Tegas! Said Agil Siradj: Suara Adzan itu Harus Sekeras-kerasnya! Nggak Usah Dibatas-batasin!

 




Selasa, 1 Maret 2022

Faktakini.info, Jakarta - Saat ini masyarakat sedang ramai membahas aturan yang dikeluarkan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mau membatasi suara adzan. 

Namun ternyata pada tahun 2012 lalu, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siradj  dan pengurus NU telah menegaskan bahwa suara adzan itu harus dikumandangkan sekeras-kerasnya karena itu adalah sebuah panggilan. pemerintah tak perlu jauh mengatur cara beribadah sebuah agama.

Wakil Presiden Boediono sedang kebanjiran kecaman dari para ulama. Pidatonya di pembukaan Mukatamar VI, Dewan Masjid Indonesia, Jumat (27/4/2012), yang meminta volume azan agar lebih dikecilkan, rupanya tak bisa diterima begitu saja.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj bahkan mengecam pernyataan mantan Gubernur Bank Indonesia itu. Said menegaskan, pemerintah tak perlu jauh mengatur cara beribadah sebuah agama. Karena menurut Said, suara azan adalah sebuah panggilan dan mesti tetap dikumandangkan sekeras-kerasnya.

"Memang harus sekeras-kerasnya! Selama ini sudah berjalan seperti itu. Nggak usah diatur-atur, nggak usah diralat dan nggak usah dibatas-batasin!" tegasnya usai meresmikan gedung Pimpinan Cabang Nahdathul Ulama (PCNU) Kabupaten Bogor di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Senin (30/4).

Sejatinya, penggunaan pengeras suara dalam mengumandangkan azan di sejumlah daerah itu berbeda-beda. Karena tergantung kesepakatan atau aturan yang berlaku di masyarakat lokal tersebut.

"Pernyataan ini harus dipahami secara benar. Mungkin maksud beliau (Wapres, red) baik. Tapi penyampaiannya telah membuat miskomunikasi di masyarakat," tukasnya.

Usulan Wapres itu juga menuai kecaman dari Ketua PWNU Jawa Timur, Mutawakkil Alallah. Menurut Mutawakil, pernyataan Wapres untuk mengatur suara adzan justru dapat memancing konflik horizontal di masyarakat. 

“Yang dikatakan Wapres seolah tidak mengetahui ketetapan dan aturan mendirikan tempat ibadah di Indonesia. Dalam izin pendirian tempat ibadah, baik masjid maupun tempat ibadah yang lain, pasti harus disetujui masyarakat setempat. Jika tidak, tempat ibadah tidak akan diizinkan berdiri,” jelasnya. 

Setelah berdiri, maka masyarakat sekitar harus mau bertoleransi untuk kegiatan yang dilakukan di tempat ibadah tersebut. Lagipula, kata dia, adzan dikumandangkan dari tempat umum, bukan dari rumah ke rumah. “Ungkapan Wapres memancing timbulnya konflik horizontal berbau SARA,” kata Mutawakkil pada Republika (27/4/2012).

Tanggapan kritis juga datang dari Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Ali Muhtar Ngabalin. Ia menyatakan keberatan jika suara adzan di masjid diatur seperti diusulkan Wapres Boediono. 

“Saya keberatan pernyataan Wapres Boediono. Tidak cocok jika beliau bicara di Muktamar DMI,” kata Ngabalin kepada pers di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Jumat (27/4). 

Ngabalin menilai, tidak seharusnya Wapres mengatakan hal itu dalam forum muktamar DMI dan kalau mau menyampaikan keinginannya sebaiknya di forum lain. 

"Tidak lagi zamannya bicara seperti itu. Saya tidak setuju dan sebaiknya dilakukan secara personel saja kalau memang terganggu dengan suara adzan,” kata Ngabalin. Dikatakan, dirinya agak terkejut dengan pernyataan Wapres tersebut dan berharap agar permasalahan ini tidak menjadi rumit.

Foto: KH Said Aqil Siroj 

Sumber: jpnn.com dan Republika.co.id