Siaran Pers PNKN: Rakyat Protes Keras MK, Registrasi Permohonan Uji Formil PNKN Direkayasa

 




Jum'at, 25 Februari 2022

Faktakini.info 

SIARAN PERS

Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN)

Jakarta, 25 Februari 2022

*Rakyat Protes Keras Mahkamah Konstitutusi:*

*Registrasi Permohonan Uji Formil PNKN Direkayasa!*

Setelah menunggu sekitar tiga (3) minggu, akhirnya pada tanggal 23 Februari Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan nomor registrasi perkara Permohonan Uji Formil UU IKN yang didaftarkan oleh PNKN pada tanggal 2 Februari 2022 yang lalu. MK menerbitkan Nomor Registrasi Perkara 25/PUU-XX/2022 tertanggal 23 Februari 2022 atas Permohonan Uji Formil UU IKN yang didaftarkan PNKN pada 2 Februari 2022.

PNKN mencatat bahwa ada empat (4) pendaftaran permohonan lain, yang diajukan setelah tanggal 2 Februari 2022, ternyata lebih dulu diregistrasi oleh MK. Esensinya, empat pemohon ini mendaftar belakangan dibanding pendaftaran PNKN, namun oleh MK diregistrasi lebih dulu (Perkaranya masing-masing No.21, 22, 23 dan 24). PNKN telah mendaftar lebih dulu, namun memperoleh nomor registrasi belakangan (No.25). MK telah menerapkan pola perlakuan penanganan perkara tidak adil: First In Last Out, atau First In Last Serve (FILS).


PNKN tidak paham apakah kejadian FILS yang tidak adil di atas dilakukan dengan sengaja atau tidak (by accident). Namun apapun itu, MK harus bertanggungjawab. Sebagai lembaga tinggi negara, tanggungjawab ada di tangan pimpinan lembaga, bukan sekadar di tangan Sekjen MK atau Kepala Bidang Adminstrasi/Pendaftaran perkara. PNKN menuntut agar Ketua MK, Hakim MK Yang Mulia, harus bertanggungjawab atas ketidakadilan ini!


Perlu diketahui pasca Putusan MK No.79/PUU-XVII/2019, Pengujian Formil dibatasi 60 hari, perkara wajib diputus terhitung sejak perkara disidangkan. Sedangkan tenggat waktu perkara disidangkan setelah diregistrasi adalah 14 hari. Dengan diperlambatnya registrasi permohonan uji formil yang diajukan, maka PNKN tidak bisa berharap terbitnya Putusan MK atas Pengujian Formil UU IKN sebelum diundangkannya seluruh peraturan pelaksana UU IKN (berupa PP dan Perpres) yang ditargetkan selesai pada bulan April 2022.


Padahal, jika Putusan MK ditetapkan lebih awal, dan isinya relevan (misalnya UU IKN dinyatakan inkonstitusional), bisa saja PP dan Perpres tersebut tidak perlu terbit. Sebaliknya, jika Putusan MK terlambat, sebagian atau seluruh PP dan Perpres telah terbit terlebih dahulu, maka bisa saja MK menjadikan PP dan Perpres yang telah terbit tersebut sebagai salah satu alasan untuk memutuskan UU IKN tetap berlaku. Padahal pada prinsipnya bisa saja UU IKN itu inskonstitusional.


Sebagai kemungkinan lain, diperlambatnya registrasi permohonan uji formil oleh PNKN, bisa pula membuka jalan bagi MK memutus perkara uji formil UU IKN No.3/2022 sesuai putusan uji formil UU Cipta Kerja No.11/2020 yang sumir. “Putusan Sumir” uji formil UU Cita Kerja No.11/2020, karena pertimbangan absurd dan pro oligarki, telah dinyatakan MK inkonstitusional. Namun, pada saat yang sama MK juga menyatakan UU tersebut tetap berlaku, asalkan dilakukan perbaikan.


Berdasarkan telaah PNKN, dari UU IKN akan disusun dan ditetapkan 14 peraturan pelaksanaan turunan berupa Kepres, Perpres dan PP yang ditargetkan selesai dua bulan. Pada umumnya peraturan pelaksanaan mengatur norma dan materi muatan strategis yang seharusnya dirumuskan dalam UU IKN. Namun perumusan dalam UU IKN ini sengaja disembunyikan dari pantauan publik, dan diseludupkan menjadi ketentuan-ketentuan yang akan disusun sendiri oleh pemerintah dalam bentuk Kepres, Perpres dan PP. Jangankan dibahas melibatkan publik, malah DPR pun tidak berkesempatan membahas norma penting dan strategis tersebut.

Penyembunyian pembahasan norma dan materi muatan strategis dari partisipasi publik jelas melanggar dan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 96 Ayat (4) UU PPP No.12/2011. Hal ini menjadi salah satu alasan penting mengapa PNKN mengajukan permohonan uji formil UU IKN kepada MK. Karena belum memuat berbagai ketentuan penting dan strategis sebagaimana seharusnya, maka PNKN berharap MK membatalkan UU IKN.  

Faktanya, saat pembentukan UU IKN pemerintah telah bersikap sepihak dan otoriter. Maka tidak mengherankan jika saat ini prilaku _semau gue_ dan otoriter tersebut dilanjutkan dalam menyusun Kepres, Perpres dan PP tanpa peduli rambu-rambu hukum. Jika MK juga ikut ambil bagian dengan sengaja memperlambat registrasi pendaftaran uji formil UU IKN oleh PNKN, maka tidak salah jika MK juga ikut ambil bagian mendukung agenda oligarki di Indonesia.


UUD 1945 mengamanatkan agar MK berperan sebagai benteng akhir penjaga konstitusi. Dengan begitu, diharapkan MK mampu mengawal konstitusi, demokrasi, dan melindungi hak konstitusional rakyat. Jika akhirnya MK ikut ambil bagian merekayasa dan menghambat penyaluran aspirasi rakyat untuk memperoleh tegaknya demokrasi, hukum dan keadilan, maka tidak pantas jika MK disebut sebagai benteng demokrasi. Mungkin baik juga jika Yang Mulia Para Hakim MK pun mengundurkan diri.[]

Sekretariat PNKN,

Marwan batubara

Foto: Marwan Batubara