Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat, KOntraS: Diduga Ada Banyak Pihak yang Terlibat
Rabu, 26 Januari 2022
Faktakini.info, Jakarta.- Keberadaan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, memancing kecaman banyak pihak. Terlebih kerangkeng tersebut ternyata sudah ada selama bertahun-tahun.
Dugaan praktik perbudakan di rumah Bupati Langkat yang kini jadi tahanan KPK itu pun dikecam keras oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Bahkan KontraS menyebut BNN Kabupaten Langkat terkesan mendukung praktik kerangkeng manusia tersebut.
"Kami juga menyayangkan sikap institusi lainnya, seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat, yang seakan mendukung praktik kerangkeng walaupun sudah mengetahui sejak lama. Padahal Bupati jelas tidak memiliki otoritas melakukan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengguna narkotika," ucap Deputi Koordinator Strategi, Revanlee Anandar, kepada wartawan, Selasa (25/1).
"Hal ini menandakan bahwa institusi lain yang membiarkan praktik tersebut tidak mengerti konsep dasar hak asasi manusia," imbuhnya.
KontraS pun menduga praktik mengkerangkeng manusia ini tidak hanya melibatkan Bupati Langkat. Tapi, ada juga pihak-pihak lain yang diduga terlibat.
"Kami menilai bahwa kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh Bupati Langkat, melainkan melibatkan banyak pihak, baik yang dilakukan secara sengaja maupun dalam bentuk pembiaran," tegas Revanlee.
Lebih jauh, ia menilai tindakan mengurung manusia dalam kerangkeng itu mencederai norma konstitusi.
"Indonesia juga telah meratifikasi The United Nations Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT) melalui UU No 5 Tahun 1998. Kami melihat bahwa ruang tertutup seperti kerangkeng memang rawan terjadinya tindakan penyiksaan. Ditambah dengan temuan bahwa kondisi tempat tinggal tidak layak dan banyak perlakuan tidak manusiawi lainnya seperti pemotongan rambut secara paksa semakin membuktikan adanya pelanggaran terhadap nilai-nilai UNCAT," paparnya.
Untuk itu, KontraS meminta agar setiap pihak yang berwenang menangani kasus ini mengusutnya hingga tuntas. Sebab, kegagalan penanganan kasus ini akan membuat pandangan kalau perlindungan HAM di Indonesia masih lemah.
"Gagalnya pembongkaran praktik perbudakan tersebut juga membuktikan lemahnya perlindungan negara terhadap hak asasi para pekerja di Kabupaten Langkat, negara telah mengabaikan hak asasi warga Kabupaten Langkat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak," demikian Revanlee Anandar.
Sumber: rmol.id