Draft RKUHP (Part 2: Pasal 358 - Selesai)
Selasa, 19 Juli 2022
Faktakini.info
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
Pasal 358
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357 dilakukan
secara bersama-sama dan bersekutu, pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
Paragraf 2
Pengabaian terhadap Perintah Pejabat yang Berwenang
Pasal 359
Setiap Orang yang tidak menurut perintah atau petunjuk Pejabat yang
berwenang yang diberikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan
menghindarkan kemacetan lalu lintas umum sewaktu ada pesta, pawai, atau
keramaian semacam itu dipidana dengan pidana denda paling banyak
kategori II.
Pasal 360
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
85
a. tidak menaati perintah atau permintaan seorang Pejabat yang
berwenang yang ditugaskan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk mengawasi sesuatu atau
yang ditugaskan atau diberi wewenang untuk menyidik atau memeriksa
Tindak Pidana, atau
b. mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan untuk
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
oleh seorang Pejabat yang berwenang.
Pasal 361
Setiap Orang yang berkerumun atau berkelompok yang dapat menimbulkan
kekacauan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh
Pejabat yang berwenang atau atas namanya dipidana dengan pidana denda
paling banyak kategori II.
Pasal 362
Setiap Orang yang mempergunakan suatu hak, yang diketahuinya bahwa
hak tersebut telah dicabut berdasarkan putusan pengadilan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling
banyak kategori II.
Pasal 363
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang
tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang
diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap, jika:
a. dipanggil di muka Balai Harta Peninggalan atau atas permintaan Balai
Harta Peninggalan tersebut atau di muka Pejabat yang berwenang untuk
didengar dalam perkara orang yang akan ditaruh atau yang sudah
ditaruh di bawah pengampuan, atau
b. dipanggil di muka Pejabat yang berwenang untuk didengar dalam
perkara orang yang belum dewasa.
Pasal 364
(l) Setiap Orang yang pada waktu ada bahaya bagi keamanan umum
terhadap orang atau Barang atau pada waktu orang tertangkap tangan
melakukan Tindak Pidana, menolak memberikan pertolongan yang
diminta oleh Pejabat yang berwenang, padahal pertolongan tersebut
dapat diberikan tanpa membahayakan dirinya secara langsung dipidana
dengan pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
bagi orang yang menolak permintaaan pertolongan pada saat orang
tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana karena hendak
menghindarkan dirinya dari bahaya penuntutan merupakan salah
seorang keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau derajat
kedua atau ketiga garis lurus ke samping atau dari suami atau istri,
atau bekas suami atau istrinya.
36
Paragraf 3
Pengabaian terhadap Wajib Bela Negara
Pasal 365
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
a. membuat dirinya atau meminta orang lain membuat dirinya tidak
mampu untuk memenuhi kewajiban bela negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang, atau
b. atas permintaan orang lain membuat orang lain tersebut tidak
mampu memenuhi kewajiban bela negara sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang-Undang.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
mengakibatkan kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Paragraf 4
Perusakan Maklumat Negara
Pasal 366
Setiap Orang yang secara melawan hukum merobek, membuat tidak dapat
dibaca, atau merusak maklumat yang diumumkan atas nama Pejabat yang
berwenang atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dengan maksud untuk mencegah atau menyulitkan orang
mengetahui isi maklumat tersebut dipidana dengan pidana denda paling
banyak kategori II.
Paragraf 5
Laporan atau Pengaduan Palsu
Pasal 367
Setiap Orang yang melaporkan atau mengadukan kepada Pejabat yang
berwenang bahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana, padahal diketahui
bahwa Tindak Pidana tersebut tidak terjadi dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Paragraf 6
Penggunaan Kepangkatan, Gelar, dan Tanda Kebesaran
Pasal 368
Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kepangkatan
yang bukan haknya, melakukan perbuatan jabatan yang tidak dijabatnya,
atau melakukan perbuatan jabatan yang sementara dihentikan baginya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori III.
87
Pasal 369
Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kebesaran
yang berhubungan dengan pangkat, jabatan, atau gelar yang bukan haknya
dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Paragraf 7
Perusakan Bukti Surat untuk Kepentingan Jabatan Umum
Pasal 370
(l) Setiap orang yang secara melawan hukum memecahkan, meniadakan,
atau merusak segel yang ditempatkan pada barang yang disegel oleh
atau atas nama Pejabat yang berwenang atau dengan cara lain
menggagalkan penutupan segel dari barang yang akan disegel dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Penyimpan barang yang disegel yang melakukan, membiarkan
dilakukan, atau membantu melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori
IV.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena
kealpaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 371
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang merusak,
menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan:
a. barang yang digunakan untuk meyakinkan atau dijadikan bukti bagi
Pejabat yang berwenang, atau
b. akta, Surat atau register yang secara tetap atau untuk sementara waktu
disimpan atas perintah Pejabat yang berwenang atau yang diserahkan
kepada Pejabat atau kepada orang lain untuk kepentingan jabatan
umum.
Pasal 372
Setiap Orang yang secara melawan hukum berbuat sesuatu sehingga Surat
atau barang tidak sampai ke alamat, membuka atau merusak Surat atau
barang lain yang telah diserahkan kepada penyelenggara pos, telah
dimasukkan ke dalam kotak pos, atau diserahkan kepada pengantar Surat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 9 (sembilan)
bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
38
Pasal 373
Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 293 dan Pasal 370 sampai dengan Pasal 372 Masuk ke tempat
terjadinya Tindak Pidana atau dapat mencapai benda tersebut dengan cara
membongkar, merusak, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, berdasarkan
perintah palsu atau karena memakai pakaian dinas palsu dipidana paling
lama 2 (dua) kali lipat dari pidana yang diancamkan.
Bagian Ketiga
Penganjuran Disersi, Pemberontakan, dan Pembangkangan
Tentara Nasional Indonesia
Pasal 374
Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan anggota Tentara Nasional
Indonesia yang sedang dalam dinas aktif untuk melarikan diri atau dengan
salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 memudahkan
pelarian dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 375
Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan supaya terjadi huru-hara
atau pemberontakan di kalangan Tentara Nasional Indonesia, atau dengan
salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 memudahkan
huru-hara atau pemberontakan dipidana dengan pidana penjara paling lama
6 (enam) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.
