(Lengkap) Pleidoi Munarman Atas Tuntutan JPU (Bab I-II) "Perkara Topi Abu Nawas: Menolak Kezaliman, Fitnah dan Rekayasa Kaum Tak Waras"

 



Senin, 21 Maret 2022

Faktakini.info, Jakarta - Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman menghadiri sidang perkara kasus dugaan tindak pidana terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (21/3/2022) pagi. Munarman membacakan sendiri pledoinya dengan judul "Perkara Topi Abu Nawas: Menolak Kezaliman, Fitnah dan Rekayasa Kaum Tak Waras". 

Sebagai berikut pleidoi selengkapnya.

BAB I PENDAHULUAN


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Alhamdulillah akhirnya persidangan ini memasuki tahap akhir. Setelah proses yang cukup melelahkan selama 3 bulan menjalani proses persidangan dan hampir satu tahun saya mengalami masa penahanan, tepatnya 11 bulan sejak saya ditangkap bulan April 2021. Sejak awal saya ditangkap, lalu ditahan hingga menjalani proses persidangan, aroma rekayasa terhadap perkara yang saya alami ini terus berlanjut. Sebagaimana yang sudah saya sampaikan dalam kesempatan Eksepsi terdahulu, bahwa perkara ini memang direkayasa untuk menutupi dan menjustifikasi extra judicial killing terhadap 6 orang pengawal HRS, yang dimulai dengan pembubaran FPI dengan alasan mendukung ISIS, lalu dicarikan peristiwa yang bisa dikonstruksi melalui fitnah bahwa seolah-olah FPI mendukung ISIS adalah benar.


Mengapa saya berani mengatakan bahwa penangkapan saya terkait erat dengan upaya menutupi peristiwa extra judicial killing di KM 50 terhadap 6 orang pengawal HRS? Ya, karena saat saya di interogasi, sebuah proses di luar hukum acara, bukan proses BAP, saya sempat ditanyakan tentang TP3 dan peran saya dalam advokasi extra judicial killing peristiwa KM 50 tersebut. Dan lucunya, dokumen Laporan Pemantauan dari KOMNAS HAM tentang peristiwa KM 50 ikut disita dalam penggeledahan di rumah saya dan malah dituntut UNTUK DIMUSNAHKAN. Padahal kalau akal sehat digunakan, dan perkara ini adalah murni perkara hukum terorisme yang terjadi dalam rentang waktu 2014-2015, apa hubungan antara tuduhan dan dakwaan dalam perkara ini dengan peristiwa KM 50 yang terjadi pada Desember 2020? Dan apa hubungan dokumen KOMNAS HAM yang adalah merupakan lembaga Negara yang memang berwenang membuat Laporan, malah dijadikan barang sitaan dan dituntut UNTUK DIMUSNAHKAN ? Ayo, pikir dengan akal sehat.


Lalu ketika kasus rekayasa terhadap extra judicial killing tersebut dilakukan proses sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pembelaan dalam kasus tersebut menyebutkan bahwa FPI adalah organisasi yang terkait dengan terorisme dan pembelanya mengajukan doxa, bahwa pembunuhan di luar proses hukum terhadap kelompok yang dilabel teroris, walau tidak ada bukti hukum, adalah sebuah tindakan yang dibenarkan, dibolehkan dan sah secara moral, semata-mata karena alasan, bahwa yang dibunuh adalah teroris hanya berdasarkan labeling dan framing semata, hal ini yang dikehendaki oleh para ahli rekayasa perkara dan ahli rekayasa hukum.

 

Berikut ini buktinya:

https://news.detik.com/berita/d-5959072/bacakan-pleidoi-pengacara-2-polisi-salahkan- hrs-laskar-fpi-di-kasus-km-50

Darimana makhluk tersebut berani menyatakan FPI terafiliasi dengan ISIS? Apa bukti hukum pernyataan tersebut? Inilah bukti kongkrit adanya ORKESTRA KONSTRUKSI kasus yang sama persis antara apa yang saya alami dalam perkara a quo, dalam upaya membebaskan perbuatan extra judicial killing KM 50 dari jerat hukum, yaitu dengan KONSTRUKSI DASAR, bahwa bila satu kelompok difitnah terafiliasi dengan teroris, maka sah untuk dibunuh dan dibantai. Dan sebaliknya dalam fitnah dan rekayasa melalui dakwaan yang ditujukan kepada saya dalam perkara a quo, digunakan juga KONSTRUKSI DASAR tersebut untuk menjustifikasi fitnah, bahwa FPI terkait terorisme, melalui konstruksi sebagaimana yang diucapkan dalam pembelaan kasus KM 50. Dan mereka mati-matian dengan segala kekuasaan yang dimiliki, sedang berupaya keras untuk menyatakan saya agar divonis bersalah, agar fitnah yang mereka lakukan tersebut mendapat justifikasi secara hukum.

 

Dengan logika bar-bar yang dibangun oleh komplotan para pembunuh tersebutlah, maka rekayasa yang dilakukan terhadap kasus yang saya alami ini, mulai dari penciptaan issue FPI bagian dari jaringan teroris, lalu dibuatkan dan diciptakan kondisi seolah-olah saya dan FPI terkait dengan jaringan teroris dan aksi terorisme. Cipta kondisi yang paling dungu adalah dengan merekayasa peristiwa bingkisan dan bungkusan yang tertulis nama saya dan FPI, lalu didatangkan Gegana untuk menciptakan kesan seolah-olah bingkisan dan bungkusan tersebut adalah bahan peledak, lalu dibuatkan berita berhari-hari di berbagai media untuk menanamkan kedalam memori publik dan menciptakan jejak digital bahwa memang saya dan FPI terkait tindakan terorisme. Bagi mereka, komplotan para pembunuh 6 orang pengawal HRS dan perekayasa perkara a quo, dengan upaya merekayasa agar saya dinyatakan bersalah melalui rangkaian proses yang juga penuh rekayasa, maka extra judicial killing terhadap 6 orang pengawal HRS menjadi sah secara hukum dan TIDAK BOLEH DIPERSOALKAN. Saya hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada Allah takdir yang akan saya jalani.


Lā haula wa lā quwwata illā billāhil 'aliyyil azhīmi


Berikut ini sebagian berita yang di design sedemikian rupa untuk operasi media penterorisan FPI dan pemenjaraan saya:


https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/05/19121391/benda-mencurigakan- bertuliskan-fpi-munarman-awalnya-dikira-paket-pesanan?page=all


 

https://www.viva.co.id/berita/metro/1361581-benda-misterius-bertuliskan-fpi- munarman-bikin-geger-depok



https://www.jawapos.com/nasional/hukum-kriminal/05/04/2021/benda-mencurigakan- bertuliskan-fpi-munarman-gegerkan-warga-depok/


 

https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/8kol6eMK-benda-mencurigakan-bertuliskan- fpi-munarman-ditemukan-di-depok



https://makassar.terkini.id/heboh-benda-bertuliskan-fpi-munarman-ditemukan-warga- gegana-bergerak/


 

https://news.detik.com/berita/d-5520734/ini-penampakan-benda-bertulisan-munarman- fpi-yang-ditemukan-di-depok




https://metro.tempo.co/read/1449240/penemuan-paket-misterius-bertuliskan-fpi- munarman-di-depok-gegana-turun-tangan


 

Sangat jelas dan terang benderang bagi orang yang berakal sehat dan masih memiliki nurani, cipta kondisi menjelang penangkapan saya melalui operasi intelijen seperti di atas. Tiga minggu setelah mereka membuat sendiri peristiwa tersebut, dan media-media heboh menjadikan peristiwa ciptaan hasil operasi intelijen tersebut, sebagai berita selama berhari-hari, dengan tujuan terdapat kondisi psikologi massa yang akan mendukung penuh penangkapan dan rekayasa kasus terhadap diri saya. Modus operandi, fitnah dan rekayasa seperti ini, dilakukan karena memang faktanya saya TIDAK ADA KAITAN dengan kelompok teroris manapun dan tindakan terorisme apapun. Namun karena tidak ada bukti hukum apapun, tapi targetnya saya harus masuk penjara, pembubaran FPI memiliki justifikasi, dan kasus extra judicial killing 6 pengawal HRS TIDAK BISA DIPERSOALKAN SECARA HUKUM HAK ASASI MANUSIA, maka operasi fitnah yang diluar akal sehat tersebut dilakukan tanpa malu. Hebatnya lagi, mereka buat sendiri cerita karangan tersebut, lalu mereka percaya sendiri, lalu mereka ketakutan sendiri, lalu bernafsu sendiri untuk berlomba-lomba membuktikan bahwa saya adalah gembong teroris. Sampai detik inipun, mereka tetap saja mengorek-ngorek informasi dari semua tersangka yang ditangkap maupun Napiter yang sedang menjalani masa hukuman melalui proses interogasi yang di luar hukum acara pidana, bahkan mantan Napiter yang sudah selesai menjalani hukuman pun terus mereka tekan untuk mengucapkan kalimat bahwa saya seolah-olah gembong teroris. Mereka kelompok orang-orang zalim ini, terus menerus berupaya mencari-cari kesalahan saya dengan target utama memenjarakan saya.

Begitu juga operasi media untuk cipta kondisi, terus mereka lakukan dengan memproduksi issue-issue terorisme, Islam dan Ormas Islam. Di era pasca-kebenaran (post-truth) yaitu situasi dimana fakta yang objektif kalah berpengaruh dibanding emosi atau keyakinan seseorang, sehingga melalui sarana media massa mainstream maupun media sosial, fakta objektif menjadi tidak penting dalam membentuk opini publik, karena yang lebih penting dan kuat adalah informasi yang di-design tersebut bisa mempengaruhi emosi dan keyakinan dari komunikan secara massif, sehingga diharapkan dukungan publik untuk menteroriskan FPI dan memenjarakan saya bisa berlangsung dengan mulus dan sukses.

Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,

Alhamdulillah, rangkaian fitnah dan rekayasa ini akhirnya terungkap sendiri dalam persidangan a quo, yang dengan semangat 45, dalam proses pembuktian yang lalu, telah menampilkan kultwit alias rangkaian cerita halusinasi dari postingan twitter, yang kontennya memang dibuat oleh pihak-pihak perekayasa opini, designer informasi, buzzer bayaran, dengan merangkai beberapa peristiwa yang tidak berhubungan lalu dikonstruksi seolah-olah peristiwa tersebut adalah sebuah rangkaian perbuatan pidana. Postingan twitter tersebut, bila kita lihat dari kacamata content analisys, substansi konstruksinya sama persis dengan materi pembelaan kasus KM 50 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dengan perkara a quo yang sedang saya jalani saat ini. Tanpa ilmu dan tanpa malu, postingan twitter yang memuat fitnah terhadap diri saya dan FPI ditampilkan dalam persidangan a quo, mulai dari peristiwa UIN, lalu Maklumat FPI, lalu kegiatan di Makassar, lalu acara di Medan, dan terus dihubungkan dengan peristiwa Monas 2008, lalu dirangkai dengan pernyataan beberapa teroris yang lalu dihubungkan dengan pembubaran FPI lalu terakhir saya dijadikan target sebagai personifikasi rangkaian halusinasi dan ilusi tersebut.

 

Tidak ada upaya investigasi ilmiah dan scientific terhadap konten fitnah twitter tersebut, seperti siapa pemilik akun, kapan diposting, dan dalam konteks apa twitter fitnah tersebut dibuat. Justru dengan kebanggaan orang yang kurang up date informasi, dan dengan nafsu untuk menunjukkan bahwa sudah berprestasi dalam karier, berhasil menjebloskan saya dalam penjara, konten twitter tersebut dipertontonkan di persidangan ini. Dan dengan KONSTRUKSI konten twitter tersebut perkara a quo dibangun dan dijadikan dasar dakwaan.

Lalu untuk mewujudkan konstruksi yang dibangun melalui postingan twitter tersebut, saya dijadikan target untuk dijadikan sebagai sasaran fitnah, sekaligus tumbal pesugihan karir. Karena saya adalah yang paling keras dalam menyuarakan pembelaan dan mengupayakan agar extra judicial killing terhadap 6 orang pengawal HRS tersebut harus dipertanggungjawabkan secara hukum, melalui mekanisme hukum Hak Asasi Manusia baik pada level nasional, maupun berlanjut pada level internasional. Setelah pada level nasional lembaga yang harusnya mengungkap sebuah peristiwa pelanggaran HAM Berat, justru malah berkomplot menutupi dan melakukan obstraction of justice.

Proses berikutnya dari rangkaian fitnah, sebagaimana yang sudah saya sampaikan dalam Eksepsi terdahulu, rangkaian fitnah melalui berbagai media massa, baik mainstream maupun medsos terus berlanjut hingga hari ini. Operasi cipta kondisi melalui berbagai saluran media maintsream maupun medsos tersebut dapat kita lihat pada hari-hari selama persidangan, berbagai media tersebut menuliskan serial berita dengan key word untuk memudahkan jejak digital negatif tersimpan di big data, yaitu "sidang kasus terorisme Munarman". Secara sengaja diksi terorisme dilekatkan kepada nama saya dalam berbagai pemberitaan. Lalu konten dari berita-berita tersebut memuat keterangan saksi-saksi dan "ahli-ahli" yang telah dikondisikan untuk memberatkan saya dalam persidangan tanpa memuat bantahan dari saya dan tanpa melakukan verifikasi lanjutan atas pernyataan-pernyataan sepihak tersebut.

Ketika saksi-saksi dan "ahli-ahli" yang telah dikondisikan tersebut membuat pernyataan yang memberatkan walau tanpa bukti lanjutan dan tanpa verifikasi, serta tanpa metodologi dan nalar yang dapat dipertanggungjawabkan, maka media-media pencipta opini berlomba-lomba menuliskan dan memuat berita tersebut, tapi ketika keterangan tersebut saya bantah dan ketika kesempatan saya membuat bantahan, maka media- media tersebut menuliskan dengan diksi "Munarman KLAIM ". Begitu juga ketika saksi

yang meringankan dihadirkan oleh Penasihat Hukum saya, keterangan yang meringankan dari saksi tersebut ditulis sebagai klaim, oleh berbagai media. Penggunaan diksi KLAIM tersebut adalah untuk mem-framing bahwa pernyataan saya dan saksi tersebut hanya sepihak dan tidak didukung bukti. TETAPI, ketika saksi dan ahli yang memberatkan membuat pernyataan sepihak, media tersebut menuliskan tanpa diksi KLAIM, "saksi menyatakan" , "ahli menyatakan", bahkan ada yang sengaja menuliskan judul berita dengan kalimat, "Ternyata..", seolah sebuah kebenaran baru saja terungkap.

Sepanjang proses persidangan ini, selain saya harus membela diri dalam persidangan, saya juga harus mati-matian melalui Penasihat Hukum saya untuk meluruskan berbagai pemberitaan media yang misleading dan insinuatif. Media-media tersebut telah melakukan TRIAL BY THE PRESS dan TRIAL BY OPINION terhadap saya sebelum vonis pengadilan diputuskan. Contoh kongkrit bentuk-bentuk framing dan misleading oleh berbagai media yang mengutamakan sensasi tersebut adalah berita-berita dengan judul bombastis seperti; "Munarman Dituntut Hukuman Mati", padahal, faktanya persidangan saat itu baru pada tahap pemeriksaan saksi, lalu berikutnya berita dengan judul "Ditemukan Kalimat Bai’at Berkali-Kali Dalam Handphone Munarman yang Disita",

 

tanpa menjelaskan dalam berita tersebut bahwa kata Bai’at tersebut adalah permintaan bai’at pelantikan untuk pengurus FPI di berbagai daerah dan TIDAK ADA KAITAN DENGAN BAI’AT TERHADAP ISIS ATAU TINDAKAN TERORISME. Baru setelah

Penasihat Hukum saya mengajukan hak jawab, dimuatlah klarifikasi atas bai’at yang

dimaksud dalam HP saya tersebut.

Begitu juga saat Ahli yang dihadirkan oleh Penasihat Hukum saya, yaitu ROCKY GERUNG, panjang lebar uraian dari ROCKY GERUNG mengenai kedunguan berfikir oleh pihak-pihak yang merekayasa perkara saya, namun hanya karena ada satu diksi yang digunakan oleh ROCKY GERUNG yaitu perangai brutal saya, yang disebut oleh ROCKY GERUNG terkait peristiwa Monas yang sudah selesai secara hukum, namun media-media menuliskan diksi perangai brutal ini berulang-ulang dan tetap dalam framing target yang mereka inginkan yaitu mem-framing saya sebagai pelaku kekerasan. PADAHAL JUSTRU ROCKY GERUNG MEMBANDINGKAN DENGAN UPAYA YANG SAYA LAKUKAN DALAM MEMBAWA FPI SEBAGAI ORGANISASI KEMANUSIAAN. Inilah bentuk-bentuk

framing yang terus-menerus dilakukan oleh media-media jahat yang terus-menerus menutupi kebenaran dengan framing dan agenda setting mereka sendiri.

Praktik penerapan standar ganda dalam pemberitaan dan pembentukan opini seringkali dilakukan dengan menyalahgunakan media massa. Contoh kongkrit yang bisa saya tunjukkan adalah dalam kasus perang Rusia vs Ukraina di komparasi dengan penjajahan Israel atas Palestina. Jelas sekali media massa dan dunia global menerapkan standar ganda dalam framing berita dan issue dalam kedua hal tersebut. Berikut bukti kongkrit jurnalisme yang prejusdice dan standar ganda dalam melakukan pemberitaan, yang direkam oleh salah media yang berani melakukan otokritik.

https://international.sindonews.com/read/706195/41/standar-ganda-media-barat- ukraina-melawan-dicap-pahlawan-palestina-melawan-dicap-teroris-1646715830


Pola pemberitaan standar ganda tersebut bukan saja terjadi dalam masalah perang Rusia vs Ukraina, tapi dalam kasus yang saya alami banyak media juga menerapkan standar ganda. Dalam pemberitaan terhadap saya, sejak penangkapan hingga persidangan, berulang kali media menuliskan diksi SIDANG KASUS TERORISME MUNARMAN, TERDAKWA KASUS TERORISME MUNARMAN, selalu media menggandengkan nama saya dengan diksi TERORISME.

 

Namun pada sisi lain, ketika memberitakan pembantaian 8 orang pekerja tower di Kabupaten Puncak Jaya, MEDIA TIDAK SEKALIPUN MENYEBUT KATA TERORISME

dalam pemberitaannya. Padahal jelas-jelas, dalam peristiwa terorisme yang dilakukan oleh OPM tersebut, telah terjadi penggunaan kekerasan yang berakibat menimbulkan korban jiwa, mengakibatkan ketakutan dan berulang-ulang tindakan terorisme oleh OPM tersebut dilakukan. Unsur-unsur tindak pidana terorisme sebagaimana Pasal 6 dan Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 jo. Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2018 telah sangat terpenuhi dalam berbagai peristiwa di Papua. Korbannya bukan saja masyarakat sipil, namun aparat negara TNI/POLRI pun sudah banyak yang menjadi korban, namun sekali lagi, TIDAK ADA media yang menuliskan hal tersebut sebagai perbuatan terorisme.


Begitu juga terhadap kasus bom molotov terhadap pos Polisi di Bekasi, TIDAK ADA PENYEBUTAN TERORISME sedikitpun dalam pemberitaan media. Bisa kita lihat secara fakta dari kedua kasus tersebut, TIDAK ADA satupun media menyebut tindakan tersebut sebagai tindakan terorisme yang dilakukan oleh teroris lone wolf atau kelompok teroris. Tapi, ketika saya ditangkap, hingga persidangan ini berlangsung, media-media selalu menyematkan kata terorisme dalam pemberitaan mereka. PADAHAL BENTUK KEKERASAN APA? DAN SIAPA KORBAN JIWA YANG SUDAH SAYA TIMBULKAN? PERISTIWA TERORISME APA? YANG MANA? DIMANA? DAN KAPAN SAYA LAKUKAN ?


Semua labeling dan framing tersebut dalam fakta persidangan ternyata TIDAK ADA SATUPUN YANG TERBUKTI, tapi media-media SUDAH melakukan vonis melalui TRIAL BY THE PRESS terhadap saya. Bahkan bukan saja terhadap saya pribadi, urusan privasi keluarga saya pun digosipkan dan dijadikan berita sensasional oleh banyak media saat penangkapan terjadi. Bumbu gosip dan sensasi yang menyertai peristiwa penangkapan saya adalah modus khas dan selalu digunakan dalam kasus-kasus yang syarat dengan rekayasa dan kepentingan non yuridis. Tujuannya adalah untuk CHARACTER ASSASINATION sekaligus mengaburkan fakta demi mengkonstruksi kasus sesuai dengan kehendak komplotan perekayasa. Semua labeling dan framing dapat saya ilustrasikan sebagaimana gambar dibawah ini:


 

Saya tidak sungkan untuk menyuarakan kritik terhadap berbagai perilaku yang menyalahgunakan fungsi dari media massa yang hanya menjadi perpanjangan tangan dari kelompok penguasa (THE RULING CLASS) yang zalim, untuk mem-framing dan me-labeling kelompok lainnya sebagai penjahat, untuk menutup-nutupi kezalimannya. Karena memang media saat ini sudah banyak disalahgunakan fungsinya, bukan lagi sebagai pemberi informasi yang benar, tapi sudah menjadi IDEOLOGICAL STATE APPARATUS, meminjam istilah LOUIS ALTHUSSER, dari kelompok yang berkuasa atau THE RULING CLASS, dalam bahasa ANTONIO GRAMCI, sudah menjadi APPARATUS HEGEMONIC dari THE RULING CLASS. Sehingga kelompok atau orang yang dianggap menganggu SUPERIORITAS/SUPREMASI DARI THE RULING CLASS tersebut akan di-labeling dan di-stigma dengan berbagai predikat negatif. Sepanjang pengalaman saya berinteraksi dengan media-media mainstream, memang saya diposisikan oleh mereka sebagai tokoh antagonis yang jahat dan keji. Itulah wacana simbolik yang mereka ingin tampilkan terhadap diri saya, sehingga seolah tidak ada sisi baik dalam diri saya.


Komplotan pembunuh, tukang fitnah dan perekayasa hukum, hanya karena sedang memegang otoritas, mempunyai kekuatan simbolik untuk mengonstruksi dan mendefinisikan realitas sesuai dengan selera dan ideologinya, melalui wacana simbolik terorisme. Dan pemaknaan wacana simbolik terorisme yang di copy paste dari Amerika dan dijalankan oleh para penguasa jahat ini, didukung oleh IDEOLOGICAL STATE APPARATUS atau APPARATUS HEGEMONIC, yang dengan gagahnya membalikkan logika, tidak perlu mempertimbangkan HAM orang yang dituduh teroris, yang harus dipertimbangkan adalah HAM korban Teroris. Sebagaimana yang terjadi di Jawa Tengah baru-baru ini, ada seorang dokter yang kakinya difabel, ditembak mati, hanya karena di label sebagai Tersangka Teroris. Padahal TIDAK ADA VONIS PENGADILAN BERSALAH TERHADAP dokter tersebut. Yang pada intinya, bila seseorang disebut Teroris, sah untuk dilakukan apapun termasuk di extra judicial killing. Seolah benar argumen ini, namun APARATUS IDEOLOGI dan APARATUS HEGEMONI tersebut lupa, bahwa orang yang dijadikan tersangka tersebut, belum divonis bersalah oleh pengadilan. Mereka baru disangka dan didakwa, namun para intelektual tukang, akademisi, media dan berbagai pihak tersebut sudah menjatuhkan vonis melalui TRIAL BY OPINION.


Namun dalam kenyataan lain, yang substansi permasalahannya adalah masalah terorisme, yaitu ketika, aparat TNI/POLRI, tenaga kesehatan, guru, pekerja infrastruktur dan masyarakat sipil lainnya telah nyata-nyata dibunuh dalam jumlah yang massif oleh kelompok teroris separatis, mereka kaum yang menamakan dirinya intelektual dan berkoar-koar anti terhadap terorisme tersebut bungkam seribu bahasa. Media-media pun yang selama ini menghakimi saya melalui Trial by The Press, TIDAK ADA SATUPUN YANG MENYEBUTKAN BAHWA TINDAKAN YANG DILAKUKAN OLEH KELOMPOK SEPARATIS TERSEBUT SEBAGAI TINDAKAN TERORISME. PARA TERORIS YANG TELAH MELAKUKAN BERBAGAI PERBUATAN TERORISME TERSEBUT

HANYA DISEBUT KKB. Padahal jelas-jelas, mereka menggunakan kekerasan, korban bersifat massal, pembunuhan terjadi berulang-ulang, dan cara yang dilakukan sama kejinya dengan kelompok teroris lainnya. Namun TIDAK ADA HISTERIA, KEHEBOHAN DAN FRAMING TERORIS DAN TERORISME sebagaimana yang saya alami. Inilah bentuk-bentuk standar ganda yang diterapkan baik oleh penguasa negeri yang jahat maupun oleh media-media yang menyalahgunakan fungsi media. Ada apa denganmu..?

 

Mereka hanya disebut KKB, masyarakat awam juga tidak banyak yang tahu kepanjangan dari KKB. Istilah ini secara sengaja digunakan untuk menyembunyikan perbuatan terorisme yang telah dilakukan oleh OPM.


