Ujaran 'Tempat Jin Buang Anak' Tak Penuhi Unsur Pidana (Ujaran Lokasi IKN Yang Dikuasai Taipan, Berupa Hutan dan Dipenuhi Bekas Tambang)
Rabu, 26 Januari 2022
Faktakini.info
*UJARAN LOKASI IKN YANG DIKUASAI TAIPAN, BERUPA HUTAN DAN DIPENUHI BEKAS LOBANG TAMBANG SEBAGAI 'TEMPAT JIN BUANG ANAK' TIDAK MEMENUHI UNSUR PIDANA*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Ketua KPAU
Wartawan Senior FNN telah mengajukan klarifikasi soal 'tempat jin buang anak'. Ada beberapa substansi penting dari klarifikasi yang disampaikan, yaitu :
*Pertama,* ungkapan 'tempat jin buang anak adalah ungkapan majazi (kiasan), bukan makna sebenarnya. Ungkapan ini merujuk pada suatu tempat yang jauh, sepi, dan seram. Sehingga, diistilahkan sebagai 'Tempat Jin Buang Anak'.
Ungkapan ini lazim diucapkan di Jakarta. Bahkan, almarhum Ciputra sebelum mengubah kawasan Pondok Indah sebagai Kawasan Elite seperti saat ini, dahulu kawasan pondok indah lazim disebut dengan tempat jin buang anak. Karena kawasan Pondok Indah, dahulu sepi, bahkan seram, banyak tanah kosong dengan tanaman rerimbunan.
*Kedua,* ujaran itu ditujukan kepada tempat, yakni tempat yang sepi, jauh dan seram. Berupa Kawasan hutan, tambang yang dipenuhi bekas lobang tambang yang saat ini dikuasai pengusaha Jakarta : *Sukanto Tanoto, Hasyim Jojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra.*
Sehingga, kalimat yang diujar bukan ditujukan kepada masyarakat Kalimantan, apalagi masyarakat adat tertentu di Kalimantan. Kalimat ujaran jin buang anak, semestinya hanya membuat tersinggung Sukanto Tanoto, Hasyim Jojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra, selaku pemilik lokasi IKN.
*Ketiga,* konteks ungkapan jin buang anak bukan ditujukan kepada masyarakat Kalimantan, tetapi bagi ASN dan pebisnis, atau masyarakat yang sudah biasa tinggal di sekitar ibukota Jakarta. Untuk membahasakan lokasi IKN yang dikuasai para taipan, yang jauh, sepi, maka Edy Mulyadi menggunakan istilah 'tempat jin buang anak'.
Karena itu, apa yang diutarakan oleh Edy Mulyadi tidak dapat dipersoalkan dengan pasal 28 ayat (2) undang-undang ITE tentang menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA. Sebab, ujaran yang disampaikan bukan ditujukan kepada suku, agama, ras atau golongan. Ujaran tersebut, ditujukan kepada masyarakat yang ada di Jakarta, untuk menggambarkan tempat lokasi IKN yang jauh, sepi bahkan seram (karena lokasi hutan dan tambang batubara yang meninggalkan banyak lubang).
Ujaran Edy Mulyadi juga tak dapat diklasifikasi sebagai hoax, sehingga tidak dapat dijerat dengan pasal 14 dan 15 KUHP (UU No. 1/1946). Sebab, lokasi IKN dari Jakarta memang jauh, dikuasai para taipan, lokasinya yang sepi adalah fakta bukan kabar bohong.
Bahkan, hingga saat ini Sukanto Tanoto, Hasyim Jojohadikusumo, Reza Herwindo, Luhut Binsar Panjaitan hingga Yusril Ihza Mahendra, selaku pemilik lokasi IKN, tidak pernah menampik (membantah) mereka memiliki lahan tersebut.
Ujaran Edy Mulyadi juga tak dapat dijerat dengan pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, sebab Edy Mulyadi tidak pernah menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis. Edy Mulyadi hanyalah menjelaskan lokasi IKN yang terdiri dari kawasan hutan, perkebunan, dan tambang yang dikuasai taipan di Jakarta, yang jauh, sepi dan angker.
Adapun terhadap masyarakat Kalimantan, Edy Mulyadi telah mengajukan permohonan maaf secara tulus. Jika disimak secara seksama, tindakan Edy Mulyadi sebenarnya sedang berupaya membela masyarakat Kalimantan dari keserakahan kaum oligarki yang berdomisili di Jakarta, yang menguasai lokasi IKN di Kalimantan. [].
Foto: Sukanto Tanoto (Taipan)