Damai Lubis: Jika Cak Imin Minat Tambah Periode Jabatan Presiden, Silakan Patuhi Konstitusi

 



Kamis, 24 Februari 2022

Faktakini.info

*Presiden atau Muhaimin terlebih Buzzer Minat Tambah Priode Jabatan Presiden RI melebih Tahun 2024 Silahkan Patuhi Konstitusi*

Oleh Damai Hari Lubis, SH.,MH

Pengamat Hukum Mujahid 212 

Suara Buzzer atau suara kelompok tertentu dan atau Hasil Survey adalah inkonstitusional jika digunakan sebagai dalil hukum tambah periode jabatan Presiden RI dari 5 Tahun menjadi lebih dari 5 tahun 

Sistem hukum di republik ini, sebagai asas legalitas perihal memperpanjang masa jabatan presiden tidak memiliki landasan hukum jika hanya alih - alih *berdasarkan sekedar  suara - suara kelompok atau dukungan berbagai golongan sebesar atau sebanyak apapun, sekalipun ditambahkan dalilnya oleh sekedar catatan hasil survey andaipun hasilnya sangat fantastis daripada masyarakat yang menginginkan masa perpanjangan jangka waktu jabatan ( periode )  presiden*

Kedua faktor hal tersebut di atas, pertama adalah karena berdasarkan suara kelompok dan atau golongan ormas , termasuk suara- suara partai darimanapun datangnya sebagai pendengung ( buzzer ) ditambah dengan faktor ke-dua, yakni hasil survey, kedua faktor ini tidak dikenal dalam sistem hukum NRI sebagai alas hak untuk  menambah terkait periodik atau masa jabatan presiden

Adapun track hukum yang ada terkait priodik sudah difasilitasi oleh sistem hukum kita,  yakni melalui uji materi/ Yudicial Review kehadapan MK./ Mahkamah Konstitusi, jika memiliki hasrat untuk membatalkan konsitusi yang sudah mengatur tentang masa jabatan presiden RI. Jika UU. sebagai hukum positif itu dianggap menyalahi atau melanggar hirarkis  UUD. 1945 sebagai penjelmaan konstitusi yang tertinggi di NRI.

*Didalam sistem hukum, NRI memiliki dua dasar hukum yang mengatur masa jabatan Presiden untuk selama masa jabatan 5 Tahun. Pertama, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Kedua, pasal 7 UUD. 1945*

Sistem hukum NRI yang mengatur masa jabatan Presiden RI ada pada Pasal 169 huruf N Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang isinya menjelaskan, syarat menjadi presiden dan wakil presiden adalah belum pernah menjabat di posisi itu selama dua kali masa jabatan untuk jabatan yang sama. Hal ini berarti tidak dapat diperpanjang termasuk mengikuti dan mematuhi ucap sumpah dan atau janji  dan masa jabatan saat pelantikan/ pengangkatan Presiden yang hanya 5 tahun setiap periodenya, dan hanya cukup 2 kali menjabat selaku presiden pada atau terhadap individu yang sama.

Sehingga Jokowi selaku Presiden RI hanya menjabat untuk tenggang waktu 2019 - 2024 dan atau termasuk tak terbatas bagi dirinya ( Jokowi ) serta para pendukungnya jika memang serius  mengharapkan atau memiliki wacana menambah masa atau tenggang atau waktu jabatan atau periode dari 5 tahun untuk ditambah waktunya, walau hanya 1x 24 jam , mesti mematuhi sistem hukum yang berlaku yakni membatalkan pasal atau ketentuan UU.yang ada dan terkait tentang masa jabatan presiden kepada lembaga mahkamah yang ada sesuai koridor hukum atau rule of law yakni mengajukan JR. Ke MK Untuk mendapatkan Vonis sesuai yang diinginkan,  maka jika vonis mengabulkan penambahan waktu jabatan , tentu menjadi sah , mengikat dan berharga menurut hukum bak undang-undang 

Bukan ujug - ujug karena desakan - desakan yang bisa saja bersifat politik atau rekayasa kelompok yang berkepentingan lalu presiden atau lembaga yudikatif DPR RI bersama MPR RI atau DPR RI menyetujui Jokowi untuk ditambah waktu masa jabatannya dari yang semestinya berakhir di 2024 sampai dengan yang ( Jokowi ) atau kelompok mereka inginkan. Jika pertambahan waktu atau masa jabatan presiden tersebut melanggar ketentuan sistem hukum yang ada, kuat prediksi akan ada gejolak perlawanan dan atau pertentangan yang amat dahsyat yang datang, tentunya dari kelompok atau golongan masyarakat yang patuh terhadap Undang Undang atau sistem konstitusi yang harus diberlakukan. Bisa jadi timbulkan chaos bahkan berdarah - darah sesama saudara pada bangsa ini