Press Release Terkait Dugaan Hoax "Mustofa Nahra Dideportasi Suriah" oleh Islah Bahrawi
Ahad, 19 Juni 2022
Faktakini.info
*_Pers Release_*
Sehubungan dengan acara Program Catatan Demokrasi, di stasiun TV One, pada selasa, 7 Juni 2022. Dengan nara sumber diantaranya sdr. Musthafa Nahrawardaya (aktifis Muhammadiyah) dan sdr.
Islah Bahrawi (Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia). Pada dialog tersebut terlontar ungkapan dari Bahrawi yang ditujukan kepada Musthafa bahwa yang bersangkutan telah pernah dideportasi dari negara Suriah.
Islah mengatakan dan mengakui, dia punya data lengkap tentang peristiwa tersebut. Ketika diminta dan ditanya datanya oleh Mustofa melalui akun IG dan Tiktoknya, sudah lebih dari dua pekan, Islah tidak juga pernah menjawab dan memberikan data otentiknya perihal klaimnya tersebut.
Bahkan dalam cuitannya Mustofa telah meminta Islah menemuinya, untuk meminta maaf. Atas bantahan dan permintaan Musthofa tersebut, faktanya sampai saat ini tidak juga tak dipenuhinya.
Dalam peristiwa tersebut, maka Islah berpotensi dan patut diduga telah menyebarkan berita bohong dan melakukan fitnah, terhadap Musthafa dihadapan media dan publik.
Oleh karenanya Islah dapat dijerat pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Hal itu didasarkan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa; menyiarkan suatu berita bohong (palsu) atau pemberitahuan, yang tidak pasti atau tidak lengkap, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa pemberitahuan itu adalah bohong, ancaman hukuman 10 tahun penjara.
Karena komentar sdr. Islah juga dilakukan melalui media elektronik/ TV, maka dapat juga dikenakan
Pasal 28 (ayat 1), juncto Pasal 45, UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Pasal 28 (ayat 1) berbunyi “Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, dengan ancaman sesuai
Pasal 45A (1) pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun."
Oleh karenanya atas pelanggaran pidana tersebut, seyogiyanya Bahrawi jangan merasa kebal hukum, dan segera merespondnya. Sesuai dengan azas negara hukum (recht staat), dan kesamaan setiap orang dihadapan hukum (equality before the law).
Jkt, 18/6/22.
*_Adv. Juju Purwantoro_*/ Ketua Bidang Advokasi Hukum, DPP Parpol UMMAT