Segera Non-Aktifkan Mardani Maming dari Bendahara Umum PBNU?

 




Rabu, 22 Juni 2022

Faktakini.info 

*SEGERA NONAKTIFKAN MARDANI MAMING DARI BENDAHARA UMUM PBNU ?*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*

Sastrawan Politik



Dalam hukum dikenal asas praduga tidak bersalah. Namun, dalam etik organisasi asas ini tidak berlaku. Pelanggaran etik, boleh jadi tidak melanggar hukum.


Terlambat mengambil tindakan etis, atau sanksi organisatoris, bisa menyebabkan kesalahan oknum tertentu menyeret organisasi. Dampaknya, kesalahan itu bisa dinisbatkan publik kepada Organisasi.


Kasus yang menimpa Mardani Maming secara organisasi dapat dikanalisasi atau dihentikan dampak destruktifnya bagi Jam'iyah NU melalui dua cara : *Pertama,* secara etis Mardani mengundurkan diri dari posisinya sebagai Bendum PBNU agar dapat berkonsentrasi pada kasusnya. *Kedua,* PBNU mengambil langkah organisatoris dengan menonaktifkan Mardani dari Bendum PBNU bahkan dari kader NU.


Langkah ini seperti langkah amputasi dalam dunia kedokteran. Jika tidak, dampak destruktif dari kasus ini akan mempengaruhi persepsi negatif publik terhadap PBNU khususnya dan Jam'iyah NU pada umumnya.


Belum lama ini, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta mendesak Pengurus Besar NU (PBNU) agar menonaktifkan Mardani Maming yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. PWNU DKI minta PBNU tak memberi bantuan hukum terhadap Bendahara Umum PBNU itu.


"PBNU tentu secepatnya mengambil sikap, harapan kami, selaku Ketua PWNU, menonaktifkan Saudara Maming secepatnya. Jangan ditunda-tunda lagi. Harus tegas," kata Ketua PWNU DKI Syamsul Ma'arif, Selasa (19/21/2022).


Bahkan, Syamsul menekankan agar PBNU tidak memberikan batuan hukum, pendampingan bantuan hukum kepada Mardani Maming, karena kasusnya korupsi. PWNU DKI menekankan itu masalah pribadi Mardani Maming, sehingga mendorong Maming untuk menyesaikan kasusnya sendiri. Lebih lanjut, Syamsul justru mengapresiasi KPK yang telah mengusut perkara Mardani Maming. 


Aspirasi PWNU DKI ini sejalan dengan aspirasi PWNU Jatim. Sebelumnya, Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, KH Abdussalam Shohib atau Gus Salam, juga meminta agar Pengurus Besar NU (PBNU) tidak menjadi bumper atau semacam pelindung, terhadap deraan kasus yang menyeret Bendahara Umum (Bendum) Mardani Maming oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, bila itu terjadi, maka organisasi akan ikut-ikutan tercoreng.


Bahkan, PWNU Jatim mendorong PBNU dan Mardani Maming untuk meminta maaf kepada warga Nahdliyin.


“Maka kami mendorong PBNU, utamanya LBHNU dan LBH Ansor, agar minta maaf kepada warga NU se-Indonesia. Tidak boleh menggunakan jamiyyah (organisasi) sebagai bumper kasus hukum. Ini masalah personal, tidak ada kaitannya dengan organisasi NU,” kata Gus Salam dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa, 21 Juni 2022.


Kasus ini merupakan ujian terbesar bagi NU di usianya yang nyaris se-abad, juga ujian bagi kepemimpinan Yahya Staquf yang baru beberapa bulan memimpin PBNU. Perlu sikap tegas untuk menyelamatkan Jam'iyah, ketimbang terus mempertahankan posisi Mardani Maming.


Dalam tradisi partai politik saja, setiap kadernya tersangkut perkara korupsi pasti segera dipecat. Apalagi PBNU sebagai ormas keagamaan, tentu memiliki standar yang lebih tinggi ketimbang partai politik.


Namun, pertanyaan krusialnya adalah : apakah Yahya Staquf berani memecat Mardani Maming ? kita lihat saja nanti. [].