Menakar Profesionalisme Polri Dalam Menangani Kasus Wartawan Edy Mulyadi
Senin, 31 Januari 2022
Faktakini.info
*MENAKAR PROFESIONALISME POLRI DALAM MENANGANI KASUS WARTAWAN EDY MULYADI*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Ketua Umum KPAU
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Biro Penmas) Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan mengatakan Edy Mulyadi ditetapkan menjadi Tersangka dan langsung ditahan usai menjalani pemeriksaan selama 9 jam di Bareskrim, Jakarta, pada Senin, 31 Januari 2022.
Uniknya, saat menjelaskan alasan penahanan Ramadhan menyebutkan alasan objektif karena ancaman yang diterapkan kepada Edy adalah penahanan di atas 5 tahun.
"Ancaman 10 tahun, masing-masing pasal ada, jadi ancaman 10 tahun. Sekali lagi penyidikan ini dilakukan secara objektif, proporsional dan profesional," kata dia.
Ramadhan menekankan, Edy akan ditahan mulai hari ini hingga 20 hari ke depan di Bareskrim Mabes Polri. Edy Mulyadi, kata Ramadhan, ditetapkan sebagai tersangka dengan jerat pasal 45 a ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU ITE. Kemudian, juncto pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 juga juncto pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 serta juncto pasal 156 KUHP.
Menilik pilihan ancaman pidana yang dijadikan dasar penahanan, nampaknya ketentuan pasal 14 ayat (1) UU No. 1 tahun 1946 tentang peraturan pidana tentang menyebarkan kebohongan dan menerbitkan keonaran akan menjadi delik utama yang dipersoalkan. Itu artinya, Edy Mulyadi kemungkinan besar tidak akan disasar dengan delik 'jin buang anak' namun ditarget dengan pasal hoax yang ancaman pidananya 10 tahun penjara.
Sejak awal, ujaran jin buang anak terlalu dipaksakan dan sulit dibuktikan secara hukum karena lokasi IKN yang dijadikan objek ujaran bukanlah suku, agama, ras, atau antar golongan (SARA). Wartawan Edy Mulyadi sulit dibidik dengan pasal 45A ayat (3) Jo pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA.
Karena alasan itulah, Edy juga dijerat dengan pasal 14 dan 15 UU No. 1/1946. Pasal menyebar hoax adalah pasal karet, Edy bisa saja disasar dengan pasal ini karena menyampaikan pandangan bahwa kelak pengembang yang membangun IKN berasal dari China, atau IKN akan ditempati oleh Warga Negara China.
Konstruksi pasal yang berlapis, juga menjadi indikasi Edy Mulyadi ditarget. Tak peduli, apakah ujaran jin buang anak terbukti atau tidak, yang penting Edy Mulyadi dipenjara. Pasal Hoax berdasarkan ketentuan pasal 14 dan 15 UU No 1/1946 adalah konfirmasinya.
Pasal ini adalah pasal karet, pasal yang pernah digunakan untuk menjerat Habib Rizieq Shihab dalam kasus RS UMMI atau Ali Baharsyah dalam kasus kritik rencana kebijakan darurat sipil Presiden Jokowi. Jika sudah ada target, pasal bisa dicari, peristiwa bisa disesuaikan.
Lalu, siapakah yang berkepentingan untuk mengkriminalisasi Edy Mulyadi ? Apakah masyarakat Kalimantan ? Jawabnya bukan. Yang paling berkepentingan dengan Edy Mulyadi adalah sejumlah oligarki yang namanya disebut oleh Edy Mulyadi akan diuntungkan dengan adanya proyek IKN.
Dalam hal ini, sejauh apakah Profesionalisme Polri ? Penulis menilai dan berpendapat, dalam kasus ini Polri tidak lebih dari alat kekuasaan yang dipinjam oleh kekuatan oligarki. Terlihat, dari perlakuan yang berbeda antara apa yang diterapkan kepada Edy Mulyadi dan apa yang diterapkan kepada Arteria Dahlan.
Sulit menyatakan tindakan Polri objektif, profesional atau proposional. Yang nampak, Polri memihak kepada Arteria Dahlan dengan mengabaikan kasusnya dan segera menindak kasus Edy Mulyadi. [].