Bagian Keempat
Penyalahgunaan Surat Pengangkutan Ternak
Pasal 376
Setiap Orang yang dalam pengangkutan Ternak diwajibkan memakai surat
jalan dengan memakai surat jalan yang diberikan untuk Ternak lain dipidana
dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Bagian Kelima
Tindak Pidana Irigasi
Pasal 377
Setiap Orang yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Pejabat yang
berwenang dan yang telah diumumkan tentang pemakaian dan pembagian
air dari bangunan pengairan atau bangunan irigasi bagi kepentingan umum
dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
39
Bagian Keenam
Penggandaan Surat Resmi Negara Tanpa Izin
Pasal 378
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat
yang berwenang:
a. membuat salinan atau mengambil petikan dari Surat resmi negara
atau badan pemerintah, yang diperintahkan oleh kekuasaan umum
untuk dirahasiakan:
b. mengumumkan seluruh atau sebagian Surat sebagaimana
dimaksud pada huruf a, atau
Cc. mengumumkan keterangan yang tercantum dalam Surat
sebagaimana dimaksud pada huruf a, padahal diketahui atau patut
diduga keterangan tersebut harus dirahasiakan.
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat
dipidana, jika perintah untuk merahasiakan diberikan nyata-nyata
karena alasan lain yang bukan kepentingan dinas atau kepentingan
umum.
BAB X
TINDAK PIDANA KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH
Pasal 379
Setiap Orang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah
atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan
keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan,
olehnya sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Disamakan dengan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah janji atau pernyataan yang menguatkan yang diharuskan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau yang menjadi pengganti sumpah.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
BAB XI
TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS
Pasal 380
Setiap Orang yang memalsu atau meniru mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan
atau meminta mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori VI.
90
Pasal 381
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori VII, Setiap Orang yang:
a. mengedarkan dan/atau membelanjakan mata uang atau uang kertas
yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang
kertas yang asli dan tidak dipalsu padahal ditiru atau dipalsu olehnya
sendiri atau yang pada waktu diterimanya diketahui palsu atau dipalsu,
atau
b. menyimpan, membawa, atau memasukkan ke wilayah atau
mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mata
uang atau uang kertas yang palsu atau dipalsu,
atau
b. menyimpan, membawa, atau memasukkan ke wilayah atau
mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mata
uang atau uang kertas yang palsu atau dipalsukan dengan maksud
untuk mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai uang asli atau
tidak dipalsu.
Pasal 382
Setiap Orang yang mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk
mengedarkan atau meminta mengedarkan mata uang yang dikurangi
nilainya dipidana karena merusak mata uang, dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
Pasal 383
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:
a. mengedarkan mata uang yang nilainya dikurangi atau mengedarkan
mata uang yang pada waktu diterimanya diketahui bahwa mata uang
tersebut rusak sebagai mata uang yang tidak rusak, atau
b. menyimpan, memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia mata uang sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan
maksud mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai mata uang
yang tidak rusak.
Pasal 384
Setiap Orang yang menerima mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan
oleh negara atau bank yang kemudian diketahui tidak asli, dipalsu atau
dirusak, namun tetap mengedarkannya, kecuali yang ditentukan dalam
Pasal 395 dan Pasal 397 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 385
Setiap Orang yang menjual, membeli, mendistribusikan, membuat, atau
mempunyai persediaan bahan atau benda yang diketahuinya digunakan atau
akan digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang,
atau untuk meniru, atau memalsu uang kertas yang dikeluarkan oleh negara
atau bank dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 386
(1) Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menyimpan atau
memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
91
keping-keping atau lembaran perak, baik yang ada cap maupun tidak,
atau yang setelah dikerjakan sedikit dapat dianggap sebagai mata uang,
padahal nyata-nyata tidak digunakan sebagai perhiasan atau tanda
peringatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori III.
Setiap Orang yang membuat, mengedarkan, atau menyediakan untuk
dijual atau diedarkan, atau membawa Masuk ke wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia Barang cetakan, potongan logam atau
benda lain yang menyerupai uang kertas atau uang kertas bank atau
mata uang, atau yang menyerupai emas atau perak yang memakai cap
negara, menyerupai meterai, atau pos segel dipidana dengan pidana
denda paling banyak kategori II.
Pasal 387
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 380 sampai dengan
Pasal 383 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c,
dan/atau huruf d.
Mata uang yang palsu, dipalsu atau dirusak, uang kertas negara atau
bank yang palsu atau dipalsu, bahan-bahan atau benda-benda yang
menurut sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi
nilai mata uang atau uang kertas yang digunakan untuk melakukan
Tindak Pidana atau menjadi pokok dalam Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dirampas untuk negara atau dirampas untuk
dimusnahkan.
BAB XII
TINDAK PIDANA PEMALSUAN METERAI,
CAP NEGARA, DAN TERA NEGARA
Bagian Kesatu
Pemalsuan Meterai
Pasal 388
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a.
meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta
orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu,
atau sah: atau
dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf a,
membuat meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan
hukum.
Pasal 389
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a.
menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu meterai
tidak dapat dipakai lagi pada meterai Pemerintah Republik Indonesia
92
yang telah dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang
lain memakainya seolah-olah meterai tersebut belum dipakai,
dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf a,
menghilangkan tanda tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya meterai
pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus
dibubuhkan di atas atau pada meterai tersebut, atau
memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan
untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia meterai yang tandanya, tanda tangannya, ciri, atau tanggal
dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai.
Bagian Kedua
Pemalsuan dan Penggunaan Cap Negara, dan Tera Negara
Pasal 390
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. membubuhi barang-barang emas atau perak dengan cap negara
yang palsu menurut Undang-Undang atau memalsu cap negara
dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain
memakai, seolah-olah cap tersebut asli atau tidak dipalsu,
b. membubuhkan cap negara pada Barang emas atau perak dengan
menggunakan cap asli secara melawan hukum dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai, atau
Cc. memberi, menambah atau memindahkan cap negara yang asli
menurut undang-undang pada barang emas atau perak yang lain
daripada yang semula dibubuhi cap, dengan maksud untuk
memakai atau meminta orang lain memakai, seolah-olah cap
tersebut sejak semula sudah ada pada barang emas atau perak.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
Pasal 391
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. membubuhi Barang yang wajib ditera atau atas permintaan yang
berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi dengan
tanda tera Republik Indonesia yang palsu,
b. memalsu tanda tera asli dengan maksud untuk memakai atau
meminta orang lain memakai Barang tersebut seolah-olah tanda
teranya asli atau tidak dipalsu,
Cc. secara melawan hukum membubuhi tanda tera pada Barang
sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan cap yang asli dengan
maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf b, atau
d. memberi, menambah, atau memindahkan tanda tera Republik
Indonesia yang asli pada barang lain dari yang semula dibubuhi
tanda tera tersebut, dengan maksud memakai atau meminta orang
93
lain memakai seolah-olah tanda tera tersebut sejak semula sudah
ada pada barang tersebut.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
Pasal 392
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a. memalsu ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan
setelah dibubuhi tanda tera, dengan maksud untuk memakai atau
meminta orang lain memakai seolah-olah asli atau tidak dipalsu,
atau
b. memakai ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan yang
dipalsu, seolah-olah asli atau tidak dipalsu.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
Pasal 393
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a. menghilangkan tanda batal pada Barang yang ditera, dengan
maksud hendak memakai Barang tersebut seolah-olah masih dapat
dipakai, atau
b. memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan atau mempunyai
persediaan untuk dijual, suatu barang yang dihilangkan tanda
batal seolah-olah barang tersebut masih dapat dipakai.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.
