Arteria Aman, Pengamat: Menyelami Suasana Kebatinan Masyarakat Sunda

 



Rabu, 2 Februari 2022

Faktakini.info 

*MENYELAMI SUASANA KEBATINAN MASYARAKAT SUNDA*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik

Kemarin (Selasa, 1/2) penulis melewati Mabes Polri. Terlihat, rangkaian bunga ucapan terimakasih atas ditetapkannya Edy Mulyadi sebagai Tersangka. Kalau pola komunikasi politik menggunakan Bunga, saya jadi teringat buzzer ahok. Dulu, saat Pilkada para Buzer juga banyak memesan bunga ucapan selamat, walaupun akhirnya Ahok kalah.

Saya tidak percaya, ucapan tersebut alami. Yang masuk akal, itu bunga pesanan, untuk mendukung kriminalisasi terhadap Edy Mulyadi.

Oke lah kita abaikan masalah bunga. Juga kita lupakan, cerita bunga yang dipesan untuk ahok yang dulu juga masih terutang.

Kita masuk pada substansi isu, yakni soal rasa ketersinggungan masyarakat Kalimantan. Kita simpulkan saja, ada masyarakat Kalimantan yang benar-benar tersinggung, meskipun banyak pula yang mengapresiasi sikap kritis Edy Mulyadi.

Namun, apakah yang tersinggung hanya masyarakat Kalimantan ? Bagaimana dengan masyarakat Sunda ? Apakah mereka merasa mendapatkan keadilan ? apakah, masyarakat Sunda dinomorduakan oleh Polri ? Kenapa Edy Mulyadi diproses hukum sementara Arteria Dahlan dibiarkan melenggang bebas ?

Rekan sejawat saya yang juga penulis, bung Rizal Fadillah telah mengungkapkan kekecewaannya sebagai bagian dari masyarakat Sunda. Bahkan, dia meminta agar PDIP menyerah dan segera memecat Arteria Dahlan yang telah merendahkan bahasa Sunda. Laporan polisi, sudah juga dilayangkan kepada Arteria Dahlan oleh sejumlah masyarakat Sunda.

Apakah, Polri hanya memperhatikan suasana kebatinan masyarakat Kalimantan dan mengabaikan batin masyarakat Sunda ? Apakah, hanya kemarahan masyarakat Kalimantan yang ditindaklanjuti, sementara kemarahan masyarakat Sunda diabaikan ?

Meskipun bukan orang Sunda, saya bisa memahami perasaan tidak dianggap bahkan didiskriminasi yang tentu saja dirasakan masyarakat Sunda. Masyarakat Sunda yang lebih dahulu lapor, bahasa Arteria Dahlan lebih menohok merendahkan Sunda ketimbang ungkapan kiasan Edy Mulyadi. Tetapi kenapa Arteria Dahlan masi bebas berkeliaran ?

Jadi, omong kosong hukum ditegakkan secara adil dan equel. Proses hukum atas nama masyarakat Kalimantan hanyalah kedok, yang benar adalah kehendak oligarki yang dilayani. Dalam kasus Arteria Dahlan, oligarki tidak berkehendak, sehingga hukum tidak bertindak.

Semestinya, masyarakat Sunda diperlakukan sama dengan masyarakat Kalimantan. Jika Edy Mulyadi diproses atas tuntutan masyarakat Kalimantan, Arteria Dahlan juga wajib diproses atas tuntutan masyarakat Sunda.

Masyarakat Sunda juga punya hak untuk dilayani Polri, bukan diabaikan. Membiarkan Arteria Dahlan bebas sementara Edy Mulyadi diproses, sungguh melukai batin masyarakat Sunda.

Andai saja Edy Mulyadi tidak diproses, mungkin masyarakat Sunda masih bisa memahami kenapa Arteria Dahlan tidak diproses. Tapi kenyataannya tidaklah demikian.

Hukum hanya tajam kepada penghina masyarakat Kalimantan namun tumpul kepada penghina masyarakat Sunda. Inikah, corak hukum suka suka penguasa ? [].