(Lengkap) Nota Pembelaan TA Munarman di PN Jaktim (Bab I)

 




Senin, 21 Maret 2022


Faktakini.info 


 

Bismillahirrahmanirrahim 

 

Kepada Yang Mulia, 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur 

Pemeriksa  Perkara No : 925/PID.SUS/2021/PN.JKT.TIM d/a Jl. DR. Sumarno No.1 (Sentra Primer) 

Penggilingan, Jakarta Timur 


Dengan hormat,  

Perkenankan kami, atas nama dan untuk kepentingan hukum Terdakwa : 

 

Nama : MUNARMAN, S.H. 

Jenis Kelamin : Laki-laki. 

Tempat, Tanggal Lahir  : Palembang, 16 September 1968. 

Agama 

 

: Islam. 


Warga Negara 

 

: Indonesia. 


Pekerjaan 

 

: Pengacara. 


Pendidikan 

 

: S-1 Universitas Sriwijaya. 


Alamat 

 

: Bukit Modern Blok G5, No.8 RT.01 RW.013, 


  

 

  Kelurahan Pondok Cabe, Kecamatan Pamulang, 


 

 

  Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.  


 

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 23 November 2021, didampingi oleh Tim Penasihat Hukum dari TIM ADVOKASI MUNARMAN (TAM) yang berdomisili di kantor hukum MUNARMAN, DO’AK & PARTNERS, Advocate & Legal Consultant beralamat di Komplek Perkantoran Yayasan Daarul Aitam, Jl. KH. Mas Mansyur No. 47C, Jakarta Pusat, dalam hal ini mengajukan Nota Pembelaan (Pledoi) atas Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum No. Reg. Perkara : PDM-228/JKT.TIM/Etl/11/2021 yang telah dibacakan pada persidangan hari Senin tanggal 14 Maret 2022 Juncto Surat Dakwaan Nomor Reg.Perkara : PDM-228/JKT.TIM/Etl/11/2021 tertanggal 16 November 2021, sebagaimana yang akan diuraikan secara lengkap di bawah ini. 

BAB I 

PENDAHULUAN  

 

Majelis Hakim yang Mulia, 

Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, Persidangan yang kami muliakan,  

 

Perkenankanlah kami Tim Penasihat Hukum terlebih dahulu menyampaikan ucapan puji dan syukur atas segala limpahan nikmat, karunia dan rahmat dari Allah SWT yang tiada putus-putusnya dianugerahkan kepada kita. Dia-lah yang telah memberikan kepada kita kitab suci Al-Quran sebagai pedoman hidup yang tiada keraguan di dalamnya. Dan Dialah pula yang Maha memberikan pertolongan sekaligus memberikan balasan atas segala apa yang kita perbuat di dunia. Satu-satunya Dzat yang Maha Adil, dan satu-satunya Maha Pengadil yang akan meminta pertanggung jawaban kita kelak di Yaumul Hisab. 

Allah SWT pula-lah yang telah menganugerahkan kepada kita kemampuan lebih daripada makhluk yang lainnya, khususnya kemampuan untuk membedakan yang haq (benar) dan yang bathil (salah) serta kemampuan untuk membedakan hal yang baik dan hal yang buruk, sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sholawat serta salam tak akan lupa dan akan terus terlantunkan kepada suri tauladan terbaik kita, Nabi Muhammad SAW. Semoga kita termasuk golongan umatnya yang akan mendapatkan syafaatnya kelak di Yaumul Akhir. Aamiin ya Allah ya Robbal Alamin. 

Persidangan yang kami muliakan,  

Sebelum Tim Penasehat Hukum menguraikan inti materi dari nota pembelaan kami, maka perkenankan kami terlebih dahulu menyampaikan kegelisahan kami tentang dakwaan terhadap Klien Kami H. Munarman, S.H. yang dituduh dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum sebagai actor intellectualis, sebagai yang melakukan pemufakatan jahat, percobaan, persiapan, pembantuan, dan sebagai yang menyembunyikan informasi tindak pidana terorisme, atas paparan materi yang disampaikan H. Munarman, S.H. dalam seminar di kota Makassar dan Medan.  

