Ulama dan Ponpes Madura Menolak UU Pesantren Berikut Seluruh Aturan Turunannya
Ahad, 21 November 2021
Faktakini.info
*PERNYATAAN SIKAP BERSAMA ULAMA DAN PONDOK PESANTREN MADURA*
*TENTANG*
*MENOLAK UU PESANTREN BERIKUT SELURUH ATURAN TURUNANNYA*
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan kultural, non formal, yang keseluruhan kurikulum dan manajemen pengajarannya mengadopsi metode salaf, yang merujuk pada rujukan al Qur'an dan Sunnah serta mengikuti Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. Pondok Pesantren telah ada jauh sebelum keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bahkan, peranan Pondok Pesantren dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak bisa dinafikan oleh siapapun, termasuk eksistensi santri yang menjalankan resolusi jihad untuk melawan penjajah yang dikeluarkan oleh para ulama (kiyai). Pondok Pesantren adalah akar sekaligus cikal bakal eksistensi Negara, maka fungsi Negara wajib menghargai, menghormati, dan memuliakan eksistensi pondok pesantren dengan berusaha tidak mencampuri urusan rumah tangga pesantren apalagi mendikte urusan pendidikan pondok pesantren baik terkait kurikulum, manajemen dan keuangan pondok pesantren.
Hadirnya Negara terlibat dan turut campur dalam urusan pesantren dimungkinkan bahkan menjadi kewajiban sepanjang dan yang berkaitan tugas dan tanggungjawab Negara untuk melayani rakyatnya. Intervensi Negara kepada pondok pesantren, tidak boleh bahkan haram jika substansinya mencampuri urusan rumah tangga pondok pesantren, mendikte urusan pendidikan pondok pesantren baik terkait kurikulum maupun manajemen dan terlalu jauh mencampuri urusan keuangan pondok pesantren.
Terbitnya UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren yang dikuti sejumlah peraturan perundangan terkait yakni Permenag No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren, Pepres No. 18 tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, dan munculnya Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengembangan Pesantren, *memiliki substansi dan ruh mencampuri urusan rumah tangga pondok pesantren, mendikte urusan pendidikan pondok pesantren baik terkait kurikulum maupun manajemen dan terlalu jauh mencampuri urusan keuangan pondok pesantren.*
Berkenaan dengan hal itu, Ulama dan Pengasuh Pondok Pesantren Madura, menyatakan :
*Pertama,* Menolak Penerapan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren Jo Permenag No. 31 Tahun 2020 Tentang Pendidikan Pesantren Jo Pepres No. 18 tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, dan Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengembangan Pesantren, *yang memiliki substansi dan ruh mencampuri urusan rumah tangga pondok pesantren, mendikte urusan pendidikan pondok pesantren baik terkait kurikulum maupun manajemen dan terlalu jauh mencampuri urusan keuangan pondok pesantren.*
*Kedua,* Menolak eksistensi Majelis Masyaikh sebagaimana diadopsi dalam ketentuan UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, yang substansinya Negara telah mencampuri urusan rumah tangga pondok pesantren dan merusak kultur manejemen pondok pesantren yang selama ini mengadopsi metode salaf, yang merujuk pada al Qur'an dan Sunnah serta mengikuti Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
Terlebih lagi, UU ini telah menjatuhkan Marwah dan Wibawa Pondok Pesantren menjadi berada dibawah Menteri. Padahal, tidak ada andil Menteri dalam pendirian, pengembangan dan pengelolaan termasuk urusan anggaran pondok pesantren. Selama ini, pondok pesantren berusaha eksis dan melanjutkan amaliah mendidik umat melalui metode salaf dengan melibatkan umat untuk turut serta menanggungnya.
*Ketiga,* Menolak pengaturan kurikulum yang ditetapkan pemerintah yang merusak tradisi pesantren (Local Wisdom), dimana pondok pesantren selama ini telah mengadopsi dan mempraktikkan kurikulum dengan metode salaf, yang merujuk pada al Qur'an dan Sunnah serta mengikuti Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama'ah.