“TUGAS Pers bukanlah untuk menjilat penguasa, tapi mengkritik orang yang sedang berkuasa". Itu ucapan terkenal tokoh pers pendiri Harian Kompas, PK OJONG (1920 - 1980). ILHAM BINTANG Wartawan Senior menyatakan "Tidak kita pungkiri satu dasawarsa terakhir pers nasional kembali mengalami ancaman malfungsi". Dalam konteks issue terorisme saat ini, pers juga telah mengalami malfungsi dengan hanya berfungsi menyebarkan propaganda dari penguasa tanpa sedikitpun bersikap kritis dan bahkan menerapkan standar ganda.


Berikut ini saya tampilkan penerapan standar ganda dalam pemberitaan terhadap aksi terorisme yang dilakukan OPM, tapi hanya ditulis KKB saja oleh berbagai media. Tidak ada diksi kelompok teroris dan perbuatan terorisme sama sekali dalam berbagai pemberitaan tersebut.


https://daerah.sindonews.com/artikel/jatim/4088/biadab-opm-bantai-31-pekerja- pembangunan-jembatan-di-nduga-papua


 

https://news.detik.com/berita/d-4329484/31-pekerja-jembatan-dibunuh-usai-kkb- upacara-papua-merdeka



https://www.jpnn.com/news/kkb-bantai-31-pekerja-proyek-jembatan-nduga-dihentikan


 

https://www.jawapos.com/nasional/06/12/2018/pasukan-gabungan-temukan-16-jasad- korban-serangan-brutal-kkb/



https://regional.kompas.com/read/2020/09/17/20185121/kkb-bunuh-pengemudi-ojek- berselang-3-jam-habisi-prajurit-tni-di-intan-jaya


 

https://www.merdeka.com/peristiwa/kkb-kembali-bunuh-guru-di-distrik-beoga- papua.html



https://news.detik.com/berita/d-5535700/deretan-kebengisan-kkb-di-papua-bunuh- guru-hingga-siswa


 

https://news.detik.com/berita/d-5546166/kabinda-papua-gugur-ditembak-kkb-di- belakang-kepala



https://amp.kompas.com/regional/read/2021/09/17/153436878/cerita-nakes-korban- kekejaman-kkb-dilempar-ke-jurang-hingga-ditelanjangi


https://nasional.sindonews.com/read/417314/14/miris-95-nyawa-melayang-akibat-aksi- brutal-kkb-selama-3-tahun-1620090305




Cuplikan berita-berita diatas adalah bukti nyata standar ganda dalam issue terorisme yang menjadi kenyataan di Indonesia saat ini. Yang lebih sadis dalam penerapan standar ganda ini adalah ketika saya dan FPI membuat pernyataan yang mengecam perbuatan terorisme kelompok separatis OPM yang telah membunuh aparat negara TNI/POLRI, membantai tenaga kesehatan, guru dan pekerja infrastruktur serta masyarakat sipil lainnya, TIDAK ADA SATUPUN media yang memuat berita kecaman tersebut. Ajaib bukan..?

 

 

 

YANG LEBIH ANEH BIN AJAIB LAGI, APARAT PENEGAK HUKUM YANG BIASANYA PALING GANAS DAN SEMANGAT UNTUK MEMBANGUN OPINI, FRAMING, LABELING TERORIS TERHADAP KELOMPOK TERTENTU DAN KEPADA SAYA SERTA FPI KHUSUSNYA, JUSTRU MENYATAKAN SECARA TERBUKA, TIDAK MENGIRIMKAN DENSUS 88 UNTUK MENANGANI KELOMPOK TERORIS SEPARATIS TERSEBUT DAN MENOLAK JUGA MENYEBUT KELOMPOK SEPARATIS TERORIS TERSEBUT DENGAN SEBUTAN TERORIS. Namun

terhadap orang yang BELUM JELAS melakukan kekerasan apa, tindakan terorisme dimana dan kapan, Densus 88 SUDAH MAIN TEMBAK DAN BUNUH secara EXTRA JUDICIAL KILLING.


SELAIN ANEH BIN AJAIB, HAL INI MAKIN MEMBUKTIKAN PENERAPAN STANDAR GANDA, KETIDAKADILAN DAN KEZALIMAN YANG NYATA. MAKIN MEMPERKUAT BUKTI BAHWA PERKARA TERHADAP DIRI SAYA, ADALAH PERKARA REKAYASA UNTUK KEPENTINGAN NON YURIDIS DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DAN PERANGKAT HUKUM YANG ADA. Berikut

bukti yang saya sampaikan dalam PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM STANDAR GANDA tersebut:


https://news.detik.com/berita/d-5547784/polri-belum-nyatakan-kkb-sebagai-kelompok- teroris


 

https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/05/06/04000061/polri-belum-tugaskan- densus-88-untuk-tindak-kkb-di-papua



https://www.gelora.co/2021/09/kepala-densus-88-minta-setop-penggunaan.html?m=1


 

Lihatlah penulisan oleh salah satu media di atas, menulis kata TERORISME saja sengaja dikaburkan. Betapa standar ganda dan ketidakadilan dalam bentuk TRIAL BY OPINION dan TRIAL BY THE PRESS yang dilakukan terhadap saya sedemikian kongkrit. Dalam perkara yang sedang saya alami a quo, pembentukan opini untuk menteroriskan FPI gencar sekali, melalui berbagai pemberitaan yang sengaja di-design, bahkan juru bicara APH tersebut jelas-jelas, ketika saya dalam proses penangkapan menyatakan bahwa ditemukan bahan peledak dengan daya ledak tinggi di Sekretariat FPI dan menyatakan akan memeriksa pengurus FPI lainnya. Namun faktanya hingga persidangan ini hampir selesai, semua yang dipropagandakan di berbagai media tersebut tidak ada buktinya. Soal bahan peledak, tidak pernah dijadikan bahan pemeriksaan di persidangan. Semua hanya omong kosong untuk sekedar permainan TRIAL BY OPINION dan TRIAL BY THE PRESS semata.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Kembali ke proses awal perkara ini dilaporkan, pelapor atas nama IMAM SUBANDI, seorang aparat yang bertugas sebagai salah satu pejabat pelaksana operasional di Densus 88, bergelar Doktor, berpangkat AKBP saat membuat laporan, telah membuat LAPORAN POLISI dengan hanya bermodalkan video youtube dan postingan video di twitter. Lalu berhalusinasi dan mengarang cerita bahwa para pelaku terorisme adalah pengurus FPI sebagaimana dalam BAP-nya. Faktanya, apa yang disebut dalam BAP pelapor IMAM SUBANDI ini, bahwa beberapa nama yang disebutkan dalam BAP sebagai pengurus FPI hingga proses persidangan ini pada tahap Pembelaan, TIDAK PERNAH TERBUKTI. Begitu juga ketika video yang dijadikan modal membuat Laporan Polisi tersebut ditonton bersama di persidangan, dengan framing bahwa saya berbai’at ke ISIS, ternyata setelah DITONTON BERSAMA DALAM PERSIDANGAN, TIDAK TERBUKTI

SAYA IKUT BERBAI’AT. Di dalam video yang ditonton bersama, saya TIDAK

MENGANGKAT TANGAN ATAUPUN MENGUCAPKAN KALIMAT BAI’AT, namun si

pelapor IMAM SUBANDI yang dilanjutkan oleh Penuntut Umum dalam persidangan, tetap menyatakan bahwa saya berbai’at. Nampak jelas hawa nafsu si pelapor tersebut untuk menjerumuskan saya ke dalam penjara. Mungkin bagi si pelapor, dengan saya masuk penjara, secara karier dianggap prestasi dan keberhasilan serta kesuksesan besar yang akan diberi hadiah kenaikan pangkat dan jabatan atau hadiah lainnya.


Hal ini mengingatkan saya pada sebuah kisah dua orang pemburu yang membidik objek buruannya, pemburu yang satu menyatakan bahwa objek tersebut adalah burung, pemburu satu lagi menyatakan bahwa objek tersebut adalah tupai. Kedua pemburu berdebat sengit hingga akhirnya diputuskan bahwa pemburu yang menyatakan bahwa objek tersebut adalah tupai, dipersilahkan menembak objek tersebut. Namun ternyata ketika senjata meletus dan tidak mengenai objek tersebut, dan objek tembakan tersebut TERBANG KE LANGIT, maka pemburu yang menyatakan bahwa objek tersebut tupai dengan santainya menyatakan, "WAH TERNYATA TUPAINYA BISA TERBANG".

 

Inilah gambaran yang bisa menjelaskan situasi dan kondisi yang saya alami dalam perkara ini. Ketika fitnah-fitnah yang didakwakan kepada saya, bahwa saya seolah-olah:

(1) berbai’at kepada ISIS, (2) bahwa FPI difitnah mendukung ISIS melalui Maklumat, (3) bahwa pengurus FPI terlibat tindakan terorisme, (4) bahwa saya difitnah bagian dari jaringan teroris, bahkan sebagai GEMBONG teroris, TIDAK ADA SATUPUN YANG BISA DIBUKTIKAN DI PERSIDANGAN INI. Maka melalui TRIAL BY THE PRESS, TRIAL BY OPINION, pihak-pihak yang memfitnah tersebut TETAP SAJA membuat pernyataan sebagaimana cerita TUPAI BISA TERBANG di atas.


Sikap kepala batu dan ngotot berpendapat TUPAI BISA TERBANG ini terus berlanjut. Dalam persidangan ini telah dihadirkan satu orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik, yang dengan kasat mata, menggunakan metodologi googling untuk melakukan profiling terhadap saya, lalu bahan-bahan hasil googling tersebut diubah seenaknya sendiri, kalimat-kalimatnya disesuaikan dengan selera si pemberi order, demi membangun profil negatif terhadap saya. Kalimat dalam sebuah situs berita, yang situs berita tersebut juga hanya menampilkan satu sisi saja terhadap peristiwa yang juga tidak pernah diverifikasi kebenarannya, lalu oleh orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik, kalimat dalam berita tersebut diubah, seolah-olah kalimat tersebut adalah kalimat langsung dari saya. Begitu juga terhadap hasil googling lainnya, orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik tersebut menambah- nambah kalimat yang tidak ada menjadi seolah-olah ada, dan kalimat tersebut dinisbatkan kepada saya.


Berikut ini perbandingan antara kalimat yang terdapat dalam BAP keterangan orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik dengan kalimat yang tertulis dalam berita:


https://sumsel.inews.id/berita/kisah-munarman-putra-palembang-di-balik-transformasi- fpi


 

Terdapat perbedaan yang sangat jauh antara kata "mengakui" seperti yang dikarang oleh penjahat Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik dengan kata yang tertulis di sumber informasinya yaitu, "dia disebut menolak". Media yang membuat berita tersebut saja, masih menuliskan kata yang mengandung pengertian tuduhan pihak lain terhadap diri saya. Sementara si penjahat yang mengaku ahli tersebut, mengubah tanpa malu, bahwa itu adalah pengakuan saya. Dan ketika ditunjukkan kepada orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik tersebut sumber kutipannya yang berbeda kalimatnya, orang yang mengaku ahli tersebut menjawab ke hal-hal lain yang tidak ada hubungan dengan pertanyaan dan tetap saja menyatakan, TERNYATA TUPAI BISA TERBANG. Tunggulah nanti di yaumil hisab.


Padahal kita sama mengetahui, berita-berita di internet yang dijadikan rujukan adalah situs-situs berita, dimana secara faktual, situs berita tersebut dikelola oleh orang-orang yang meminjam teori ALTHUSER dan GRAMSCI memiliki peran sebagai IDEOLOCAL STATE APPARATUS dan atau APPARATUS HEGEMONIC. Para penulis berita ini, tidak bebas dari bias subjektifitas dan kepentingan institusionalnya. Dan si penulis pun tidak melakukan verifikasi dan tabayyun dalam menuliskan berita tersebut. Sehingga informasi yang sengaja disebar dan input ke dalam media internet adalah informasi yang hanya mengikuti kerangka ideologis wacana simbolik yang diinginkan oleh THE RULING CLASS. Belum lagi taktik take down dan banned terhadap informasi dan profile yang tidak diinginkan oleh THE RULING CLASS.


SEHINGGA, METODE ORANG YANG MENGAKU AHLI PSIKOLOGI KLINIS DAN PSIKOLOGI FORENSIK INI, MENGALAMI BEBERAPA KALI KESALAHAN FATAL SECARA METODOLOGI, YAITU, PROFILING HANYA DIDASARKAN GOOGLING BERITA, BERITA YANG DIAMBIL HANYA BERITA YANG NEGATIF DAN TIDAK PERNAH DIVERIFIKASI, BAHKAN BERITA TERSEBUT SUDAH DI DAUR ULANG ATAU DITULIS ULANG YANG BERSUMBER DARI BERITA MEDIA LAINNYA, DENGAN TENTU SAJA, BERBAGAI TAMBAHAN SI PENULIS BERITA YANG MENDAUR ULANG TERSEBUT, LALU OLEH YANG MENGAKU AHLI PSIKOLOGI KLINIS DAN PSIKOLOGI FORENSIK, SUMBER TERSIER YANG SUDAH MENGALAMI DISTORSI TERSEBUT, KEMBALI DIUBAH-UBAH KALIMATNYA MENURUT KEMAUAN SI AHLI BERDASARKAN ORDER PENYIDIK. INILAH FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN.


Logika berfikir TUPAI BISA TERBANG ini, juga diterapkan dalam hal menilai isi ceramah saya, yang TIDAK ADA SATUPUN berisi atau bermaksud mendukung ISIS atau pun menyuruh mendukung ISIS atau menyuruh melakukan, atau menggerakkan orang lain untuk melakukan, atau mengarahkan orang lain untuk melakukan, atau memprovokasi orang lain untuk melakukan, TIDAK ADA SATUPUN kata atau kalimat saya yang mengandung tujuan untuk menggerakkan orang melakukan perbuatan terorisme, TIDAK ADA KATA atau KALIMAT saya yang mengarah ke BAI’AT, HIJRAH, MENYURUH MELAKUKAN KEKERASAN DALAM BENTUK APAPUN,

 

MENYURUH MEMBUNUH, MENYURUH MENCULIK, MENYURUH MENGHANCURKAN BENDA-BENDA ATAU OBJEK VITAL, ATAU MENYURUH I'DAD DALAM SEGALA BENTUKNYA.


Namun karena sudah TIDAK ADA BUKTI yang bisa membenarkan fitnah tersebut, maka dalam proses persidangan ini, kata-kata dan kalimat saya dalam kegiatan di Makassar dan Medan TELAH DIANALOGIKAN oleh Penyidik dan Penuntut Umum seolah-olah, kalimat-kalimat saya tersebut adalah merupakan faktor penggerak orang lain dan permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan terorisme, dengan modus secara sengaja MENYESATKAN MAKNA dari kalimat yang saya ucapkan. Kata atau diksi yang dikriminalisasi tersebut adalah QISASH, HUDUD, TA'ZIR, JIHAD, KHILAFAH DAN DAULAH. Padahal kata atau diksi qisash, hudud, ta'zir, Khilafah dan Daulah adalah kosa kata yang bersifat denotatif, namun oleh pihak Penyidik dan Penuntut Umum diartikan sebagai makna konotatif. Maka seharusnya yang duduk di kursi Terdakwa ini adalah Penyidik dan Penuntut Umum yang memiliki pemahaman sesat terhadap qisash, hudud, ta'zir, khilafah dan daulah ini, karena pemahaman Penyidik dan Penuntut Umum sama persis sesatnya seperti pemahaman para teroris yang dihadirkan sebagai saksi dipersidangan a quo. Dan perlu saya ingatkan, bahwa dalam HUKUM PIDANA DILARANG KERAS MELAKUKAN ANALOGI TERHADAP SEBUAH FAKTA ataupun NORMA.


Dalam ceramah saya tanggal 24 Januari 2015, saya justru mengingatkan, ada skenario building dari pemerintah Amerika Serikat berdasarkan dokumen NIC 2020-2025. Saya justru mengingatkan pada tahun 2015 tersebut, bahwa 5 tahun kemudian yaitu pada tahun 2020, Amerika Serikat dan sekutunya yang memprediksi akan muncul kekhilafahan Islam. Artinya, bukan saya yang menginginkan sebagai buah pikiran saya bahwa tahun 2020 akan berdiri kekhilafahan Islam. Saya hanya sekedar mengingatkan bahwa pihak Amerika Serikat dan sekutunya pasti akan menghalangi hal tersebut, melalui strategi sarang lebah untuk melakukan monsterisasi terhadap khilafah. Sehingga dengan ditampilkannya sosok monster seperti ISIS dalam wacana khilafah, maka akan muncul penolakan terhadap wacana khilafah karena sudah menjadi label yang negatif. Ini yang saya sampaikan dalam ceramah tanggal 24 Januari 2015 sebagai strategi perang dingin yang digunakan lagi. Silahkan baca baris ke delapan halaman sembilan Surat Dakwaan. Berikut saya sampaikan bukti-bukti yang menjadi rujukan pernyataan saya pada tahun 2015 yang lalu.

 

https://rmol.id/amp/2014/08/16/167958/abu-bakar-al-baghdadi-dan-isis-bagian-dari- strategi-sarang-lebah-


https://republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/03/n9m0h7-snowden- isis-bentukan-israel-as-dan-inggris




 

https://nationalgeographic.grid.id/read/13293029/strategi-sarang-lebah-isis-di-dunia- siber


Saya juga mengingatkan dalam acara tanggal 24 Januari 2015 tersebut, bahwa hati-hati jebakan dan akan dijadikan target penangkapan apabila terjebak dalam tipu daya pihak yang membangun skenario untuk merusak Islam. Sebab saya memiliki berbagai informasi tentang cara-cara penegak hukum dalam merekayasa perkara. Sebagai bukti adalah di bawah ini.

https://www.thetimes.co.uk/article/fbi-lured-dimwits-into-terror-plot-vsh8pskdb83


 

https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/operasi-penangkapan-teroris-di-new- york-adalah-rekayasa.htm



https://www.theguardian.com/world/2011/nov/16/fbi-entrapment-fake-terror-plots


 

https://internasional.kompas.com/read/2014/07/21/21084801/HRW.FBI.Kerap.Jebak.W arga.Muslim.dengan.Plot.Terorisme?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&ut m_campaign=Sticky_Mobile


Dengan demikian, secara alam pikiran saya, pada tahun 2015 tersebut, sama sekali TIDAK MENGANGGAP, kekhilafahan Islam sudah berdiri, apalagi kekhilafahan yang merujuk pada ISIS. Seandainya saya adalah orang yang sudah menjadi bagian dari ISIS, untuk apa saya berbicara prediksi tahun 2020 di saat tahun 2015 sudah ada ISIS ? Justru saya mengingatkan kepada semua pihak agar tidak terjebak pada skenario global Amerika Serikat.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Jadi, sekali lagi, sungguh di luar nalar orang sehat, bila masih saja menyatakan saya bagian atau afiliasi dari ISIS. Apalagi secara terbuka melalui berbagai media sebelum saya ditangkap, saya sudah menyatakan dengan tegas perbedaan antara FPI dan ISIS.

https://republika.co.id/berita/qorl0k396/munarman-perbedaan-ideologi-fpi-menentang- isis

 

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55501862



https://today.line.me/id/v2/article/WO0Z5v


 

https://metro.tempo.co/read/1434553/bantah-fpi-terlibat-isis-munarman-beberkan- lima-perbedaannya



https://www.suara.com/news/2021/02/19/063343/munarman-sebut-fpi-tak- mengkafirkan-orang-seperti-isis


 

Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Upaya-upaya rekayasa demi membuktikan fitnah bahwa saya adalah tokoh penggerak terorisme, dan bermufakat untuk melakukan terorisme, dibangun melalui profile negatif sosok saya yang banyak dikenal orang, dan posisi saya sebagai pengurus di DPP-FPI, dalam perkara a quo, oleh orang-orang jahat perekayasa kasus, telah dianalogikan sebagai sebuah daya upaya untuk mempengaruhi dan bermufakat dengan orang lain, telah dianalogikan sebagai perbuatan menggerakkan orang lain dan atau bermufakat dengan orang lain untuk melakukan perbuatan terorisme. SUNGGUH SESAT NALAR DAN JUMPING OF CONCLUSION. Padahal saksi-saksi yang adalah PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME yang dihadirkan untuk memberatkan saya, yang di-design dan direkayasa seolah-olah mereka terpengaruh oleh saya, justru di dalam persidangan mengungkapkan FAKTA BAHWA MEREKA TIDAK PERNAH BERINTERAKSI ATAU BERKOMUNIKASI DENGAN SAYA DALAM BENTUK APAPUN, BAIK SEBELUM MAUPUN SETELAH KEGIATAN DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH CIPUTAT TANGGAL 6 JULI 2014, BEGITU JUGA SEBELUM DAN SESUDAH KEGIATAN DI MAKASSAR TANGGAL 24 DAN 25 JANUARI 2015, MAUPUN SEBELUM DAN

SESUDAH KEGIATAN DI MEDAN 5 APRIL 2015. Dan pada saat acara berlangsung pun, mereka para saksi tersebut TIDAK PERNAH BERDISKUSI apapun dengan saya, baik dalam tanya jawab maupun diskusi informal membicarakan materi ceramah yang saya sampaikan.


Justru saksi-saksi yang dihadirkan Penasihat Hukum saya, yang mereka hadir di kegiatan tanggal 24 dan 25 Januari 2015 di Makassar, TERNYATA TIDAK TERPENGARUH APAPUN OLEH SAYA UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN TERORISME, malah

mereka memahami, bahwa ada skenario global yang sedang beroperasi untuk menjadikan umat Islam sebagai sasaran fitnah.


Bahkan saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum dari Medan pun, menyatakan bahwa DIA SUDAH RADIKAL sebelum bertemu saya, dan tidak ada pengaruh apapun terhadap kehadiran saya di acara seminar tersebut.


Yang lebih dahsyat adalah, saksi yang bertugas sebagai panitia acara di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, yang dikonstruksikan oleh perekayasa perkara a quo adalah sebagai pihak yang terafiliasi dengan saya, justru menyatakan bahwa saya dan FPI bukan kelompok mereka karena FPI dan saya masih menghalalkan demokrasi. Mereka bahkan hendak mengusir saya dari lokasi acara di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat tersebut. Dan dalam persidangan ini, justru menasehati saya untuk berhenti berprofesi sebagai advokat, karena dianggap oleh saksi tersebut sebagai hukum thogut.

https://nasional.sindonews.com/read/417314/14/miris-95-nyawa-melayang-akibat-aksi- brutal-kkb-selama-3-tahun-1620090305




Cuplikan berita-berita diatas adalah bukti nyata standar ganda dalam issue terorisme yang menjadi kenyataan di Indonesia saat ini. Yang lebih sadis dalam penerapan standar ganda ini adalah ketika saya dan FPI membuat pernyataan yang mengecam perbuatan terorisme kelompok separatis OPM yang telah membunuh aparat negara TNI/POLRI, membantai tenaga kesehatan, guru dan pekerja infrastruktur serta masyarakat sipil lainnya, TIDAK ADA SATUPUN media yang memuat berita kecaman tersebut. Ajaib bukan..?

 

 

 

YANG LEBIH ANEH BIN AJAIB LAGI, APARAT PENEGAK HUKUM YANG BIASANYA PALING GANAS DAN SEMANGAT UNTUK MEMBANGUN OPINI, FRAMING, LABELING TERORIS TERHADAP KELOMPOK TERTENTU DAN KEPADA SAYA SERTA FPI KHUSUSNYA, JUSTRU MENYATAKAN SECARA TERBUKA, TIDAK MENGIRIMKAN DENSUS 88 UNTUK MENANGANI KELOMPOK TERORIS SEPARATIS TERSEBUT DAN MENOLAK JUGA MENYEBUT KELOMPOK SEPARATIS TERORIS TERSEBUT DENGAN SEBUTAN TERORIS. Namun

terhadap orang yang BELUM JELAS melakukan kekerasan apa, tindakan terorisme dimana dan kapan, Densus 88 SUDAH MAIN TEMBAK DAN BUNUH secara EXTRA JUDICIAL KILLING.