Kami patut menduga ini adalah bentuk kriminalisasi terhadap H. Munarman, S.H. terutama terhadap ide pemikiran dan kebebasan berpendapatnya dalam sebuah forum seminar yang terbuka, yang sejatinya dilindungi oleh konstitusi Indonesia. Dan kriminalisasi ini sebagaimana terungkap dalam persidangan, tidak terlepas dari aktivitas pembelaan hukum yang dilakukan oleh H. Munarman, S.H. dalam perkara keumatan dan khususnya perkara KM50 yang telah menyebabkan terbunuhnya 6 Laskar FPI, meski dalam pembelaan hukumnya terhadap 6 orang Laskar FPI tersebut, H. Munarman, S.H. kerap kami mendapatkan ancaman dan teror yang mana hal tersebut terungkap ketika diperiksanya saksi MARWAN BATUBARA dan Ahli Agama KH. DR. MUHYIDDIN JUNAIDI, M.A. Terhadap 2 terdakwa Anggota Kepolisian yang disidangkan dalam kasus unlawful killing tersebut pun pada akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan alasan karena keduanya melakukan perbuatan tersebut dalam rangka melakukan pembelaan diri, yang mana putusan aquo senyata-nyatanya sungguh sangat menciderai keadilan khususnya keadilan bagi keluarga 6 laskar FPI. 

Ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 telah menggariskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tentu mensyaratkan kewajiban secara mutlak bagi Indonesia sebagai negara hukum untuk melindungi dan menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, di antaranya adalah kebebasasan berekspresi dalam menyampaikan pendapat.  Kewajiban ini termaktud secara tegas di dalam Pasal Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat” dan di dalam Pasal 28F UUD 1945  yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. 

Oleh karena itu, apa yang disampaikan oleh Terdakwa H. Munarman, S.H. selaku pemateri dalam seminar yang diadakan di Sekretariat FPI (Front Pembela Islam) Kota 

Makassar – Markas Daerah LPI (Laskar Pembela Islam) Jalan Sungai Limboto No.15 

RT.002 RW.03 Kelurahan Lajangiru, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 24 Januari 2015, di Pondok Pesantren Tahfizhul Qu’ran Sudiang Makassar Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 25 Januari 2015, dan di Aula PUSBINSA Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Jl. William Iskandar Ps.V, Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera 

Utara, tanggal 5 April 2015, adalah forum ilmiah dan harusnya dipandang sebagai ekspresi dan penggunaan hak atas kebebasan berpendapat in casu hak konstitusional Terdakwa H. Munarman, S.H. sebagai warga negara Indonesia dalam kerangka negara hukum dan demokrasi, yang dijamin dan dilindungi oleh berbagai undang-undang. 

Selain itu sesuai fakta persidangan, materi yang disampaikan oleh H. Munarman, S.H. adalah berdasarkan data dan informasi yang diperoleh H. Munarman, S.H. dari Dokumen Propaganda yang diterbitkan oleh lembaga think tank dan intelegen Amerika Serikat yaitu 

National Intellegence Council (NIC) dan Rand Corporation. H. Munarman, S.H. pada saat itu menyampaikan dan memperingatkan kepada para peserta seminar yang hadir agar berhati-hati dan tidak mudah terprovokasi serta tidak mudah diadu-domba dengan propaganda yang diciptakan oleh Amerika Serikat. 

Dan juga, dalam materi seminar yang disampaikan, H. Munarman, S.H., mengingatkan agar terhadap hukum-hukum yang sifatnya bukan ibadah individu seperti hudud, qisas, hisbah, dan jinayah pelaksanaannya dilakukan oleh negara, dalam konteks ini dilakukan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan Daulah Islamiyah/ISIS sebagaimana dipahami secara sempit oleh Pununtut Umum. Istilah-istilah khilafah, hudud, qisas, hisbah, dan jinayah pun dianggap Penuntut Umum dan ahli yang dihadirkannya sebagai istilah-istilah yang digunakan oleh orang-orang pendukung ISIS. Hal tersebut dibantah secara tegas oleh Ahli Agama KH. DR. MUHYIDDIN JUNAIDI, M.A. dimana istilah-istilah hudud, qisas, hisbah, dan jinayah dan lain sebagainya itu sebenarnya adalah istilah-istilah dalam Islam, namun dimanfaatkan oleh ISIS untuk mengejar tujuan dan kepentingannya sebagai organisasi yang dibentuk oleh asing, yaitu untuk merusak citra umat Islam di dunia, menciptakan keonaran, menciptakan kehancuran, peperangan di antara umat Islam, dan menghancurkan nama Islam di dunia. Persidangan yang kami muliakan,  

