Oligarki Ada Dibalik Kriminalisasi Edy Mulyadi, IKN Adalah Proyek Oligarki

 



Rabu, 2 Februari 2022

Faktakini.info

*OLIGARKI ADA DIBALIK KRIMINALISASI EDY MULYADI, IKN ADALAH PROYEK OLIGARKI*

_[Catatan Advokasi Edy Mulyadi, Tolak Proyek IKN, Tolak Proyek Oligarki]_

Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*

Ketua Umum KPAU

Selasa (1/2) kemarin, Koalisi Persaudaraan dan Advokasi Umat (KPAU) merespons status tersangka Edy Mulyadi sekaligus penahanannya untuk 20 hari kedepan. Selain merespons kasus kriminalisasi Edy Mulyadi, KPAU juga tetap menegaskan sikap kritis dan konsistensi menolak Proyek Ibukota Negara (IKN) yang sejatinya adalah proyek oligarki.

Dalam Pernyataan Hukum yang dibacakan oleh Sekjen KPAU Ricky Fattamazaya Munthe, KPAU menegaskan beberapa hal :

*Pertama,* KPAU mengecam keras tindakan kriminalisasi yang dilakukan terhadap Bang Edy Mulyadi, mengingat apa yang disampaikannya dalam mengajukan kritik terhadap rencana pindah Ibukota Negara (IKN), termasuk menunjuk hidung sejumlah nama penguasa dan politisi nasional yang menguasai lahan calon IKN di Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Panajem Paser Utara adalah kritik yang berdasarkan kajian jurnalistik, berdasarkan data dan fakta empiris, bahkan merujuk kajian yang dikeluarkan oleh WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) dan sejumlah lembaga mitra lainnya (WALHI Kaltim, Forest Wacth Indonesia, Jatam, Jatam Kaltim, Pokja 30, Pokja Pesisir dan Nelayan, Trend Asia).

Semestinya, rezim dan siapapun yang tidak sependapat atau memiliki bukti, baik data maupun fakta pembanding, dapat mengajukan bantahan secara terbuka, terhadap agenda Penolakan Proyek IKN yang diadakan oleh Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat (KPAU) pada 17 Januari 2022 yang lalu.

*Kedua,* KPAU berpendapat bahwa Ujaran 'Jin Buang Anak' hanyalah dalih yang dijadikan pintu untuk mengkriminalisasi Bang Edy Mulyadi setelah sebelumnya gagal melakukan kriminalisasi menggunakan narasi 'Macan Yang Mengeong atau Macan yang Menjadi Kucing'. Karena itu, patut diduga sejumlah nama pemilik lahan IKN dan gerombolan oligarki yang tak ingin Mega Proyek Bancakan APBN ini gagal, berada dibalik kriminalisasi yang menimpa Edy Mulyadi.

Motif dibalik kriminalisasi terhadap Bang Edy Mulyadi juga dapat dipahami karena pilihan politik Edy Mulyadi yang selama ini kritis dan menentang rezim Jokowi dalam berbagai isu keumatan seperti peristiwa KM 50, kriminalisasi terhadap Habib Rizieq Shihab, Penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja, Penolakan Revisi UU KPK, Penolakan Revisi UU Minerba, dan lain sebagainya.

*Ketiga,* KPAU menilai Kriminalisasi terhadap Bang Edy Mulyadi adalah bukti sekaligus konfirmasi rezim Jokowi telah dikuasai oleh oligarki. Tak ada kedaulatan negara yang dapat menghormati hukum sebagai panglima. Mengingat, dalam pandangan hukum ujaran jin buang anak bukanlah ujaran yang bersifat SARA, bukan kebencian dan permusuhan, bukan hoax, bukan fitnah, bukan pencemaran atau yang semisalnya.

*Keempat,* KPAU mengajak kepada segenap umat Islam baik para advokat, ulama, tokoh, aktivitas, pemuda dan mahasiswa, serta umat Islam pada umumnya untuk bersama-sama membela Bang Edy Mulyadi sekaligus semakin gencar menyuarakan penolakan proyek IKN yang hanya menguntungkan kaum oligarki. Bangsa Indonesia tidak boleh dikendalikan oleh segelintir oligarki yang merusak tatanan dan menggerogoti masa depan bangsa Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, penulis juga kembali menyebut sejumlah nama yang berpotensi diuntungkan dari proyek IKN. Ada Hasyim Jojohadikusumo, Sukanto Tanoto, Reza Herwindo hingga Luhut Binsar Panjaitan. Untuk Yusril Ihza Mahendra, telah menyampaikan klarifikasi yang pada pokoknya kepemilikan sahamnya telah dijual.

Adapun Hasyim Jojohadikusumo, Sukanto Tanoto, Reza Herwindo hingga Luhut Binsar Panjaitan tidak pernah menyampaikan bantahan atau klarifikasi. Sehingga, dapat disimpulkan mereka inilah yang berkepentingan dan akan diuntungkan oleh Proyek IKN, bukan rakyat Kalimantan apalagi rakyat Indonesia.

Lucunya, pembiayaan IKN yang akan dieksekusi di tahun 2022 ini belum terpayungi secara hukum via APBN 2022. Sri Mulyani sempat memaksa akan mengalihkan sebagai anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) namun kini hilang suaranya, tenggelam oleh banyaknya kritikan publik.

APBN 2022 yang disahkan tanggal 30 September 2021 yang lalu, tidak pernah membuat atau ada alokasi anggaran untuk IKN. Karena itu, proyek IKN ini jelas disusun secara amatiran, gegabah, tidak memperhatikan kesesuaian kegiatan dengan alokasi anggaran yang tersedia. Sehingga, dapat disimpulkan pengesahan RUU IKN menjadi UU pada 18 Januari 2022 yang lalu tidak disusun secara sistematis dan komprehensif, melainkan hanya digedor-gedor secara kejar tayang, melayani kehendak oligarki.

Postur APBN 2022 meliputi pendapatan negara yang direncanakan sebesar Rp1.846,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.714,2 triliun, dengan defisit Rp868 triliun atau 4,85% PDB. Dalam postur alokasi, tidak ada satupun nomenklatur alokasi anggaran untuk IKN, sehingga realokasi anggaran PEN untuk IKN yang disampaikan Sri Mulyani jelas terkategori korupsi.

Kasus Edy Mulyadi ini memantik kesadaran publik tentang bahaya proyek IKN, sekaligus membelah masyarakat terhadapnya. PBNU cenderung mendukung, bahkan dengan aksi akan membuka kantor di lokasi IKN baru. Sementara Muhammadiyah menegaskan diri sebagai organ non negara, yang tetap menjadikan Yogjakarta sebagai pusat persyarikatan.

Partai Politik koor mendukung proyek IKN kecuali PKS. Gerombolan Buzzer rezim seperti Abu Janda, Ade Armando, Deni Siregar, semuanya mendukung proyek IKN.

Sudah saatnya, kita yang waras dan tidak terkontaminasi oleh kegilaan kekuasaan untuk mengambil sikap yang menyelisihi kedudukan buzer. Berdiri bersama Edy Mulyadi dan menolak proyek IKN adalah pilihan waras yang didasari semangat merdeka dari kendali oligarki dan memikirkan masa depan bangsa ini. [].