Saksi Pelapor Mau Kait-kaitkan Munarman dengan Bom Katedral Jolo Filipina

 


Senin, 17 Januari 2022

Faktakini.info, Jakarta - Sebelum ditangkap, eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman telah menyampaikan ada operasi untuk menteroriskan dirinya dan FPI dan itu semua terkait dengan kasus pembunuhan 6 Laskar FPI di tol KM 50 Jakarta - Cikampek yang terjadi pada hari Senin (7/12/2020) lalu. 

“Ini ada operasi media yang besar-besaran dan sistematis untuk penggalangan opini publik dalam rangka memframing, menstigma dan melabelisasi saya dan FPI agar diteroriskan. Tujuannya supaya kalau FPI dianggap organisasi teroris maka pembunuhan terhadap anggota FPI itu menjadi sah. Supaya nanti kalau pengurus FPI mati ditembak atau ditangkap itu tidak ada yang bela, dan kasus enam laskar menjadi hilang,” kata Munarman dalam video yang diterima Suara Islam Online, Kamis (11/2/2021).

Dalam sidang sebelumnya, Munarman menyampaikan apa yang terjadi saat ini merupakan sebuah fitnah untuk dirinya, sebab itu tidak sesuai dengan kenyataan.

“Kasus saya ini adalah fitnah besar terhadap diri saya. Tidak sesuai dengan kenyataan apa yang ada dalam diri saya,” ujar Munarman dalam sidang yang digelar secara online di PN Jaktim, Rabu (1/12/2021).

Hari ini, Senin (17/1/2022) kembali berlangsung persidangan terhadap Munarman. Ia disebut-sebut oleh seorang saksi berkaitan dengan peristiwa pengeboman di Jolo, Filipina pada 2019. Pengeboman itu dilakukan kelompok milisi bersenjata Abu Sayyaf yang telah berbaiat pada ISIS.

Keterangan tersebut tentu terasa aneh karena pemerintah Filipina sendiri sebagai korban peristiwa itu tak pernah sekalipun menyebut-nyebut nama Munarman terkait pengeboman itu.

Saksi berinisial IM ini mengaku sebagai pelapor Munarman ke polisi. Dia mengklaim Munarman menyebarkan provokasi atau menggerakkan orang lain untuk melakukan terorisme.

"Saudara Munarman berdasarkan dugaan saya yang kuat didukung beberapa fakta-fakta yang selama proses penyidikan dan penyelidikan yang terkait dengan 2 tersangka yang sudah ditangkap sebelumnya, semakin menguatkan dugaan kami bahwa saudara Munarman seharusnya dimintai pertanggungjawaban hukum dalam konteks beberapa kejadian yaitu dugaan tindak pidana terorisme," ucap saksi itu dalam persidangan yang digelar tertutup di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Jalan Sumarno, Jakarta Timur, Senin (17/1/2022).

Hakim kemudian meminta saksi menjelaskan alasannya melaporkan Munarman. Saksi kemudian menceritakan perihal video tabligh akbar di Makassar pada tahun 2015 di mana Munarman hadir yang disebut berbaiat ke ISIS.

"Itu dalam rangka tabligh akbar atau setidak-tidaknya ada baiat di dalamnya, ada sumpah untuk mendukung suatu organisasi teror," ucap saksi.

"Apakah waktu itu saudara ada di tempat kejadian?" tanya hakim.

Namun ternyata, saksi IM tidak ada di tempat kejadian. Sehingga membuat Hakim mempertanyakan dasar saksi sampai melaporkan Munarman sosok pejuang HAM itu.

"Siap, tidak ada," jawabnya.

"Jadi ini yang saudara sampaikan dasarnya apa?" tanya hakim lagi.

"Dasarnya adalah hasil penyelidikan beberapa tersangka yang telah diperiksa," jawab saksi lagi.

Dalam surat dakwaan disebutkan pada 24-25 Januari 2015 Munarman mengikuti kegiatan di salah satu lokasi di Makassar yang berisi baiat kepada ISIS. Disebutkan dalam dakwaan itu bila Munarman mengetahui kegiatan baiat itu.