SELAIN ANEH BIN AJAIB, HAL INI MAKIN MEMBUKTIKAN PENERAPAN STANDAR GANDA, KETIDAKADILAN DAN KEZALIMAN YANG NYATA. MAKIN MEMPERKUAT BUKTI BAHWA PERKARA TERHADAP DIRI SAYA, ADALAH PERKARA REKAYASA UNTUK KEPENTINGAN NON YURIDIS DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN DAN PERANGKAT HUKUM YANG ADA. Berikut

bukti yang saya sampaikan dalam PENERAPAN KEBIJAKAN HUKUM STANDAR GANDA tersebut:


https://news.detik.com/berita/d-5547784/polri-belum-nyatakan-kkb-sebagai-kelompok- teroris


 

https://amp.kompas.com/nasional/read/2021/05/06/04000061/polri-belum-tugaskan- densus-88-untuk-tindak-kkb-di-papua



https://www.gelora.co/2021/09/kepala-densus-88-minta-setop-penggunaan.html?m=1


 

Lihatlah penulisan oleh salah satu media di atas, menulis kata TERORISME saja sengaja dikaburkan. Betapa standar ganda dan ketidakadilan dalam bentuk TRIAL BY OPINION dan TRIAL BY THE PRESS yang dilakukan terhadap saya sedemikian kongkrit. Dalam perkara yang sedang saya alami a quo, pembentukan opini untuk menteroriskan FPI gencar sekali, melalui berbagai pemberitaan yang sengaja di-design, bahkan juru bicara APH tersebut jelas-jelas, ketika saya dalam proses penangkapan menyatakan bahwa ditemukan bahan peledak dengan daya ledak tinggi di Sekretariat FPI dan menyatakan akan memeriksa pengurus FPI lainnya. Namun faktanya hingga persidangan ini hampir selesai, semua yang dipropagandakan di berbagai media tersebut tidak ada buktinya. Soal bahan peledak, tidak pernah dijadikan bahan pemeriksaan di persidangan. Semua hanya omong kosong untuk sekedar permainan TRIAL BY OPINION dan TRIAL BY THE PRESS semata.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Kembali ke proses awal perkara ini dilaporkan, pelapor atas nama IMAM SUBANDI, seorang aparat yang bertugas sebagai salah satu pejabat pelaksana operasional di Densus 88, bergelar Doktor, berpangkat AKBP saat membuat laporan, telah membuat LAPORAN POLISI dengan hanya bermodalkan video youtube dan postingan video di twitter. Lalu berhalusinasi dan mengarang cerita bahwa para pelaku terorisme adalah pengurus FPI sebagaimana dalam BAP-nya. Faktanya, apa yang disebut dalam BAP pelapor IMAM SUBANDI ini, bahwa beberapa nama yang disebutkan dalam BAP sebagai pengurus FPI hingga proses persidangan ini pada tahap Pembelaan, TIDAK PERNAH TERBUKTI. Begitu juga ketika video yang dijadikan modal membuat Laporan Polisi tersebut ditonton bersama di persidangan, dengan framing bahwa saya berbai’at ke ISIS, ternyata setelah DITONTON BERSAMA DALAM PERSIDANGAN, TIDAK TERBUKTI

SAYA IKUT BERBAI’AT. Di dalam video yang ditonton bersama, saya TIDAK

MENGANGKAT TANGAN ATAUPUN MENGUCAPKAN KALIMAT BAI’AT, namun si

pelapor IMAM SUBANDI yang dilanjutkan oleh Penuntut Umum dalam persidangan, tetap menyatakan bahwa saya berbai’at. Nampak jelas hawa nafsu si pelapor tersebut untuk menjerumuskan saya ke dalam penjara. Mungkin bagi si pelapor, dengan saya masuk penjara, secara karier dianggap prestasi dan keberhasilan serta kesuksesan besar yang akan diberi hadiah kenaikan pangkat dan jabatan atau hadiah lainnya.


Hal ini mengingatkan saya pada sebuah kisah dua orang pemburu yang membidik objek buruannya, pemburu yang satu menyatakan bahwa objek tersebut adalah burung, pemburu satu lagi menyatakan bahwa objek tersebut adalah tupai. Kedua pemburu berdebat sengit hingga akhirnya diputuskan bahwa pemburu yang menyatakan bahwa objek tersebut adalah tupai, dipersilahkan menembak objek tersebut. Namun ternyata ketika senjata meletus dan tidak mengenai objek tersebut, dan objek tembakan tersebut TERBANG KE LANGIT, maka pemburu yang menyatakan bahwa objek tersebut tupai dengan santainya menyatakan, "WAH TERNYATA TUPAINYA BISA TERBANG".

 

Inilah gambaran yang bisa menjelaskan situasi dan kondisi yang saya alami dalam perkara ini. Ketika fitnah-fitnah yang didakwakan kepada saya, bahwa saya seolah-olah:

(1) berbai’at kepada ISIS, (2) bahwa FPI difitnah mendukung ISIS melalui Maklumat, (3) bahwa pengurus FPI terlibat tindakan terorisme, (4) bahwa saya difitnah bagian dari jaringan teroris, bahkan sebagai GEMBONG teroris, TIDAK ADA SATUPUN YANG BISA DIBUKTIKAN DI PERSIDANGAN INI. Maka melalui TRIAL BY THE PRESS, TRIAL BY OPINION, pihak-pihak yang memfitnah tersebut TETAP SAJA membuat pernyataan sebagaimana cerita TUPAI BISA TERBANG di atas.


Sikap kepala batu dan ngotot berpendapat TUPAI BISA TERBANG ini terus berlanjut. Dalam persidangan ini telah dihadirkan satu orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik, yang dengan kasat mata, menggunakan metodologi googling untuk melakukan profiling terhadap saya, lalu bahan-bahan hasil googling tersebut diubah seenaknya sendiri, kalimat-kalimatnya disesuaikan dengan selera si pemberi order, demi membangun profil negatif terhadap saya. Kalimat dalam sebuah situs berita, yang situs berita tersebut juga hanya menampilkan satu sisi saja terhadap peristiwa yang juga tidak pernah diverifikasi kebenarannya, lalu oleh orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik, kalimat dalam berita tersebut diubah, seolah-olah kalimat tersebut adalah kalimat langsung dari saya. Begitu juga terhadap hasil googling lainnya, orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik tersebut menambah- nambah kalimat yang tidak ada menjadi seolah-olah ada, dan kalimat tersebut dinisbatkan kepada saya.


Berikut ini perbandingan antara kalimat yang terdapat dalam BAP keterangan orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik dengan kalimat yang tertulis dalam berita:


https://sumsel.inews.id/berita/kisah-munarman-putra-palembang-di-balik-transformasi- fpi


 

Terdapat perbedaan yang sangat jauh antara kata "mengakui" seperti yang dikarang oleh penjahat Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik dengan kata yang tertulis di sumber informasinya yaitu, "dia disebut menolak". Media yang membuat berita tersebut saja, masih menuliskan kata yang mengandung pengertian tuduhan pihak lain terhadap diri saya. Sementara si penjahat yang mengaku ahli tersebut, mengubah tanpa malu, bahwa itu adalah pengakuan saya. Dan ketika ditunjukkan kepada orang yang mengaku Ahli Psikologi Klinis dan Psikologi Forensik tersebut sumber kutipannya yang berbeda kalimatnya, orang yang mengaku ahli tersebut menjawab ke hal-hal lain yang tidak ada hubungan dengan pertanyaan dan tetap saja menyatakan, TERNYATA TUPAI BISA TERBANG. Tunggulah nanti di yaumil hisab.


Padahal kita sama mengetahui, berita-berita di internet yang dijadikan rujukan adalah situs-situs berita, dimana secara faktual, situs berita tersebut dikelola oleh orang-orang yang meminjam teori ALTHUSER dan GRAMSCI memiliki peran sebagai IDEOLOCAL STATE APPARATUS dan atau APPARATUS HEGEMONIC. Para penulis berita ini, tidak bebas dari bias subjektifitas dan kepentingan institusionalnya. Dan si penulis pun tidak melakukan verifikasi dan tabayyun dalam menuliskan berita tersebut. Sehingga informasi yang sengaja disebar dan input ke dalam media internet adalah informasi yang hanya mengikuti kerangka ideologis wacana simbolik yang diinginkan oleh THE RULING CLASS. Belum lagi taktik take down dan banned terhadap informasi dan profile yang tidak diinginkan oleh THE RULING CLASS.


SEHINGGA, METODE ORANG YANG MENGAKU AHLI PSIKOLOGI KLINIS DAN PSIKOLOGI FORENSIK INI, MENGALAMI BEBERAPA KALI KESALAHAN FATAL SECARA METODOLOGI, YAITU, PROFILING HANYA DIDASARKAN GOOGLING BERITA, BERITA YANG DIAMBIL HANYA BERITA YANG NEGATIF DAN TIDAK PERNAH DIVERIFIKASI, BAHKAN BERITA TERSEBUT SUDAH DI DAUR ULANG ATAU DITULIS ULANG YANG BERSUMBER DARI BERITA MEDIA LAINNYA, DENGAN TENTU SAJA, BERBAGAI TAMBAHAN SI PENULIS BERITA YANG MENDAUR ULANG TERSEBUT, LALU OLEH YANG MENGAKU AHLI PSIKOLOGI KLINIS DAN PSIKOLOGI FORENSIK, SUMBER TERSIER YANG SUDAH MENGALAMI DISTORSI TERSEBUT, KEMBALI DIUBAH-UBAH KALIMATNYA MENURUT KEMAUAN SI AHLI BERDASARKAN ORDER PENYIDIK. INILAH FAKTA YANG TERUNGKAP DALAM PERSIDANGAN.


Logika berfikir TUPAI BISA TERBANG ini, juga diterapkan dalam hal menilai isi ceramah saya, yang TIDAK ADA SATUPUN berisi atau bermaksud mendukung ISIS atau pun menyuruh mendukung ISIS atau menyuruh melakukan, atau menggerakkan orang lain untuk melakukan, atau mengarahkan orang lain untuk melakukan, atau memprovokasi orang lain untuk melakukan, TIDAK ADA SATUPUN kata atau kalimat saya yang mengandung tujuan untuk menggerakkan orang melakukan perbuatan terorisme, TIDAK ADA KATA atau KALIMAT saya yang mengarah ke BAI’AT, HIJRAH, MENYURUH MELAKUKAN KEKERASAN DALAM BENTUK APAPUN,

 

MENYURUH MEMBUNUH, MENYURUH MENCULIK, MENYURUH MENGHANCURKAN BENDA-BENDA ATAU OBJEK VITAL, ATAU MENYURUH I'DAD DALAM SEGALA BENTUKNYA.


Namun karena sudah TIDAK ADA BUKTI yang bisa membenarkan fitnah tersebut, maka dalam proses persidangan ini, kata-kata dan kalimat saya dalam kegiatan di Makassar dan Medan TELAH DIANALOGIKAN oleh Penyidik dan Penuntut Umum seolah-olah, kalimat-kalimat saya tersebut adalah merupakan faktor penggerak orang lain dan permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan terorisme, dengan modus secara sengaja MENYESATKAN MAKNA dari kalimat yang saya ucapkan. Kata atau diksi yang dikriminalisasi tersebut adalah QISASH, HUDUD, TA'ZIR, JIHAD, KHILAFAH DAN DAULAH. Padahal kata atau diksi qisash, hudud, ta'zir, Khilafah dan Daulah adalah kosa kata yang bersifat denotatif, namun oleh pihak Penyidik dan Penuntut Umum diartikan sebagai makna konotatif. Maka seharusnya yang duduk di kursi Terdakwa ini adalah Penyidik dan Penuntut Umum yang memiliki pemahaman sesat terhadap qisash, hudud, ta'zir, khilafah dan daulah ini, karena pemahaman Penyidik dan Penuntut Umum sama persis sesatnya seperti pemahaman para teroris yang dihadirkan sebagai saksi dipersidangan a quo. Dan perlu saya ingatkan, bahwa dalam HUKUM PIDANA DILARANG KERAS MELAKUKAN ANALOGI TERHADAP SEBUAH FAKTA ataupun NORMA.


Dalam ceramah saya tanggal 24 Januari 2015, saya justru mengingatkan, ada skenario building dari pemerintah Amerika Serikat berdasarkan dokumen NIC 2020-2025. Saya justru mengingatkan pada tahun 2015 tersebut, bahwa 5 tahun kemudian yaitu pada tahun 2020, Amerika Serikat dan sekutunya yang memprediksi akan muncul kekhilafahan Islam. Artinya, bukan saya yang menginginkan sebagai buah pikiran saya bahwa tahun 2020 akan berdiri kekhilafahan Islam. Saya hanya sekedar mengingatkan bahwa pihak Amerika Serikat dan sekutunya pasti akan menghalangi hal tersebut, melalui strategi sarang lebah untuk melakukan monsterisasi terhadap khilafah. Sehingga dengan ditampilkannya sosok monster seperti ISIS dalam wacana khilafah, maka akan muncul penolakan terhadap wacana khilafah karena sudah menjadi label yang negatif. Ini yang saya sampaikan dalam ceramah tanggal 24 Januari 2015 sebagai strategi perang dingin yang digunakan lagi. Silahkan baca baris ke delapan halaman sembilan Surat Dakwaan. Berikut saya sampaikan bukti-bukti yang menjadi rujukan pernyataan saya pada tahun 2015 yang lalu.

 

https://rmol.id/amp/2014/08/16/167958/abu-bakar-al-baghdadi-dan-isis-bagian-dari- strategi-sarang-lebah-


https://republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/03/n9m0h7-snowden- isis-bentukan-israel-as-dan-inggris




 

https://nationalgeographic.grid.id/read/13293029/strategi-sarang-lebah-isis-di-dunia- siber


Saya juga mengingatkan dalam acara tanggal 24 Januari 2015 tersebut, bahwa hati-hati jebakan dan akan dijadikan target penangkapan apabila terjebak dalam tipu daya pihak yang membangun skenario untuk merusak Islam. Sebab saya memiliki berbagai informasi tentang cara-cara penegak hukum dalam merekayasa perkara. Sebagai bukti adalah di bawah ini.

https://www.thetimes.co.uk/article/fbi-lured-dimwits-into-terror-plot-vsh8pskdb83


 

https://www.eramuslim.com/berita/dunia-islam/operasi-penangkapan-teroris-di-new- york-adalah-rekayasa.htm



https://www.theguardian.com/world/2011/nov/16/fbi-entrapment-fake-terror-plots


 

https://internasional.kompas.com/read/2014/07/21/21084801/HRW.FBI.Kerap.Jebak.W arga.Muslim.dengan.Plot.Terorisme?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&ut m_campaign=Sticky_Mobile


Dengan demikian, secara alam pikiran saya, pada tahun 2015 tersebut, sama sekali TIDAK MENGANGGAP, kekhilafahan Islam sudah berdiri, apalagi kekhilafahan yang merujuk pada ISIS. Seandainya saya adalah orang yang sudah menjadi bagian dari ISIS, untuk apa saya berbicara prediksi tahun 2020 di saat tahun 2015 sudah ada ISIS ? Justru saya mengingatkan kepada semua pihak agar tidak terjebak pada skenario global Amerika Serikat.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Jadi, sekali lagi, sungguh di luar nalar orang sehat, bila masih saja menyatakan saya bagian atau afiliasi dari ISIS. Apalagi secara terbuka melalui berbagai media sebelum saya ditangkap, saya sudah menyatakan dengan tegas perbedaan antara FPI dan ISIS.

https://republika.co.id/berita/qorl0k396/munarman-perbedaan-ideologi-fpi-menentang- isis

 

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-55501862



https://today.line.me/id/v2/article/WO0Z5v


 

https://metro.tempo.co/read/1434553/bantah-fpi-terlibat-isis-munarman-beberkan- lima-perbedaannya



https://www.suara.com/news/2021/02/19/063343/munarman-sebut-fpi-tak- mengkafirkan-orang-seperti-isis


 

Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Upaya-upaya rekayasa demi membuktikan fitnah bahwa saya adalah tokoh penggerak terorisme, dan bermufakat untuk melakukan terorisme, dibangun melalui profile negatif sosok saya yang banyak dikenal orang, dan posisi saya sebagai pengurus di DPP-FPI, dalam perkara a quo, oleh orang-orang jahat perekayasa kasus, telah dianalogikan sebagai sebuah daya upaya untuk mempengaruhi dan bermufakat dengan orang lain, telah dianalogikan sebagai perbuatan menggerakkan orang lain dan atau bermufakat dengan orang lain untuk melakukan perbuatan terorisme. SUNGGUH SESAT NALAR DAN JUMPING OF CONCLUSION. Padahal saksi-saksi yang adalah PELAKU TINDAK PIDANA TERORISME yang dihadirkan untuk memberatkan saya, yang di-design dan direkayasa seolah-olah mereka terpengaruh oleh saya, justru di dalam persidangan mengungkapkan FAKTA BAHWA MEREKA TIDAK PERNAH BERINTERAKSI ATAU BERKOMUNIKASI DENGAN SAYA DALAM BENTUK APAPUN, BAIK SEBELUM MAUPUN SETELAH KEGIATAN DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH CIPUTAT TANGGAL 6 JULI 2014, BEGITU JUGA SEBELUM DAN SESUDAH KEGIATAN DI MAKASSAR TANGGAL 24 DAN 25 JANUARI 2015, MAUPUN SEBELUM DAN

SESUDAH KEGIATAN DI MEDAN 5 APRIL 2015. Dan pada saat acara berlangsung pun, mereka para saksi tersebut TIDAK PERNAH BERDISKUSI apapun dengan saya, baik dalam tanya jawab maupun diskusi informal membicarakan materi ceramah yang saya sampaikan.


Justru saksi-saksi yang dihadirkan Penasihat Hukum saya, yang mereka hadir di kegiatan tanggal 24 dan 25 Januari 2015 di Makassar, TERNYATA TIDAK TERPENGARUH APAPUN OLEH SAYA UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN TERORISME, malah

mereka memahami, bahwa ada skenario global yang sedang beroperasi untuk menjadikan umat Islam sebagai sasaran fitnah.


Bahkan saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum dari Medan pun, menyatakan bahwa DIA SUDAH RADIKAL sebelum bertemu saya, dan tidak ada pengaruh apapun terhadap kehadiran saya di acara seminar tersebut.


Yang lebih dahsyat adalah, saksi yang bertugas sebagai panitia acara di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, yang dikonstruksikan oleh perekayasa perkara a quo adalah sebagai pihak yang terafiliasi dengan saya, justru menyatakan bahwa saya dan FPI bukan kelompok mereka karena FPI dan saya masih menghalalkan demokrasi. Mereka bahkan hendak mengusir saya dari lokasi acara di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat tersebut. Dan dalam persidangan ini, justru menasehati saya untuk berhenti berprofesi sebagai advokat, karena dianggap oleh saksi tersebut sebagai hukum thogut.

FAKTA PERSIDANGAN juga mengungkapkan, bahwa inisiatif pelaksanaan acara baik di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, di Makassar maupun di Medan, BUKAN BERASAL DARI SAYA. Bahkan kegiatan di Medan di inisiasi dan di sponsori oleh Polda Sumut. Penyidik dan Penuntut Umum membuat dakwaan rekayasa berdasarkan asumsi tanpa bukti, bahwa kehadiran saya di 3 tempat membuktikan bahwa saya jaringan kelompok teror. Kalimat Penyidik dan Penuntut Umum bahwa tidak mungkin kehadiran saya di tiga kegiatan hanya iseng. Namun asumsi dan rekayasa tersebut TIDAK DIDUKUNG oleh alat bukti apapun. Saya hadir di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat bukan karena saya di undang, bukan juga karena saya yang merencanakan dan bukan juga sebagai panitia, terungkap di persidangan bahwa panitia acara tersebut menyatakan bahwa saya PENYUSUP. Saya menonton acara tersebut karena semata-mata ketidaksengajaan, pertama karena saya sedang mencari menu buka puasa di sekitar tempat acara yang tidak jauh dari rumah saya dan kedua saya mau bertanya kepada Almarhum FAUZAN AL ANSHORI (namanya ada terpampang dalam spanduk di pagar luar gedung) yang memang saya kenal, untuk bertanya dan memverifikasi dan tabayun tentang beberapa informasi yang dia sering ucapkan di berbagai media secara terbuka. Namun tidak terjadi pertemuan tersebut. Dan saya baru bertemu di Makassar tanggal 24 Januari 2015, setelah sejak 2003 tidak pernah bertemu.

Sementara kehadiran di acara tanggal 24 Januari 2015 di Makassar semata-mata karena penyelenggara atas nama FPI yang adalah organisasi tempat saya beraktifitas. Namun inisiatif acara sama sekali bukan dari saya. Saya hadirpun setelah mendapatkan informasi dari pengurus resmi FPI Provinsi Sulsel, dan ternyata Ketua DPD-FPI Sulsel juga pada awalnya TIDAK MENGETAHUI ada acara tersebut, baru setelah saya bertanya dan Ketua DPD-FPI Sulsel Ir. MUCHSIN DJAFAR datang ke Sekretariat FPI untuk memastikan bahwa memang ada kegiatan tersebut. Karena saya tidak memiliki prasangka buruk terhadap FPI Sulsel, maka saya hadir. Dan TIDAK ADA BAI’AT pada acara tanggal 24 Januari 2015 tersebut.

Begitu juga acara tanggal 25 Januari 2015 di Makassar, saya mendapat pemberitahuan sore hari tanggal 24 Januari 2015, dan pagi-pagi tanggal 25 Januari 2015, saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI sudah nongkrong di hotel tempat saya menginap, dan menyatakan akan mengantar saya ke bandara dengan terlebih dahulu mengajak ke Pondok Pesantren tempat acara tanggal 25 Januari 2015. Sebagai tamu, saya berprasangka baik saja dengan niat sekedar silaturahmi semata.

Lalu acara seminar di Medan tanggal 5 April 2015, jelas terbukti bahwa inisiasi acara berasal justru dari hasil diskusi antara pihak Polda Sumut dengan para aktivis di Medan. Tidak ada sama sekali peran saya untuk menggerakkan supaya diadakan seminar. Dan TIDAK ADA BAI’AT dalam acara di Medan tersebut. Dan setelah acara tersebut saya TIDAK ADA KOMUNIKASI ATAU INTERAKSI APAPUN DENGAN

SEMUA KELOMPOK TERSEBUT, baik kelompok panitia acara UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Makassar maupun Medan.

 

3. Penyidik dan Penuntut Umum mendakwa bahwa MAKLUMAT FPI tanggal 8 Agustus 2014 adalah sebagai faktor yang menggerakkan perbuatan terorisme. Dan perjalanan saya ke Makassar dan Medan, menurut prasangka buruk dari Penyidik dan Penuntut Umum adalah untuk sosialisasi Maklumat. FAKTANYA, DALAM TAHAP PEMBUKTIAN, JANGANKAN MEMBUKTIKAN BAHWA MAKLUMAT TERSEBUT SEBAGAI DAYA UPAYA UNTUK MENGGERAKKAN ORANG LAIN, MENGHADIRKAN PEMBUAT MAKLUMAT DAN PIHAK YANG MENANDATANGANI MAKLUMAT DALAM PERSIDANGAN SAJA, PENUNTUT UMUM TIDAK MAMPU. Padahal sebagai sebuah mekanisme hukum due proccess of law dan mekanisme syari’at, penjelasan di persidangan dan tabayyun adalah sebuah mekanisme wajib untuk menilai sebuah fakta.

Dalam persidangan ini, BAHKAN PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM TIDAK MAMPU   MEMBUKTIKAN,   KETERKAITAN   DAN   PERAN   SAYA   DALAM

MAKLUMAT TERSEBUT. Hanya persepsi dan opini sesat serta prejudice saja yang

terus menerus dilakukan oleh Penuntut Umum. Kegiatan di Makassar dan di Medan dipersepsikan dan direkayasa oleh Penyidik dan Penuntut Umum sebagai bagian dari sosialisasi Maklumat FPI tersebut. Dalam FAKTA PERSIDANGAN dan isi Surat Dakwaan, MATERI CERAMAH SAYA SAMA SEKALI TIDAK MENYINGGUNG

MASALAH MAKLUMAT. Saya justru menyampaikan materi kepada publik secara terbuka dalam acara tanggal 24 Januari 2015 di Makassar, berupa peringatan bahwa banyak perangkap, jebakan dan adu domba sebagaimana dokumen NIC dan Rand Corp, terutama jebakan sebagaimana dalam buku In Their Own Word - Voices of Jihad, yang juga ada dalam Surat Dakwaan pada halaman 8 baris ke 5 dari bawah, yang ditulis oleh orang-orang bodoh dari transkrip ceramah saya dan dituangkan dalam Surat Dakwaan menjadi In The On Word Police of Jihad. Terlihat sekali kebodohan dan ketidaktahuan tentang apa yang saya bicarakan, namun dengan kebodohan tersebut justru telah menjadikan saya sebagai Tersangka dan Terdakwa.



 

 

4. Dengan fakta-fakta perbedaan faham yang bertolak belakang antara saya dengan ISIS maupun kelompok yang disebut sebagai pendukung ISIS, maupun perbedaan cara dalam perjuangan antara FPI dan saya pada satu sisi dengan mereka pada sisi yang lain, dan juga substansi materi ceramah yang saya sampaikan baik di Makassar maupun di Medan, maka SANGAT TIDAK MASUK AKAL BILA SAYA DIDAKWA DALAM PERKARA A QUO, BERBAI'AT kepada ABU BAKAR AL BAGHDADI dan ISIS, dimana saya justru berpandangan bahwa mereka bagian dari strategi sarang lebah buatan Israel, Amerika dan Inggris untuk mengadu domba umat Islam dan untuk memprovokasi serta memfitnah umat Islam agar ajaran Islam menjadi negatif yang akan berakibat ajaran Islam ditolak oleh umat Islam sendiri, sebagaimana konsep perang dingin yang saya nyatakan dalam ceramah saya dan dimuat dalam halaman 9 baris ke 8 Surat Dakwaan.


