Mudzakarah Ulama Madura Tentang Bencana Alam, HRS, Pengusutan KM 50 dan Kriminalisasi Ulama Berdalih Isu Terorisme
Ahad, 19 Desember 2021
Faktakini.info
PERNYATAAN BERSAMA
MUDZAKARAH ULAMA & TOKOH MADURA RAYA
TENTANG
BENCANA ALAM, TUNTUTAN PEMBEBASAN HABIB RIZIEQ SHIHAB, PENGUSUTAN PERISTIWA SYAHIDNYA 6 LASKAR FPI & KECAMAN ATAS KRIMINALISASI ULAMA DAN AKTIVIS ISLAM BERDALIH ISU TERORISME
Sepanjang tahun 2021, berbagai persoalan muncul kepermukaan. Dinamika politik, social, ekonomi, pelanggaran hukum, kriminalisasi dan terorisasi terhadap ulama, habaib dan aktivis Islam mewarnai deretan peristiwa tahun 2021. Bencana alam di beberapa tempat; gempa bumi Larantuka di NTT dan Jember Jawa Timur, Erupsi Gunung Semeru yang menelan banyak korban haruslah menjadi perenungan dan muhasabah. Amar ma’ruf nahi mungkar untuk menyampaikan kebenaran dan menegakkan keadilan adalah langkah mulia dan agung dalam menjawab berbagai persoalan. Aliansi Ulama Madura (AUMA) melakukan muhasabah dan audiensi dengan komisi III DPR RI mengajukan tuntutan pembebasan IB Habib Rizieq Shihab dan pengusutan tuntas syahidnya 6 syuhada laskar FPI, begitu juga Aliansi Ulama', Habaib, Kyai dan Tokoh Masyarakat Jawa Timur Peduli Penegakan Hukum Berkeadilan di DPRD Jawa Timur juga melakukan tuntutan yang sama sebagai bentuk amar ma’ruf nahi mungkar.
Bersamaan dengan hal itu sebagaimana diketahui, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah dan Ustadz Anung Al Hamad telah melampaui masa hampir 1 bulan penangkapan oleh Densus 88 dan hingga kini belum juga dibebaskan. Tuduhan telah melakukan tindakan terorisme, adalah fitnah yang amat jahat, tidak sesuai dengan realita dan suatu bentuk konfirmasi adanya kriminalisasi terhadap Ulama.
Sementara itu Advokat yang juga Aktivis Munarman, SH perkaranya bergulir di Pengadilan. Senada dengan Para Ulama, Advokat Munarman juga difitnah dengan kasus terorisme. Perkara yang membelit Advokat Munarman, adalah konfirmasi adanya kriminalisasi terhadap Aktivis yang sekaligus berprofesi sebagai seorang Advokat. Atas dasar hal tersebut di atas Mudzakarah Ulama & Tokoh Madura dalam Refleksi 2021: Ingatkan Syariah dan Taubatan Nashuha Sebagai Solusi atas Sengkarut Negeri setelah melakukan analisis dan kajian yang mendalam ditemukan beberapa hal sebagai berikut :
Pertama, bahwa kasus yang menjerat Habib Rizieq Shihab adalah kasus politik, bukan kasus hukum. Karena itu, perlu ditempuh penyelesaian secara politik agar potensi disintegrasi, disharmoni, dan instabilitas publik dapat dihindari mengingat tuntutan rasa keadilan bagi Habib Rizieq Shihab semakin hari eskalasinya semakin meluas. Kekeliruan mengambil kebijakan politik dalam menuntaskan kasus ini, akan berpotensi menggerus harmoni dan kohesi sosial masyarakat.
Kedua, bahwa sidang dagelan peristiwa KM 50 meskipun nantinya mendapatkan vonis pengadilan, tetap saja tidak akan memenuhi rasa keadilan masyarakat. Karena itu, dibutuhkan pengusutan ulang kasus dengan melibatkan sejumlah lembaga independen dan kredibel, melibatkan partisipasi masyarakat, sekaligus selalu memperhatikan dan mempertimbangkan nilai-nilai keadilan yang berkembang ditengah masyarakat. Pengusutan juga harus didasari dengan praduga adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, sehingga mekanisme penyelesaiannya harus tunduk pada ketentuan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Ketiga, bahwa Kasus Terorisme yang dituduhkan kepada Ulama dan Aktivis yang saat ini dialami oleh Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah, Ustadz Anung Al Hamad dan Advokat Munarman, SH, merupakan tindakan yang kesekian kalinya yang diduga bermotif untuk membungkam dakwah Islam dan narasi kritisme terhadap rezim. Siapapun dan dengan latar belakang apapun, pasti akan menyimpulkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah dan Ustadz Anung Al Hamad adalah aktivitas dakwah Islam. Sementara itu, Advokat Munarman, S.H. yang dikenal kritis tidak melakukan tindakan kejahatan apapun, kecuali menjalankan hak konstitusional untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat sebagaimana dijamin konstitusi khususnya sebagaimana termaktub dalam ketentuan pasal 28 UUD 1945.
