UAS Dideportasi: Fahri Hamzah, Eki Pitung dan Aziz Yanuar Semprot Singapura

 




Rabu, 18 Mei 2022

Faktakini.info, Jakarta - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia mengecam tindakan pemerintah Singapura yang menolak Ustaz Abdul Somad (UAS) memasuki wilayah Singapura.

Akibat penolakan tersebut, UAS sempat ditahan otoritas keimigrasian Singapura dan akhirnya dideportasi ke Batam, Kepulauan Riau (Kepri).

Kecaman disampaikan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah dan Ketua Bidang Hubungan Keumatan (BHU) DPN Partai Gelora Indonesia Raihan Iskandar, Selasa (17/5/2022).

“Negara seupil aja belagu…!,” kata Fahri Hamzah menyentil negara seperti Singapura yang melakukan hal tersebut.


Sementara Ketua Badan Hubungan Keummatan DPN Partai Gelora Raihan Iskandar menilai masalah deportasi UAS oleh Singapura bisa menjadi bahan evaluasi pola hubungan kedua negara.

“Apa yang dilakukan Singapura terhadap UAS ini merupakan fenomena gunung es,” kata Raihan Iskandar.

“Artinya perilaku tersebut, sebenarnya banyak yang mengalaminya dan berlangsung lama, bukan hanya UAS saja,” imbuhnya.


Singapura, kata Raihan Iskandar, merasa sebagai surganya para turis mancanegara, sehingga banyak wisatawan yang datang, meskipun negaranya sangat kecil.

“Jadi secara manajemen marketing, mendeportasi wisatawan tanpa sebab pun tidak merugikannya,” katanya.

Hal ini, lanjut Raihan Iskandar, memberikan gambaran tentang kuatnya posisi Islamofobia di Singapura.


“Singapura seakan ingin mempromosikan dirinya di era keterbukaan informasi sekarang ini, dan tokoh sekaliber UAS pun dijadikan contoh dengan dideportasi tanpa alasan,” tegasnya.

Menurutnya, sebagai bangsa yang besar dan beradab, tentunya kita perlu memberikan pesan khusus kepada Singapura dengan terus memviralkan berita ini agar dunia tahu tentang prilaku Islamofobia disana.

“Boleh jadi ini menjadi titik balik bangkitnya kesadaran Islam di sana lebih terbuka lagi dan lebih kokoh lagi,” ujarnya.

Ketua BHU DPN Partai Gelora ini menegaskan, kasus pendeportasian UAS oleh Singapura bisa dijadikan momentum bagi pemerintah untuk membenahi sektor industri wisatanya, sehingga tidak perlu ke Singapura.


"Pemerintah bisa membenahi dan mempromosikan destinasi wisatanya khususnya areal sekitar Singapore seperti Riau, Sumut, Aceh, Kepri dan Jambi. Hal ini agar dapat berdaya saing lebih sehat lagi, baik wisata liburan maupun wisata kesehatannya,” pungkas Raihan Iskandar.


Sementara itu Wakil Ketua Umum Bamus Betawi Muhammad Rifky alias Eki Pitung  menyatakan, mengecam keras dan meminta Singapura untuk memberikan penjelasan perihal hal yang dimaksud.

Sebagai anggota Keluarga Kehormatan Kaum Betawi di Jakarta, Eki mengaku tak terima dengan perlakuan yang diberikan Singapura.

Eki meminta Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Anil Kumar Naya buka-bukaan soal ditolaknya UAS masuk Singapura.

"Kalau nggak bisa menjelaskan, silahkan dia keluar dari tanah Betawi atau Jakarta," kata Eki dalam keterangannya, Selasa (17/5).

Eki berpandangan penolakan UAS masuk Singapura merupakan wujud Islamphobia. Hal ini sekaligus sebuah penghinaan atau pelecehan terhadap ulama.

"Karena UAS tidak hanya dikenal di Indonesia, namun juga negara-negara Asia seperti Malaysia dan Brunei," kata Eki.

Eki mendorong semua pihak merajut kembali persaudaraan yang sempat tercoreng gara-gara Pilpres 2019, jangan malah memantik kembali perpecahan tersebut.

"Kita semua anak bangsa sudah selesai urusan politik 2019 jangan ada lagi muncul kelakuan yang satir dan kebencian yang tidak beralasan. Kita katanya Pancasila dan menjunjung tinggi Kebhinekaan dan NKRI," kata Eki.

Di sisi lain, Eki turut menyesalkan sikap Duta Besar Indonesia untuk Singapura, Suryopratomo. Kata Eki, Dubes Indonesia seharusnya membela WNI yang tidak tercatat sebagai buronan atau hal negatif lainnya.

"Apalagi UAS ulama yang seharusnya dihormati," demikian Eki yang juga Ketua Umum Ikatan Silat Betawi Indonesia Jaya (ISBI JAYA) ini. 

Sebelumnya, UAS mengaku dideportasi dari Singapura. Hal itu, ia ungkap melalui akun instagram pada Senin (16/5).

Dalam unggahannya, UAS menyertakan foto dan video dalam ruangan sebelum dideportasi.

"UAS di ruang 1x2 meter seperti penjara di imigrasi, sebelum dideportasi dari Singapore," tulis UAS dalam unggahan itu.

Di foto yang ia unggah, pendakwah kondang itu tampak mengenakan masker dan topi. UAS juga terlihat berada di dalam ruangan bercat putih dan besi di bagian atas. 


Sikap Singapura yang menolak mengizinkan pendakwah Ustaz Abdul Somad (UAS) masuk pada awal pekan ini dinilai sangat diskriminatif.

Demikian disampaikan oleh pengacara kawakan yang kerap menjadi kuasa hukum dari sederet ulama dan pendakwah di tanah air, Aziz Yanuar saat berbincang dengan Info Indonesia pada Rabu siang (18/5/2022). 

"Saya sebagai warga negara Indonesia dan juga boleh dikatakan tim pengacara muslim, mengambil sikap bahwa kami memprotes keras sebagai sesama warga negara ASEAN. Harusnya Singapura tidak seperti itu dan juga sebagai sesama negara berdaulat harusnya tidak seperti itu. Sikap itu diskriminatif," tegasnya.


Dia menjelaskan bahwa ini bukan kali pertama Singapura bersikap seperti itu. Penolakan serupa pernah dilakukan pada beberapa pemuka agama lainnya. 

"Tokoh-tokoh agama lain juga pernah diperlakukan seperti itu. Setahu saya pada tahun 2017 penginjil diperlakukan seperti itu juga," terangnya. 



"Artinya ini bukan domain agama yang bicara, tapi diskriminasi," sambung Aziz. 

Menurut Aziz, sikap tersebut berlawanan dengan perlakuan Singapura terhadap koruptor yang sudah jelas tindak pidananya. Singapura justru terkesan membukakan pintu.

"Di sisi lain, terhadap koruptor-koruptor, pelaku tindak pidana yang jelas sudah dipidana, tapi bebas masuk Singapura. Tidak pernah ada penolakan, deportasi, atau apa pun itu," kata Aziz. 

Karena itulah Aziz menilai bahwa perlakuan Singapura terhadap UAS diskriminatif.

"Artinya mereka ini diskriminatif, terhadap sesuatu yang terkait belum jelas tindak pidananya diperlakukan demikian, yang sudah jelas tindak pidananya dipersiapkan masuk. Jadi itu yang kami protes keras," tegas Aziz.


Sumber: suaraislam.id, rmol.id, infoindonesia.id