Pasal 394
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. membubuhi cap atau tanda lain selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 390 dan Pasal 391, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus atau boleh dibubuhkan pada barang
atau bungkusnya secara palsu atau memalsukan cap atau tanda
lain yang asli dengan maksud untuk memakai atau meminta orang
lain memakai barang tersebut seolah-olah cap atau tanda lain
tersebut asli atau tidak dipalsu,
b. membubuhi cap atau tanda lain pada Barang atau bungkusnya
dengan memakai cap yang asli secara melawan hukum dengan
maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai barang
tersebut: atau
Cc. memakai cap atau tanda lain asli untuk Barang atau bungkusnya,
padahal cap atau tanda lain tersebut bukan untuk Barang atau
94
bungkus tersebut, dengan maksud untuk memakainya seolah-olah
cap atau tanda lain tersebut ditentukan untuk Barang itu.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pembayaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dituntut
kecuali atas dasar pengaduan pihak yang mereknya dipalsukan.
Bagian Ketiga
Pengedaran Meterai, Cap, atau Tanda yang Dipalsu
Pasal 395
Dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388, Pasal 390,
Pasal 391, dan Pasal 394 menurut perbedaan yang ditentukan dalam
pasal-pasal tersebut, Setiap Orang yang memakai, menjual, menawarkan,
menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:
a.
meterai, cap, atau tanda yang tidak asli, dipalsu atau dibuat secara
melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak
melawan hukum: atau
Barang yang dibubuhi meterai, cap, atau tanda sebagaimana dimaksud
pada huruf a, seolah-olah Barang tersebut asli, tidak dipalsu dan dibuat
secara tidak melawan hukum.
Pasal 396
Setiap Orang yang menyimpan bahan atau benda yang diketahui
digunakan atau akan digunakan untuk melakukan salah satu Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori IV.
Bahan atau benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk
negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
BAB XIII
TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT
Bagian Kesatu
Pemalsuan Surat
Pasal 397
Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat
yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud
untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan
seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat
tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana karena pemalsuan
Surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori VI.
95
Setiap Orang yang menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau
yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan
Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana
yang sama dengan ayat (1).
Pasal 398
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap
Orang yang melakukan pemalsuan Surat terhadap:
a. akta otentik,
b. surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya
atau dari suatu lembaga umum,
c. saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu
perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan,
d. talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu Surat
sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c atau tanda bukti
yang dikeluarkan sebagai pengganti Surat tersebut,
e. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan guna
diedarkan,
f. Surat keterangan mengenai hak atas tanah, atau
g. surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan.
Setiap Orang yang menggunakan Surat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau
tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan
kerugian dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 399
Setiap Orang yang menyimpan bahan atau alat yang diketahui
digunakan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 398 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Bahan dan alat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk
negara atau dirampas untuk dimusnahkan.
Bagian Kedua
Keterangan Palsu dalam Akta Otentik
Pasal 400
Setiap Orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam
suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya
dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau
meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai
dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan
kerugian dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori VI.
96
Bagian Ketiga
Pemalsuan terhadap Surat Keterangan
Pasal 401
Dokter yang memberi surat keterangan tentang keadaan kesehatan atau
kematian seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori IV.
Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan
maksud untuk memasukkan atau menahan seseorang ke dalam rumah
sakit jiwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori VI.
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga
bagi Setiap Orang yang menggunakan surat keterangan palsu tersebut
seolah-olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya.
Pasal 402
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a.
membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan dokter
tentang ada atau tidak ada penyakit, kelemahan, atau cacat, dengan
maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung
asuransi, atau
mempergunakan surat keterangan dokter yang tidak benar atau
dipalsu, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak palsu dengan
maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung
Pasal 403
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) atau
pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang:
a.
membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan tidak
pernah terlibat Tindak Pidana, kecakapan, tidak mampu secara
finansial, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk
mempergunakan atau meminta orang lain menggunakannya supaya
diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan iba dan
pertolongan, atau
menggunakan surat keterangan yang tidak benar atau palsu
sebagaimana dimaksud pada huruf a, seolah-olah surat tersebut benar
atau tidak palsu.
Pasal 404
Setiap Orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori V, jika:
a. membuat secara tidak benar atau memalsu paspor, surat
perjalanan laksana paspor, atau Surat yang diberikan menurut
ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada orang
asing untuk Masuk dan menetap di Indonesia, atau
97
b. meminta untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau nama
kecil yang palsu atau dengan menunjuk kepada keadaan palsu,
dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain
menggunakannya seolah-olah benar atau tidak palsu.
(2) Setiap Orang yang menggunakan Surat yang tidak benar atau yang
dipalsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seolah-olah benar dan
tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 405
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat pengantar bagi hewan
atau Ternak, atau memerintahkan untuk memberi Surat serupa atas
nama palsu atau menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud
untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan Surat
tersebut seolah-olah benar dan tidak palsu, atau
b. menggunakan Surat yang tidak benar atau dipalsu sebagaimana
dimaksud pada huruf a, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak
palsu.
Pasal 406
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan seorang
Pejabat yang berwenang membuat keterangan tentang hak milik atau
hak lainnya atas suatu benda, dengan maksud untuk memudahkan
pengalihan atau penjaminan atau untuk menyesatkan Pejabat penegak
hukum tentang asal benda tersebut, atau
b. menggunakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,
seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.
BAB XIV
TINDAK PIDANA TERHADAP ASAL-USUL DAN PERKAWINAN
Pasal 407
Setiap Orang yang menggelapkan asal-usul orang dipidana karena
penggelapan asal usul dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 408
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam)
bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a. melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan
atau perkawinan-perkawinannya yang ada menjadi penghalang
yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut, atau
b. melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan
atau perkawinan-perkawinan dari pihak lain menjadi penghalang
yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut.
98
(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
menyembunyikan kepada pihak yang lain bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinannya yang ada menjadi penghalang yang sah
untuk melangsungkan perkawinan tersebut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
Pasal 409
Setiap Orang yang melangsungkan perkawinan dan tidak memberitahukan
kepada pihak lain bahwa baginya ada penghalang yang sah, dan berdasarkan
penghalang tersebut perkawinan kemudian dinyatakan tidak sah dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori IV.
