Membuka Kembali Lembaran Berdarah Peristiwa Pembantaian KM 50

 



Rabu, 12 Januari 2022

Faktakini.info 

*MEMBUKA KEMBALI LEMBARAN BERDARAH PERISTIWA PEMBANTAIAN KM 50*

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat, Ketua Umum KPAU

Pada Sabtu 23 Oktober 2021 yang lalu, KPAU telah menyampaikan

PERNYATAAN BERSAMA KOALISI PERSAUDARAAN & ADVOKASI UMAT (KPAU) TENTANG MOSI TIDAK PERCAYA PADA PROSES PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN 6 LASKAR FPI DALAM PERISTIWA KM 50. Agenda tersebut dilakukan untuk merespons proses hukum terhadap pelaku pembunuhan 6 laskar FPI di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang layaknya dagelan hukum. 

Sejumlah Aktivis Pergerakan, Advokat, Tokoh Pergerakan, hadir menyampaikan Mosi Tidak Percaya, diantaranya :

*1. Ahmad Khozinudin, S.H.* (Ketua KPAU)

*2. Dr. Eggi Sudjana Mastal, SH, M.Si* (Ketua Umum TPUA) 

*3. Aziz Yanuar, SH, MH* (Kuasa Hukum Keluarga Korban) 

*4. Ir. Marwan Batubara Msc* (Direktur IRESS/TP3) 

*5. Chandra Purna Irawan.,SH.,MH.* (Ketua LBH PELITA UMAT | Lawyer & Counsellor) 

*6. Herman Kadir, SH, MH* (TPAI)

*7. Dr. Abdul Chair Ramadhan, SH, MH* (Direktur HRS Center)  

*8. Novel Bamukmin, SH* (PA 212) 

*9. Ustadz Irwan Syaifullah* (Penasehat KPAU/Ketua AOMI)

Dalam acara tersebut juga menghadirkan *Testimoni Keluarga Korban KM 50*, yang juga tidak terima dengan dagelan hukum yang dipamerkan penguasa.

Tujuan acara tersebut adalah agar segenap umat Islam berdiri tegak bersama keluarga korban KM 50. Nyawa seorang muslim tidak boleh dibunuh sia-sia, tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Seluruh pelaku yang terlibat dalam kejahatan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa KM 50, baik aktor lapangan maupun aktor intelektual, baik yang memerintah, yang melakukan, yang membantu dan turut melakukan kejahatan pembunuhan 6 laskar FPI, yang mendanai atau menyetujui pembunuhan terhadap 6 laskar FPI, kesemuanya dituntut dimuka hukum berdasarkan ketentuan pasal 37 Jo Pasal 9 UU Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Acara dilaksanakan juga sebagai antisipasi, agar putusan dagelan KM 50 tidak digunakan sebagai sarana untuk membungkam tuntutan hukum pada pembunuhan 6 laskar FPI. Umat Islam tidak mau, kasus besar ini di Novel Baswedan kan.

Sebagaimana diketahui, kasus Novel berujung anti klimaks di pengadilan. Pengadilan, tak mampu mengungkap semua pelaku dan dalang yang menyebabkan Novel Baswedan kehilangan satu biji bola matanya.

Qadarullah, kasus tuduhan menyebar hoax yang disematkan kepada Habib Bahar Bin Smith (HBS) justru membuka kembali lembaran berdarah peristiwa KM 50 yang sebelumnya mau tutup buku dengan putusan pengadilan di Jakarta Selatan. Kemarin (Selasa, 10/1) Tim Pemantau Peristiwa Pembunuhan (TP3) kembali mengungkap peristiwa pembantaian KM 50. 

Dalam rilisnya, Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal HRS (TP3) menegaskan, Habib Bahar bin Smith (HBS) yang saat ini dijadikan tersangka dan ditahan atas perkara dugaan penyebaran berita bohong (hoaks) terkait Tragedi KM50 sejatinya tidak benar. Menurut TP3, justru HBS telah menyampaikan fakta peristiwa Tragedi KM50 yang sesungguhnya.

Jika penegak hukum benar-benar ingin menegakkan hukum dan keadilan, menurut TP3 yang harus diusut untuk dijadikan tersangka telah menyebarkan berita bohong justru para aparat itu sendiri, yaitu Polda Metro Jaya, Pangdam Jaya, Komnas HAM dan BIN.

TP3 mengungkapkan, salah satu kebohongan yang perlu diusut adalah cerita Polda Metro Jaya yang kemudian digaungkan oleh Komnas HAM perihal pembunuhan terhadap para pengawal HRS di dalam mobil Xenia B 1519 UTI, di mana disebutkan mereka dibunuh karena berusaha merebut senjata petugas. 

Padahal setelah dilakukan rekonstruksi oleh TP3 atas dasar narasi yang disampaikan oleh Komnas HAM, maka “cerita karangan sarat rekayasa busuk” tersebut tidak mungkin bisa dibenarkan.

Masyaallah, tadinya umat mengira kasus KM 50 akan hilang. Namun, seiring proses hukum terhadap HBS kasus ini kembali diungkap. Lembaran berdarah peristiwa KM 50 akan dibuka kembali dan menjadi sarana pengungkapan kebenaran yang sesungguhnya, demi penegakan hukum yang seadil-adilnya. [].