5. Modal utama yang dijadikan bukti untuk melaporkan saya dalam perkara a quo, adalah potongan video yang diposting oleh pihak yang sejak awal bertujuan memfitnah dan merekayasa perkara a quo, namun FAKTA YANG TERUNGKAP di persidangan setelah video tersebut DITONTON BERSAMA, ternyata TIDAK ADA SAYA BERBAI'AT sebagaimana yang di fitnahkan tersebut. Namun dengan logika "TERNYATA TUPAI BISA TERBANG" pihak Penyidik maupun Penuntut Umum terus mengamplifikasi, mendengungkan logika zalim tersebut hingga tuntutan dibacakan.


6. Fitnah dan rekayasa dalam dakwaan bahwa saya MENGGERAKKAN orang lain, MERENCANAKAN, BERMUFAKAT JAHAT, MENCOBA, MEMBANTU ATAUPUN MENYEMBUNYIKAN INFORMASI TINDAKAN TERORISME juga adalah SEBUAH REKAYASA DAN FITNAH YANG TIDAK TERBUKTI SAMA SEKALI. Saksi-saksi yang dihadirkan dalam persidangan, TIDAK ADA SATUPUN YANG MENYATAKAN BAHWA SAYA TELAH MENGHASUT, MENYURUH, MEMBUJUK, MEMPROVOKASI, MENGIMING-IMING, MEMBERIKAN UANG, MENYURUH BERLATIH FISIK, MENYIAPKAN PERSENJATAAN ATAU AMUNISI. Dalam kegiatan seminar di Makassar maupun di Medan, TIDAK ADA ALAT BUKTI APAPUN YANG MEMBUKTIKAN BAHWA SAYA TELAH MENGGUNAKAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN, BAIK DALAM UCAPAN MAUPUN DALAM TINDAKAN.


7. MANIPULASI DOKUMEN HUKUM SEBAGAI WUJUD KEZALIMAN, REKAYASA, DAN FITNAH MELALUI PENYALAHGUNAAN INSTRUMEN HUKUM.


Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan menyatakan SAYA SUDAH MENGETAHUI bahwa ISIS DILARANG berdasarkan RESOLUSI PBB NO. 2170 TANGGAL 15 AGUSTUS 2014, PENETAPAN KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR

11204/Pen.Pid/2014/PN. JKT. PST TANGGAL 11 OKT 2014, DTTOT/2723/XI/2014, TANGGAL 20 NOVEMBER 2014.

 

YANG TERNYATA, Penuntut Umum JUGA TIDAK PAHAM DAN TIDAK MENGETAHUI BAHWA, BAIK RESOLUSI PBB NO. 2170 TANGGAL 15 AGUSTUS 2014, PENETAPAN KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 11204/Pen.Pid/2014/PN. JKT. PST TANGGAL 11 OKT 2014, DTTOT/2723/XI/2014, TANGGAL 20 NOVEMBER 2014,

dan Surat dari Pemerintah Suriah, TELAH TERNYATA CACAT SECARA FORMIL DAN MATERIIL.


CACAT FORMIIL in casu adalah, bahwa produk hukum Internasional seperti Resolusi PBB, Covenant-Convention atau perjanjian Internasional lainnya, untuk dapat berlaku mengikat warga negara HARUSLAH DILAKUKAN RATIFIKASI. Begitu juga terhadap surat dari pemerintah Suriah yang hanya bersifat korespondensi antar pemerintah, BUKANLAH MERUPAKAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN yang berlaku mengikat semua warga negara. Begitu juga PENETAPAN PENGADILAN, bukan merupakan peraturan yang bersifat mengikat secara umum. Artinya, baik Resolusi PBB, Surat Pemerintah Suriah, Penetapan Pengadilan maupun DTTOT yang berdasarkan Penetapan Pengadilan adalah BUKAN BERSIFAT ERGA OMNES.


Sebagai contoh, Penetapan Pengadilan tentang perubahan nama, Penetapan Pengadilan yang menetapkan masa penahanan saya, Penetapan Pengadilan tentang sidang online ataupun offline terhadap saya, TIDAK OTOMATIS BERLAKU UMUM kepada semua perkara. Saya pikir ini ilmu yang bersifat elementer anak semester satu fakultas hukum. Menjadi heran bila Penuntut Umum telah memanipulasi dokumen hukum tersebut seolah-olah menjadi Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat ERGA OMNES. Apakah ini faktor keterbelakangan intelektual dan minim literasi, atau memang karena saking bernafsunya untuk memenjarakan saya..? Yang pasti ini adalah bukti kezaliman dengan menyalahgunakan instrumen hukum.


Lalu cacat formiil berikutnya adalah, Penetapan dari Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dijadikan Penuntut Umum sebagai dasar mendakwa saya dengan tujuan bahwa seolah-olah saya telah melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum, PADAHAL, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut BUKAN saja SALAH DALAM MENULISKAN JUDUL UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2013,

yang dalam Penetapan tersebut tanpa menyertakan kata "PENDANAAN" dalam penetapannya, namun juga Penuntut Umum telah menuliskan dalam Surat Dakwaan sebagai Penetapan KETUA PENGADILAN NEGERI, padahal PENETAPAN DILAKUKAN OLEH WAKIL KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT.

LALU CACAT MATERIIL dalam semua dokumen hukum yang telah dimanipulasi oleh Penuntut Umum, adalah BAHWA TELAH TERNYATA DIDALAM RESOLUSI PBB NO. 2170 TANGGAL 15 AGUSTUS 2014, PENETAPAN KETUA PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT NOMOR 11204/Pen.Pid/2014/PN. JKT. PST TANGGAL 11 OKTOBER 2014, DTTOT/2723/XI/2014, TANGGAL 20 NOVEMBER 2014, TIDAK ADA MENCANTUMKAN ISIS ATAUPUN ABU BAKAR

AL BAGHDADI, sebagai organisasi yang terlarang ataupun orang yang dilarang hidup. Lantas darimana Penuntut Umum membuat kesimpulan bahwa Resolusi PBB, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan DTTOT serta surat-surat dari pemerintah Suriah menyebutkan bahwa ISIS organisasi terlarang..? Dengan demikian TELAH TERNYATA, BAHWA PENUNTUT UMUM JUGA TIDAK MENGETAHUI TENTANG KAPAN PASTINYA ISIS DILARANG, APALAGI SAYA.

 

Bahkan hingga maret 2015, Kabareskrim Polri, Kepala BNPT, Kapolri hingga Menkopolhukam, masih kebingungan tentang status ISIS dan masih minta ISIS dilarang. Secara Contrario, artinya pada saat itu, para pejabat tinggi di NKRI saja TIDAK TAHU tentang status ISIS, apalagi saya. Menjadi heran ada orang sok tahu tentang status ISIS sejak 2014 berdasarkan dokumen yang di manipulasi.

https://www.beritasatu.com/nasional/200941/kabareskrim-pendukung-isis- manfaatkan-lubang-hukum-tak-bisa-dipidana


https://www.beritasatu.com/nasional/257852/belum-bisa-dipidana-bnpt-hanya-awasi- pengikut-isis


 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150318152501-20-40049/polri-minta- pemerintah-tetapkan-isis-organisasi-terlarang


https://nasional.kompas.com/read/2015/03/19/08375991/Pemerintah.Akan.Terbitkan.P erppu.Terkait.Pengikut.ISIS?jxconn=1*avqeiv*other_jxampid*VFhqaGtOOFVsSnIxTG5V UFcwYXZfcTY0OWpaTXQ3THdkb1E4aEFrZTZlMXlqWGxhWXBIZUtMVTc1ak9yZnA3aA

 

 

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150323145700-12-41188/menkopolhukam- isis-perlu-dinyatakan-organisasi-terlarang


Akhir kata, pada bagian akhir BAB Pendahuluan ini saya hanya sekedar mengingatkan, agar kita semua tidak berprasangka buruk, tidak memfitnah dan tidak merekayasa, apalagi dilakukan melalui perangkat sistem kekuasaan yang ada. Karena yakinlah semua akan dipertanggungjawabkan di yaumil hisab. Sebagaimana yang sudah diperingatkan oleh Allah SWT:


Bahkan dalam Surat Al-Baqarah Ayat 191, Allah telah memberikan peringatan soal bahaya fitnah. Yakni, fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.


Meski sudah diperingatkan Allah SWT, herannya masih banyak orang yang tetap melakukanya.

Akhirnya saya sangat berharap agar proses peradilan dalam perkara a quo dapat benar-benar berdasarkan KEBENARAN MATERIIL DAN KEADILAN. Jangan sampai menjadi TRIAL WITHOUT TRUTH sebagaimana dikatakan oleh William T Pizzi. Keadaan ini akhirnya akan berakhir dengan TRIAL WITHOUT JUSTICE.

Kita semua sepakat bahwa terorisme harus diberantas sampai ke akar- akarnya, tanpa standar ganda yang hanya ditujukan kepada kelompok tertentu, dan tanpa fitnah serta tanpa rekayasa. MEMBERANTAS TERORISME TIDAK BOLEH DILAKUKAN DENGAN CARA-CARA TERORIS DAN JUSTRU MENJADI STATE TERORISM.

 

BAB II TENTANG

SURAT DAKWAAN DAN SURAT TUNTUTAN



Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Sejak awal Surat Dakwaan saya terima dan saya baca dengan teliti, terlihat jelas konstruksi Surat Dakwaan tersebut hanya sekedar comot sana comot sini dari berbagai peristiwa yang tidak ada hubungan. Inti dari Surat Dakwaan tersebut adalah bahwa saya didakwa sebagai gembong teroris yang mengkonsolidasikan kelompok-kelompok teroris yang ada di Indonesia. Namun sayang seribu sayang, halusinasi dan ilusi dari komplotan pembunuh 6 pengawal HRS tersebut, tidak memiliki bukti apapun. Sehingga mereka membuat berbagai rangkaian cerita melalui operasi media untuk menanamkan jejak kedalam memory public melalui cipta opini dan cipta kondisi serta fake news.


Mereka juga mengarang cerita ilusi, bahwa saya adalah tokoh perencana dan atau penggerak yang kemudian dalam Surat Tuntutan, berubah peran menjadi bersama-sama bermufakat jahat untuk melakukan perbuatan terorisme. Coba mari kita berfikir sehatlah, kalau benar saya adalah tokoh penggerak dan memiliki kemampuan atau pengaruh untuk menggerakkan, tentu persidangan ini sudah ramai oleh massa yang dalam pengaruh saya untuk hadir dalam setiap sesi persidangan. Fakta dan kenyataan, hingga hari ini, persidangan sepi-sepi saja, tidak ada massa yang tergerak oleh saya untuk menghadiri persidangan ini. Malahan media yang terus meramaikan wacana publik dengan berita- berita framing dan labeling. Bila benar cerita khayalan dan ilusi dari orang-orang zalim tersebut, bahwa saya adalah tokoh yang bisa punya pengaruh untuk menggerakkan orang lain, tentu persidangan ini sudah penuh sesak sebagaimana persidangan para tokoh yang selalu dipenuhi oleh massa pendukung. Jadi ini merupakan bukti kongkrit lainnya, bahwa ilusi dan halusinasi orang-orang zalim tersebut betul-betul fitnah semata.


Begitu juga dakwaan sebagai pihak yang bermufakat jahat untuk melakukan tindakan terorisme, adalah cerita ilusi khayalan para konspirator dan penjahat kemanusiaan.


Dalam Surat Dakwaan tertulis, rangkaian perbuatan kejahatan yang di dakwakan terhadap saya dilakukan dengan cara-cara:

Kemunculan ISIS dan ABU BAKAR AL BAGHDADI.

Propaganda oleh ISIS, Pengkafiran dan bai’at.

Kegiatan 6 Juli 2014 di UIN Ciputat, Tangerang Selatan.

Saya berbai’at ke ISIS.

Pengajian Juli 2014 di Makassar.

 

Maklumat FPI 8 Agustus 2014.

Seminar di Sungai Limboto Makassar tanggal 24 Januari 2015.

Pengajian di Ponpes Tahfidzul Qur’an di Sudiang Makassar tanggal 25 Januari

2015.

Ide kegiatan muncul pada bulan Desember 2014.

Rapat-rapat persiapan untuk kegiatan seminar.

Konvoi keliling Kota Makassar.

Tadrib di Gunung Bawakaraeng.

Pembentukan kelompok pengajian Villa Mutiara Makassar.

Ide dari Saksi RONI SYAMSURI untuk membuat acara seminar di Medan.

Pembentukan Panitia oleh RONI SYAMSURI dkk.

Acara Temu Tokoh Islam Sumut di Hotel Grand Kenaya.

Membentuk Jamaah Anshor Daulah wilayah Medan.

Pertemuan saksi RONI SYAMSURI dengan AMAN ABDURRAHMAN dan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI.

Rekrutmen oleh RONI SYAMSURI.

Kepemilikan amunisi oleh RONI SYAMSURI dkk.

Dengan menuliskan bahwa cara-cara tersebut dilakukan oleh saya, mengandung konsekwensi bahwa kesemua cara tersebut melibatkan saya secara aktif. Bukan hanya sebagai pihak yang pasif bahkan TIDAK ADA PERAN sama sekali. Sebab yang menjadi Terdakwa adalah saya yang digambarkan oleh Penuntut Umum seolah-olah saya melakukan semua hal yang tertulis dalam dakwaan.

Padahal faktanya, semua cara-cara yang digambarkan oleh Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan tersebut, TIDAK ADA KAITAN DENGAN SAYA, TIDAK ADA PERAN DAN TIDAK ADA KETERLIBATAN SAYA SEDIKITPUN.

Saya jawab satu persatu biar lebih jelas:

Tentang Kemunculan ISIS dan ABU BAKAR AL BAGHDADI. Saya jawab bahwa saya TIDAK PERNAH, membentuk ISIS baik bersama ABU BAKAR AL BAGHDADI ataupun pihak lain. Saya juga TIDAK PERNAH MEMPROMOSIKAN, MENSPONSORI, MENDUKUNG atau MENDIRIKAN ISIS di Indonesia.

Propaganda oleh ISIS, Pengkafiran dan bai’at. Saya jawab bahwa SAYA TIDAK PERNAH mentransmisi ulang atau menyebarkan propaganda ISIS, saya juga TIDAK BERFAHAM TAKFIRI, dan SAYA TIDAK PERNAH BERBAI’AT KEPADA SIAPAPUN.

Kegiatan 6 Juli 2014 di UIN Ciputat. Saya Jawab bahwa saya BUKAN PANITIA atau Perencana atau yang bermufakat untuk mengadakan acara tersebut.

Saya berbai’at ke ISIS. Saya ulangi, SAYA TIDAK PERNAH BERBAI’AT KE ABU BAKAR AL BAGHDADI ATAU MENJADI SIMPATISAN APALAGI ANGGOTA dari KELOMPOK TERSEBUT.

Pengajian Juli 2014 di Makassar. Saya jawab bahwa saya TIDAK TAHU, TIDAK PUNYA INFORMASI, TIDAK MENYURUH, TIDAK MEMERINTAHKAN, TIDAK MEMBUJUK TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk membentuk pengajian tersebut.

 

Maklumat FPI 8 Agustus 2014. Saya jawab, SAYA BUKAN PIHAK YANG MEMBUAT, BUKAN YANG MENANDA TANGANI, BUKAN PULA YANG MEMBAGIKAN ATAU MENYOSIALISASIKAN Maklumat tersebut.

Seminar di Sungai Limboto Makassar tanggal 24 Januari 2015. Saya jawab bahwa saya TIDAK PERNAH MENYURUH, TIDAK PERNAH MEMERINTAHKAN, TIDAK PERNAH MEMBUJUK, TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk mengadakan seminar tersebut. Posisi saya hanya undangan sebagai Narasumber.

Pengajian di Ponpes Tahfidzul Qur’an di Sudiang Makassar tanggal 25 Januari 2015. Saya jawab bahwa saya TIDAK TAHU, TIDAK PUNYA INFORMASI, TIDAK MENYURUH, TIDAK MEMERINTAHKAN, TIDAK MEMBUJUK TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk membentuk pengajian tersebut.

Ide untuk mengadakan seminar pada bulan Desember 2014. Jelas terbaca di Surat Dakwaan TIDAK ADA PERAN SAYA SEDIKITPUN.

Rapat-rapat persiapan untuk kegiatan seminar. Dengan SANGAT JELAS TIDAK ADA SEKALIPUN SAYA IKUT RAPAT ATAU MENYURUH RAPAT.

Konvoi keliling kota Makassar. Saya jawab bahwa SAYA TIDAK TAHU MENAHU ADA RENCANA KEGIATAN TERSEBUT.

Tadrib di Gunung Bawakaraeng. TIDAK ADA PERAN APAPUN DARI SAYA.

Pembentukan kelompok pengajian Villa Mutiara Makassar. Saya jawab bahwa saya sama sekali TIDAK TAHU, TIDAK PUNYA INFORMASI, TIDAK MENYURUH, TIDAK MEMERINTAHKAN, TIDAK MEMBUJUK TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk membentuk pengajian tersebut.

Ide dari Saksi RONI SYAMSURI untuk membuat acara seminar di Medan. Jelas tertulis bahwa saya TIDAK dan BUKAN pihak yang menyuruh RONI SYAMSURI untuk membuat seminar.

Pembentukan Panitia oleh RONI SYAMSURI dkk. TIDAK ADA PERAN SAYA SEDIKITPUN.

Acara Temu Tokoh Islam Sumut di Hotel Grand Kenaya. Saya TIDAK HADIR atau MENYURUH atau MEMERINTAHKAN dan TIDAK ADA PERAN saya sedikitpun.

Membentuk Jamaah Anshor Daulah wilayah Medan. Saya jawab dengan TEGAS BAHWA saya TIDAK TAHU, TIDAK PUNYA INFORMASI, TIDAK MENYURUH, TIDAK MEMERINTAHKAN, TIDAK MEMBUJUK, TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk membentuk kelompok JAD tersebut.

Pertemuan saksi RONI SYAMSURI dengan AMAN ABDURRAHMAN dan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI. TIDAK ADA PERAN SAYA APAPUN.

Rekrutmen oleh RONI SYAMSURI. TIDAK ADA KETERLIBATAN SAYA SEDIKITPUN.

Kepemilikan amunisi oleh RONI SYAMSURI DKK. Saya jawab dengan TEGAS bahwa SAYA TIDAK TAHU, TIDAK PUNYA INFORMASI, TIDAK MENYURUH, TIDAK MEMERINTAHKAN, TIDAK MEMBUJUK TIDAK MENGGERAKKAN, TIDAK BERMUFAKAT untuk memperoleh, mendapatkan ataupun memiliki AMUNISI tersebut.

Fakta yang terjadi pada saat itu hanyalah, bahwa SAYA HADIR SEBAGAI UNDANGAN MENJADI NARASUMBER PADA ACARA DISKUSI YANG BERSIFAT TERBUKA pada acara

tanggal 24-25 Januari 2015 di Makassar, dan acara tanggal 5 April 2015 di Medan.

 

Dan kegiatan Diskusi Publik, berupa SEMINAR ataupun TABLIGH AKBAR, BUKAN MERUPAKAN KEJAHATAN APAPUN.


Lalu, PENDAPAT dan PERNYATAAN yang saya sampaikan dalam acara tersebut, adalah merupakan Hak Asasi yang dilindungi oleh UUD 1945 Pasal 28E ayat (2) dan (3). Kalau TIDAK SETUJU dengan pendapat dan Pernyataan saya, JANGAN MEMENJARAKAN ORANG DONK. Karena yang namanya pendapat boleh disetujui boleh tidak. Saya hanya BOLEH DIPIDANA, BILA SAYA DALAM KEGIATAN TERSEBUT MENYURUH, MEMBUJUK, MEMOTIVASI, MERENCANAKAN, MENGGERAKKAN, MENGIMING-IMING, MEMBERIKAN HADIAH, MEMBANTU, MENCOBA ATAU BERMUFAKAT UNTUK MELAKUKAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN. BILA TIDAK ADA KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN

DALAM UCAPAN DAN TINDAKAN SAYA, maka adalah SEBUAH KEZALIMAN menghukum saya dengan hal yang TIDAK SAYA LAKUKAN.


Pada hakikatnya kasus ini saling berkelindan antara Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara dan Hukum Hak Asasi Manusia. Sebagai contoh, menjadikan Resolusi PBB serta Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai bagian dari pondasi dakwaan dan pemberlakuan azas retroaktif tentu saja selain hukum pidana, juga merupakan pembahasan dan kajian Hukum Tata Negara khususnya Ilmu Perundang- Undangan “Gesetzgebunglehre” , Hukum Administrasi Negara dan Hukum HAM.


Secara lebih mendetail dapat saya uraikan dibawah ini sebagai berikut:


I.   TENTANG SURAT DAKWAAN

A. Dakwaan Cacat Struktural dan Substansial

Sebagaimana telah kita ketahui bersama tentang pasal yang diterapkan dalam kasus a quo secara berturut-turut diawali dengan Pasal 14 atau Pasal 15 atau Pasal 13 huruf c. Bahwa bentuk dakwaan dengan model seperti itu jelas bersifat alternatif. Artinya, SI PEMBUAT DAKWAAN SENDIRI TIDAK YAKIN KETENTUAN PASAL BERAPA YANG TELAH DILAKUKAN OLEH TERDAKWA? PADA TITIK EKSTRIMNYA KETIDAKYAKINAN TERSEBUT SAMPAI PADA APAKAH PERBUATAN TERDAKWA MERUPAKAN SUATU TINDAK PIDANA?


Kemudian jika kita melihat konstruksi dakwaan, maka akan kita temukan ketimpangan antara uraian dakwaan untuk locus di Makassar dengan locus di Medan. Jika di Makassar di dalam Surat Dakwaan masih terdapat materi yang saya sampaikan pada saat seminar dan jawaban atas pertanyaan (namun pertanyaan tersebut tidak diuraikan dalam Surat Dakwaan, sehingga kehilangan konteks). Pada kegiatan Seminar di Medan baik materi maupun jawaban atas pertanyaan peserta seminar sama sekali tidak diuraikan dalam Surat Dakwaan. Hanya berupa kesimpulan sepihak dari Penuntut Umum yang diambil dari BAP saksi yang sudah direkayasa. Sehingga dapat dikatakan anatomi dakwaan cacat struktural.

 

Selain itu, ketiga pasal tersebut di atas merupakan bentuk deelneming sehingga secara absolut harus ada materiele dader yang telah melakukan perbuatan sebagaimana Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, pada saat kegiatan seminar tersebut berlangsung, bukan jauh hari setelah kegiatan berlangsung, apalagi pelaksanaan pasal 7 berjarak tahunan dari saat kegiatan seminar berlangsung.


Dan dengan mendakwa Pasal 14 jo. Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Sebagaimana Dakwaan Pertama, seharusnya diuraikan dalam Surat Dakwaan, bagaimana cara intelectual dader menggerakkan, dan atau merencanakan kejahatan yang dilakukan oleh materiel dader tersebut. Begitu juga dengan Dakwaan Kedua, Penuntut Umum harus menguraikan secara jelas bagaimana bentuk permufakatan jahat, percobaan dan pembantuan oleh intelectual dader kepada materiel dader. Dan juga dalam Dakwaan Ketiga, Penuntut Umum wajib menyebutkan kejahatan terorisme apa yang telah terjadi, yang disembunyikan oleh Terdakwa.


Namun, bila kita baca dalam Surat Dakwaan, tidak ada semua uraian tersebut, yang ada hanya komunikasi panitia acara Makassar dan Medan untuk mengundang saya sebagai narasumber. Pertanyaan mendasar, apakah kegiatan diskusi secara terbuka adalah merupakan TINDAK PIDANA TERORISME..?


Selain itu juga, perkara a quo sangat lemah dalam hal bukti materiil, sehingga Penyidik dan Penuntut Umum mengandalkan keterangan sesama Tersangka/Terdakwa sebagai metode utama. Dan mengandalkan keterangan dari penjual informasi yang mengarang-ngarang cerita dan informasi palsu, namun celakanya informasi palsu dan karangan tersebut, dipercaya oleh intel Densus, padahal si penjual informasi melakukan hal tersebut hanya untuk kepentingan dirinya sendiri agar selamat dari pengawasan intel Densus. Akhirnya agenda pemberantasan terorisme membabi buta dan tersesat dengan banyaknya informasi palsu yang diolah secara intelijen yang error.


Selain itu juga, kita semua menyaksikan dengan kasat mata, para Tersangka, Terdakwa dan Terpidana serta mantan Narapidana dalam memberikan keterangan sebagai saksi, tidak dalam keadaan bebas dari tekanan, bujukan dan rekayasa permainan mental dan permainan kata-kata yang dilakukan oleh Penyidik. Untuk pemberitahuan saja, saya yang mengerti hukum saja, dicoba untuk dikondisikan dan dimanipulasi dalam proses interogasi dan pembuatan BAP. Alhamdulillah karena saya paham pola permainan rekayasa, pertanyaan jebakan dan manipulasi kata- kata, maka Allah selamatkan saya dari kejahatan orang-orang bodoh dan jahat tersebut.

