Mengapa Nadiem Tidak Melarang Perzinahan di Kampus?

 


Kamis, 11 November 2021

Faktakini.info

“Education without morals is like a ship without a compass, merely wandering nowhere.” (Martin Luther King JR)

Nadiem Anwar Makarim masih muda. Pria ini lahir 4 Juli 1984. Prestasinya yang membanggakan adalah mendirikan perusahaan Gojek pada 2010. Kini Gojek sudah menjadi salah satu dari 19 ‘dekakorn’ di dunia.

Gojek berhasil memberdayakan sekitar 210 ribu pengojek. Saat ini Gojek telah bertransformasi menjadi aplikasi besar, menyediakan lebih dari 20 layanan, mulai dari transportasi, pengantaran makanan, kebutuhan sehari-hari, pijat, bersih-bersih rumah, logistik hingga platform pembayaran digital yang dikenal dengan GoPay. Karier bisnis Nadiem di Gojek membawanya masuk dalam daftar 150 orang terkaya di Indonesia versi Majalah Globe Asia. Nadiem diperkirakan memiliki nilai kekayaan mencapai 100 juta US dolar.

Nadiem beragama Islam. Istrinya, Franka Franklin beragama Katolik. Menurut situs genpi.co, prosesi pernikahan Nadiem dan Franka dilakukan secara Katolik. Perkawinan itu berlangsung di sebuah gereja, pada tahun 2014. Nadiem punya anak satu perempuan yang bernama Solara Franklin Makarim. Beredar luas di internet, foto Nadiem menggendong putrinya yang baru dibaptis seorang romo Katolik.

Nadiem memang lahir dari keluarga sekuler. Ibunya, Atika Algadrie (putri dari Hamid Algadrie), adalah orang penting di balik koran The Jakarta Post. Sedangkan ayahnya, Nono Anwar Makarim adalah doktor lulusan Harvard University, kemudian menjadi kolumnis Tempo dan pendiri LSM Aksara.

Nadiem sejak kecil hingga SMP bersekolah di Jakarta, kemudian melanjutkan SMA di Singapura. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah di Brown University Amerika Serikat dan memperoleh gelar Business Administration (BA) jurusan International Relations. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan masternya di Harvard Business School dan mendapatkan gelar MBA (Master of Business Administration).

***

Melihat latar belakang pendidikan dan kehidupan Mendikbud-ristek ini, tak heran apabila Nadiem kini mengeluarkan Permendikbud No. 30 tahun 2021. Permendikbud ini seperti diketahui telah ditolak secara luas oleh banyak intelektual Islam dan ormas-ormas Islam. Di antara ormas yang menolak itu adalah: Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam (PUI), Dewan Da’wah Islam Indonesia (DDII), SyarikatIislam (SI), Mathla’ul Anwar, Al Ittihadiyah, Al Washliyah, Persatuan Islam (PERSIS), Wahdah Islamiyah, Al Irsyad Al Islamiyah, Hidayatullah, Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).

Permendikbud ini dipermasalahkan karena hanya mengatur larangan kekerasan seksual di kampus.  Yaitu larangan aktivitas-aktivitas seksual satu dengan yang lain yang tidak dilandasi suka sama suka. Aturan ini tidak mengatur aktivitas seksual yang dilandasi suka sama suka. Aturan ini hanya mengatur kekerasan seksual, tidak mengatur ‘kejahatan seksual’. Kekerasan seksual adalah bagian dari kejahatan seksual. Inilah yang dipersoalkan para cendekiawan Islam dan ormas-ormas Islam.

Karena aktivitas seksual suka sama suka (perzinahan) tidak diatur atau dilarang, maka dikhawatirkan zina bisa bertambah peminatnya di kampus-kampus. Para mahasiswa atau civitas academica akan berpendapat bahwa yang dilarang kan yang paksaan, kalau sama suka kan tidak dilarang.

Inilah yang dikhawatirkan. Padahal perzinahan dilarang tegas dalam Islam. Agama Yahudi dan Katolik juga melarang zina. Dalam Islam bukan hanya zina yang dilarang, mendekati zina pun dilarang.

Al-Qur’an menyatakan, ”Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS al Isra’ 32). Yang menarik ayat tentang larangan zina ini, diapit dengan dua ayat tentang larangan pembunuhan. “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.” (QS al Isra’ 31). “Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan.” (QS al Isra’ 33)

Dari tiga ayat al Isra’ ini, kita bisa mengambil hikmah, bahwa perzinahan ini dekat dengan pembunuhan. Akibat dari zina, banyak wanita yang membunuh bayinya (aborsi). Para pembunuh atau penjahat biasanya melampiaskan nafsu seksnya di tempat-tempat pelacuran. Di tempat kotor ini bercampur pula aktivitas minuman keras, pelecehan seksual/perzinahan dan seringkali ada perkelahian (pembunuhan). Dalam kehidupan, perbuatan buruk atau kejahatan akan berkelindan dengan kejahatan lainnya.

Nadiem nampaknya tidak berpikir jauh ke sana. Kehidupan lamanya di Singapura dan Amerika, menjadikan dirinya melihat perzinahan itu hal biasa. Yang penting ‘susu tante’, suka sama suka tanpa tekanan. Ia hanya melihat kehidupan ini, yang penting orang ‘bisa makan’. Kerja, kerja, kerja. Ia menganggap agama semua baik, bahkan orang yang tak beragama pun bisa baik, asal tidak berbuat ‘jahat’. Ia melihat orang Amerika dan Singapura banyak yang pintar, meski ada diantara mereka yang berzina atau meminum wine. Nadiem terkesima dengan ilmu, teknologi dan gedung-gedung yang megah di sana.

Nadiem tidak kritis melihat kehidupan di Amerika. Ia tidak menyadari kerusakan yang kini melanda Amerika. Tumbuhnya LGBT, banyaknya perzinahan/pornografi, kejahatan pemerintah Amerika terhadap negara lain (Irak), merebaknya minuman keras dll. Ini semua menjadikan banyak anak muda Amerika yang kini kehidupannya rusak.

Nadiem tidak sadar bahwa kini ia hidup di Indonesia. Hidup di masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Hidup di masyarakat yang mayoritas memegang teguh agamanya. Hidup di masyarakat yang beranggapan bahwa agama adalah landasan penting untuk kemajuan individu, masyarakat atau bangsa.

Mungkin Nadiem berpikiran bahwa zina tidak perlu diatur oleh peraturan menteri. Agama kan sudah melarangnya. Itu urusan pribadi. Kalau logikanya seperti itu, kenapa kekerasan seksual dibuat aturannya, bukankah agama juga melarangnya? Kekerasan seksual menyebabkan kemudharatan. Perzinahan juga menyebabkan kemudharatan.

Sadarlah Nadiem. Ajaklah para ulama atau intelektual Islam untuk berembuk soal ini. Jangan memaksakan kehendak. Dunia kampus itu dunia berpikir dan bermoral, bukan seperti dunia ojek yang mengutamakan uang semata. Dunia kampus bukan dunia pak turut.

“Pendidikan tanpa moral (akhlak), seperti kapal tanpa kompas, hanya terombang-ambing ke mana-mana,“ kata Martin Luther King JR. 

Wallahu azizun hakim.

Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia, Depok.

Sumber: suaraislam.id

Posting Komentar untuk "Mengapa Nadiem Tidak Melarang Perzinahan di Kampus?"