menilai persidangan ini seolah-olah merupakan proses hukum acara pidana yang wajar, namun sebenarnya merupakan suatu upaya manipulasi untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya.
“Peristiwa yang sesungguhnya terjadi adalah bahwa aparat negara yang terlibat dalam kejahatan telah melakukan “crime against humanity”, atau kejahatan terhadap kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat,” ujar Ketua TP3 Abdullah Hehamahua dalam pernyataan tertulisnya pada Jumat (8/10/2021).
Dengan adanya rencana persidangan tersebut, TP3 menilai ada upaya dari pemilik otoritas untuk memuaskan tuntutan keadilan masyarakat atas kasus ini.
“Padahal yang terjadi justru rezim sedang berusaha melindungi dan menutupi pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. Inilah yang dimasud oleh Buku Putih TP3 sebagai “operation cover up”, jelas Abdullah.
TP3 menilai, pembunuhan yang menurut UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan prinsip-prinsip keadilan yang berlaku, seharusnya diproses melalui Pengadilan HAM.
“Terlihat jelas sedang direkayasa sedemikian rupa, sehingga kejahatan kemanusian yang sistematik dan brutal tersebut hanya dikategorikan sebagai kejahatan biasa, dan diproses oleh PN Jakarta Selatan,” ungkap Abdullah.
Hal ini, kata dia, merupakan bukti bahwa upaya tersebut merupakan bagian dari rencana sistematis, upaya cover-up, menutup-nutupi kejahatan sebenarnya, paska pembunuhan sadis dan melawan hukum (extrajudicial killing).
Bertolak dari fakta bahwa ternyata tersangka pada perkara pembunuhan tidak ada yang ditahan, bagi TP3 dan pemilik akal sehat, sudah merupakan bukti tersendiri bahwa perkara ini adalah perkara yang direkayasa atau difabrikasi seperti halnya sebuah sinetron atau drama misteri.
Sementara itu, hasil penelitian dan kajian dari TP3, berupa Buku Putih, melahirkan arahan yang jelas bahwa telah terjadi pelanggaran HAM Berat.
“Informasi dan kajian yang dipaparkan oleh TP3 dapat dijadikan dasar bagi Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan “pro yustisia”, yang secara hukum dan faktual sebenarnya belum pernah dilakukannya,” jelas Abdullah.
TP3 menyarankan, Komnas HAM perlu melakukan penyelidikan atas dasar UU No.26/2000 supaya perkara pembunuhan atas enam (6) pengawal HRS dapat diadili oleh Pengadilan HAM bukan oleh PN Jakarta Selatan.
Selain itu, TP3 menuntut Presiden Jokowi konsisten dengan pernyataan dan janji yang pernah diikrarkan saat audiensi dengan TP3 pada 9 Maret 2021 di Istana Negara. Presiden Jokowi mengatakan akan siap menerima temuan dan hasil kajian TP3 dan berjanji bahwa Pemerintah akan menuntaskan kasus pembunuhan tanpa prikemanusian tersebut secara adil, transparan dan dapat diterima publik.
“Ternyata, setelah temuan dan kajian diserahkan kepada Pemerintah, Presiden Jokowi tampak tidak berkenan menindaklanjuti. TP3 menuntut Presiden Jokowi untuk bersikap konsisten, bertanggungjawab terhadap komitmen penuntasan, dan tidak hipokrit, lain kata dengan perbuatan,” tandas Abdullah.
Foto: Abdullah Hehamahua
Sumber: suaraislam.id