Eggi Sudjana: Polisi Wajib Seret Luhut Karena Berbohong Big Data
Senin, 18 April 2022
Faktakini.info
Prof Dr Eggi Sudjana SH MH:
*Polisi Wajib Seret Luhut Karena Berbohong Big Data*
POLISI WAJIB SEGERA PROSES HUKUM LUHUT BINSAR PANJAITAN KARENA TELAH MENGEDARKAN PEMBERITAHUAN BOHONG 110 JUTA BIG DATA DUKUNGAN TUNDA PEMILU YANG MENERBITKAN KEONARAN
Oleh : Prof . Dr .H . Eggi Sudjana Sukarna . SH. M.Si .
Ketua Umum TPUA
Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti mengungkapkan big data seputar ekonomi dan politik, salah satunya isu penundaan pemilu. La Nyalla menyebut big data yang di klaim Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan bohong.
Menurut La Nyalla, merujuk temuan Big data yang diungkap perusahaan analisis big data, Evello. Big data berjumlah 693.289 akun media sosial, seperti Twitter, Instagram, YouTube, dan Tiktok, yang terlibat dalam percakapan tentang isu penundaan pemilu.
La Nyalla mengatakan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan berbohong terkait klaim big data sebanyak 110 juta warga menginginkan penundaan pemilu 2024.
"Yang disampaikan saudara Luhut Binsar itu adalah bohong, ya. Saya hanya sampaikan itu saja," kata La Nyalla dalam agenda 'Public Ekpose DPD RI' di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
Terpisah, Menurut analis media sosial Drone Emprit, Ismail Fahmi, big data jika ingin diartikan dengan gampang ialah jenis data besar yang penyimpanannya juga membutuhkan server yang besar. Jadi tidak bisa hanya disimpan di dalam satu laptop.
"Nah terus sekarang sumber data dari big data apa? Ada dari mesin sekarang itu internet of thing. Setelah diolah lalu disimpan. Nah, yang dari manusia itu banyak dari media sosial. Media sosial itu menjadi penyumbang terbesar dalam pertumbuhan data di dunia. YouTube itu kan video ada suaranya, percakapan kita di Twitter dan lain-lain semua itu sumber dari big data," ujar Ismail.
Menurut Ismail Fahmi, Pengguna Twitter di Indonesia ada 18 juta, Facebook baru 140 juta, mengambil 110 juta data asumsinya mengambil semua media sosial dan digabungkan. Angka 110 juta data lebih dari 50% pengguna Facebook bicara soal penundaan pemilu, padahal Twitter lebih ramai bicara soal politik dari pada di Facebook paling tidak 50%. Data percakapan soal Pemilu di Twitter hanya 20 ribu sampai dengan 50 ribu.
Sampai hari ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan tidak membuka data terkait klaim mayoritas masyarakat menginginkan Pemilu 2024 ditunda.
Dalam sebuah tayangan YouTube, Luhut pernah mengeklaim memiliki big data 110 juta warganet yang meminta supaya Pemilu 2024 ditunda. Ia bahkan menepis tudingan sejumlah pihak yang meragukan validitas data tersebut, maupun tudingan yang menyebut bahwa big data itu tidak benar.
"Ya pasti adalah, masa bohong," kata Luhut usai menghadiri acara Kick-off DEWG Presidensi G-20 2022 di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Saya menyimpulkan, unsur kebohongan publik yang disampaikan Luhut Panjaitan sempurna terpenuhi melalui statement La Nyalla Mattalitti yang menyebut Luhut berbohong dengan dasar data rujukan dari perusahaan analisis big data, Evello. Pernyataan La Nyalla ini juga sejalan dengan temuan data dari pemilik Dron Emprit Ismail Fahmi.
Sementara Luhut sendiri, hingga saat ini tidak membuka sumber referensi rujukan data klaim 110 juta orang yang menginginkan tunda Pemilu. Saat didebat oleh mahasiswa UI, luhut berkelit dengan dalih beda pendapat soal tuntutan membuka klaim 110 juta dukungan tunda Pemilu dari Big Data.
Pernyataan Luhut Panjaitan terkategori menyiarkan berita atau pemberitahuan, bukan menyampaikan pendapat. Al hasil, apa yang diungkap Luhut soal 110 juta Big Data adalah berita atau pemberitahuan bohong, bukan pendapat yang tidak memiliki argumentasi.
Kebohongan Luhut soal 110 juta Big Data telah memicu keonaran ditengah masyarakat. Ramainya penolakan publik terhadap wacana tunda Pemilu, hingga masifnya demo mahasiswa yang menolak tunda Pemilu di berbagai daerah, adalah konfirmasi terpenuhinya unsur 'menerbitkan keonaran' yang meresahkan masyarakat.
Pernyataan luhut soal 110 juta data dukungan tunda Pemilu berdasarkan big data adalah berita atau pemberitahuan bohong yang menerbitkan keonaran, yang memenuhi unsur-unsur pidana sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang diancam 10 tahun penjara.
_"Barang siapa, menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun"._ [Pasal 14 ayat (1) UU No 2/1946].
Pasal ini terkategori delik umum bukan delik Aduan. Sehingga aparat penegak hukum dapat langsung menyidik kasusnya tanpa menunggu adanya laporan masyarakat. Dan saya menghimbau agar aparat bertindak, khawatir terjadi amuk massa dan peristiwa yang dialami Ade Armando bukan mustahil dapat terjadi pada Luhut Panjaitan.
Namun jika aparat belum juga bertindak, TPUA akan mengambil inisiatif membantu aparat untuk melaporkannya, agar Luhut Panjaitan diproses hukum. Hukum harus adil dan equal, tidak boleh pasal kabar bohong hanya diterapkan kepada rakyat kecil dan tokoh oposisi, sementara Luhut Panjaitan kebal terhadap pasal mengedarkan berita bohong. [].