"Kalau kita lihat secara terpisah dan parsial secara terputus-putus sendiri-sendiri memang seperti tidak ada hubungannya tetapi apabila kita kaitkan dengan serangkaian peristiwa-peristiwa di mana 24 dan 25 (Januari 2015) itu para pesertanya yang hadir, narasumber yang hadir bersama Munarman itu sudah kita tangkap dan kita kenai upaya penegakam hukum dan kalau tidak salah ada sekitar 7 orang kurang lebih yang juga hadir dalam acara tanggal 24 dan tanggal 25 itu, yang juga sudah kita kenai upaya penegakan hukum," kata saksi.

"Dan oleh karena itu ketika saya buat ini adalah saya mendasarkan pada dugaan saya, ketika yang lainnya yang hadir sebagai peserta saja sudah mendapatkan pertanggungjawaban dari sisi hukum, menurut saya, maka seyogyanya saudara Munarmam juga dimintai pertanggungjawaban dari sisi hukum," imbuhnya.

Setelahnya giliran jaksa yang bertanya. Jaksa menanyakan alasan saksi melaporkan Munarman pada 2021 padahal mengetahui soal peristiwa tahun 2015.

"Kemudian tadi saudara menyebutkan bahwa ada penyelidikan lebih mendalam terkait 2015 sehingga kemudian melaporkan pada 2021. Kira-kira kejadian-kejadian terorisme apa sajakah yang kemudian mengakibatkan saudara melaporkan saudara Munarman?" tanya jaksa.

Salah satu peristiwa terorisme yang disebut saksi yaitu pengeboman Katedral Bunda Maria di Jolo, Filipina pada tahun 2019. Ia mengklaim, pengeboman itu berkaitan dengan kelompok terorisme di Makassar yang disebut saksi berafiliasi pula dengan Munarman.

"Kejadian yang sebenarnya melatarbelakangi salah satunya dari sekian banyak saya gantikan sebagai dasar juga saya adalah ketika terjadi pengeboman di Katedral Gereja di Jolo yang kemudian membawa kita kepada link atau jaringan, yang juga di dalam pantauan penyelidikan dan akhirnya ada seperti link, hubungan antara peristiwa yang terjadi di Jolo tersebut dengan serangkaian apa yang kita sebut sebagai kelompok Makassar," klaim saksi ini.

"Nah inilah yang membawa kita kepada beberapa saksi-saksi yang kemudian memberi keterangan yang dugaan kuat saya adalah menghubungkan dengan keterlibatan saudara Munarman," imbuhnya.

Dalam perkara ini Munarman didakwa menggerakkan orang lain untuk melakukan teror. Munarman juga disebut jaksa telah berbaiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi.

Jaksa mengatakan perbuatan Munarman itu dilakukan di sejumlah tempat. Adapun tempatnya adalah Sekretariat FPI (Front Pembela Islam) Kota Makassar-Markas Daerah LPI (Laskar Pembela Islam), Pondok Pesantren Tahfizhul Qur'an Sudiang Makassar, dan di aula Pusbinsa kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. Perbuatan Munarman itu dilakukan dalam kurun 2015.

Menurut jaksa, Munarman sekitar Juni 2014 melakukan baiat kepada pimpinan ISIS, Abu Bakar Al Baghdadi. Baiat itu dilakukan di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat.

Dalam persidangan ini nama-nama para pihak mulai dari majelis hakim, penasihat hukum, jaksa, saksi, hingga ahli nantinya memang tidak disebutkan identitasnya. Hal ini disebut merupakan amanah dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (selanjutnya disebut UU Terorisme) untuk merahasiakan identitas para pihak terkait.

Berikut bunyi ketentuannya seperti disebutkan dalam Pasal 33 dan Pasal 34A UU Terorisme

Pasal 33

(1) Penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, pelapor, ahli, saksi, dan petugas pemasyarakatan beserta keluarganya dalam perkara Tindak Pidana Terorisme wajib diberi pelindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara.

(2) Pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34A

(1) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang diberikan kepada pelapor, ahli, dan saksi beserta keluarganya berupa:

a. pelindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental;

b. kerahasiaan identitas;

c. pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan terdakwa; dan

d. pemberian keterangan tanpa hadirnya saksi yang dilakukan secara jarak jauh melalui alat komunikasi audio visual.

Foto: Munarman melambaikan tangan kepada wartawan saat mengikuti sidang HRS beberapa waktu lalu. /Usman Iskandar

Sumber: detik.com dan lainnya