 

Untuk mencapai target pemenjaraan saya, maka Penyidik dalam membuat BAP yang dilanjutkan oleh Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan sangat mengandalkan keterangan saksi-saksi tersebut. Sebagai contoh, pada halaman 42 menyatakan: “Terdakwa MUNARMAN, S.H. bersama-sama dengan USTADZ BASRI dan USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI (meninggal dunia), saksi BUSTAR, Lc Alias USTADZ BUSTAR Alias ABBAH Alias BUSTAR Lc. BIN Hi. TAHANG, saksi AGUS SALIM Alias USTADZ AGUS SALIM Alias AGUS SALIM SYAM Alias AGUS BIN SYAMSUDDIN LATIF, saksi ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H. Alias USTADZ ABDUR RAHMAN Alias RAHMAN,

dan saksi Ir. MUCHSIN DJAFAR Alias HABIB MUCHSIN Alias ABAH (masing-masing dilakukan penuntutan terpisah)…dst…”. Hal ini berarti metode yang digunakan adalah splitsing perkara. Implikasi dari perkara yang di splitsing adalah keterangan antar Terdakwa digunakan untuk melawan Terdakwa lainnya. Menurut Yahya Harahap, teknik splitsing lazimnya digunakan akibat kurang bukti sehingga dengan teknik splitsing keterangan salah satu Terdakwa bertransformasi menjadi keterangan saksi, dengan demikian tidaklah berlebihan jika dakwaan ini dipaksakan untuk memenuhi tujuan non yuridis.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,

Masalah berikutnya yang ada dalam Surat Dakwaan adalah:

B. KONSTRUKSI DAN URAIAN DAKWAAN MENGHUBUNG-HUBUNGKAN BEBERAPA PERISTIWA YANG TIDAK BERHUBUNGAN DAN TIDAK MENGURAIKAN INTI PERBUATAN YANG DI DAKWAKAN SERTA MENGAMBIL PERAN PARANORMAL ALIAS DUKUN DALAM MEMBUAT DAKWAAN.

B.1. DAKWAAN PERTAMA

Untuk dakwaan yang pertama terdapat 2 (dua) perbuatan yang menjadi inti delik yaitu “merencanakan” dan/atau “menggerakkan”. Namun dalam uraian Surat Dakwaan TIDAK ADA uraian yang cermat, jelas dan lengkap bahwa saya yang telah “merencanakan” dan/atau “menggerakkan” baik penyelenggaraan seminar maupun kajian daulah rutin, apalagi i'dad dalam segala bentuknya.

B.1.1 Untuk locus di Makassar:

Merencanakan dan Menggerakkan Kajian Daulah Rutin: Tertulis di Surat Dakwaan dilakukan oleh saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI (halaman 3 alinea 2 Surat Dakwaan), bukan oleh saya;

Menggerakkan Kajian Daulah Rutin: Tertulis dalam Surat Dakwaan dilakukan oleh pihak lain dimana tidak disebut satu kata pun digerakkan dan direncanakan oleh saya (halaman 3 alinea 3 Surat Dakwaan);

Merencanakan dukungan ISIS: Dalam Surat Dakwaan dilakukan oleh MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI (halaman 3 alinea 4 Dakwaan);

 

Merencanakan Tabligh Akbar Tanggal 25 Januari 2015: Dilakukan oleh saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI (angka 1 halaman 3 s.d halaman 4 Surat Dakwaan);

Pembentukan Kepanitiaan Seminar Tanggal 24 Januari 2015: Pada Rapat ke-II, saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI menjabat sebagai Ketua dan Penanggungjawab Tabligh Akbar Tanggal 24 dan 25 Januari 2015 (angka 2 halaman 4 Surat Dakwaan);

Merencanakan Pembai’atan Tanggal 25 Januari 2015: saksi MOHAMMAD

AKBAR MUSLIM Alias ABDI (halaman 5 alinea 1 Surat Dakwaan).


B.1.2. Untuk locus di Medan:

a. Merencanakan seminar: Dilakukan oleh saksi RONI SYAMSURI. Saksi RONI SYAMSURI juga meminta nomor kontak saya, melalui pihak lain, membuktikan bahwa saksi tersebut tidak pernah berkomunikasi dengan saya sebelumnya (halaman 37 alinea terakhir dan halaman 38 alinea ke-1 Surat Dakwaan);

b. Permufakatan pembentukan kepanitiaan: Saksi RONI SYAMSURI membentuk kepanitiaan seminar (halaman 38 Surat Dakwaan);

c. Permufakatan penambahan kepanitiaan: Dalam rapat pembentukan panitia tersebut juga disepakati untuk kemudian mengajak Ormas Jalur Gaza agar menambah jumlah kepanitiaan (halaman 39 Surat Dakwaan).


Baik di Makassar maupun Medan, saya hanya dihubungi oleh saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI dan Saksi RONI SYAMSURI

untuk menjadi pemateri. Setelah memenuhi undangan sebagai pemateri, tidak ada satupun di dalam Surat Dakwaan yang menguraikan tentang pertemuan, komunikasi maupun korespondensi antara saya dengan orang-orang yang namanya terdapat dalam Surat Dakwaan baik sebelum, saat, dan sesudah seminar di Makassar dan Medan. Jadi apa yang menjadi daya upaya saya dalam merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme ? TIDAK ADA SATUPUN diuraikan dalam Surat Dakwaan.


Berikutnya, terlihat sebagian isi Surat Dakwaan yang aneh tersebut, yaitu output dari upaya menggerakkan adalah berupa keyakinan dan bertambah keyakinan. Hanya orang TIDAK WARAS pikiran yang berpendapat output menggerakkan adalah keyakinan. Sementara orang waras, pasti tahu, bahwa output dari menggerakkan adalah bergerak melaksanakan apa yang diinginkan oleh si penggerak, bukan yakin atau keyakinan.


Selain itu juga, dalam Surat Dakwaan jelas sekali apa yang saya sampaikan, TIDAK ADA ajaran atau pemaparan dari saya tentang ISIS, atau tentang pemahaman ISIS, karena saya tidak tahu apa pemahaman ISIS, yang saya tahu pemahaman khawarij, juga tidak ada dalam isi ceramah saya yang mengajak untuk berbai’at kepada ABU BAKAR AL BAGHDADI. Tapi Penuntut Umum telah secara semena-mena membuat kesimpulan yang kemudian TIDAK TERBUKTI dalam persidangan.

 

Begitu juga dengan bai’at atau kegiatan pengajian, atau apa yang disebut dengan kegiatan i'dad imani dan i'dad fisik, tidak ada satupun perkataan saya dalam ketiga kegiatan baik di Makassar maupun di Medan yang memprovokasi, menghasut, mengiming-iming, membujuk, memerintahkan atau menyuruh, atau bermufakat untuk melakukan hal-hal tersebut.

Mari kita lihat kutipan langsung dakwaan pertama dari Surat Dakwaan dibawah ini.

1) Pada Surat Dakwaan halaman 1: “Bahwa Terdakwa MUNARMAN, S.H., pada hari Sabtu Tanggal 24 Januari 2015, hari Minggu tanggal 25 Januari 2015, dan pada hari Minggu tanggal 5 April 2015 atau setidak- tidaknya pada suatu waktu bulan Januari 2015 sampai dengan April 2015, ... dst... MERENCANAKAN DAN/ATAU MENGGERAKKAN ORANG LAIN … dst.”

2) Pada Surat Dakwaan halaman 41 alinea terakhir: “Bahwa Terdakwa dalam penyelenggaraan Tabligh Akbar di Makassar pada Tanggal 24 dan 25 Januari 2015 telah MENGGERAKKAN saksi AHMAD AULIAH AMIR Alias AHMAD AULIA Alias AHMAD BIN MEMET AMIR,… dst... sehingga para saksi menjadi mempunyai keyakinan kepada pemahaman-pemahaman yang terdapat pada Daulah Islamiyah atau ISIS dan para saksi melaksanakan bai’at kepada pemimpin ISIS SYEKH ABU BAKAR AL- BAGHDADI, serta para saksi selanjutnya terus mengikuti/ lebih mendalami ajaran-ajaran Daulah Islamiyah atau ISIS dengan mengikuti kegiatan-kegiatan Daulah Islamiyah di Pondok Pesantren Tahfidzhul Qur'an Sudiang termasuk kegiatan kajian/i’dad Imani maupun i’dad fisik setelah kegiatan Tabligh Akbar tanggal 24 Januari 2015 dan juga telah menggerakkan para saksi lainnya yang memang sebelum tanggal 24 dan 25 Januari 2015 telah mengikuti kegiatan- kegiatan kajian Daulah Islamiyah di Pondok Pesantren Tahfidzhul Qur’an Sudiang.. dst..., yang mengakibatkan para saksi tersebut semakin tinggi keyakinannya dan lebih semangat lagi dalam mengikuti kegiatan-kegiatan Daulah Islamiyah atau ISIS baik yang dilakukan di Ponpes Tahfidzhul Qur'an Sudiang maupun diluar Ponpes baik kegiatan kajian/i’dad Imani maupun i’dad fisik dan kegiatan Daulah lainnya.

3) Pada Surat Dakwaan halaman 42 alinea ke-1: “Dan Terdakwa JUGA MENGGERAKKAN saksi RONI SYAMSURI Alias RONY SYAMSURI LUBIS Alias ABU MUSH’AB Alias ABU QO’QO Bin Drs. SYAMSUL DAHLAN LUBIS (Alm), saksi AZZAM AL GHOZWAH Alias ABU YAKUB Alias EDO ALlias SIMPE, saksi JONHEN Alias ABU ILHAM, dan saksi REZA ALFINO Alias ABU FATHIN sehingga saksi RONI SYAMSURI Alias RONY SYAMSURI LUBIS Alias ABU MUSH’AB Alias ABU QO’QO Bin Drs. SYAMSUL DAHLAN LUBIS (Alm), saksi AZZAM AL GHOZWAH Alias ABU YAKUB Alias EDO ALlias SIMPE, saksi JONHEN Alias ABU ILHAM, dan saksi REZA ALFINO Alias ABU FATHIN menjadi yakin atas kebenaran Daulah Islamiyah atau ISIS, menjadi pendukung Daulah Islamiyah atau ISIS, kemudian berbai’at kepada pemimpin ISIS SYEKH ABU BAKAR AL-BAGHDADI dan selanjutnya saksi RONI SYAMSURI Alias RONY SYAMSURI LUBIS Alias ABU MUSH’AB Alias ABU QO’QO Bin Drs. SYAMSUL DAHLAN LUBIS (Alm), saksi AZZAM AL GHOZWAH Alias ABU YAKUB Alias EDO

 

ALlias SIMPE, saksi JONHEN Alias ABU ILHAM, dan saksi REZA ALFINO Alias ABU FATHIN membentuk kelompok Jamaah Anshorut Daulah Wilayah Medan dengan merekrut beberapa anggota lainnya, selanjutnya melaksanakan i’dad imani/ kajian-kajian dan melaksanakan i’dad fisik, mempersiapkan peralatan untuk jihad/amaliyah dengan telah menyiapkan senjata api Pistol/FN dan peluru sebanyak 24 (dua puluh empat) dan peluru senjata api M16 sebanyak 3 (tiga) buah.


Dan ternyata dalam proses pembuktian, TIDAK SEMUA saksi yang disebut dalam Surat Dakwaan DIHADIRKAN. Dari semua saksi-saksi yang dihadirkan, menyatakan, bahwa mereka sudah berbai’at sebelum bertemu dengan saya dan sudah memiliki pemahaman yang sesat karena kurang literasi sehingga terjebak dalam strategi sarang lebah. Isi ceramah saya sebagaimana bisa dibaca dalam Surat Dakwaan TIDAK ADA SATU KATA ATAU KALIMATPUN yang memaparkan tentang ISIS atau mengajak atau bermufakat untuk mendukung ISIS atau mengajak atau bermufakat untuk berbai’at kepada ABU BAKAR AL BAGHDADI, atau memprovokasi, menghasut, mengiming-iming, membujuk, memerintahkan atau menyuruh untuk melakukan hal-hal yang disebut sebagai i'dad imani atau fisik.


Dari uraian dakwaan tersebut, terlihat jelas bahwa yang di maksud dalam Surat Dakwaan sebagai perbuatan MENGGERAKKAN adalah TERKAIT KEYAKINAN Para Terdakwa lainnya. Tidak sedikitpun dalam uraian Surat Dakwaan tersebut, perbuatan MENGGERAKKAN diuraikan dalam bentuk kongkrit tindakan atau ucapan yang mengarah kepada Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, sebagai perwujudan dari apa yang saya sampaikan. Hal ini tentu saja aneh dan berbau perdukunan, sejak kapan hukum pidana menjadikan masalah keyakinan sebagai unsur pidana..?


Padahal seharusnya, karena Pasal 14 tersebut dikaitkan dengan Pasal 7, maka uraian dalam Surat Dakwaan, harus secara jelas memuat uraian secara kongkrit, tindakan atau ucapan saya yang mengandung unsur kekerasan atau ancaman kekerasan, atau ucapan saya yang mengandung unsur untuk menggerakkan orang lain melakukan tindakan teror berupa target orang maupun objek vital untuk di bom, dibunuh, diculik dan sejenisnya. Namun tidak ada satupun uraian dalam Surat Dakwaan tersebut yang menguraikan unsur-unsur tersebut.


Selain itu, Penuntut Umum berupaya untuk mengait-ngaitkan antara peristiwa pada tanggal 6 Juli 2014 bertempat di Gedung Syahidah Inn UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Tangerang Selatan (halaman 2 s.d. alinea ke-4 Surat Dakwaan), dengan peristiwa di Makassar, Sabtu tanggal 24 Januari 2015, dan Minggu tanggal 25 Januari 2015, serta di Medan, Minggu tanggal 5 April 2015. Seolah-olah kegiatan di tiga kota tersebut terhubung dan terencana satu sama lain. Padahal bila membaca dengan teliti, Surat Dakwaan tersebut justru memperlihatkan bahwa masing- masing kegiatan berdiri sendiri dan panitia acara tidak ada satupun yang aktif berinteraksi dengan saya selain hanya komunikasi sekedar untuk mengundang sebagai narasumber, untuk kegiatan di Makassar dan di Medan.

 

Kemudian pada uraian Dakwaan juga mengaitkan tentang apa yang saya lakukan saat menghadiri acara di UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Perlu saya tanggapi bahwa dalam konteks situasi dan kondisi saat itu, TIDAK ADA NORMA HUKUM PIDANA YANG BISA DIJADIKAN DASAR UNTUK MENGKUALIFIKASI PERBUATAN SAYA SEBAGAI PERBUATAN PIDANA PADA KEGIATAN DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH CIPUTAT, TANGERANG SELATAN.


Mengenai substansi materi saya sebagai narasumber, pada awal penyampaian materi saya sudah menegaskan bahwa bukan ilmu yang akan di sampaikan, akan tetapi sebuah bentuk informasi (halaman 6 Surat Dakwaan) yang secara legal dapat diunduh (download) karena informasi tersebut bersifat terbuka (opensource). Sehingga siapapun jika memiliki kemauan dan keingintahuan untuk menambah pengetahuan mengenai kondisi global, akan dengan mudah mendapatkannya. Selain itu, saya juga menegaskan posisi saya dalam kepengurusan FPI yang terdaftar dan sah menurut Peraturan Perundang-undangan pada saat itu termasuk Visi dan Misi FPI yang tercantum dalam AD/ART tidak ada sifat melawan hukum.


Dakwaan tersebut seharusnya batal demi hukum dengan substansi materi dan jawaban yang saya sampaikan sebagai narasumber secara berturut-turut adalah sebagai berikut:

1) Paparan tentang Skenario Global dari dokumen NIC (halaman 7, 8, 9 Surat Dakwaan);

2) Jangan sampai umat Islam diadu domba dan masuk perangkap musuh-musuh Islam melalui berbagai operasi intelijen (halaman 10 Surat Dakwaan). Saya sampaikan ini untuk mencegah konflik horizontal sebagaimana yang telah terjadi di negara-negara timur tengah yang mayoritas warga negaranya adalah Muslim. Model konflik horizontal tersebut adalah pertikaian bahkan saling memerangi antara tandzim (organisasi) Islam yang men-trigger perpecahan bangsa dan negara;

3) Pada saat ini Indonesia merupakan Medan Dakwah, yang berarti TIDAK DIBENARKAN melakukan tindakan atas nama Jihad, bila orang yang mendengar tersebut paham ilmu agama yang benar. (halaman 16 Surat Dakwaan).

4) Peta kondisi umat Islam yang masih banyak belum paham syari’at Islam, sehingga saya menjelaskan level penerapan syari’at Islam terbagi menjadi 2 (dua), pertama; yang dapat dilakukan oleh individu seperti sholat tanpa perlu adanya peran negara. Selain secara individu terdapat syari’at Islam, kedua; yang hanya bisa dan hanya boleh dilakukan oleh institusi negara seperti hudud dan qisos serta ta'zir bahkan jizyah dan jihad. Agar TIDAK TERJADI MAIN HAKIM SENDIRI (halaman 23 Surat Dakwaan).

 

Dengan substansi materi seperti di atas, tidak dapat dikualifikasi sebagai menggerakkan ke arah tindak pidana terorisme. Justru saya mencegah terjadinya perpecahan bangsa dan negara. Kemudian, secara substansi, materi yang saya sampaikan juga tidak sama dengan narasumber lainnya. Substansi yang saya sampaikan bersifat edukatif khususnya PENERAPAN SYARI’AT ISLAM YANG HANYA BISA DAN HANYA BOLEH DILAKUKAN OLEH INSTITUSI NEGARA SEPERTI HUDUD, QISOS, TA'ZIR DAN HISBAH. EDUKASI YANG DIBERIKAN PUN MERUPAKAN BENTUK DAKWAH. PADA KONTEKS INI, JUSTRU SAYA MENGGERAKKAN PARA PESERTA SEMINAR UNTUK TAAT PADA HUKUM YANG BERLAKU PADA SUATU NEGARA.


Mengenai para saksi yang menjadi mempunyai keyakinan kepada pemahaman- pemahaman yang terdapat pada Daulah Islamiyah atau ISIS dan para saksi yang semakin tinggi keyakinannya dan lebih semangat lagi dalam mengikuti kegiatan-kegiatan Daulah Islamiyah atau ISIS atau para saksi yang menjadi yakin atas kebenaran Daulah Islamiyah atau ISIS tidak ada kaitannya sama sekali dengan materi yang saya sampaikan baik di Makassar maupun di Medan.


Untuk di Makassar, kajian-kajian yang dilakukan sebelum Seminar tanggal 24 dan 25 Januari 2015 sudah dilakukan dan dipimpin oleh Almarhum BASRI dan saksi BUSTAR. Frasa kata “menjadi mempunyai keyakinan”, “semakin tinggi keyakinannya”, “menjadi yakin”, ADALAH SEBUAH PILIHAN REDAKSIONAL UNTUK MENDRAMATISIR SUATU KEADAAN PALSU (FAKE CONDITION). Dan TIDAK ADA BUKTI DIPERSIDANGAN KEDUANYA BERINTERAKSI

DENGAN SAYA, kecuali hanya saat kegiatan tanggal 24 dan 25 Januari 2015.


B.2. DAKWAAN KEDUA

Pada dakwaan kedua, Penuntut Umum mendakwakan Pasal 15 Jo Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Intinya adalah bahwa saya di dakwa bermufakat jahat, mencoba dan membantu dengan bersama sama pihak lain untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan.

Kewajiban Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan adalah menguraikan bentuk permufakatan atau percobaan atau pembantuan untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan pengertian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 Angka 4 dan 5 Perppu Nomor 1 Tahun 2002.

Namun dalam kegiatan di Makassar, Penuntut Umum tidak lagi menuliskan transkrip acara pada tanggal 24 dan 25 Januari 2015. Dalam Surat Dakwaan, hanya memuat kesimpulan Penuntut Umum sendiri, dengan kalimat pada pokoknya, sehingga sangat sewenang-wenang dalam menuliskan dakwaan.

 

Begitu juga kegiatan seminar di Medan, sama sekali tidak ada kalimat langsung dari saya, sehingga apa yang dituliskan dalam dakwaan adalah hasil karangan sendiri. Sebab dari saksi-saksi yang dihadirkan untuk kegiatan seminar di Medan ini, hanya saksi JONHEN yang mendengar langsung, dan keterangan dari saksi JONHEN TIDAK ADA saya membicarakan masalah ISIS apalagi mengajak mendukung. Sementara saksi KOMBES POL (PURN) HERY SUBIANSAURI, RONI SYAMSURI, dan AZZAM AL

GHOZWAH pada persidangan menyatakan sama sekali tidak mendengar pemaparan saya.


Dalam menilai dakwaan kedua ini, maka perlu terlebih dahulu disampaikan konstruksi dakwaan yaitu:

Pertama; permufakatan jahat, kata “jahat” setelah kata “permufakatan“ sudah dapat dipastikan adalah permufakatan untuk melakukan perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan. Sebab dakwaan kedua mengaitkan Pasal 15 Jo Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003. Artinya sejak dalam Surat Dakwaan SEHARUSNYA sudah menggambarkan perbuatan kekerasan apa atau ancaman kekerasan apa yang saya lakukan bersama-sama dengan saksi lainnya ?


Jangankan menggambarkan dalam Surat Dakwaan, membuktikan dalam persidangan saja ternyata Penuntut Umum tidak bisa.

Berdasarkan Surat Dakwaan, perbuatan materiil saya hanya komunikasi terkait undangan sebagai pemateri/narasumber kemudian penyampaian materi dan menjawab pertanyaan pada saat seminar. Materi dan jawaban yang saya sampaikan yaitu:

1. Informasi tentang Skenario Global dari dokumen NIC (halaman 7, 8, 9 Surat Dakwaan);

2. Jangan sampai umat Islam diadu domba dan masuk perangkap musuh-musuh Islam melalui berbagai operasi intelijen (halaman 10 Surat Dakwaan);

3. Pada saat ini Indonesia merupakan Medan Dakwah (halaman 16 Surat Dakwaan).

4. Peta kondisi umat Islam yang masih banyak belum paham syari’at Islam, syari’at Islam terbagi menjadi 2 (dua), pertama; yang dapat dilakukan oleh individu seperti sholat tanpa perlu adanya peran negara. Selain secara individu terdapat syari’at Islam. Kedua; yang hanya bisa dan hanya boleh dilakukan oleh institusi negara seperti hudud dan qisos (halaman 23 Surat Dakwaan).

Kedua; percobaan, sederhananya segala perbuatan yang telah selesai dilakukan tidak dapat dikualifisir sebagai “percobaan”. Sedangkan yang dimaksud “percobaan” pada delik dan kasus ini adalah PERMULAAN PELAKSANAAN yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan tujuan untuk mewujudkan akibat seperti yang dimaksud Pasal 7. Artinya penerapan pasal 7 harus bersifat causalitas secara langsung, karena terdapat unsur kekerasan dan ancaman kekerasan yang dimufakati oleh saya bersama pihak lain.

Dari materi dan jawaban yang saya sampaikan dan tertuang didalam Surat Dakwaan pada halaman 7, 8, 9, 10, 16, dan 23 tidak ada kata atau kalimat yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas. Kemudian materi dan jawaban yang saya sampaikan juga tidak menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan.

Ketiga; pembantuan, pertanyaan sederhana untuk unsur bantuan ini adalah kepada siapa saya memberikan perbantuan, dengan apa saya melakukan perbantuan, kapan saya melakukan perbantuan untuk melakukan kekerasan dan ancaman kekerasan yang menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya atau memberikan pertanda atau peringatan mengenai suatu keadaan yang cenderung menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas? Kepada siapa saya memberikan perbantuan? Dengan apa saya melakukan perbantuan? Kapan saya melakukan perbantuan? Tidak ada satupun diuraikan dalam Surat Dakwaan. Justru bantuan diberikan oleh pihak Kepolisian untuk seminar di Medan dan mengawal konvoi di Makassar.


Dalam Surat Dakwaan disebutkan bahwa pembantuan yang dimaksud oleh Penuntut Umum adalah dengan kehadiran saya dalam acara diskusi. Pertanyaan pentingnya, SEJAK KAPAN DISKUSI DIKUALIFIKASI SEBAGAI PERBUATAN PIDANA..?


Pada konstruksi dakwaan kedua yaitu Pasal 15, saya dituduh melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan rasa takut dan teror mengenai adanya aksi teroris. Perbuatan yang dimaksud itu pun disimpulkan oleh si pembuat dakwaan dengan frasa kata “YANG PADA POKOKNYA” merupakan pernyataan mendukung Daulah Islamiyah atau ISIS yang ada di Suriah. SEDANGKAN PADA URAIAN DAKWAAN PASAL 15 DARI HALAMAN 42 S.D 56 SURAT DAKWAAN TIDAK ADA SATUPUN PERNYATAAN DARI SAYA MENGENAI DUKUNGAN TERSEBUT.


Oleh karena itu, sangat penting untuk kita ketahui bersama di persidangan yang imparsial dan mandiri ini:


PERTAMA, kesimpulan si pembuat dakwaan tersebut sudah seharusnya dan sepatutnya dikesampingkan karena selain merupakan kesimpulan yang sembrono dan ngawur juga kontradiktif dengan uraian dakwaan yang mana tidak ada satupun pernyataan dukungan kepada ISIS yang keluar dari mulut saya sebagaimana seluruh uraian dakwaan.