Pasal 410
Setiap Orang yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaporkan kepada
Pejabat yang berwenang tentang kelahiran, perkawinan, perceraian, atau
kematian dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 411
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409 dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
huruf d dan/atau huruf e.
BAB XV
TINDAK PIDANA KESUSILAAN
Bagian Kesatu
Kesusilaan di Muka Umum
Pasal 412
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
a. melanggar kesusilaan di muka umum, atau
b. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan
orang yang hadir tersebut.
Bagian Kedua
Pornografi
Pasal 413
(l) Setiap Orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
99
menyediakan Pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana jika
merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu
pengetahuan.
Bagian Ketiga
Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran
Kandungan
Pasal 414
Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan,
menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat
pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling
banyak kategori I.
Pasal 415
Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan
suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan
tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk
menggugurkan kandungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 416
(1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 tidak dipidana jika
dilakukan oleh petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan
keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau
untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.
(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 tidak dipidana jika
dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan /pendidikan.
(3) Petugas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
relawan yang kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.
Bagian Keempat
Perzinaan
Pasal 417
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan
suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau
anaknya.
(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26,
dan Pasal 30.
(Hy Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.
100
Pasal 418
(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar
perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua atau
anaknya.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan
oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat
keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.
(Hy Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
(5) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang
pengadilan belum dimulai.
Pasal 419
Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang
diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah
dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Bagian Kelima
Perbuatan Cabul
Paragraf 1
Percabulan
Pasal 420
(1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang
berbeda atau sama jenis kelaminnya:
a. di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori III.
b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
(2) Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa
orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 421
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, Setiap
Orang yang:
a. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang
tersebut pingsan atau tidak berdaya,
b. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau
patut diduga Anak, atau
101
c. dengan bujuk rayu atau tipu daya menyebabkan seorang Anak
melakukan atau membiarkan dilakukan terhadap dirinya perbuatan
cabul dengan orang lain.
Pasal 422
(1) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 420
dan Pasal 421 huruf a dan huruf b mengakibatkan Luka Berat dipidana
dengan pidana penjara dan paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 420
dan Pasal 421 huruf a dan huruf b mengakibatkan matinya orang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 423
Setiap Orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah
menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan
penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga Anak,
untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya
dilakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.
Pasal 424
(1) Setiap Orang yang melakukan percabulan dengan Anak kandung, Anak
tirinya, Anak angkatnya, atau Anak di bawah pengawasannya yang
dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun:
a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau
dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk
dijaga, atau
b. dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga
pemasyarakatan, lembaga negara tempat latihan karya, rumah
pendidikan, rumah yatim dan/atau piatu, rumah sakit jiwa, atau
panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang
dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut.
Paragraf 2
Memudahkan Percabulan dan Persetubuhan
Pasal 425
(l) Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain
berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut
diduga Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap Anak kandung, Anak tiri, Anak angkat, atau Anak di bawah
pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
102
Pasal 426
Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain
melakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun.
Pasal 427
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 atau Pasal 426
dilakukan sebagai pekerjaan, kebiasaan, atau untuk menarik keuntungan
sebagai mata pencaharian pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
Pasal 428
(1) Setiap Orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau
(2)
menyerahkan Anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan,
pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan menjanjikan Anak memperoleh pekerjaan atau janji lainnya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Bagian Keenam
Minuman dan Bahan yang Memabukkan
Pasal 429
Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang
memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori II.
Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang
memabukkan kepada Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
memaksa seseorang meminum atau memakai bahan yang memabukkan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori III.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (3):
a. mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,
atau
b. mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun.
Jika pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai
dengan ayat (3) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan
pekerjaannya maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
103
Bagian Ketujuh
Pemanfaatan Anak untuk Pengemisan
Pasal 430
(1) Setiap Orang yang memberikan atau menyerahkan kepada orang lain
anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah dan belum berumur
12 (dua belas) tahun, padahal diketahui bahwa anak tersebut akan
dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan meminta-minta atau untuk
melakukan pekerjaan yang berbahaya atau yang dapat membahayakan
kesehatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Setiap Orang yang menerima anak untuk dimanfaatkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana yang sama.
Bagian Kedelapan
Penggelandangan
Pasal 431
Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang
mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak
kategori I.
Bagian Kesembilan
Perjudian
Pasal 432
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang tanpa izin:
a. menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan
menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam
perusahaan perjudian,
b. menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main
judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada
tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk
menggunakan kesempatan tersebut, atau
c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata
pencaharian.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam menjalankan profesi, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa
pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
Pasal 433
Setiap Orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa
izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori III.
104
BAB XVI
TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG
Pasal 434
Setiap Orang yang menempatkan atau membiarkan orang dalam
keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan wajib memberi nafkah, merawat, atau
memelihara orang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori
II.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
seorang Pejabat yang mempunyai kewajiban untuk merawat atau
memelihara orang terlantar, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan:
a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan Luka Berat, atau
b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan mati.
Pasal 435
Setiap Orang yang meninggalkan anak yang belum berumur 7 (tujuh)
tahun dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawab atas anak
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
a. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut
mengakibatkan Luka Berat, atau
b. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan
tersebut mengakibatkan mati.
Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilakukan oleh Ayah atau ibu dari anak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pasal 436
Seorang ibu yang membuang atau meninggalkan anaknya tidak lama setelah
dilahirkan karena takut kelahiran anak tersebut diketahui oleh orang lain,
dengan maksud agar anak tersebut ditemukan orang lain atau dengan
maksud melepas tanggung jawabnya atas anak yang dilahirkan, dipidana
1/2 (satu per dua) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435 ayat
(1) dan ayat (2).
Pasal 437
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434 sampai dengan Pasal
436 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf d.
105
Pasal 438
Setiap Orang yang ketika menyaksikan ada orang yang sedang menghadapi
bahaya maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya
tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, jika orang tersebut
mati dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II.
BAB XVII
TINDAK PIDANA PENGHINAAN
Bagian Kesatu
Pencemaran
Pasal 439
Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik
orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya
hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling
banyak kategori II.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan
di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak kategori II.
Tidak merupakan Tindak Pidana jika perbuatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk kepentingan umum atau
karena terpaksa membela diri.
Bagian Kedua
Fitnah
Pasal 440
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439 diberi
kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak
dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan
yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara
paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori
IV.
Pembuktian kebenaran tuduhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan
tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa
terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan
umum atau karena terpaksa untuk membela diri, atau
b. Pejabat dituduh melakukan suatu hal dalam menjalankan tugas
jabatannya.
Pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat
dilakukan, jika hal yang dituduhkan tersebut hanya dapat dituntut atas
pengaduan, sedangkan pengaduan tidak diajukan.
106
Pasal 441
(1) Jika putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
menyatakan orang yang dihina bersalah atas hal yang dituduhkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440, tidak dapat dipidana karena
fitnah.
(2) Jika dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap orang yang dihina dibebaskan dari hal yang dituduhkan,
putusan tersebut dianggap sebagai bukti sempurna bahwa hal yang
dituduhkan tersebut tidak benar.
(3) Jika penuntutan pidana terhadap yang dihina telah dimulai karena hal
yang dituduhkan padanya, penuntutan karena fitnah ditangguhkan
sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap mengenai hal yang dituduhkan.
Bagian Ketiga
Penghinaan Ringan
Pasal 442
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang
dilakukan terhadap seseorang baik di muka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau
dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan
kepadanya dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Bagian Keempat
Pengaduan Fitnah
Pasal 443
(1) Setiap Orang yang mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu
secara tertulis atau meminta orang lain menuliskan pengaduan atau
pemberitahuan palsu kepada Pejabat yang berwenang tentang
seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut
diserang, dipidana karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
(2) Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
86 huruf a dan/atau huruf b.
Bagian Kelima
Persangkaan Palsu
Pasal 444
Setiap Orang yang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan
secara palsu terhadap seseorang bahwa orang tersebut melakukan suatu
tindak pidana dipidana karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan
107
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
Bagian Keenam
Pencemaran Orang Mati
Pasal 445
(l) Setiap Orang yang melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis
terhadap orang yang sudah mati dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan
Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu
itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak
Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dituntut, jika
tidak ada pengaduan suami atau istrinya, atau dari salah seorang
keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping
sampai derajat kedua dari orang yang sudah mati tersebut.
(Hy Dalam masyarakat matriarkat pengaduan dapat juga dilakukan oleh
orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.
Bagian Ketujuh
Pengaduan, Pemberatan Pidana, dan Pidana Tambahan
Pasal 446
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439, Pasal 440, dan Pasal
442 sampai dengan Pasal 444 tidak dituntut, jika tidak ada pengaduan dari
Korban Tindak Pidana.
Pasal 447
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439, Pasal 440, dan
Pasal 442 pidana dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga), jika yang dihina
atau difitnah adalah seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugasnya
yang sah.
Pasal 448
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440 dan Pasal 442 sampai
dengan Pasal 445 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau
huruf d.
108
BAB XVII
TINDAK PIDANA PEMBUKAAN RAHASIA
Pasal 449
(1) Setiap Orang yang membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan, profesi, atau tugas yang diberikan oleh instansi pemerintah
baik rahasia yang sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori III.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
mengenai rahasia seseorang, hanya dapat dituntut atas pengaduan
orang tersebut.
Pasal 450
(1) Setiap Orang yang memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu
perusahaan tempatnya bekerja atau pernah bekerja yang harus
dirahasiakannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan tersebut.
Pasal 451
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 dan Pasal 450 dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c dan/atau huruf f.
BAB XIX
TINDAK PIDANA TERHADAP KEMERDEKAAN ORANG
Bagian Kesatu
Perampasan Kemerdekaan Orang dan Pemaksaan
Pasal 452
(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan
orang atau meneruskan perampasan tersebut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun.
(4) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberi tempat untuk
perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum tersebut.
109
Pasal 453
Setiap Orang yang karena kealpaannya menyebabkan orang lain
terampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau diteruskan
perampasan kemerdekaan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori Il.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)
tahun.
Pasal 454
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:
a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,
tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan Kekerasan
atau Ancaman Kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun
orang lain: atau
b. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau
pencemaran tertulis.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya
dapat dituntut atas pengaduan dari Korban Tindak Pidana.
Pasal 455
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang mengancam
dengan:
a. Kekerasan secara terang-terangan dengan tenaga bersama yang
dilakukan terhadap orang atau Barang:
b. suatu Tindak Pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan
umum terhadap orang atau Barang,
perkosaan atau dengan perbuatan cabul,
suatu Tindak Pidana terhadap nyawa orang,
penganiayaan berat, atau
pembakaran.
Jika ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
tertulis dan dengan syarat tertentu dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak kategori IV.
»p Ap
Bagian Kedua
Perampasan Kemerdekaan Orang
Paragraf 1
Penculikan
110
Pasal 456
Setiap Orang yang membawa seseorang dengan maksud untuk
menempatkan orang tersebut secara melawan hukum di bawah
kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan orang
tersebut dalam keadaan tidak berdaya dipidana karena penculikan dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Paragraf 2
Penyanderaan
Pasal 457
Setiap Orang yang menahan orang dengan Kekerasan atau Ancaman
Kekerasan dengan maksud untuk menempatkan orang tersebut secara
melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau
untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya dipidana
karena penyanderaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun.
Bagian Ketiga
Perampasan Kemerdekaan terhadap Anak dan Perempuan
Paragraf 1
Pengalihan Kekuasaan
Pasal 458
(l) Setiap Orang yang menarik Anak dari kekuasaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditentukan atas
dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tipu muslihat, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau terhadap anak
yang belum berumur 12 (dua belas) tahun dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori V.
Paragraf 2
Menyembunyikan Anak
Pasal 459
(1) Setiap Orang yang menyembunyikan Anak yang ditarik atau menarik
sendiri dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan
orang yang berwenang untuk itu, atau menariknya dari penyidikan
Pejabat yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
111
Paragraf 3
Melarikan Anak dan Perempuan
Pasal 460
Setiap Orang yang membawa pergi Anak di luar kemauan Orang Tua
atau walinya, tetapi dengan persetujuan Anak itu sendiri, dengan
maksud untuk memastikan penguasaan terhadap Anak tersebut, baik
di dalam maupun di luar perkawinan dipidana karena melarikan Anak
dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Setiap Orang yang membawa pergi perempuan dengan tipu muslihat,
Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dengan maksud untuk
memastikan penguasaan terhadap perempuan tersebut, baik di dalam
maupun di luar perkawinan dipidana karena melarikan perempuan
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dituntut atas pengaduan Anak, Orang Tua, atau walinya.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dituntut atas pengaduan perempuan atau suaminya.
Jika yang membawa lari mengawini perempuan yang dibawa pergi dan perkawinan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai perkawinan, tidak dapat dijatuhi
pidana sebelum perkawinan tersebut dinyatakan batal.