H. Munarman, S.H. telah didakwa dan dituduh sebagai Actor Intellectualis karena materi yang telah disampaikannya dalam seminar di kota Makassar dan Medan ditafsirkan oleh Penuntut Umum telah menggerakkan, menginspirasi dan memotivasi peserta yang hadir dalam seminar tersebut untuk melakukan tindak pidana terorisme dalam bentuk perbuatan baiat, ‘idad berupa persiapan fisik, dan amaliyah dengan berangkat ke Suriah (Foreign Terrorist Fighters) dan melakukan pengeboman gereja di Makassar. Padahal berdasarkan fakta persidangan, peserta-peserta yang disebut dalam dakwaan adalah orang-orang yang telah terlebih dahulu mendukung/berbaiat kepada ISIS serta mengikuti kajian Alm. Ustad Basri tentang ISIS di Ponpes Tahfizhul Quran Sudiang Makassar jauh sebelum mengikuti seminar tanggal 24 Januari 2015 dan tanggal 25 Januari 2015 di Sekretariat FPI dan di Ponpes Tahfizhul Quran kota Makassar. Fakta yang lebih tegas lagi, peserta-peserta yang disebut dalam dakwaan tersebut telah menjalani proses pidana dan di dalam putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana terhadap mereka, tidak ada fakta, keterangan maupun pertimbangan perihal alasan mereka melakukan tindak pidana terorisme (amaliyah) karena termotivasi ceramah Terdakwa H. Munarman, S.H., melainkan mereka melakukan tindak pidana terorisme karena alasan melakukan balas dendam akibat kematian anggota keluarganya maupun karena alasan lainnya yang tidak ada kaitan sama sekali dengan ceramah H. Munarman, S.H.  

Di samping itu, di dalam Surat Dakwaan Penuntut Umum hanya mengambil sampel sebagian kecil peserta sebagai saksi dari ratusan peserta yang hadir untuk membuktikan bahwa peserta tersebut melakukan tindak pidana terorisme karena memang terinspirasi dan termotivasi dari ceramah Terdakwa H. Munarman, S.H. Apa yang dilakukan oleh Penuntut Umum tersebut sesuai dengan istilah latin pars pro toto yaitu mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan, yang dalam sistem pembuktian tindak pidana tidak dapat dibenarkan karena Penuntut Umum mempunyai kewajiban untuk membuktikan dan memeriksa keseluruhan peserta yang hadir agar mendapatkan kesimpulan yang mendekati kebenaran, dan faktanya ada peserta yang merupakan saksi a de charge yang menyatakan tidak termotivasi dan terinspirasi melakukan tindak pidana terorisme setelah mendengar ceramah Terdakwa H. Munarman, S.H. 

Terdakwa H. Munarman, S.H. juga dituduh sebagai orang yang telah melakukan pemufakatan jahat, percobaan, persiapan, pembantuan dalam tindak pidana terorisme terkait dengan materi yang telah disampaikannya dalam seminar di kota Makassar dan Medan. Padahal berdasarkan fakta persidangan yang terungkap, baik sebelum, pada saat, dan setelah seminar dilaksanakan, Terdakwa H. Munarman, S.H. terbukti tidak melakukan dan tidak memberikan bantuan, hadiah, janji-janji, dan iming-iming untuk acara seminar tersebut, sebaliknya acara seminar di Medan mendapatkan bantuan konsumsi dari Polda Sumut sesuai keterangan saksi Kombes Heri Subiansauri. Terdakwa H. Munarman, S.H. juga tidak mengetahui dan tidak mengikuti/tidak menghadiri rapat-rapat persiapan yang dilakukan oleh panitia penyelenggara, serta Terdakwa H. Munarman, S.H. tidak ada komunikasi, koordinasi, maupun memberikan perintah pasca selesai acara kepada panitia/penyelenggara acara, para pemateri lainnya, maupun dengan para peserta yang hadir dalam acara seminar di kota Makassar dan Medan tersebut.  

Terdakwa H. Munarman, S.H. juga dituduh sebagai yang menyembunyikan informasi terhadap tindak pidana terorisme in casu baiat terhadap ISIS yang dilakukan oleh sebagian peserta seminar di Ponpes Tahfizhul Qur’an Sudiang Makassar. Saksi meringankan anggota FPI Makassar yang dihadirkan oleh Penasihat Hukum Terdakwa mengatakan sebagian yang ikut berbaiat tersebut adalah “orang mereka” (jemaah Ponpes Tahfizhul Qur’an Sudiang Makassar) dan Terdakwa H. Munarman, S.H. pada saat itu tidak ikut berbaiat dan fokus dengan handphonenya.  