KEDUA, jangan terkecoh dan tertipu dengan diksi “Daulah Islamiyah/ISIS” dan “Daulah Islamiyah atau ISIS” yang terdapat dalam keseluruhan Surat Dakwaan karena istilah atau terminologi “Daulah Islamiyah” BERSIFAT UMUM SEHINGGA TIDAK IDENTIK DENGAN ISIS YANG SIFATNYA SPESIFIK.

 

Istilah Daulah Islamiyah sendiri merupakan kajian ilmu politik dan ilmu negara yang umum dan mendasar dan sudah ada sejak puluhan abad yang lampau sehingga tidak dapat dipadankan dengan istilah ISIS yang baru muncul beberapa tahun terakhir. Pendek kata, jika ISIS memiliki konotasi negatif maka tidak otomatis Daulah Islamiyah juga negatif.


KETIGA, mengenai tindak lanjut oleh para saksi dengan melakukan i’dad imani/ kajian-kajian dan melakukan i’dad fisik, mempersiapkan peralatan untuk jihad/amaliyah bahkan sampai ada yang membentuk Jamaah Anshorut Daulah Wilayah Medan dan merekrut anggota serta menyiapkan senjata api pistol/FN dan peluru sebanyak 24 (dua puluh empat) dan peluru senjata api M16 sebanyak 3 (tiga) buah TIDAK ADA KAITAN SAMA SEKALI DENGAN MATERI YANG SAYA SAMPAIKAN.


Untuk locus di Makassar sangat jelas ide-ide dimunculkan oleh saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI (lihat uraian Surat Dakwaan halaman 3 s.d 5) sedangkan locus di Medan dimunculkan oleh saksi RONI SYAMSURI (lihat uraian Surat Dakwaan halaman 38 s.d 39).


Disinilah letak kontradiksi antara konstruksi dengan uraian dakwaan. Hal ini berarti ide-ide itu sudah ada sebelum seminar di Makassar maupun Medan.


KEEMPAT, mengenai apa yang saya sampaikan dalam seminar di Medan yaitu BELUM ADANYA UNDANG-UNDANG atau aturan khusus hingga hari ini yang mengatur atau yang bisa mempidana orang yang menyatakan sikap terkait KHILAFAH, adalah suatu FAKTA. Bahkan dalam konteks saat itu, antara tahun 2014- 2018 sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 disahkan, banyak pihak yang mendukung ISIS pun TIDAK BISA DIJERAT melalui PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2002 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003. Terungkap dalam persidangan, RULY RIAN ZEKE dan RIZALDY, yang jelas-jelas sudah melakukan aktifitas berangkat menuju Suriahpun, TIDAK MENDAPATKAN SANKSI PIDANA pada saat itu.


Oleh sebab itu, jika dikait-kaitkan dengan substansi materi yang saya sampaikan maka SECARA FORMIL TIDAK ADA NORMA HUKUM YANG MELARANG PENYAMPAIAN PENDAPAT SEPERTI YANG DINYATAKAN DALAM SURAT DAKWAAN. KARENA PADA SAAT ITU MEMANG BELUM ADA ATURAN ATAU NORMA KHUSUS YANG MELARANG ORANG MENYAMPAIKAN SIKAP TERHADAP SITUASI YANG TERJADI PADA POLITIK GLOBAL DIKAITKAN DENGAN FENOMENA ISIS.


Contoh saat ini, Rusia mendapatkan kecaman dan berbagai sanksi, persis sebagaimana ISIS, melalui Resolusi PBB. Pemerintah Indonesia juga ikut mendukung Resolusi PBB tersebut. Lantas, apakah otomatis banyak warga negara Indonesia yang menyatakan sikap mendukung Rusia bisa dikualifikasi TELAH MELAKUKAN PERBUATAN PIDANA..? Tidak usah sok- sok-an mencantumkan Resolusi PBB, yang secara formil dan materiil, Penuntut Umum tidak mengerti apapun tentang kedudukan Resolusi dalam sistem hukum Internasional dan Nasional.

 

Sehingga mencantumkan RESOLUSI PBB untuk digunakan sebagai instrumen dengan tujuan menghukum orang secara pidana adalah sebuah kebiadaban.


KELIMA, SEANDAINYA PUN UCAPAN SAYA DIANALOGIKAN OLEH PENYIDIK DAN PENUNTUT UMUM, YANG MENUDUH dan MENDAKWA SAYA MENYAMPAIKAN UCAPAN DUKUNGAN, MAKA NORMA YANG MELARANG PENYEBARAN UCAPAN TERSEBUT BARU DIATUR DALAM PASAL 13A UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018.


SEHINGGA TIDAK BISA PARADIGMA PASAL 13A TERSEBUT DIBERLAKUKAN UNTUK MENGHUKUM PERISTIWA YANG TERJADI SEBELUM NORMA PASAL 13A DINYATAKAN SEBAGAI NORMA UNDANG-UNDANG. JUGA TIDAK BISA PERBUATAN BERUPA PERNYATAAN HASIL ANALISIS DARI DOKUMEN YANG VALID DAN KEBEBASAN BERFIKIR SERTA KEBEBASAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT LALU DIANALOGIKAN BAHWA HAL TERSEBUT MERUPAKAN KUALIFIKASI PASAL 13, PASAL 14, DAN PASAL 15 PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2002 YANG MENJADI UNDANG-UNDANG

NOMOR 15 TAHUN 2003.


B.3. DAKWAAN KETIGA

Untuk dakwaan ketiga inti deliknya adalah “bantuan” dan “kemudahan”. Yang dimaksud dengan "bantuan" adalah tindakan memberikan bantuan baik sebelum maupun pada saat tindak pidana dilakukan sedangkan yang dimaksud dengan "kemudahan" adalah tindakan memberikan bantuan setelah tindak pidana dilakukan (penjelasan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003).

Sedangkan bentuk bantuan dan kemudahan pada dakwaan ketiga ini adalah secara spesifik dilakukan “dengan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme”. Kata “menyembunyikan” pada hakikatnya adalah sifat klandestin dari tindak pidana terorisme. Sebelum kita membahas kata “menyembunyikan” sebagai landas pijak haruslah diuraikan dan dijelaskan terlebih dahulu perbuatan yang dikualifisir tindak pidana terorisme sebagaimana yang dimaksud oleh si pembuat dakwaan, yang terjadi pada tanggal 6 Juli 2014, 24 dan 25 Januari 2015 serta 5

April 2015..?


Pada dakwaan ini tidak dijelaskan sama sekali peristiwa terorisme apa yang terjadi pada saat tempus 6 Juli 2014, 24-25 Januari 2015 dan 5 April 2015 pada locus yang disebutkan di Surat Dakwaan, yang saya sembunyikan.


Selanjutnya haruslah diuraikan bagaimana cara saya menyembunyikan informasi tentang seminar yang terbuka di Makassar, konvoi yang dikawal pihak Kepolisian di Makassar, kemudian seminar di Medan yang inisiatornya adalah Polda Sumut dan salah satu narasumbernya adalah Pejabat Utama dari pihak Kepolisian.

 

Lalu berikutnya Surat Dakwaan menuliskan:

Dakwaan halaman 64 alinea 5:

“Bahwa Terdakwa telah memberikan bantuan kepada USTADZ BASRI dan USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI, saksi BUSTAR, Lc Alias USTADZ BUSTAR Alias ABBAH Alias BUSTAR Lc. BIN Hi. TAHANG, saksi AGUS SALIM Alias USTADZ AGUS SALIM Alias AGUS SALIM SYAM Alias AGUS BIN SYAMSUDDIN LATIF, saksi ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H. Alias USTADZ ABDUR RAHMAN Alias RAHMAN, dan saksi Ir. MUCHSIN DJAFAR Alias HABIB MUCHSIN Alias ABAH untuk dapat dilaksanakannya kegiatan Tabligh Akbar pada Tanggal 24 dan 25 Januari 2015 di Sekretariat FPI Kota Makassar-Markas Daerah LPI dan di Pondok Pesantren Tahfidzhul Qur’an Sudiang Makassar yang didalamnya ada kegiatan kajian berupa:

pemberian materi/ceramah yang diberikan oleh USTADZ BASRI, USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI, dan Terdakwa;

pelaksanaan bai’at kepada Amir atau Pimpinan ISIS yaitu SYEKH ABU BAKAR AL-BAGHDADI;

dan pelaksanaan konvoi/pawai kendaraan dengan tujuan untuk mendeklarasikan Khilafah Islamiyah dibawah kepemimpinan SYEKH ABU BAKAR AL-BAGHDADI yang juga merupakan pimpinan kelompok ISIS yang sedang berperang di Suriah dalam rangka menegakkan Khilafah Islamiyah;

dan Terdakwa juga telah memberikan bantuan kepada USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI, RONI SYAMSURI Alias RONY SYAMSURI LUBIS Alias ABU MUSH’AB Alias ABU QO’QO Bin Drs. SYAMSUL DAHLAN LUBIS, saksi AZZAM AL GHOZWAH Alias ABU YAKUB Alias EDO ALlias SIMPE, saksi JONHEN Alias ABU ILHAM dan saksi REZA ALFINO Alias ABU FATHIN untuk dapat dilaksanakannya seminar bertemakan “Mengukur Bahaya ISIS di Indonesia” di Medan yang didalamnya ada kegiatan:

kajian berupa pemberian materi/ceramah oleh USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI dan Terdakwa dengan menyatakan mendukung Daulah Islamiyah atau ISIS yang ada di Suriah;

dan menyatakan belum ada Undang-Undang atau aturan khusus yang mengatur dan melarang Daulah Islamiyah/ISIS.

Dan pada kegiatan-kegiatan tersebut diatas Terdakwa telah memberikan kemudahan kepada USTADZ BASRI dan USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI, saksi BUSTAR, Lc Alias USTADZ BUSTAR Alias ABBAH Alias BUSTAR Lc. BIN Hi. TAHANG, saksi AGUS SALIM Alias USTADZ AGUS SALIM Alias AGUS SALIM SYAM Alias AGUS BIN SYAMSUDDIN LATIF, saksi ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H. Alias USTADZ ABDUR RAHMAN Alias RAHMAN, dan saksi Ir. MUCHSIN DJAFAR Alias HABIB MUCHSIN Alias ABAH dengan tidak ada melaporkan kepada pihak yang

 

berwenang/kepolisian atas adanya perbuatan-perbuatan pemberian kajian Daulah Islamiyah/ISIS, pelaksanaan bai’at kepada Amir atau Pimpinan ISIS dan pelaksanaan konvoi/pawai kendaraan dalam rangka mendeklarasikan Khilafah Islamiyah dibawah kepemimpinan SYEKH ABU BAKAR AL-BAGHDADI;

dan Terdakwa juga telah memberikan kemudahan kepada USTADZ FAUZAN AL-ANSHORI, RONI SYAMSURI Alias RONY SYAMSURI LUBIS Alias ABU MUSH’AB Alias ABU QO’QO Bin Drs. SYAMSUL DAHLAN LUBIS (Alm), saksi AZZAM AL GHOZWAH Alias ABU YAKUB Alias EDO ALlias SIMPE, saksi JONHEN Alias ABU ILHAM dan saksi REZA ALFINO Alias ABU FATHIN dengan tidak ada melaporkan kepada pihak yang berwenang/Kepolisian atas adanya perbuatan-perbuatan pemberian dukungan kepada Daulah Islamiyah atau ISIS dan pelaksanaan kajian Daulah Islamiyah atau ISIS yang bertemakan seminar di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.”


Untuk dakwaan ini, selain saya dituduh memberikan bantuan pada saat sebelum dan saat pelaksanaan seminar, saya juga dituduh memberikan kemudahan setelah seminar. Uniknya uraian dakwaan secara keseluruhan menyatakan bahwa saya diundang sebagai narasumber bukan sebagai pihak penyelenggara atau panitia.


KEDUDUKAN SAYA SAMA DAN SEJAJAR DENGAN NARASUMBER DARI POLDA SUMATERA UTARA, BAHKAN YANG MEMBERIKAN PEMBANTUAN, KEMUDAHAN DAN MENYEMBUNYIKAN INFORMASI JUSTRU ADALAH PIHAK POLDA SUMATERA UTARA YANG MENJADI INISIATOR ACARA, DAN SPONSOR BERUPA KONSUMSI. KOK MALAH SAYA YANG DIPERSALAHKAN..?


Ada 2 hal yang menjadi kontradiksi antara konstruksi dengan uraian dakwaan:


PERTAMA, seminar dilakukan secara terbuka dan konvoi sudah pasti dilakukan di tempat terbuka bahkan dikawal pihak kepolisian sehingga pihak kepolisian sangat tahu tentang kegiatan tersebut, sedangkan untuk di Medan salah satu narasumbernya adalah pejabat pada Kepolisian Daerah Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara. Oleh karena itu segala aktivitas maupun peristiwa-peristiwa sudah pasti terpantau dan terekam dengan jelas dan jernih oleh pihak kepolisian. Pertanyaannya kenapa saya yang dibebankan tanggung jawab secara pidana untuk melaporkan kegiatan tersebut?


KEDUA, seandainya pun aktivitas itu dilarang namun dengan sifat kegiatan tersebut yang terbuka dan bukan termasuk delik aduan bahkan diketahui, dikawal, dan di danai pihak Kepolisian, maka masih adakah urgensi pembebanan tanggung jawab secara pidana kepada saya untuk melaporkan kegiatan tersebut?

 

Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Masih terkait Surat Dakwaan,

C. TELAH TERJADI MANIPULASI DOKUMEN HUKUM DALAM SURAT DAKWAAN


Pada halaman 42, 56 dan 64 Surat Dakwaan tertulis, TERDAKWA MENGETAHUI

kelompok ISIS merupakan organisasi terlarang sebagaimana disebutkan dalam:

1. Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 2170 Tanggal 15 Agustus 2014.

2. Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No: 11204/Pen.Pid/2014/PN. JKT. PST Tanggal 11 Oktober 2014 tentang Penetapan Perpanjangan Pencantuman Individu dan Organisasi sebagai Terduga Teroris.

3. Berdasarkan Daftar Terduga Teroris dan Organisasi Teroris Domestik No. DTTOT/2723/XI/2014 tanggal 20 November 2014 yang menetapkan ISIS sebagai Organisasi Teroris Domestik di Indonesia.

4. Serta berdasarkan Surat Republik Arab Suriah, Kementerian Luar Negeri dan Imigrasi Kedutaan-Jakarta Tertanggal 3 September 2014 yang menerangkan ISIS salah satu organisasi teroris di Republik Arab Suriah.


Dalam konstruksi dakwaan pertama, atau kedua atau ketiga, saya dianggap MENGETAHUI kelompok ISIS merupakan organisasi terlarang sebagaimana disebutkan dalam Surat Dakwaan.


Sedangkan pada uraian Surat Dakwaan TIDAK DIJELASKAN SAMA SEKALI BAGAIMANA CARA SAYA MENGETAHUI 4 (EMPAT) DOKUMEN YANG DIMAKSUD.

SEMUA DOKUMEN TERSEBUT ADALAH TIDAK BERSIFAT ERGA OMNES. Dan

berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (7) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, bahkan ada perintah kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar MEMBERITAHUKAN SECARA TERTULIS ke para pihak yang namanya tercantum dalam Penetapan dan Daftar, PEMBERITAHUAN TERTULIS tersebut, HARUS DILAKUKAN dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja, BUKAN OTOMATIS DIANGGAP TAHU DENGAN SENDIRINYA SEBAGAIMANA PERATURAN-PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT ERGA OMNES.

Jadi sangat ngawur, sewenang-wenang, bahkan zalim, apabila Penuntut Umum menganggap bahwa Penetapan Pengadilan dan DTTOT adalah dokumen umum bersifat mengikat kepada semua, dan otomatis dianggap semua warga negara mengetahui. Ini karena kebodohan yang nyata atau memang kezaliman yang ada sudah sedemikian berlapis-lapis, sehingga orang-orang zalim tidak lagi sadar sedang berbuat zalim..?

 

Sebagaimana yang sudah saya singgung pada BAB Pendahuluan dan akan diulas lebih lanjut pada BAB Analisa Yuridis, bahwa seluruh dokumen hukum yang dicantumkan oleh Penuntut Umum tersebut mengandung Cacat Formil dan Cacat Meteriil.


Cacat Formil, karena semua dokumen hukum tersebut bukan Peraturan Perundang-Undangan yang bersifat ERGA OMNES. Yang paling parah, Penuntut Umum menuliskan Penetapan KETUA PENGADILAN, padahal yang mengeluarkan PENETAPAN dan yang bertanda tangan ADALAH WAKIL KETUA PENGADILAN. Lebih parah lagi, Penetapan No.11204/Pen.Pid/2014/PN.Jkt.Pst TERNYATA SALAH DALAM MENULISKAN Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 sebagai Undang-Undang   "PENCEGAHAN   DAN   PEMBERANTASAN   TINDAK   PIDANA

TERORISME", TANPA KATA "PENDANAAN", penulisan ini bukan sekedar SALAH KETIK SEMATA, KARENA TERTULIS DI HALAMAN SATU DAN DUA PENETAPAN

dimaksud. Dan TIDAK PERNAH ada perbaikan terhadap penulisan tersebut. Dan celakanya, ternyata Penetapan yang cacat yuridis tersebut TELAH DIGUNAKAN untuk menghukum banyak orang.

Innalillahi wa innailaihi rojiun.


Dan yang PALING SUBSTANTIF, secara materiil, baik Resolusi PBB, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, maupun DTTOT, yang dijadikan alat untuk menghakimi saya saat ini dan TELAH digunakan untuk menghukum banyak orang selain saya, TERNYATA TIDAK ADA KATA ATAU KALIMAT ISIS, ATAU NAMA ABU BAKAR AL BAGHDADI, APALAGI MENYEBUTKAN SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG.


D. SURAT DAKWAAN TELAH MELAKUKAN KRIMINALISASI TANPA DASAR HUKUM TERHADAP PERBUATAN YANG PADA SAAT TERJADI BUKAN MERUPAKAN PERBUATAN PIDANA


Jelas dan terang benderang, orang yang menggunakan akal sehat, hati yang jernih dan menggunakan ilmu dalam melihat perkara dapat secara mudah menemukan berbagai kesalahan dalam dakwaan, dan melihat bahwa TELAH NYATA terjadi kriminalisasi terhadap perbuatan yang BUKAN merupakan perbuatan pidana pada saat peristiwa a quo terjadi.


Kriminalisasi yang Pertama adalah, kegiatan di UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat pada tanggal 6 Juli 2014. Pada peristiwa ini, apabila kita baca Surat Dakwaan, maka dasar argumen yang digunakan oleh Penuntut Umum untuk menyatakan bahwa kegiatan tersebut melawan hukum adalah Resolusi PBB, Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, DTTOT dan Surat dari Pemerintah Suriah. Padahal, jelas-jelas kesemua dokumen hukum yang digunakan oleh Penuntut Umum tersebut secara tempus, diproduksi setelah kegiatan berlangsung. LANTAS DIMANA SIFAT MELAWAN HUKUM dari kehadiran saya, di kegiatan yang pada saat itu sama sekali TIDAK MELAWAN HUKUM..?

 

Kriminalisasi Kedua, dokumen hukum yang digunakan untuk menyatakan bahwa telah terjadi perbuatan yang bersifat melawan hukum, BUKAN MERUPAKAN DOKUMEN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERSIFAT ERGA OMNES, yang otomatis

mengikat warga negara begitu dinyatakan. Semua dokumen tersebut adalah dokumen yang memerlukan tindakan administrasi lanjutan dan bahkan WAJIB DIBERITAHUKAN oleh pihak berwenang kepada pihak-pihak yang namanya dicantumkan dalam dokumen tersebut.


Kriminalisasi Ketiga adalah, ternyata substansi semua dokumen hukum yang digunakan oleh Penuntut Umum tersebut TIDAK ADA menyebutkan ISIS sebagai organisasi terlarang dan TIDAK ADA nama ABU BAKAR AL BAGHDADI dalam semua dokumen hukum tersebut.


Kriminalisasi Keempat adalah, kegiatan bai’at yang disebut-sebut oleh Penuntut Umum sebagai perbuatan pidana dalam Surat Dakwaan, BARU DIATUR SEBAGAI NORMA HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018, MENJADI PERBUATAN YANG BISA DIPERTANGGUNGJAWABKAN SECARA PIDANA. Artinya

pada saat tahun 2014 dan 2015 yang menjadi tempus delicti dalam Surat Dakwaan, bai’at TIDAK BISA DIANALOGIKAN sebagai perbuatan persiapan, perencanaan, menggerakkan, permufakatan jahat atau pembantuan. Menjadikan bai’at pada tahun 2014 dan 2015 sebagai perbuatan pidana adalah nyata-nyata kezaliman dalam penegakan hukum dengan menyalahgunakan pemberantasan terorisme. Ingat, ada yaumil hisab menanti kita semua.


Kriminalisasi Kelima adalah, materi ceramah saya yang berdasarkan dokumen dan sesuai dengan kenyataan, bahkan para pejabat tinggi di Republik ini pun menyatakan TIDAK ADA aturan hukum yang bisa mempidana para pendukung ISIS pada saat itu (tahun 2014-2015). Telah dianalogikan oleh Penuntut Umum sebagai perbuatan pidana. Lihat bukti di BAB Pendahuluan, Fakta Persidangan dan Analisa Yuridis.


II. TENTANG SURAT TUNTUTAN

Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,

Inti dari tuntutan Penuntut Umum adalah bahwa saya seolah-olah BERMUFAKAT JAHAT dengan Almarhum BASRI, Almarhum FAUZAN AL ANSHORI, AGUS SALIM, ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H., Ir. MUCHSIN DJAFAR, MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI, RONI SYAMSURI, JONHEN, AZZAM AL GHOZWAH, dan REZA ALFINO (SAKSI INI TIDAK

PERNAH DIHADIRKAN DIPERSIDANGAN) untuk melakukan perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan sebagaimana dakwaan kedua.

 

Dalam susunan tuntutan, fake fact yang disebutkan oleh Penuntut Umum pada halaman 474-661 Surat Tuntutan, seolah-olah saya melakukan permufakatan jahat dengan bukti versi Penuntut Umum adalah sebagai berikut:


1. Saya kenal dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI diterawang bahwa saya bermufakat jahat. Saya menyapa Almarhum FAUZAN AL ANSHORI ketika muncul di arena acara, diterawang sebagai bermufakat. Padahal tidak ada satupun fakta dalam persidangan yang membuktikan bahwa saya pernah berbicara dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI, kecuali pembicaraan ketika menjadi narasumber seminar di tanggal 24 dan 25 Januari 2015. Jadi terawangan Penuntut Umum seolah-olah bahwa antara saya dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI bermufakat jahat, hanya dilakukan dengan metode perdukunan tebak-tebak buah manggis. Penuntut Umum tidak bisa membuktikan, apa bentuk kesepakatan saya, dimana dan kapan saya bersepakat dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan. Benar-benar hanya metode dukun saja yang digunakan.


2. Keterangan satu orang saksi ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H. yang seolah-olah pada saat sebelum acara, saya menanyakan apakah Almarhum FAUZAN AL ANSHORI sudah hadir? Hal ini pada saat pembuktian sama sekali TIDAK DISEBUTKAN oleh saksi. Keterangan demikian hanya diambil dari BAP rekayasa penyidik-penyidik jahat. Dan faktanya memang saya tidak pernah menanyakan hal tersebut, karena memang saya TIDAK TAHU MENAHU bahwa Almarhum FAUZAN AL ANSHORI hadir.


3. Saya seolah-olah bermufakat jahat dengan saksi MOHAMMAD AKBAR MUSLIM alias Abdi, yaitu saat melakukan komunikasi via telepon. Keterangan saksi yang diambil dari BAP, seolah-olah saksi memberitahukan saya bahwa acara seminar dan tabligh akbar tersebut HANYA KAMUFLASE. Keterangan inipun hanya dinyatakan oleh satu saksi, yaitu MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI dalam BAP, bukan di persidangan. Sebab Fakta yang terungkap di persidangan, saksi menelpon saya hanya mengundang untuk menjadi narasumber dan hanya menyebutkan thema untuk acara tanggal 24 Januari 2015 saja. Tanpa ada pemberitahuan soal rencana dukungan atau bai’at ke ISIS.

 

4. Saya seolah-olah bermufakat jahat dengan AGUS SALIM, ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H., dan Ir. MUCHSIN DJAFAR, ini juga hanya berdasarkan ilmu pokoknya. Tanpa ada bukti di persidangan sama sekali. Keterangan Ir. MUCHSIN DJAFAR, bahwa saya menanyakan tentang MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI, apakah benar MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI orang FPI. Hanya sebatas itu. Tidak ada penjelasan dari Ir. MUCHSIN DJAFAR mengenai latar belakang atau profile MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI. Dan saya juga tidak KEPO (Knowing Every Particular Objek) dengan pribadi orang, karena masalah pribadi urusan masing-masing. Bagi saya yang terpenting, apakah benar MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI orang FPI dan apakah benar FPI Makassar yang menyelenggarakan acara Seminar. Sedang dengan saksi AGUS SALIM dan ABDUR RAHMAN LANGKONG, S.H., sebelum acara tersebut, terungkap dalam FAKTA PERSIDANGAN, saya TIDAK BERKOMUNIKASI apapun dengan keduanya sebelum acara.