Bagian Keempat
Perdagangan Orang
Pasal 461
Setiap Orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,
penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang
dengan Ancaman Kekerasan, penggunaan Kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali
atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana karena
melakukan Tindak Pidana perdagangan orang dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Kelima
Pidana Tambahan
Pasal 462
Setiap Orang yang melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 452 dan Pasal 456 sampai dengan Pasal 461 dapat
112
dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
BAB XX
PENYELUNDUPAN MANUSIA
Pasal 463
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari
keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri
sendiri atau untuk orang lain dengan membawa atau memerintahkan untuk
membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun
tidak terorganisasi yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki atau
keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau memasuki wilayah negara lain
dengan menggunakan dokumen yang sah, dokumen palsu, atau tanpa
menggunakan dokumen, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak
dipidana karena penyelundupan manusia, dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
BAB XXI
TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA DAN JANIN
Bagian Kesatu
Pembunuhan
Pasal 464
(l) Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain dipidana karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap ibu, Ayah, istri, suami, atau anaknya, pidana dapat ditambah
1/3 (satu per tiga).
(3) Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu Tindak
Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri
atau peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau
untuk memastikan penguasaan Barang yang diperolehnya secara
melawan hukum dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 465
Setiap Orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua
puluh) tahun.
Pasal 466
(1) Seorang ibu yang merampas nyawa anaknya pada saat atau tidak lama
setelah dilahirkan, karena takut kelahiran anak tersebut diketahui
orang lain dipidana karena pembunuhan anak sendiri, dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
113
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
rencana terlebih dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.
(3) Orang lain yang turut serta melakukan Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana yang sama
dengan pembunuhan atau pembunuhan berencana.
Pasal 467
Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu
sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dipidana dengan
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 468
Setiap Orang yang mendorong, membantu, atau memberi sarana kepada
orang lain untuk bunuh diri dan orang tersebut mati karena bunuh diri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Bagian Kedua
Pengguguran Kandungan
Pasal 469
(1) Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan
matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 470
(1) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 8 (delapan) tahun.
Pasal 471
(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang membantu melakukan
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 469 dan Pasal 470,
pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a
dan huruf f.
114
(3)
Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi
kedaruratan medis atau terhadap Korban perkosaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana.
BAB XXII
TINDAK PIDANA TERHADAP TUBUH
Bagian Kesatu
Penganiayaan
Pasal 472
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak kategori III.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.
Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah perbuatan yang merusak kesehatan.
Percobaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak dipidana.
Pasal 473
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan dengan rencana lebih
dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.
Pasal 474
Setiap Orang yang melukai berat orang lain dipidana karena
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)
tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 475
Setiap Orang yang melakukan penganiayaan berat dengan rencana lebih
dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
115
Pasal 476
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 472 sampai dengan Pasal
475, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga), jika Tindak Pidana
tersebut dilakukan:
a.
terhadap Pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah,
dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan,
atau
terhadap ibu atau Ayah.
Pasal 477
Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473 dan Pasal
476, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencarian dipidana
karena penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya,
pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Percobaan penganiayaan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tidak dipidana.
Bagian Kedua
Perkelahian secara Berkelompok
Pasal 478
Setiap Orang yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang
melibatkan beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap
Tindak Pidana yang khusus dilakukan, dipidana dengan:
a.
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori III, jika penyerangan atau perkelahian
tersebut mengakibatkan Luka Berat, atau
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, jika penyerangan atau
perkelahian tersebut mengakibatkan matinya orang.
Bagian Ketiga
Perkosaan
Pasal 479
Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan
perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena
orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya
yang sah:
b. persetubuhan dengan Anak, atau
Cc. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang
lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
116
(3) Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam
keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
perbuatan cabul berupa:
a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain,
b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya
sendiri, atau
Cc. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau
suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.
Dalam hal Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)
adalah Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Dalam hal Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Anak
dan dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan orang lain
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidana ditambah
1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (6).
Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak
kandung, Anak tiri, atau Anak dibawah perwaliannya, pidana ditambah
1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
BAB XXIII
TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN
MATI ATAU LUKA KARENA KEALPAAN
Pasal 480
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka
sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata
pencaharian, atau profesi, selama waktu tertentu dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling
banyak kategori II.
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain Luka
Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori III.
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang
lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 481
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 dilakukan
dalam menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi, pidana
dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dijatuhi
pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana
117
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.
BAB XXIV
TINDAK PIDANA PENCURIAN
Pasal 482
Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya
milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum
dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 483
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang melakukan:
a. pencurian benda suci keagamaan,
b. pencurian benda purbakala,
Cc. pencurian Ternak atau Barang yang merupakan sumber mata
pencaharian atau sumber nafkah utama seseorang,
d. pencurian pada waktu ada kebakaran, ledakan, bencana alam,
kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan pesawat udara,
kecelakaan kereta api, kecelakaan lalu lintas jalan, huru-hara,
pemberontakan, atau Perang,
e. pencurian pada waktu Malam dalam suatu rumah atau dalam
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh
orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki
oleh yang berhak,
f. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong,
memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan
perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk
ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada barang yang
diambil, atau
g. pencurian secara bersama-sama dan bersekutu.
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disertai
dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan
huruf g dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 484
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 dan Pasal 483
ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan harga barang yang dicurinya
tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dipidana karena
pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 485
(1) Setiap Orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau
diikuti dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang,
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian
atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya
118
sendiri atau peserta lain untuk tetap menguasai barang yang dicurinya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,
Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. pada waktu Malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup
yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan
angkutan umum yang sedang berjalan,
b. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong,
memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan
perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk
ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada barang yang
diambil,
Cc. yang mengakibatkan Luka Berat bagi orang, atau
d. secara bersama-sama dan bersekutu.
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
(4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Luka Berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama
dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan huruf b dipidana dengan pidana mati atau
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
Pasal 486
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 sampai dengan Pasal
485 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.
Pasal 487
(1) Penuntutan pidana tidak dilakukan jika yang melakukan salah satu
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 sampai dengan
Pasal 485 merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang tidak
terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah Harta Kekayaan.
(2) Penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan Korban jika pelaku
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suami atau istri
Korban yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta
kekayaan, atau merupakan keluarga sedarah atau semenda baik dalam
garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua.
(3) Dalam masyarakat yang menggunakan sistem matriarkat, pengaduan
dapat juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan
Ayah.
BAB XXV
TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENGANCAMAN
Pasal 488
(1) Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk
119
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:
a. memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik
orang tersebut atau milik orang lain, atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan
piutang.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat (2) sampai
dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Pasal 489
(1) Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap
Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau
pencemaran tertulis atau dengan ancaman akan membuka rahasia,
memaksa orang supaya:
a. memberikan suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik
orang tersebut atau milik orang lain, atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan
piutang.
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dituntut atas pengaduan Korban Tindak Pidana.
