Kasus Edy Mulyadi Sudah ke Penyidikan, Kasus Arteria Baru Dilimpahkan
Kamis, 27 Januari 2022
Faktakini.info, Jakarta - Walaupun kasus Arteria Dahlan terjadi lebih dulu dan dilaporkan lebih dulu, ternyata proses hukum terhadap kasus Edy Mulyadi yang terjadi belakangan malah terkesan lebih cepat.
Bareskrim Mabes Polri meningkatkan proses hukum dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi (EM) ke tahap penyidikan. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo, Rabu (26/1) mengatakan, tim penyidik kepolisian, pun sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait kasus dugaan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan itu.
Dedi menjelaskan, peningkatan proses ke level penyidikan tersebut, setelah tim di Direktorat Siber Bareskrim Polri melakukan gelar perkara pada Rabu (26/1). “Hasil dari gelar perkara oleh penyidik, disimpulkan bahwa perkara ujaran kebencian oleh saudara EM, ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan,” begitu kata Dedi, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (26/1/2022).
Dedi mengatakan, tim penyidik, pun sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi atas perkara tersebut. Menurut Dedi, tim dari Direktorat Siber Polri, sudah memeriksa sebanyak 20 orang saksi.
“Sebanyak 15 orang saksi, dan 5 ahli,” ujar dia.
Pemeriksaan saksi-saksi tersebut, pun dikatakan Dedi masih berlanjut sampai dengan tahapan lanjutan penetapan tersangka. Pada Rabu, penyidik dari siber Bareskrim Polri, juga terbang ke Jawa Tengah (Jateng), dan Kalimantan Timur (Kaltim), untuk pemeriksaan saksi-saksi tambahan. Pun rencana untuk memeriksa EM, kata Dedi, akan dijadwalkan, pada Jumat (28/1/2022) mendatang.
Selain memeriksa saksi-saksi, pun kata Dedi, tim penyidikan siber Polri, juga sudah mengantongi sejumlah barang-barang bukti. Dan menerima sejumlah pelaporan tambahan terkait kasus yang menyeret mantan calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
“Proses-proses penanganan perkara ini, masih terus berlangsung, dan masih terus berjalan. Perkembangannya akan disampaikan kembali,” ujar Dedi menambahkan.
Kasus yang menyeret EM ini, berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta, ke Kalimantan Timur (Kaltim). EM, dalam video yang tersebar di medsos mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan.
EM menyebut wilayah ibu kota baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia, dengan menyebut daerah ibu kota baru, sebagai tempat ‘jin buang anak’. EM juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib.
“Kalau pasanya kuntilanak, genderuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata EM.
Atas ucapannya itu, masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes, dan ultimatum terbuka. Bahkan melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian, karena menilai EM melakukan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, sampai Rabu (26/1/2022), pihak kepolisian menerima banyak laporan masyarakat terhadap EM.
“Terkait pelaporan terhadap EM, ada sejumlah tiga pelaporan yang dilakukan, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap dari berbagai elemen yang menolak pernyataan tersebut (EM),” ujar Ramadhan.
EM sendiri, dari kanal medsosnya, sudah menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat di Kalimantan. Akan tetapi, Brigjen Ramadhan menambahkan proses hukum atas pelaporan dari masyarakat tersebut, tetap akan dilakukan.
“Kami, dari Polri meminta masyarakat untuk tetap tenang, dan mempercayakan kasus ini dapat ditangani oleh Polri,” ujar dia.
Berbeda dengan perkara Edy Mulyadi segera naik ke penyidikan, kasus dugaan penistaan terhadap suku dan bahasa Sunda yang melilit politikus PDIP, Arteria Dahlan baru dilimpahkan Polda Jawa Barat ke Polda Metro Jaya. Pelimpahan kasus tersebut sudah dilaksanakan pada Selasa (25/1/2022).
"Laporan pengaduan tersebut (Majelis Adat Sunda) sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 25 Januari 2022," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Polisi Ibrahim Tompo saat dihubungi, Rabu (26/1/2022).
Tompo beralasan, pelimpahan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya disebabkan peristiwa kejadian terjadi di wilayah Jakarta. "Karena pertimbangan kejadiannya di wilayah Jakarta," katanya.
Sebelumnya, Arteria dilaporkan oleh sejumlah masyarakat yang tergabung di Majelis Adat Sunda ke Polda Jawa Barat, pada Kamis (20/1/2022). Pelaporan dilakukan buntut pernyataannya yang meminta Jaksa Agung mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang berbicara dengan bahasa Sunda saat rapat dengar pendapat.
"Hari ini melaporkan Arteria Dahlan anggota DPR RI yang telah menyatakan dalam berita yang viral di media sosial bahwa meminta pencopotan kepala kejaksaan tinggi yang menggunakan bahasa Sunda berbicara dalam rapat menggunakan bahasa Sunda," ujar Pupuhu Agung Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda, Ari Mulia Subagja Husein di Mapolda Jabar, Kamis (20/1/2022).
Ari menuturkan, pihaknya merasa tersakiti dengan pernyataan tersebut bahkan tidak menutup kemungkinan kondisi tersebut dapat terjadi ke yang lain. Pernyataan tersebut bahkan disebut sebagai bentuk penistaan.
"Ini sudah menjadi penistaan terhadap suku bangsa yang ada di Indonesia. Tidak akan ada Indonesia kalau tidak ada suku bangsa yang ada di nusantara termasuk di dalamnya ada Sunda dan lainnya," katanya.
Ari melanjutkan pernyataan Arteria Dahlan tidak sejalan dengan pasal 32 Undang-Undang Dasar (UUD) ayat 2 yang mendukung upaya memelihara bahasa daerah yang hampir punah. Bukan untuk dilarang.
Para elit politik diminta untuk menahan diri dan tidak mengeluarkan statemen yang berpotensi menyinggung bahkan menyakiti hati masyarakat.