Ahli Pidana DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H. dan Ahli Teori Hukum DR. ABDUL CHAIR RAMADHAN, S.H., M.H. mengatakan baiat terhadap ISIS bukanlah suatu tindak pidana serta tidak ada norma hukum dalam UU Terorisme baik dalam UU No.15 Tahun 2003 maupun UU Nomor 5 Tahun 2018 yang mengkualifikasikan baiat sebagai tindak pidana.  Jikapun kemudian ada Undang-undang baru atau revisi terhadap Undang-undang Terorisme yang ada perihal pengaturan atau penyebutan baiat secara tertulis sebagai tindak pidana, namun ketentuan tersebut tidak dapat diberlakukan secara surut (nonretroaktif) terhadap peristiwa yang terjadi pada tahun 2015 in casu Baiat terhadap ISIS dalam acara seminar tanggal 25 Januari 2015 di Ponpes Tahfizhul Qu’ran di Sudiang Makassar. 

Selain itu, menurut Ahli Teori Hukum DR. ABDUL CHAIR RAMADHAN, S.H., M.H. unsur informasi yang disembunyikan mengenai tindak pidana terorisme adalah suatu informasi yang bersifat tertutup dan sangat penting tentang suatu tindak pidana terorisme. Dan tindak pidana terorisme yang disembunyikan informasinya tersebut haruslah tindak pidana yang telah selesai terjadi. Adapun mengenai acara seminar tanggal 25 Januari 2015 di Ponpes Tahfizhul Quran Sudiang Makassar yang terdapat baiat terhadap ISIS di dalamnya tidak termasuk sebagai informasi yang disembunyikan sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf c UU No.15 Tahun 2003 (Dakwaan Ketiga), oleh karena selain baiat bukan merupakan tindak pidana terorisme berdasarkan UU No.15 Tahun 2003, juga acara seminar yang di dalamnya ada baiat terhadap ISIS tersebut dilakukan secara terbuka dan disiarkan melalui kanal youtube yang bisa diakses secara bebas oleh publik sehingga apabila peristiwa baiat itu dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorisme, maka selaiknya semua orang yang menonton seminar dan baiat tersebut memenuhi unsur menyembunyikan informasi tindak pidana terorisme karena tidak melaporkannya kepada aparat kepolisian. Di samping itu, terhadap Baiat yang dilakukan dalam acara seminar tanggal 25 Januari 2015 tersebut berdasarkan fakta persidangan ternyata telah dilaporkan oleh Panglima Laskar FPI Sulawasi Selatan Abdurahman kepada Polda Sulawesi Selatan. 

Bahwa dengan demikian, sebenarnya sedari awal sudah jelas dan terang tidak ada tindak pidana atau perbuatan melakukan hukum yang dilakukan oleh Terdakwa H. Munarman, S.H., namun oleh karena perkara ini mengandung muatan politis yang sangat kental sehingga akhirnya perkara ini bisa sampai ke persidangan yang mulia ini. Ahli Hermeunetika Rocky Gerung telah menjelaskan penyampaian ide gagasan dalam sebuah seminar bukanlah tindak pidana. Bahkan, Ahli Pidana DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H. dan Ahli Teori Hukum DR. ABDUL CHAIR RAMADHAN, S.H., M.H. juga sudah menegaskan penyampaian materi dalam seminar dan baiat bukan merupakan tindak pidana. Selain itu, Prof Andi Hamzah dalam acara diskusi bertajuk catatan demokrasi yang disiarkan TVONE terkait perkara H. Munarman, S.H. juga mengatakan orang yang hanya ngomongngomong dalam acara seminar dan tidak ikut melakukan perencanaan maka tidak ada perbuatan pidana terhadapnya.  

Seharusnya uraian yang kami sampaikan di atas sudah dapat menjawab kegelisahan kami bahwa tuduhan yang dilayangkan kepada Klien Kami H. Munarman, S.H. adalah rekayasa politik dalam rangka mengkriminalisasi Terdakwa H. Munarman, S.H. yang dikenal sebagai aktivis hukum yang vokal terhadap segala bentuk kezaliman rezim penguasa dan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Namun, kegelisahan kami itu barulah bisa benar-benar berakhir tatkala Majelis Hakim yang mulia yang mengemban tugas dan menjadi “perpanjangan tangan Tuhan” di atas dunia melalui persidangan yang mulia ini dapat menjawab kebenaran dan keadilan bagi diri Terdakwa H. Munarman, S.H. pada khususnya dan bagi kepentingan yang lebih luas yaitu demi Hukum dan Keadilan di negara yang kita cintai ini, dengan memberikan putusan bebas terhadap Terdakwa Munarman, S.H. 

Kami tak henti-hentinya berdoa dan terus berharap semoga adagium yang menyatakan “lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah" berlaku dan dapat diterapkan secara obyektif dalam perkara Terdakwa H. Munarman, S.H. ini sehingga putusan yang dihasilkan benar-benar putusan pengadilan yang MENGATAS-NAMAKAN KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.  