*Keempat* Menolak intervensi terhadap keuangan pondok pesantren, termasuk tetapi tidak terbatas pada : Mencampuri sumber pendanaan, pengelolaan dan alokasi, hingga pertangungjawaban. Kalau pemerintah mau melakukan itu, pondok pesantren maklum jika sumber pembiayaan pondok pesantren berasal dari pemerintah.
Sementara pondok pesantren yang mengelola pendanaan pondok pesantren secara mandiri, baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, baik ditujukan oleh pesantren dari individu maupun entitas negara, baik untuk alokasi pembiayaan sesuai amanah donatur atau diserahkan kepada kebijakan pondok pesantren, kesemuanya tidak ada urusannya dengan pemerintah sehingga pemerintah tidak boleh intervensi dalam urusan keuangan pondok pesantren baik dari sumber, alokasi atau pembiayaan juga pelaporan.
Karena itu ketentuan norma sebagaimana diatur dalam Pepres No. 18 tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, tidak dapat dijadikan sandaran bagi pemerintah untuk mencampuri urusan keuangan pondok pesantren baik dengan mengatur mekanisme penerimaan, alokasi maupun laporan.
*Kelima,* Menolak eksistensi Dana Abadi Pondok Pesantren sebagaimana diatur dalam pasal 49 UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren Jo pasal 23 Pepres No. 18 tahun 2021 Tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren, *YANG BERPOTENSI MENJADI LADANG KORUPSI DAN PECAH BELAH ANTARA PONDOK PESANTREN.*
Pondok pesantren bisa terpecah belah hanya karena urusan 'dana abadi pondok pesantren' dan ini akan sangat memalukan. Selain itu, pengelolaan dan penyelenggaraan Dana Abadi Pondok Pesantren ini sangat rawan menjadi ladang korupsi.
*Keenam,* UU Pesantren dan seluruh aturan turunannya akan berpotensi dijadikan alat politik untuk menyandera pondok pesantren agar mengikuti kehendak kekuasaan. Padahal, realitas pondok pesantren adalah lembaga dakwah yang justru memiliki kewajiban menasehati dan mengoreksi (Muhasabah) terhadap Kekuasaan.
UU ini juga berpotensi disalah gunakan untuk dijadikan ajang dukung mendukung dalam kegiatan suksesi politik baik ditingkat nasional maupun di daerah. Hal ini, jelas akan meruntuhkan Marwah dan wibawa pondok pesantren sebagai Majelis Ilmu bukan under bow partai politik.
*Ketujuh,* adapun substansi norma pasal yang diatur dalam Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengembangan Pesantren, karena merupakan peraturan delegasi dari UU Pondok Pesantren maka materi muatannya juga *memiliki substansi dan ruh mencampuri urusan rumah tangga pondok pesantren, mendikte urusan pendidikan pondok pesantren baik terkait kurikulum maupun manajemen dan terlalu jauh mencampuri urusan keuangan pondok pesantren.*
*Kedelapan,* kami menagih janji Komisi VIII DPR RI yang bertemu ulama dan ponpes pada tanggal 30 September 2021 di Pondok Pesantren Riyadul Jannah, Pacet, Mojokerto, yang berkomitmen untuk merevisi UU Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren.
Karena itu, kami menyatakan menolak pemberlakuan UU pesantren berikut seluruh aturan turunannya, menuntut untuk tidak diberlakukan dan mencabutnya atau hingga terjadi pembahasan secara utuh dan menyeluruh melibatkan pesantren-pesantren selaku pihak yang menjadi objek pemberlakuan UU sebagai bahan dan materi muatan revisi atas UU tersebut.
Bangkalan, 20 November 2021
Ulama & Pondok Pesantren Madura