Keempat, bahwa Narasi Terorisasi yang diberlakukan terhadap Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah, Ustadz Anung Al Hamad dan Advokat Munarman, SH, yang dilakukan dengan mengaitkan sejumlah peristiwa dengan Jaringan Jama'ah Islamiyyah, ISIS, Dakwah, Jihad hingga Khilafah, lebih nampak dipahami sebagai dagelan atau sinetron hukum yang mengarang suatu peristiwa yang diimajinasikan sebagai kejahatan terorisme, ketimbang proses penegakan hukum yang terikat dengan norma, asas dan prosedur hukum.
Kelima, bahwa proses hukum terhadap Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah, Ustadz Anung Al Hamad dan Advokat Munarman, SH, selain konfirmasi adanya kriminalisasi terhadap Ulama dan Aktivis, juga mengkonfirmasi bahwa Densus 88 dzalim dan layak dibubarkan. Penanganan kasus terorisme terlihat beringas, berbeda jauh dengan tindak pidana korupsi yang tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah dan menghormati hak-hak tersangka, ketimbang aksi terorisasi ulama dan aktivis yang dilakukan densus 88 berdalih isu pemberantasan terorisme.
Keenam, bahwa tindakan Densus 88 yang anti Ulama dan Aktivis ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan rezim Jokowi, sebab semua terjadi dibawah kendali dan persetujuan Jokowi. Karena itu, menjadi sangat beralasan menyebut rezim Jokowi anti ulama dan anti kritik, sekaligus anti Islam.
Ketujuh, bahwa Tindakan Densus 88 yang mengumbar narasi akan menangkap tokoh yang disebut akan menggegerkan publik jauh dari kinerja penegak hukum yang promotor dan presisi. Tindakan ini justru hanya menyebarkan teror publik, terlebih lagi setelah publik mengetahui Advokat Munarman, SH juga ditangkap Densus 88 dalam keadaan sedang menjalankan profesi advokat, menjadi bagian dari Tim Penasehat Hukum Habib Rizieq Shihab.
Kedelapan, bahwa seluruh kejadian dalam bentuk bencana alam harus menjadi pelajaran tentang bagaimana seharusnya bersikap terhadap para Habaib, Ulama, Kyai, Masyayikh dan Aktivis penuh dengan keadilan.
Berdasarkan atas analisis dan kajian mendalam tersebut maka Mudzakarah Tokoh dan Ulama Madura Raya menyatakan sikap antara lain :
Pertama, menuntut kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo selaku atasan Densus 88 untuk segera memerintahkan densus 88 membebaskan Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain An Najah dan Ustadz Anung Al Hamad, karena ketiganya adalah ulama, pendakwah bukan teroris. Memaksa proses hukum terhadap ketiganya, sama saja memaksakan kehendak untuk mendzalimi ulama sekaligus mengkonfirmasi Densus 88 tidak sedang menegakkan hukum tetapi sedang melakukan kriminalisasi terhadap Ulama.
Kedua, menuntut Jaksa Agung Republik Indonesia Bapak ST Burhanuddin untuk segera menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) demi kepentingan publik. Sebab, jika kasus Advokat Munarman dipaksa dilanjutkan dan dituntut dipersidangan, justru semakin mengkonfirmasi kriminalisasi aktivis sedang terjadi dan tidak ada etika penghargaan kepada sesama penegak hukum, mengingat Munarman, SH adalah seorang advokat yang berkedudukan sebagai penegak hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 5 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Ketiga, menuntut rezim Jokowi menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis Islam, sekaligus segera membubarkan Densus 88.
Keempat, menolak cara-cara penegakkan hukum Densus 88 yang bukannya melindungi dan mengayomi masyarakat, justru menyebar teror dan ancaman dengan mengedarkan narasi akan menangkap tokoh yang dikatakan akan menggegerkan publik.
Kelima, menuntut Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk menjamin tidak akan terjadi lagi kriminalisasi terhadap Advokat, lebih khusus Advokat yang sedang menjalankan profesi membela kliennya dalam perkara tindak pidana terorisme.
Keenam, menuntut Presiden Joko Widodo untuk membebaskan Habib Rizieq Shihab melalui mekanisme pemberian amnesti, dengan meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) atau Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
Ketujuh, menuntut Presiden Jokowi untuk segera menerbitkan Kepres Tentang Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang melibatkan seluruh unsur dan pihak-pihak yang berkepentingan, guna kepentingan mengusut tuntas peristiwa pembantaian 6 laskar FPI, dan membawa seluruh pihak yang terlibat dalam pembunuhan keji tersebut ke meja pengadilan untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya.
Kedelapan, menuntut kepada Presiden Jokowi agar segera melakukan Taubatan Nashuha Nasional, menegakkan keadilan hukum dengan menjalankan syariah Islam demi terciptanya Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Pamekasan, 18 Desember 2021
Mudzakarah Ulama dan Tokoh Madura Raya