5. Saya seolah-olah bermufakat jahat dengan saksi RONI SYAMSURI, saksi JONHEN, saksi AZZAM AL GHOZWAH dan REZA ALFINO (SAKSI INI TIDAK PERNAH DIHADIRKAN DIPERSIDANGAN). FAKTA yang terungkap dalam persidangan, bahwa saksi RONI SYAMSURI hanya berkomunikasi dengan saya sebatas mengundang sebagai narasumber Seminar. Sedangkan dengan saksi JONHEN dan AZZAM AL GHOZWAH saya TIDAK PERNAH berkomunikasi dalam bentuk apapun baik SEBELUM, pada SAAT acara maupun SESUDAH acara. Sementara REZA ALFINO, saya bahkan tidak kenal dan TIDAK PERNAH DIHADIRKAN di PERSIDANGAN. Jadi bagaimana Penuntut Umum menyimpulkan bahwa ada permufakatan jahat, kecuali kesimpulan berdasarkan perdukunan tebak-tebak buah manggis.

6. Penuntut Umum juga menyimpulkan seolah-olah, materi pembicaraan saya adalah merupakan kesepakatan untuk mendirikan atau mendukung ISIS di Indonesia. Padahal FAKTA PERSIDANGAN, baik transkrip materi saya sebagaimana SURAT DAKWAAN maupun keterangan saksi-saksi, justru saya menyampaikan peringatan berdasarkan dokumen produksi RAND dan NIC, bahwa ada fitnah jahat dan jebakan terhadap umat Islam melalui berbagai skenario.

7. Sehubungan dengan pendapat dan pernyataan saya dalam acara, 24 dan 25 Januari 2015 serta 5 April 2015, disebut oleh Penuntut Umum seolah-olah sebuah kejahatan dan melanggar hukum, dengan menyebutkan bahwa pendapat saya bertentangan dengan sistem yang dianut yaitu demokrasi Pancasila. Perlu saya tanggapi, pertama; bahwa pendapat dan pernyataan dalam sebuah acara diskusi BUKAN MERUPAKAN KEJAHATAN. Kedua; Penuntut Umum menyebutkan

 

bertentangan dengan demokrasi Pancasila, TANPA menyebutkan di pasal berapa dan Undang-Undang yang mana yang menjadi dasar bahwa Indonesia menganut demokrasi Pancasila. Dan ketentuan Undang-Undang yang mana yang melarang berpendapat seperti yang saya sampaikan..? Ketiga; sebagai sebuah pendapat, maka sangat aneh bila kemudian hari, 6-7 tahun kemudian dipersoalkan dan dikriminalisasi. Padahal pada saat pendapat tersebut dinyatakan dalam konteks situasi dan fenomena yang ada terjadi pada masa itu adalah sebuah hal yang biasa saja, bukan merupakan perbuatan pidana.


Sebagai contoh kongkrit, saat ini wacana publik dipenuhi oleh berbagai pernyataan dan pendapat KETUM PARPOL KOALISI PENGUASA dan MENTERI SEGALA URUSAN, menyatakan, UNTUK MENUNDA PEMILU, MEMPERPANJANG MASA JABATAN PRESIDEN DENGAN opsi lain PERUBAHAN TERM MASA JABATAN PRESIDEN

MENJADI 3 PERIODE. Bila kita pandang dari SUDUT HUKUM TATA NEGARA DAN KONSTITUSI, PENDAPAT DAN PERNYATAAN TERSEBUT ADALAH   MERUPAKAN   PELANGGARAN   HUKUM   DAN   KEJAHATAN

KONSTITUSI, karena bertentangan dengan Pasal 7 dan Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945. Pertanyaannya, apakah PELANGGARAN HUKUM DAN NORMA KONSTITUSI tersebut dapat dihukum secara pidana ? Tentu saja TIDAK BISA, selain karena hal tersebut merupakan pendapat, juga TIDAK ADA KETENTUAN PIDANA yang bisa menghukum hal tersebut. Begitu juga dengan pendapat saya dalam acara seminar tersebut. Karena, secara substansi TIDAK ADA NORMA HUKUM TATA NEGARA YANG SAYA LANGGAR, dan saya dalam

menyalurkan pendapat saya, baik sebelum tahun 2014-2015, maupun setelahnya, tetap konsisten dengan menggunakan MEKANISME LEGAL KONSTITUSIONAL. Begitu juga secara hukum pidana, TIDAK ADA NORMA HUKUM yang saya langgar dari pendapat dan pernyataan yang saya ucapkan. Hanya para penjahat yang terbelakang secara intelektual dan kurang literasi saja yang mengkriminalisasi pendapat dan pernyataan sebagai sebuah perbuatan terorisme.

Terkait kalimat saya, pada halaman 501-502, Surat Tuntutan, yang juga telah dikriminalisasi oleh Penuntut Umum, seolah-olah konsep TAQWA sebagai perbuatan permufakatan jahat, yang TIDAK BOLEH DISAMPAIKAN KARENA BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN TIDAK SESUAI DENGAN NKRI DAN TIDAK SESUAI DENGAN PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA, maka perlu

saya sampaikan disini bahwa kalimat yang berkaitan dengan TAQWA yang saya sampaikan tersebut adalah kutipan dari Al Qur'an Surat Al Anfal ayat 29.

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan furqon (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapus segala kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Allah memiliki karunia yang besar."

 

Silahkan saja Penuntut Umum nanti, pada saatnya, langsung menuntut kepada SANG MAHA PENCIPTA yang telah menciptakan kalimat tersebut, termasuk menciptakan anda. Saya tidak berani membahas kelakuan anda saat ini, karena anda telah langsung mengkriminalisasi kalimat dari Allah SWT.


Saya menyampaikan kalimat diatas dalam acara seminar, adalah untuk menasehati diri saya sendiri dan seluruh yang hadir agar bertaqwa kepada Allah. Karena saya sadar betul, untuk dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil, diperlukan ketaqwaan. Jadi itu bukan kalimat provokasi apalagi bermufakat untuk melakukan kejahatan.


Bahwa Penuntut Umum menambah-nambah kalimat dan fitnah dengan menyatakan, bahwa yang di maksud taqwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah termasuk mendirikan khalifah. Ini adalah kalimat murni dari Penuntut Umum dan penafsiran versi topi Abu Nawas dari Penuntut Umum.


Saya TIDAK PERNAH mengucapkan kalimat yang disebut Penuntut Umum.


Sekali lagi, saya hanya menyampaikan, bahwa kalau orang bertaqwa, maka Allah akan memberikan furqan yaitu kemampuan membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Dan dengan menambah-nambah kalimat dan fitnah terhadap diri saya, justru Penuntut Umum terbukti TIDAK BISA MEMBEDAKAN MANA YANG HAQ DAN MANA YANG BATHIL.


Majelis Hakim yang mulia, Penuntut Umum yang saya hormati,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Dalam persidangan ini sangat jelas dan terbuka, terkait Materi dan jawaban yang saya sampaikan yaitu:

Informasi tentang Skenario Global dari dokumen NIC (halaman 7, 8, 9 Surat Dakwaan);

Jangan sampai umat Islam diadu domba dan masuk perangkap musuh-musuh Islam melalui berbagai operasi intelijen (halaman 10 Surat Dakwaan);

Pada saat ini Indonesia merupakan Medan Dakwah (halaman 16 Surat Dakwaan).

 

Peta kondisi umat Islam yang masih banyak belum paham syari’at Islam, syari’at Islam terbagi menjadi 2 (dua), pertama; yang dapat dilakukan oleh individu seperti sholat tanpa perlu adanya peran negara. Selain secara individu terdapat syari’at Islam. Kedua; yang hanya bisa dan hanya boleh dilakukan oleh institusi negara seperti hudud dan qisos (halaman 23 Surat Dakwaan).


Selain itu juga, kita bersama telah menonton video rekaman yang dijadikan barang bukti dalam perkara a quo. Kita saksikan bersama, suasana kegiatan berlangsung dengan canda tawa, tanpa ada unsur ketegangan, kekerasan atau ancaman kekerasan.


Padahal seharusnya, apabila Penuntut Umum menuntut dengan dakwaan kedua yaitu, Pasal 15 Jo Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2003, maka HARUS ADA BENTUK-BENTUK PERMUFAKATAN JAHAT BERUPA TINDAKAN KEKERASAN ATAU ANCAMAN KEKERASAN, YANG SAYA BICARAKAN DENGAN SAKSI-SAKSI.


Namun kita bisa saksikan TERNYATA dalam TUNTUTAN Penuntut Umum yang dimaksud sebagai PERMUFAKATAN JAHAT tersebut adalah:


Kesediaan saya sebagai Narasumber.

Pendapat dan pernyataan saya dalam acara tanggal 24, 25 Januari dan 5 April 2015.


Adalah aneh bin ajaib, bila acara seminar dan pendapat serta pernyataan dalam seminar dikategorikan sebagai kejahatan permufakatan.


Sangat dipaksakan dan semata-mata rekayasa busuk hanya untuk menjebloskan saya ke penjara dengan mengarang cerita dan mengait- ngaitkan dengan peristiwa Bom Jolo 2018, kematian RIZALDY tahun 2021 dan Bom katederal Makassar 2021, yang sama sekali TIDAK BISA DIBUKTIKAN KETERKAITAN DENGAN SAYA DALAM PERSIDANGAN.


Perlu saya sampaikan dalam kesempatan ini, bila metode, teknik dan cara-cara rekayasa dalam perkara a quo diterapkan secara TANPA STANDAR GANDA, artinya bukan hanya sekedar untuk MENTARGET saya, maka seharusnya KOMBES POL (PURN) HERY SUBIANSAURI yang bersama aktifis Medan BERMUFAKAT untuk melaksanakan Seminar dan juga hadir serta memberikan bantuan maupun kemudahan pada acara di Medan, HARUSNYA MENJADI TERDAKWA. Begitu juga, salah seorang anggota Densus 88 AT yang bertugas sebagai Panit pada Unit Idensos Satgaswil Kalimantan Barat (Penugasan pada Dit. Intel) yang BATAL

 

dihadirkan sebagai saksi HARUSNYA JUGA MENJADI TERDAKWA, KARENA TELAH MELEPASKAN RULY RIAN ZEKE KETIKA DI DEPORTASI, TANPA PROSES HUKUM PIDANA, PADA 21 JANUARI TAHUN 2017, dan MELEPASKAN M. RIZALDI  pada 25 September 2016, TANPA PROSES

HUKUM PIDANA. Perbuatan melepaskan dari proses hukum pidana tersebut adalah sama saja artinya, MEMBERIKAN KEMUDAHAN kepada keduanya untuk kemudian melakukan TINDAKAN KEKERASAN dan ANCAMAN KEKERASAN sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yang kemudian dilakukan oleh keduanya. Juga TELAH MENYEMBUNYIKAN INFORMASI, tentang perbuatan Terorisme, yaitu orang yang mau bergabung dengan ISIS, tapi malahan dilepaskan tanpa proses hukum.


Dari fakta ini jelas bahwa, perkara a quo adalah memang rekayasa dan fitnah terhadap diri saya.


Selain itu, jelas terlihat dalam Surat Tuntutan halaman 488 bagian akhir, Penuntut Umum masih menuliskan judul buku IN THE ON WORD POLICE OF JIHAD. Lalu di halaman 489, masih juga ditulis judul dengan salah yaitu, IN THE WORD AND PROSISTEM TREN, saya kasih tahu, TIDAK ADA BUKU BERJUDUL seperti yang dituliskan Penuntut Umum tersebut. Lihatlah, berulang kali buku tersebut saya tampilkan di muka persidangan, namun tetap saja Penuntut Umum tidak bisa melihat judul yang benar dan hal ini MEMBUKTIKAN PENUNTUT UMUM TIDAK PERNAH MEMBACA buku tersebut. Namun dengan angkuhnya menyatakan bahwa saya menyimpulkan sendiri isi buku, padahal PENUNTUT UMUM menulis judul buku saja SALAH TOTAL, yang berarti membaca judulnya saja belum pernah apalagi membaca isi bukunya, tapi sok menyatakan saya menyimpulkan sendiri isi buku. Yang baca siapa, yang sotoy siapa ?


Lalu arogansi Penuntut Umum berikutnya adalah menyatakan buku tersebut adalah buku sampah dengan mengutip pendapat ahli ROCKY GERUNG. Padahal justru maksud ROCKY GERUNG, buku tersebut sampah dan provokasi karena buku tersebut digunakan oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai panduan dalam agenda pemberantasan terorisme, dengan demikian agenda pemberantasan terorisme tersebut di dasarkan pada buku sampah, dan celakanya, justru agenda berdasarkan buku sampah tersebut di adopsi oleh banyak negara termasuk Indonesia.


Majelis Hakim yang mulia,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Satu lagi BUKTI KEZALIMAN, KESEWENANG-WENANGAN, DAN PENGGUNAAN ANALOGI YANG TERLARANG DALAM HUKUM PIDANA,

yaitu dalam Surat Tuntutan, Penuntut Umum menuliskan berulang-ulang sebagai berikut:

 

"Bahwa kesimpulan/perkataan terdakwa dalam ceramah/jawaban tersebut TELAH TIDAK SESUAI dengan sesuatu materi yang dapat disampaikan pada kegiatan ceramah atau seminar dan TIDAK DIPERBOLEHKAN UNTUK DISAMPAIKAN MATERI tersebut KARENA BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA dan TIDAK SESUAI DENGAN NKRI dan TIDAK SESUAI DENGAN SISTEM PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA yang dianut

oleh NKRI".


PERTANYAANNYA:

1. TIDAK SESUAI MENURUT APA DAN MENURUT SIAPA ?

2. TIDAK DIBOLEHKAN MENURUT APA DAN MENURUT SIAPA ?

3. BERTENTANGAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NOMOR BERAPA DAN TAHUN BERAPA ?

4. TIDAK SESUAI DENGAN NKRI, NKRI MENURUT SIAPA ? SEBAB MENURUT SAYA, di NKRI MEMBOLEHKAN DISKUSI TENTANG SYARI’AT ISLAM.

5. TIDAK SESUAI DENGAN PEMERINTAHAN DEMOKRASI PANCASILA, MENURUT SIAPA ? SEBAB MENURUT SAYA, DEMOKRASI PANCASILA YANG BERDASARKAN SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA, MEMBERIKAN HAK BAGI WARGA NEGARA UNTUK BERDISKUSI TENTANG SYARI’AT ISLAM.


Kemudian Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan, setelah TERBUKTI di dalam Resolusi PBB No. 2170 tanggal 15 Agustus 2014 TERNYATA TIDAK ADA NOMENKLATUR ISIS DAN ABU BAKAR AL BAGHDADI sebagaimana

dalam Surat Dakwaan dan menjadi dasar dakwaan, dengan Ilmu Abu Nawas, MEMASUKKAN RESOLUSI PBB yang lain Yaitu RESOLUSI PBB NOMOR: 2249, NAMUN SAYANGNYA RESOLUSI TERSEBUT TERTANGGAL

20 NOVEMBER 2015, ARTINYA LAGI-LAGI DIKELUARKAN PASCA PERISTIWA ALIAS POST FACTUM. DAN MAKIN MEMBUKTIKAN BAHWA SEMANGAT UTAMA Penuntut Umum ADALAH YANG PENTING MENGHUKUM WALAU TANPA DASAR HUKUM.


Penuntut Umum berulang-ulang memberlakukan secara retroaktif semua "senjata hukum" yang bisa digunakan untuk menghukum saya, bahkan dengan cara melanggar hukum.


Jadi TERBUKTI bahwa parameter yang digunakan oleh Penuntut Umum dalam perkara a quo ADALAH PARAMETER POLITIK YANG DEFENISINYA HANYA MENURUT SELERA PENGUASA.


Sebagaimana keterangan yang disampaikan oleh ahli ROCKY GERUNG dalam persidangan yaitu, pada zaman Yunani ada seorang raja yang dianggap sebagai raja yang bijaksana, nama raja itu adalah PROCRUSTES. Setiap malam PROCRUSTES mengundang rakyatnya tidur di ranjang emasnya. Malam-malam raja PROCRUSTES mengintip rakyatnya yang sedang tidur. Kalo tubuh rakyatnya yang sedang tidur

 

lebih panjang dari panjang kasur nya si raja maka raja akan menggergaji kakinya dan kalo lebih pendek maka raja akan menarik kaki rakyatnya supaya pas serta fit proper dengan panjang kasur raja. Melihat dari cerita tersebut raja PROCRUSTES melayani publik dan rakyatnya dengan ukurannya sendiri.


Seperti RANJANG PROCRUSTES inilah kalimat yang digunakan oleh Penuntut Umum dalam menilai pendapat yang saya sampaikan pada kegiatan 24, 25 Januari 2015 dan 5 April 2015. Selain zalim, sewenang- wenang, telah menggunakan analogi yang terlarang dalam hukum pidana, sesungguhnya juga mengandung sifat dan unsur lucu, menggelikan sekaligus terbelakang secara intelektual, penggunaan kalimat diatas. Sebab TIDAK ADA PENJELASAN PERDEFENISI apa yang dimaksud oleh Penuntut Umum dengan kalimat diatas, selain hanya MEMBUKTIKAN bahwa yang dituntut dan diajukan ke pengadilan dalam perkara a quo adalah masalah KEBEBASAN BERPIKIR, KEBEBASAN MENYATAKAN PENDAPAT DAN KEBEBASAN BERSIKAP YANG DILINDUNGI OLEH PASAL 28E ayat (2) UUD 1945.


BAHWA DENGAN PENGGUNAAN PARAMETER RANJANG PROCRUSTES DALAM WUJUD SEPERTI KALIMAT YANG DIGUNAKAN OLEH PENUNTUT UMUM DALAM MENILAI ISI MATERI YANG SAYA SAMPAIKAN DALAM KEGIATAN SEMINAR/DISKUSI/TABLIGH AKBAR, MAKA JELAS TERBUKTI BAHWA PERKARA A QUO ADALAH PERKARA POLITIK DAN YANG DIADILI ADALAH PEMIKIRAN.


Padahal justru TUNTUTAN dan MENGAJUKAN PERKARA A QUO ke Pengadilan YANG TIDAK SESUAI DENGAN SISTEM NKRI YANG

MENGANUT DEMOKRASI PANCASILA, sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 diatas.

Dengan penggunaan kalimat diatas, PENUNTUT UMUM TIDAK MAMPU MEMBUKTIKAN NORMA HUKUM APA DAN SIFAT MELAWAN HUKUM APA

yang telah saya langgar, peraturan perundang-undangan Nomor berapa, dan pasal berapa yang telah saya langgar dengan ucapan, pendapat dan sikap saya tersebut, KECUALI pihak PENUNTUT UMUM TELAH MEMBUAT KATEGORI SECARA MULUR MENGKERET SESUAI SELERA PENUNTUT

UMUM SENDIRI, persis seperti raja PROCRUSTES, yang seenaknya sendiri. Sehingga setiap perbuatan apapun dapat dikategorikan dan dianalogikan kedalam defenisi karet yang luas kemana-mana sesuai kehendak Penuntut Umum.

Sekali lagi, hal ini membuktikan penggunaan logika TERNYATA TUPAI BISA TERBANG.

 

Majelis Hakim yang mulia,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,

Terdapat banyak manipulasi keterangan saksi dalam Surat Tuntutan, yaitu sebagai berikut:

Pada halaman 477 Surat Dakwaan, dituliskan, "Selain Terdakwa MENDAMPINGI organisasi MMI…dst", FAKTA PERSIDANGAN, saksi ABDUL HARIS MENYATAKAN pekerjaan untuk MENJADI PENGACARA organisasi MMI TIDAK TERJADI. Oleh karenanya, MENDAMPINGI dalam hal apa yang dituliskan oleh Penuntut Umum dalam Surat Tuntutanya..? INILAH BENTUK MANIPULASI FAKTA PERSIDANGAN.

Alinea terakhir halaman 477, terkait ISIS tidak ada hubungan dengan saya. Namun dimuat oleh Penuntut Umum seolah-olah peristiwa tersebut terkait dengan saya.

Lalu halaman 478, alinea pertama TIDAK ADA HUBUNGAN dengan saya. Dan hubungan saya dengan beberapa tokoh yang disebutkan tersebut, bukanlah hubungan istimewa atau hubungan khusus. Pertama; saya kenal dan berinteraksi dengan nama-nama yang disebut adalah sebatas pekerjaan saya sebagai Advokat yang menjadi salah satu anggota Tim Pembela. Kedua; hubungan dalam konteks sesama manusia ciptaan Allah SWT jangankan terhadap tokoh-tokoh yang disebutkan namanya dalam Surat Dakwaan, dengan saksi IMMANUEL EBENEZER dan Ahli ROCKY GERUNG pun, yang berbeda dalam banyak hal saya berinteraksi. Jadi, insinuasi Penuntut Umum dengan menciptakan seolah-olah hubungan tersebut adalah hubungan dekat, hanya UNTUK MEMBANGUN OPINI, bahwa saya ada dalam lingkaran kelompok yang disebut penguasa sebagai kelompok radikal. INI MEMBUKTIKAN SEKALI LAGI, BAHWA PRINSIP YANG DIGUNAKAN DALAM PERKARA A QUO ADALAH "GUILTY BY ASSOCITION" jadi bukan perbuatan yang digunakan untuk mengukur perbuatan seseorang bersalah atau tidak, tapi PERGAULAN SOSIAL.

Padahal, bila dilihat dari pergaulan pun, SAYA BUKAN HIDUP DALAM HABITAT SEPERTI YANG ada dalam Surat Tuntutan tersebut. Dan yang paling aneh, sejak kapan hukum di Indonesia mengatur lingkup pergaulan warga negara, mana yang boleh diajak berteman, mana yang harus dikucilkan. Ini kan logika penjajah kolonial.

Manipulasi juga terjadi terhadap keterangan ABDUL HARIS, yaitu seolah-olah saya dekat dengan organisasi JI, yaitu ANGGA dan FAJAR, dimana sering mengetahui saya banyak mengadakan acara-acara seminar bersama ANGGA dan FAJAR TANPA MENYEBUTKAN SEMINAR APA SAJA, KAPAN DAN DIMANA. Padahal DALAM KETERANGAN SAKSI ABDUL HARIS DI PERSIDANGAN, BAHWA KEDUA NAMA YANG DISEBUT OLEH SAKSI, BERINTERAKSI DENGAN SAYA HANYA DALAM KONTEKS PEKERJAAN KEDUANYA SEBAGAI WARTAWAN UNTUK MELIPUT ACARA 212. Tidak ada keterangan di persidangan seperti yang dimuat dalam Surat Tuntutan.

 

INI JELAS-JELAS MANIPULASI FAKTA PERSIDANGAN DAN SUDAH MERUPAKAN KEJAHATAN JABATAN. HARUS DIPIDANA HAL-HAL SEPERTI YANG DILAKUKAN INI, AGAR TIDAK BANYAK KORBAN DALAM SISTEM HUKUM PIDANA DI NKRI INI.


Terkait acara di UIN, jelas saat itu BUKAN MERUPAKAN PERBUATAN PIDANA, KARENA TIDAK ADA ATURAN HUKUM APAPUN YANG MELARANG.

Manipulasi berikutnya adalah keterangan saksi ARMEIDI, dalam persidangan TIDAK ADA PERNYATAAN dari saksi yang menyatakan MELIHAT SAYA MELAKUKAN BAI’AT.

BEGITU JUGA SAKSI KOSWARA, BERDASAR KETERANGAN DI PERSIDANGAN, MENYATAKAN, BAHWA DIA MENGETAHUI KEBERADAAN SAYA DAN INFORMASI TENTANG BAI’AT DARI SAKSI HENDRO FERNANDO, BUKAN MELIHAT SENDIRI SEPERTI YANG DINYATAKAN OLEH PENUNTUT UMUM DALAM SURAT TUNTUTAN. Jadi keterangan ini pun adalah KEJAHATAN JABATAN YANG DILAKUKAN oleh PENUNTUT UMUM.

Pernyataan Penuntut Umum bahwa saya TELAH bergabung dengan ISIS sejak acara di UIN adalah KARANGAN, KHAYALAN DAN FITNAH.

Ada dua hal yang saling bertentangan dengan apa yang dinyatakan oleh Penuntut Umum dan Surat Tuntutan tersebut, bahwa saya dekat dengan JI sekaligus bergabung dengan ISIS. Ini merupakan sebuah fitnah yang tidak masuk akal, sebab, antara kedua kelompok tersebut, dalam kenyataannya TIDAK DALAM KONDISI menyatu seperti yang digambarkan oleh Penuntut Umum. Namun Penuntut Umum dalam Surat Tuntutannya membuat konstruksi seolah-olah saya berada di kedua kelompok yang saling berseberangan. ANEH BUKAN..? TERNYATA TUPAI BISA TERBANG.


