TPUA: Putusan Sesat Pada Perkara 265, Hakim Memutus Putusan Sela dan Kabulkan Eksepsi Tergugat Tanpa Bukti dan Tanpa Dihadiri Para Penggugat
Selasa, 12 Oktober 2021
Faktakini.info
*PUTUSAN SESAT PADA PERKARA 265/PDT.G/2021/PN.JKT.PST, HAKIM MEMUTUS PUTUSAN SELA DAN MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT TANPA BUKTI DAN TANPA DIHADIRI PARA PENGGUGAT*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Koordinator Advokat Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst
_"Menerima Eksepsi Terdugat DPR RI, *Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Tidak Berwenang Mengadili Perkara No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.
Belum habis banyaknya kekacauan di negeri ini, tiba-tiba hari ini penulis dikejutkan dengan kabar dikabulkannya Eksepsi Tergugat DPR RI yang meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Menyatakan Tidak Berwenang Mengadili Perkara Gugatan Rakyat Terhadap DPR RI.
Padahal, sejumlah Tim Advokat dan Para Penggugat Prinsipal telah menghadiri Persidangan. Ternyata, Putusan sela dilakukan tanpa dihadiri Penggugat dan hanya diumumkan melalui layanan e Court.
Putusan ini bisa disebut sebagai putusan sesat, putusan yang tidak adil, putusan yang melabrak konstitusi yang menegaskan Indonesia sebagai Negara Hukum. Dalam putusan ini, hakim telah mengabaikan sejumlah asas due proces of law, diantaranya :
*Pertama,* Putusan sela Perkara Gugatan Terhadap DPR RI dengan No. 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst yang meminta DPR RI melaksanakan kewenangan Dewan melalui Hak Angket, Hak Interpelasi dan Hak Menyatakan Pendapat (HMP), menanggapi Presiden Jokowi atas segala kebohongannya yang terkategori perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam pasal 7A UUD 1945, *diputuskan oleh Majelis Hakim tanpa adanya bukti-bukti dari Tergugat.*
Padahal, dalam Perkara Gugatan Terhadap Presiden Jokowi yang menuntut Presiden Jokowi mundur dari jabatannya sebagaimana terdaftar dalam perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, *Majelis Hakim masih mengagendakan Pembuktian Tergugat Melalui satu agenda sidang secara offline, sebelum memasuki agenda Pembacaan Putusan Sela.*
*Kedua,* Majelis Hakim dalam Perkara No. 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst *tidak menghadirkan Rakyat sebagai Penggugat sebagai pihak untuk menghadiri secara langsung pembacaan putusan.* Padahal, dalam ketentuan sidang e Court sebagaimana diatur dalam PERMA NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DAN PERSIDANGAN DI PENGADILAN SECARA ELEKTRONIK Junto PERMA NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DI PENGADILAN SECARA ELEKTRONIK DAN E-LITIGATION MENURUT PERMA NOMOR 1 TAHUN 2019 TENTANG ADMINISTRASI PERKARA DAN PERSIDANGAN DI PENGADILAN SECARA ELEKTRONIK, *mewajibkan sejumlah agenda tertentu dilakukan secara offline seperti Penyerahan Bukti-bukti, Pengambilan Keterangan Saksi dan Pembacaan Putusan.*
Aneh dan menimbulkan praduga adanya intervensi kekuasaan dalam kasus ini, *karena Putusan dibacakan Tanpa Dihadiri Penggugat dan hanya diumumkan secara e court.* Padahal dalam ketentuan Pasal 13 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman tegas menyatakan :
_"Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum."_
Kewajiban putusan dibacakan dalam sebuah sidang yang terbuka untuk umum berlaku pada semua perkara, perdata maupun pidana. Dalam kasus pidana, terdapat ketentuan Pasal 195 KUHAP yang berbunyi:
_“Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum.”_
*Ketiga,* indikasi adanya intervensi kekuasaan dan Majelis Hakim berpihak telah terasa sejak proses persidangan awal dilaksanakan. Sebelum memasuki agenda sidang secara e Court, berulangkali Penggugat menolak Surat Kuasa dari Tergugat DPR RI yang hanya diteken oleh Puan Maharani.
Padahal, dalam gugatan tegas selain Puan Maharani, selaku Pimpinan DPR RI lainnya yang berkedudukan sebagai Wakil Ketua DPR RI yakni Azis Syamsuddin, Sumi Dasco, Muhaimin Iskandar dan Rahmat Gobel juga digugat.
Pihak DPR RI yang diwakili oleh Bagian Hukum DPR RI (yang hanya bermodalkan Surat Kuasa Substitusi, Karena Kuasa Dari Puan Maharani diberikan kepada sejumlah nama anggota DPR RI di Komisi III DPR RI bukan langsung kepada Bagian Hukum DPR RI), pernah menjanjikan akan memperbaiki Surat Kuasa. Bahkan, sudah menunjukkan Print Out Surat Kuasa dari Azis Syamsuddin, Sumi Dasco, Muhaimin Iskandar dan Rahmat Gobel dihadapan Penggugat dan Majelis Hakim.
Sayangnya, Majelis Hakim yang 'ditipu' janji manis DPR RI yang tidak melengkapi Surat Kuasa, tetap ngotot melanjutkan sidang. Padahal, kuasa substitusi dari DPR RI statusnya juga 'ngeprank' majelis hakim karena ingkar janji tidak melengkapi Surat Kuasa yang dijanjikan.
Sempat penulis marah, dan mengkomplain Majelis Hakim dengan mengatakan :
_"Yang Mulia, Jika kami rakyat tidak mendapatkan keadilan dalam prosesnya, bagaimana mungkin kami mendapatkan keadilan dari putusannya ?"_
*Dan hari ini, Selasa 12 Oktober 2021, Segenap Rakyat yang menjadi Penggugat Dalam Perkara Nomor 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, diadili secara sesat, dan diberikan putusan sesat.* Putusan sela yang mengabulkan Eksepsi dari DPR RI, *sejatinya sama saja memenggal ikhtiar rakyat untuk berjuang mencari keadilan melalui lembaga peradilan.*
Apakah, Perkara Gugatan Terhadap Presiden Jokowi dengan nomor Perkara 266/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, akan berakhir sama dengan perkara 265/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst, dimana Majelis Hakim memenggal ikhtiar rakyat untuk berjuang mencari keadilan melalui lembaga peradilan, dengan mengabulkan Eksepsi dari Tergugat ?
Rasanya, kurang lebih hasilnya akan sama. Memang tidak ada hukum lagi di negara ini. Rakyat tidak boleh melawan kezaliman, rakyat harus menerima, tunduk dan patuh pada penguasa apapun yang mereka lakukan terhadap rakyat.
Seluruh ikhtiar, baik dengan demo hingga menggugat ke pengadilan kandas sudah. Lalu, apalagi yang harus rakyat lakukan ?
Wallahu a'lam [].