Terkait 'Ciri Penceramah Radikal', PA 212: BNPT Gegabah

 




Selasa, 8 Maret 2022

Faktakini.info, Jakarta - Ketua Umum Persaudaraan Alumni (PA) 212 Ustadz Slamet Maarif mengkritik Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang membeberkan ciri-ciri penceramah yang memiliki paham radikalisme.

Ia menilai BNPT terlalu gegabah dalam mengambil sikap karena tidak berkomunikasi dengan pemuka-pemuka agama Islam yang lain. "Daripada ngurusan radikal-radikul yang gak jelas, lebih baik urusin tuh minyak goreng yang susah didapat," ujar Ustadz Slamet kepada Harian Terbit, sambil tertawa, Senin (7/3/2022).

Menurutnya, BNPT yang membeberkan ciri-ciri penceramah yang memiliki paham radikal terkesan menjadi otoriter dan mau merasa benar sendiri. Sehingga ketika sepihak, pihak lain tidak diajak bicara dan diskusi. Seharusnya BNPT menggelar diskusi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta ormas-ormas besar di Indonesia, agar terkesan tidak Islamophobia.

"Bagus kalau tentang ciri-ciri radikal itu disampaikan bersama MUI atau dengan ormas-ormas besar di Indonesia dikeluarkan bersama, jadi tidak terkesan Islamophobia," katanya.

Ustadz Slamet menilai, tanpa adanya koordinasi isu penceramah yang berorientasi radikal akan sulit terbaca. Terlebih tiap-tiap instansi Islam mempunyai penilaiannya sendiri terhadap radikalisme, sehingga bisa menimbulkan benturan.

"Nantikan timbul pertanyaan, Radikalnya versi siapa, apa versi BNPT saja? Bisa jadi menurut ulama bukan radikal, tapi menurut mereka radikal, ini nanti timbul benturan," ujarnya.

Lanjutnya, dengan keputusan sepihak BNPT yang terburu-buru dikhawatirkan memicu benturan di masyarakat bawah. Akibatnya bisa timbul muncul kelompok yang mengadu domba. "Nanti terjadi benturan benturan di bawah tentang penceramah ini, jadi seharusnya memang duduk bersama, dikaji dulu ini sangat terburu-buru," tegas Slamet.

Mengkritik

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cholil Nafis berharap agar penceramah yang mengkritik pemerintah dalam rangka amar ma'ruf nahi munkar alias mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan malah dicap radikal.

"Tapi jangan sampai yang amar ma'ruf dan nahi munkar karena mengkritik pemerintah lalu disebut radikal," kata dia, dalam akun media sosial Twitter resminya @cholilnafis, Senin (7/3). Cholil sudah mengizinkan CNNIndonesia.com mengutip cuitannya tersebut.

Meski demikian, ia memastikan MUI tegas menolak penceramah yang membangkang terhadap negara. Terlebih lagi penceramah tersebut anti terhadap ideologi negara Pancasila.

"Ya. Kita tak suka penceramah yg membangkang negara dan anti Pancasila yang itu pasti melanggar hukum Islam dan hukum nasional kita," tambahnya.

Anti-Pancasila

Diketahui BNPT membeberkan ciri-ciri penceramah yang memiliki paham radikalisme. Hal tersebut bagian dari respons BNPT atas pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal penceramah radikal dalam Rapat Pimpinan TNI-Polri belum lama ini.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid, mengatakan ada beberapa indikator atau ciri penceramah radikal yang bisa dicermati. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro-ideologi khilafah internasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain berbeda paham.

Ketiga, menanamkan sikap antipemerintahan yang sah. Keempat, memiliki sikap ekslusif terhadap lingkungan. Kelima, memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifan lokal.

"Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan, dan keragaman," katanya dalam siaran persnya, Sabtu (7/3/2022). 

Foto: Ketua PA 212 Slamet Maarif menyayangkan BNPT menetapkan ciri-ciri penceramah radikal secara sepihak. Foto: MNC/Bachtiar Rojab

Sumber: harianterbit.com