Terkait Maklumat FPI, sudah saya sampaikan diatas, Penuntut Umum TIDAK BISA MENGHADIRKAN baik yang membuat maupun yang menandatangan, dengan semaunya Penuntut Umum menafsirkan sendiri sesuai selera Penuntut Umum. Padahal dalam fakta persidangan, semua asumsi Penuntut Umum tersebut telah dibantah baik oleh saksi maupun oleh ahli. Namun sekali lagi TERNYATA TUPAI BISA TERBANG.

Apabila kita baca keseluruhan, isi dari Surat Tuntutan Penuntut Umum, maka seluruh fakta yang dimuat dalam Surat Tuntutan tersebut BUKAN MERUPAKAN FAKTA PERSIDANGAN, TAPI HANYA COPY PASTE DARI BAP YANG SUDAH DIREKAYASA.

Jadi UNTUK APA PROSES SIDANG BILA KETERANGAN SAKSI MAUPUN AHLI YANG DIGUNAKAN UNTUK MENUNTUT HANYA MEMINDAHKAN ISI BAP REKAYASA.

 

MAJELIS HAKIM YANG MULIA,

Bila kita baca Surat Tuntutan Penuntut Umum tersebut, TIDAK ADA HUBUNGAN YANG BERSIFAT CAUSALITAS antara:

Peristiwa saya, hadir di UIN.

Saya berinteraksi dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI dan tokoh- tokoh lain yang disebutkan Penuntut Umum dalam Surat Dakwaan.

Peristiwa kehadiran saya sebagai narasumber di Makassar dan Medan.

Isi materi ceramah saya di Makassar dan Medan.

DENGAN PERBUATAN KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH PIHAK LAIN. Saya TIDAK PERNAH MELAKUKAN PERMUFAKATAN JAHAT UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN TERORISME DENGAN PIHAK MANAPUN, BERDASARKAN BUKTI BUKTI DI PERSIDANGAN.

Bahwa berdasarkan konstruksi Surat Dakwaan yang di lanjutkan melalui Surat Tuntutan, maka dakwaan kedua yaitu Pasal 15 Jo Pasal 7 Perppu Nomor 1 Tahun 2002 Jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, maka ANTARA PERBUATAN PERMUFAKATAN JAHAT DENGAN PERBUATAN KEKERASAN HARUSLAH MEMILIKI CAUSALITAS SECARA LANGSUNG.

Bahwa setelah saya baca isi Surat Tuntutan Penuntut Umum, pada analisa yuridis yang membahas UNSUR PERMUFAKATAN JAHAT Pada Pasal 15 DAN UNSUR KEKERASAN atau ANCAMAN KEKERASAN pada Pasal 7, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Alat bukti Keterangan Saksi yang digunakan Penuntut Umum pada Surat Tuntutan BUKAN KETERANGAN SAKSI DI PERSIDANGAN, tapi diambil dari BAP yang penuh rekayasa.

2. Begitu juga alat bukti Keterangan Ahli, yang digunakan adalah BAP ahli BUKAN yang dinyatakan dalam Persidangan.

3. Rangkaian cerita yang dihubung-hubungkan oleh Penuntut Umum sebagai PERMUFAKATAN, KEKERASAN atau ANCAMAN KEKERASAN adalah cerita fiktif yang dikarang sendiri skenarionya sejak awal penciptaan fitnah sebelum saya ditangkap.


Rangkaian Peristiwa yang masing-masing berdiri sendiri lalu dihubung-hubungkan dengan saya, lalu di label dan di framing seolah- olah sebagai sebuah rangkaian kejahatan. Lihatlah modus kejahatan jabatan yang dilakukan dalam Surat Tuntutan tersebut, yaitu dimulai dari tahun 2002, yaitu cerita perkenalan saya dengan Almarhum FAUZAN AL ANSHORI, seolah- olah kenal dan berteman dengan Almarhum   FAUZAN   AL   ANSHORI   adalah   SEBUAH   KEJAHATAN.

Rangkaian peristiwa yang disusun oleh Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan adalah SAMA PERSIS dengan cerita khayalan, ilusi dan halusinasi yang disampaikan oleh pelapor IMAM SUBANDI saat memberikan keterangan, yang menyatakan bahwa HARUS DIRANGKAI DENGAN BERBAGAI PERISTIWA. Inilah cara dan methode INTELIJEN TAPI DIGUNAKAN DALAM HUKUM PIDANA. PADAHAL

 

ANTARA HUKUM PIDANA DAN DUNIA INTELIJEN ADALAH DUA HAL YANG BERBEDA SAMA SEKALI. Dan celakanya, INFORMASI INTELIJEN yang DIJADIKAN DASAR MEMBUAT DAKWAAN DAN TUNTUTAN DALAM PERKARA A QUO ADALAH HASIL KERJA ERROR INTELIJEN.

4. Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan TIDAK BISA MEMBUKTIKAN, HUBUNGAN ANTARA PERBUATAN SAYA YANG disebut sebagai peristiwa PERMUFAKATAN JAHAT dengan peristiwa KEKERASAN atau ANCAMAN KEKERASAN YANG TERJADI. TIDAK ADA ALAT BUKTI SATUPUN YANG MEMBUKTIKAN BAHWA PADA TANGGAL 24, 25 JANUARI, TANGGAL 5 APRIL TELAH TERJADI PERMUFAKATAN JAHAT DAN PERISTIWA KEKERASAN atau ANCAMAN KEKERASAN.

5. Pada halaman 608 Surat Tuntutan, Penuntut Umum telah MEMAKSAKAN peristiwa bom Jolo (ditulis Zulu dalam Surat Tuntutan) Philipina 2019 yang dilakukan oleh RULI RIAN ZEKE, Peristiwa Penembakan RIZALDY Januari 2021, dan Peristiwa bom Katederal Makassar Maret 2021, NAMUN SAYANG SERIBU SAYANG, TIDAK ADA ALAT BUKTI APAPUN JUGA YANG MEMBUKTIKAN HUBUNGAN SAYA DENGAN KETIGA PERISTIWA TERSEBUT. SAYA BAHKAN TIDAK PERNAH BERINTERAKSI DALAM BENTUK APAPUN DENGAN PARA PELAKU TERSEBUT. BAHKAN YANG PALING KONYOL, TAPI DIPAKSAKAN SEBAGAI alat untuk menghukum saya adalah PERISTIWA bom Katederal Makassar Maret 2021, pelaku bom bunuh diri tersebut sama sekali TIDAK HADIR dalam acara tanggal 24 dan 25 Januari 2015 di Makassar. Pelaku bom bunuh diri tersebut BARU DIREKRUT oleh MOHAMMAD AKBAR MUSLIM Alias ABDI pada Tahun 2017- 2018. Lantas darimana Penuntut Umum MENYIMPULKAN bahwa pelaku dan KEKERASAN TERSEBUT TELAH BERMUFAKAT JAHAT dengan saya untuk melakukan KEKERASAN..?

6. Begitu juga mengenai peristiwa cerita khayalan, ilusi dan halusinasi Penuntut Umum pada alinea selanjutnya pada halaman yang sama. Yaitu seolah-olah RONY SYAMSURI, JONHEN dan AZZAM AL GHOZWA menindaklanjuti perkataan saya dalam acara seminar. PADAHAL, BERDASAR ALAT BUKTI KETERANGAN SAKSI RONY SYAMSURI DAN AZAM AL GHOZWA, mereka berdua, TIDAK MENDENGAR PEMAPARAN SAYA SAAT SEMINAR KARENA TIDUR DI MOBIL. Sedangkan keterangan saksi JONHEN, menyatakan, TIDAK ADA KAITAN ANTARA PERBUATAN YANG DIA LAKUKAN DENGAN APA YANG SAYA SAMPAIKAN DALAM SEMINAR. SEDANGKAN REZA ALFINO, YANG MEMILIKI AMUNISI, SAMA SEKALI TIDAK DIHADIRKAN DI PERSIDANGAN, TAPI DIBUAT DALAM SURAT TUNTUTAN SEOLAH- OLAH MENINDAKLANJUTI PERNYATAAN SAYA DALAM SEMINAR.


Penuntut Umum tanpa logika dan bertentangan dengan ilmu hukum serta aturan yang tercantum dalam KUHAP maupun Perppu Terorisme tentang pembuktian dan alat bukti, TELAH SECARA SEWENANG-WENANG MENGAITKAN SEMUA HAL TERSEBUT DAN MENJADIKAN SEBAGAI PEMENUHAN UNSUR PIDANA.

 

Semua telah DITABRAK DAN DILANGGAR, BAHKAN SECARA SENGAJA TERJADI PENYALAHGUNAAN JABATAN DAN WEWENANG, BAHKAN LEBIH JAUH LAGI, TELAH TERJADI KEJAHATAN DALAM JABATAN DALAM PERKARA A QUO.

 

ظ ْيم

 

ا ْل

 

اَستَغ ِفر

 

ص ْير

 

عم النَّ

 

ِن و

 

ْولَى م

 

َم ا ْل ع

 

عم ا ْل َو ِك ْيل

 

ِن و

 

حسبُنَا

 

Fakta-fakta yang dicantumkan oleh Penuntut Umum dalam Surat Tuntutan semua adalah FAKE FACT, ILUSI, HALUSINASI DAN KHAYALAN YANG SEJAK AWAL SKENARIONYA TELAH DIBUAT SEBELUM PENANGKAPAN SAYA. KETIKA, DIPERSIDANGAN SKENARIO TERSEBUT TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN SESUAI DENGAN HUKUM ACARA YANG DIATUR DALAM KUHAP DAN PASAL 27 PERPPU NOMOR 1 TAHUN 2002 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003, MAKA CERITA ILUSI, HALUSINASI DAN KHAYALAN TERSEBUT TETAP DICANTUMKAN SEOLAH- OLAH SEBAGAI FAKTA PERSIDANGAN. INILAH BENTUK-BENTUK PENYALAHGUNAAN WEWENANG DAN BAHKAN KEJAHATAN JABATAN.


Majelis Hakim yang mulia,

Penasihat Hukum yang saya banggakan,


Dalam Surat Tuntutan juga, Penuntut Umum menuntut barang-barang yang disita dari rumah saya, untuk dimusnahkan kecuali KTP dan Passpor atas nama saya yang dikembalikan kepada saya. Kembali kita lihat kezaliman, kesewenangan dan tindakan ugal-ugalan dari aparat state terorism. Barang-barang yang disita dari rumah saya tersebut, TIDAK ADA SATUPUN yang digunakan dalam kejahatan atau hasil dari kejahatan atau alat untuk melakukan kejahatan. Lihatlah dari 85 item barang yang disita, ada terdapat buku tulisan Wakil Presiden, apakah buku tersebut mengandung kejahatan..? Kalau buku tersebut dimusnahkan karena mengandung kejahatan maka mengapa penulisnya justru menjadi Wakil Presiden..? Lalu Laporan Komnas HAM tentang peristiwa pembunuhan 6 orang pengawal HRS. Mengapa disita dan harus dimusnahkan..? Apakah untuk menutupi kejahatan extra judicial killing tersebut..? Demikian juga barang- barang elektronik saya berupa, flash disk, handphone serta Tablet, yang saya beli dengan hasil keringat sendiri, dan saya beli bertahap sejak 2016. Tidak ada bukti dalam persidangan ini bahwa alat- alat elektronik tersebut terkait dengan peristiwa 2015 yang didakwakan kepada saya. Lantas apa motif Penuntut Umum sebagai aparat negara, melakukan penyitaan dan menuntut pemusnahan..? Ini sekali lagi, merupakan bentuk kezaliman dan kesewenangan yang nyata. Tunggulah kalian orang-orang zalim.


Berikut daftar barang bukti yang disita dari rumah saya, tanpa ada kaitan sedikitpun dengan dakwaan.


1) 1 (satu) buah buku berjudul “PERANAN IMAN JIHAD DAN CIRI-CIRI MUKMIN

YANG BENAR IMANNYA”;

2) 1 (satu) buah buku berjudul “RE-IDIOLOGI ISLAM MEMBUMIKAN ISLAM

SEBAGAI SISTEM”;

3) 1 (satu) buah buku berjudul “DAULAH ISLAM”;

4) 1 (satu) buah buku berjudul “INSIDE THE JIHAD TERORIS ATAU TENTARA TUHAN?”;

5) 1 (satu) buah buku berjudul “FATWA-FATWA PENGEBOMAN OLEH ULAMA-

ULAMA BESAR SAUDI ARABIA”;

6) 1 (satu) buah buku berjudul “ISLAM MENGHARAMKAN DEMOKRASI”;

7) 1 (satu) buah buku berjudul “DIALOG FPI AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR MENJAWAB BERBAGAI TUDUHAN TERHADAP GERAKAN NASIONAL ANTI MA’SIAT DI INDONESIA”;

8) 1 (satu) buah buku berjudul “BENTURAN PERADABAN SEBUAH KENISCAYAAN”;

9) 1 (satu) buah buku berjudul “PARTAI POLITIK DALAM ISLAM”;

10) 1 (satu) buah buku berjudul “DO’A DAN WIRID MUJAHIDIN”;

11) 1 (satu) buah buku berjudul “KHILAFAH DAN KERAJAAN ABUL A’LA AL- MAUDUDI”;

12) 1 (satu) buah buku berjudul “SRATEGI PENDIDIKAN NEGARA KHILAFAH”;

13) 1 (satu) buah buku berjudul “BUKAN TAPI PERANG TERHADAP ISLAM”;

14) 1 (satu) buah buku berjudul “MENGHANCURKAN DEMOKRASI”;

15) 1 (satu) buah buku berjudul “MELAWAN TERORISME DENGAN IMAN”;

16) 1 (satu) buah buku berjudul “TRUE STORY AUKAI COLLINS MY JIHAD”;

17) 2 (dua) buah buku berjudul “WAWASAN KEBANGSAAN MENUJU NKRI BERSYARI’AH”;

18) 1 (satu) buah buku berjudul “KONSPIRASI BARAT MERUNTUHKAN KHILAFAH

ISLAMIYAH”;

19) 2 (dua) buah buku berjudul “KHILAFAH RASYIDAH YANG TELAH DI JANJIKAN

DAN TANTANGAN-TANTANGANNYA”;

20) 1 (satu) buah buku berjudul “TEORI PEMERINTAHAN ISLAM MENURUT IBNU TAIMIYAH”;

21) 1 (satu) buah buku berjudul “LAPORAN PENYELIDIKAN PERISTIWA KEMATIAN

6 ORANG LASKAR FPI DI KARAWANG 1 DESEMBER 2020”;

22) 1 (satu) buah buku berjudul “PILAR-PILAR SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM”;

23) 1 (satu) buah buku berjudul “MENEGAKKAN SYARIAT ISLAM DALAM KONTEKS KE INDONESIAAN”;

24) 1 (satu) buah buku berjudul “NEGARA ILAHIAH”;

25) 1 (satu) buah buku berjudul “HUKUM DAN KONSTITUSI SISTEM POLITIK ISLAM”;

26) 1 (satu) buah buku berjudul “MENEGAKKAN SYARIAT ISLAM”;

27) 1 (satu) buah buku berjudul “STRUKTUR NEGARA KHILAFAH (PEMERINTAHAN DAN ADMINISTRASINYA)”;

28) 1 (satu) buah buku berjudul “DEMOKRASI SISTEM KUFUR”;

29) 1 (satu) buah buku berjudul “MENEGAKKAN KEMBALI NEGARA KHILAFAH”;

 

30) 1 (satu) buah buku berjudul “DEMOKRASI TERSANDERA MENYINGKAP MISTERI

2 ¼ ABAD (1783 M-SEKARANG)”;

31) 1 (satu) buah buku berjudul “KHILAFAH ADALAH SOLUSI”;

32) 1 (satu) buah buku berjudul “BAI’AT DALAM PERSPEKTIF PEMIKIRAN POLITIK ISLAM”;

33) 1 (satu) buah buku berjudul “TARBIYAH JIHADIYAH JILID 7-11”;

34) 2 (dua) buah buku berjudul “TARBIYAH JIHADIYAH JILID 1-6”;

35) 1 (satu) buah buku berjudul “AL-WALA’ WAL-BARA’ KONSEP LOYALITAS DAN PERMUSUHAN DALAM ISLAM”;

36) 1 (satu) buah buku berjudul “JIHAD DAN PERANG MENURUT SYARIAT ISLAM -

BUKU KEDUA”;

37) 1 (satu) buah buku berjudul “SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM OLEH ABDUL

QADIM ZALLUM”;

38) 1 (satu) buah buku berjudul “DAKWAH & JIHAD ABU BAKAR BA’ASYIR”;

39) 1 (satu) buah buku berjudul “AGAMA DEMOKRASI PILIH ISLAM ATAU DEMOKRASI”;

40) 1 (satu) buah buku berjudul “THAIFAH MANSHURAH KELOMPOK YANG MENANG”;

41) 1 (satu) buah buku berjudul “TADZKIROH KASIH SAYANG ULAMA TERHADAP BANGSA DAN PENGUASA NEGARA INDONESIA DARI PRESIDEN HINGGA CAMAT KARANGAN ABU BAKAR BA’ASYIR”;

42) 1 (satu) buah buku berjudul “THAIFAH MANSHURAH KELOMPOK YANG MENJANJIKAN”;

43) 1 (satu) buah buku berjudul “IMAN HIJRAH JIHAD (IHJ) AQIDAH ISLAM DALAM POLA HIDUP SUNNAH ROSUL”;

44) 1 (satu) buah buku berjudul “GENERASI GHURABA MENGAPA ISLAM MENJADI

ASING DAN BAGAIMANA KELUAR DARI KETERASINGAN”;

45) 1 (satu) buah buku berjudul “STRATEGI PERANG RASULULLAH”;

46) 1 (satu) buah buku berjudul “MENJAWAB KERAGUAN SEPUTAR KHILAFAH”;

47) 1 (satu) buah buku berjudul “HUKUM ISLAM SEPUTAR JIHAD DAN MATI SYAHID MENYIKAPI AKSI TERORISME DAN PERANG FISIK”;

48) 1 (satu) buah buku berjudul ”MAFAHIM HIZBUT TAHRIR (EDISI MU’TAMADAH)”;

49) 1 (satu) buah buku berjudul “MENUJU TEGAKNYA KHILAFAH”;

50) 1 (satu) buah buku berjudul “SYAM BUMI RIBATH DAN JIHAD”;

51) 1 (satu) buah buku berjudul “JIHAD JALAN KHAS KELOMPOK YANG

DIJANJIKAN”;

52) 1 (satu) buah buku berjudul “NASEHAT DAN WASIAT KEPADA UMAT ISLAM DARI SYAIKH MUJAHID USAMAH BIN LADEN”;

53) 1 (satu) buah buku berjudul “KEKELIRUAN PEMIKIRAN ABU BAKAR BA’ASYIR”;

54) 1 (satu) buah buku berjudul “100 HADIST TETANG NUBUAT AKHIR ZAMAN”;

55) 1 (satu) buah buku berjudul “AR-RISALAH PANDUAN LENGKAP FIKIH DAN

USHUL FIKIH”;

56) 1 (satu) buah buku berjudul “KHOLIFAH ABU BAKAR ALBAGDADI MENERAPKAN HUDUD MENEGAKKAN KEADILAN MEMBASMI KEZALIMAN”;

57) 1 (satu) buah buku berjudul “UZLAH DIJALAN TERAKHIR”;

58) 1 (satu) buah buku berjudul “MEMPERJUANGKAN ISLAM DENGAN DEMOKRASI?”;

 

59) 1 (satu) buah buku berjudul “MISTERI PASUKAN PANJI HITAM”;

60) 1 (satu) buah buku berjudul “PASUKAN PANJI HITAM JEJAK TENTARA PERLAWANAN AKHIR ZAMAN DARI AFGHANISTAN HINGGA SURIAH”;

61) 1 (satu) buah buku berjudul “HAKEKAT TAUHID DAN SYIRIK”;

62) 1 (satu) buah buku berjudul “PEMBENTUKAN PARTAI POLITIK ISLAM”;

63) 2 (dua) buah Dokumen “LAPORAN PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG

KHILAFAH MASA BAKTI 2013-2020 FPI”;

64) 2 (dua) buah Dokumen “RINGKASAN LAPORAN PERTANGGUNG JAWABAN DPP FPI 2013-2020”;

65) 1 (satu) bundel lampiran ketetapan “MUSYAWARAH NASIONAL LUAR BIASA FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) TENTANG: PROGRAM KERJA DPP FPI PERIODE 2020 - 2027 M”;

66) 1 (satu) bundel berjudul “PELATIHAN KHATIB (MENCETAK KHATIB IDEOLOGIS BERKUALITAS)”;

67) 1 (satu) buah buku berjudul “BUKU PANDUAN DIKLAT KHUSUS FPI”;

68) 1 (satu) buah buku berjudul “TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGUSULAN DPD DPW DPC DAN DPRa”;

69) 1 (satu) bundel draf “KEPUTUSAN DAN KETETAPAN HASIL MUSYAWARAH

NASIONAL LUAR BIASA FPI TAHUN 2020”;

70) 1 (satu) bundel “LAPORAN KERJA MARKAZ BESAR LASKAR PEMBELA ISLAM PERIODE 2013 S/D 2020”;

71) 1 (satu) bundel “CENTRAL LEADERSHIP BOARD/ISLAMIC DETENDER’S FRONT

DEWAN PIMPINAN PUSAT-FPI”;

72) 1 (satu) buah Paspor an. MUNARMAN ABDUL HAMID IBRAHIM NO.PASPOR: B 7602104, NIKM : 110110269205;

73) 1 (satu) buah KTP an. MUNARMAN, S.H., NIK : 3674061609680001;

74) 2 (dua) buah Flashdisk 8 GB Merk TOSHIBA warna Putih;

75) 1 (satu) buah Flashdisk 8 GB Merk SANDISK warna Hitam;

76) 1 (satu) buah Flashdisk 16 GB Merk SANDISK warna Hitam;

77) 1 (satu) buah MicroSD Merk V-Gen 16GB;

78) 1 (satu) buah MicroSD Merk V-Gen 2GB;

79) 1 (satu) unit Tablet Merk SAMSUNG warna Silver, IMEI : 357168/08/015365/7 S/N: RR2K700CDXT, beserta Memory 32GB;

80) 1 (satu) unit HP Merk OPPO warna hitam, IMEI: 868473035870534;

81) 1 (satu) unit HP Merk NOKIA warna Silver;

82) 1 (satu) unit HP Merk OPPO warna Merah;

83) 1 (satu) unit HP Merk SAMSUNG warna Silver S/N – A500FGSMH;

84) 1 (satu) unit HP Merk SAMSUNG warna Biru;

85) 1 (satu) unit HP Merk SAMSUNG warna Hitam Metalik.

Bahwa selain merupakan kezaliman dan kesewenangan, penyitaan dan tuntutan pemusnahan barang-barang hak milik pribadi yang TIDAK ADA KAITAN dengan dakwaan ADALAH PELANGGARAN terhadap ketentuan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.


Beginilah ilustrasi Tuntutan Penuntut Umum terhadap diri saya. Saya hanya melakukan ceramah normal, tetapi saya di fitnah sebagai pelaku terorisme sebagaimana gambar di bawah ini.

 

 


Penuntut Umum dengan framing jahat, dan semangat menghukum yang menggebu-gebu, telah melakukan fitnah keji yaitu dengan mem-framing biaya yang saya keluarkan untuk perjalanan diri saya sendiri, sebagai bukti bahwa saya rela berkorban untuk isis. ini bentuk framing paling jahat dan label keji.


Sudah saya sampaikan di muka persidangan, bahwa sejak saya jadi advokat, bahkan bantuan hukum yang saya berikan sebagian besar gratis tanpa biaya. Dan setiap perjalanan yang saya lakukan bukan untuk kepentingan bisnis, saya selalu mengeluarkan biaya sendiri.


Framing dan labeling penuntut tersebut merupakan bentuk ketidakwarasan dalam berfikir. Orang beramal baik pun di framing sebagai kejahatan.


Benarlah apa yang disampaikan Rasulullah SAW mengenai akhir zaman. Orang yang tidak paham ilmu, khianat, pendusta, tukang fitnah, penyalahgunaan jabatan yang mendapat urusan perkara orang banyak sebagaimana hadits di bawah ini.


“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum” (HR Ibnu Majah). Kita semua meyakini bahwa ada yaumil hisab.

 

Akan saya terus persoalkan hal ini pada saatnya nanti di yaumil hisab. Kita sama-sama menanti.



 

خ ْي ُر ٱ ْل َٰ َم ِك ِرين

 

وٱَّللُ

 

َّللُ ۖ

 

َك َر ٱ و َم

 

و َم َك ُرو ۟ا

 


 

ص ْي ُر

 

َم النه و ِن ْع

 

َم ا ْل َم ْولَى ل ِن ْع

 

ا ْل َو ِك ْي و ِن ْع َم

 

حسبُنَا هللاُ

 


ال حولة وال قوات إال باهلل علي عظيم


 

ظا ِل ِمين

 

ْو ِم ال لّ ْلقَ

 

تْنَ

 

تَج َع ْلنَا

 

ر هبنَا