Majelis Hakim yang Mulia, 

Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati, 

Persidangan yang kami muliakan,  

 

Sebelum kami menguraikan isi materi nota pembelaan ini, izinkan kami Tim Penasihat Hukum mengutip firman Allah SWT dalam Al Quran, Allâh Azza wa Jalla berfirman :  

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman [QS Ali Imrân/3:175]  

“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. 

Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. [QS alMâidah/5:44] 

“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya [QS Ali Imran ayat 54] 

“Maka apakah mereka merasa aman dari adzab Allâh (yang tidak terduga-duga)? Tidaklah merasa aman dari makar Allâh kecuali orang-orang yang merugi [QS al- A’raf/7:99] 

 

Dan izinkan pula kami mengutip pesan Rasulullah SAW dengan sabdanya : “Qulil Haqq Walau Kaana Murron” (Katakan yang benar, sebagai benar, walaupun pahit untuk mengatakannya).  

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Majelis Hakim yang mulia yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk mengajukan dan membacakan Nota Pembelaan ini. Begitu pula ungkapan rasa hormat yang mendalam kepada Majelis Hakim yang mulia atas segala kesabaran dan kepemimpinannya dalam proses pemeriksaan perkara ini sehingga persidangan ini dapat berjalan lancar dan tertib sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku.  

Majelis Hakim dalam proses persidangan ini telah menghadirkan prinsip keadilan, yaitu keadilan antara kepentingan Jaksa Penuntut Umum untuk mendakwa Terdakwa dan kepentingan Tim Penasihat Hukum untuk membela hak-hak Terdakwa. Tim Penasihat Hukum berpendapat Majelis Hakim telah berhasil berperan menciptakan keadilan ini dengan menuntun proses persidangan ini sesuai jalurnya sehingga kebenaran materiil yang menjadi tujuan akhir pemeriksaan perkara ini dapat terungkap di dalam persidangan.  

Oleh karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam praktek peradilan pidana di Indonesia, masih dapat ditemui sementara Hakim yang bersikap “mengambil alih” tugas seorang Penuntut Umum sebagai pendakwa, dan hanya tertarik untuk membuktikan kesalahan Terdakwa dan melupakan tugasnya sebagai Hakim dan tidak menyadari bahwa sikap seperti itu adalah bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 158 KUHAP yang melarang seorang Hakim selama persidangan menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan di sidang tentang keyakinan mengenai salah atau tidaknya seorang Terdakwa. 

Kami meyakini bahwa setelah Majelis Hakim yang mulia mengikuti proses persidangan ini dengan seksama dan memeriksa alat bukti yang sudah dihadirkan baik oleh Jaksa Penuntut Umum maupun Tim Penasihat Hukum Terdakwa, Majelis Hakim pada akhirnya akan memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam perkara ini sebagai perwujudan keadilan Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini sebagaimana hakikatnya sebuah putusan pengadilan yang MENGATAS-NAMAKAN KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.  

Kami juga meyakini Majelis Hakim yang mulia dalam mengawali setiap persidangan perkara ini senantiasa melafazkan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim” yang artinya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini memberi arti bahwa yang mulia Majelis Hakim senantiasa menghadirkan Keadilan Allah SWT dalam ruang pengadilan ini. 

Memperhatikan jalannya persidangan yang telah berlangsung, kami Tim Penasihat 

Hukum Terdakwa merasa yakin, bahwa Majelis Hakim yang mulia tentunya akan secara 


obyektif menjadikan hanya fakta-fakta yang terungkap selama persidangan sebagai dasar pertimbangan hukum dalam mengambil keputusan atas perkara ini, terbebas dari tekanan maupun pengaruh apapun selain dari pada keyakinan Hakim sendiri atas bersalah dan tidak bersalahnya Terdakwa melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hanya dengan demikian Terdakwa H. Munarman, S.H. dapat memperoleh keadilan dalam perkara ini dan tentunya memang itulah tujuan sesungguhnya dari Nota Pembelaan ini, yaitu Terdakwa H. Munarman, S.H. memperoleh keadilan yang seadil-adilnya. 

Dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 182 ayat (1) huruf b Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka kepada Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa diberikan hak untuk mengajukan Pledoi (Pembelaan) atas Tuntutan Pidana yang telah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Hal ini semata-mata untuk menemukan kebenaran hukum materil di dalam perkara ini dan tentunya dalam rangka upaya untuk melakukan penegakan hukum (due process of law) yang berkeadilan. Berkaitan dengan itu, izinkan kami Tim Penasihat Hukum menyampaikan serta menguraikan isi materi Nota Pembelaan kami sebagaimana tertuang dan akan dibacakan secara lengkap di bawah ini.