Pasal 490
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 berlaku juga bagi Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488 dan Pasal 489.
Pasal 491
Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488 sampai dengan Pasal
490 dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86
huruf a, huruf b, dan/atau huruf d.
BAB XXVI
TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
Pasal 492
Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang
sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena Tindak Pidana dipidana karena penggelapan dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
Pasal 493
Jika yang digelapkan bukan Ternak atau Barang yang bukan sumber mata
pencaharian atau nafkah yang nilainya tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu
juta rupiah), Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dipidana
karena penggelapan ringan dengan pidana denda paling banyak kategori II.
120
Pasal 494
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dilakukan
oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada
hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk
penguasaan barang tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 495
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dilakukan
oleh orang yang menerima barang dari orang lain yang karena terpaksa
menyerahkan barang padanya untuk disimpan atau oleh wali, pengampu,
pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau
yayasan terhadap barang yang dikuasainya dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 496
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 sampai dengan Pasal 495.
Pasal 497
(1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492, Pasal 494, atau
Pasal 495, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman
putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c
dan pencabutan hak satu atau lebih sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 86.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dalam menjalankan profesinya, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan
berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf
f.
BAB XXVII
TINDAK PIDANA PERBUATAN CURANG
Pasal 498
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan
palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata-kata bohong,
menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang,
membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang dipidana karena
penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V.
Pasal 499
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, penjual yang menipu pembeli:
a. dengan menyerahkan Barang lain selain yang telah ditentukan oleh
pembeli, atau
b. tentang keadaan, sifat, atau banyaknya Barang yang diserahkan.
121
Pasal 500
Dipidana karena penipuan ringan dengan pidana denda paling banyak
kategori II, jika:
a. barang yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 498 bukan
Ternak, bukan sumber mata pencaharian, utang, atau piutang yang
nilainya tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau
b. nilai keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) bagi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499.
Pasal 501
Setiap Orang yang melakukan perbuatan dengan cara curang yang
mengakibatkan orang lain menderita kerugian ekonomi, melalui pengakuan
palsu atau dengan tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori II.
Pasal 502
Setiap Orang yang memperoleh secara curang suatu jasa untuk diri sendiri
atau orang lain dari pihak ketiga tanpa membayar penuh penggunaan jasa
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.
Pasal 503
Setiap Orang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan
membeli barang dengan maksud untuk menguasai barang tersebut bagi diri
sendiri atau orang lain tanpa melunasi pembayaran dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori
V.
Pasal 504
Setiap Orang yang dengan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi
mengenai hal yang berhubungan dengan asuransi sehingga penanggung
asuransi tersebut membuat perjanjian yang tidak akan dibuatnya dengan
syarat-syarat yang demikian jika diketahui keadaan-keadaan yang
sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6
(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 505
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum
merugikan penanggung asuransi atau orang yang dengan sah memegang
surat penanggungan barang di kendaraan angkutan, dengan:
a. membakar atau menyebabkan ledakan suatu Barang yang Masuk
asuransi kebakaran sehingga tidak dapat dipakai lagi:
b. menenggelamkan, mendamparkan, merusakkan, menghancurkan, atau
membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi Kapal yang diasuransikan
atau yang muatannya diasuransikan atau yang upah pengangkutannya
yang akan dibayar telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi
122
Kapal tersebut telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan Kapal
tersebut: atau
Cc. merusakkan, menghancurkan, atau membuat sehingga tidak dapat
dipakai lagi kendaraan yang diasuransikan atau yang muatannya
diasuransikan atau yang upah pengangkutannya yang akan dibayar
telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi kendaraan tersebut
telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan kendaraan tersebut.
Pasal 506
Setiap Orang yang melakukan perbuatan secara curang untuk membuat
keliru orang banyak atau orang tertentu dengan maksud untuk mendirikan
atau memperbesar hasil perdagangannya atau perusahaan sendiri atau
kepunyaan orang lain, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi
saingannya atau saingan orang lain tersebut dipidana karena persaingan
curang, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori III.
Pasal 507
Pemegang konosemen yang membebani salinan konosemen dengan
perjanjian timbal balik dengan beberapa orang penerima barang yang
bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 508
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum:
a. menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak
menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau
pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah
tersebut, padahal orang lain berhak atau turut berhak atas tanah atau
Barang tersebut,
b. menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak
menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau
pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah
tersebut, padahal tanah atau Barang tersebut sudah dibebani dengan
ikatan kredit, tetapi tidak memberitahukan hal tersebut kepada pihak
yang lain,
Cc. membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara
dengan menyembunyikan kepada pihak lain, padahal tanah tempat
orang menggunakan hak tersebut sudah dijaminkan:,
d. menjaminkan atau menyewakan sebidang tanah tempat orang
menggunakan hak atas tanah tersebut, padahal orang lain berhak atau
turut berhak atas tanah tersebut,
e. menyewakan, menjual atau menukarkan tanah yang telah digadaikan
tanpa memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa tanah itu telah
digadaikan, atau
fl menyewakan sebidang tanah tempat orang menggunakan hak atas
tanah tersebut untuk jangka waktu tertentu, padahal tanah tersebut
juga telah disewakan kepada orang lain.
123
Pasal 509
(l) Setiap Orang yang menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang
berupa makanan, minuman, atau obat, yang diketahuinya palsu dan
menyembunyikan kepalsuan itu dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan Luka Berat atau penyakit dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 510
Setiap Orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan
menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas
maksimum yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atau menggunakan
bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori V.
Pasal 511
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, merusakkan, menghancurkan, memindahkan,
membuang, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi barang yang
digunakan untuk menentukan batas pekarangan atau batas hak atas tanah
yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 512
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan
naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau
surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 513
Setiap Orang yang dalam menjualkan atau menolong menjualkan surat
utang suatu negara atau bagian dari negara tersebut, saham atau surat
utang dari suatu perkumpulan, yayasan, atau perseroan, mempengaruhi
supaya membeli atau ikut mengambil bagian, menyembunyikan atau
menutupi keadaan atau hal-hal yang sebenarnya, atau memberikan harapan
palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 514
Pengusaha, pengurus, atau komisaris Korporasi yang mengumumkan
keadaan atau neraca yang tidak benar dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori III.
124
Pasal 515
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori III:
a. advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat
gugatan atau permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan
tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan
dengan keadaan yang sebenarnya, atau
b. suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang
memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang
sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
c. kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan
keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada
advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Pasal 516
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 498 sampai dengan Pasal
515, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 515 butir b.
BAB XXVIII
TINDAK PIDANA TERHADAP KEPERCAYAAN DALAM
MENJALANKAN USAHA
Bagian Kesatu
Perbuatan Merugikan dan Penipuan terhadap Kreditor
Pasal 517
Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta
bendanya menurut putusan pengadilan dipidana karena merugikan kreditor,
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau
pidana denda paling banyak kategori III jika:
a. hidup terlalu boros,
b. dengan maksud menangguhkan kepailitannya meminjam uang dengan
suatu perjanjian yang memberatkannya, sedang diketahuinya pinjaman
tersebut tidak akan dapat mencegahnya jatuh pailit: atau
c. tidak dapat memperlihatkan dalam keadaan utuh buku, surat yang
berisi catatan yang menggambarkan keadaan kekayaan perusahaan,
dan surat lain yang harus dibuat dan disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 518
Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta
bendanya berdasarkan putusan pengadilan dipidana karena merugikan
kreditor secara curang dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:
a. mengarang-ngarang utang, tidak mempertanggungjawabkan
keuntungan, atau menarik Barang dari harta benda milik perusahaan,
b. melepaskan Barang milik perusahaan, baik dengan cuma-cuma
maupun dengan harga jauh di bawah harganya,
125
c. dengan cara menguntungkan salah seorang kreditor pada waktu pailit
atau pada saat diketahui bahwa keadaan pailit tersebut tidak dapat
dicegah, atau
d. tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat segala sesuatu sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menyimpan dan
memperlihatkan buku, Surat, dan surat-surat lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 517 huruf c.
Pasal 519
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 517 dan Pasal 518 dapat
juga dilakukan oleh Korporasi.
Pasal 520
Dipidana karena penipuan hak kreditor dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang
yang:
a. menarik bayaran baik dari piutang yang belum maupun yang sudah jatuh
tempo padahal debitor telah mengetahui bahwa kepailitan atau
pemberesan perusahaan debitor sudah dimohonkan atau sebagai hasil
perundingan dengan debitor, pada waktu pelepasan harta benda
berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau diperintahkan oleh
pengadilan melakukan pemberesan perusahaan, atau pada waktu
diketahui atau patut diduga akan terjadi salah satu hal tersebut dan
kemudian pelepasan harta benda, kepailitan, atau pemberesan
perusahaan tersebut benar-benar terjadi, atau
b. mengarang-ngarang adanya piutang yang tidak ada atau memperbesar
jumlah piutang yang ada, pada waktu verifikasi piutang dalam pelepasan
harta benda berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau
pemberesan perusahaan.
Pasal 521
Setiap Orang yang dinyatakan dalam keadaan benar-benar tidak mampu
atau jika yang bersangkutan bukan Pengusaha, dinyatakan pailit atau
berdasarkan putusan pengadilan diizinkan melepaskan harta bendanya,
secara curang mengurangi hak dari kreditornya dengan mengarang-ngarang
utang, tidak menyembunyikan pendapatan, menarik barang dari harta
bendanya, atau melepaskan barang dengan cuma-cuma maupun dengan
nyata-nyata di bawah harganya, atau pada waktu ketidakmampuannya,
pelepasan harta bendanya atau kepailitannya, atau pada waktu mengetahui
bahwa salah satu dari keadaan tersebut tidak dapat dicegah lagi,
menguntungkan salah seorang kreditornya dengan cara apapun juga
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori VI.
Bagian Kedua
Perbuatan Curang Pengurus atau Komisaris
126
Pasal 522
Pengurus atau komisaris suatu Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang
diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak kategori VI, jika:
a. memudahkan atau mengizinkan dilakukannya perbuatan yang
bertentangan dengan anggaran dasarnya yang mengakibatkan kerugian
Korporasi,
b. dengan maksud menangguhkan kepailitan atau pemberesan
perusahaan, memudahkan atau mengizinkan meminjam uang dengan
syarat yang memberatkan, padahal diketahui bahwa keadaan pailit atau
pemberesan perusahaan tersebut tidak dapat dicegah, atau
c. tidak memenuhi kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan atau tidak dapat memperlihatkan catatan-catatan dalam
keadaan yang sebenarnya.
Pasal 523
Pengurus atau komisaris Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang
diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan berdasarkan putusan
pengadilan secara curang mengurangi hak kreditor dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 518 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.
Pasal 524
Pengurus atau komisaris Korporasi di luar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 522, yang membantu atau mengizinkan perbuatan yang
bertentangan dengan anggaran dasar yang mengakibatkan Korporasi
tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya atau harus dibubarkan
dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori VI.
Bagian Ketiga
Perdamaian untuk Memperoleh Keuntungan
Pasal 525
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan
atau pidana denda paling banyak kategori III:
a. kreditor yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan
karena telah mengadakan persetujuan dengan debitor atau dengan
pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus, atau
b. debitor yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan
karena telah mengadakan persetujuan dengan kreditor atau dengan
pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus.
Bagian Keempat
Penarikan Barang Tanpa Hak
127
Pasal 526
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau barang milik
orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari orang lain yang mem-
punyai hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, atau hak pakai
atas barang tersebut,
b. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau barang milik orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari perjanjian utang hak
atas tanggungan atas barang tersebut, dengan merugikan orang
yang berpiutang hak atas tanggungan tersebut,
Cc. menarik sebagian atau seluruh barang yang olehnya dibebani
ikatan panen, atau untuk yang memberi ikatan menarik suatu
barang yang oleh orang lain dibebani ikatan panen dengan
merugikan pemegang ikatan tersebut, atau
d. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau untuk
keperluan pemilik dari ikatan kredit atas barang tersebut dengan
merugikan pemegang kredit.
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga
bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XXIX
TINDAK PIDANA PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BARANG
DAN BANGUNAN
Bagian Kesatu
Perusakan dan Penghancuran Barang
Pasal 527
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusakkan,
menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan
barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori IV.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah), pelaku Tindak Pidana dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori II.
Bagian Kedua
Perusakan dan Penghancuran Bangunan dan Gedung
Pasal 528
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusakkan bangunan atau
gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik
128
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV.
Pasal 529
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat
tidak dapat dipakai bangunan atau gedung untuk sarana, prasarana,
dan/atau fasilitas pelayanan publik dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Pasal 530
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan gedung atau
bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 529 rusak, hancur, atau
tidak dapat dipakai lagi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 531
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat
tidak dapat dipakai gedung, kapal, kereta api, atau alat transportasi massal
lain yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori V.
Pasal 532
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi Tindak
Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 527 sampai dengan Pasal 531.
BAB XXX
TINDAK PIDANA JABATAN
Bagian Kesatu
Penolakan atau Pengabaian Tugas yang Diminta
Pasal 533
Seorang komandan Tentara Nasional Indonesia yang menolak atau
mengabaikan permintaan pemberian bantuan kekuatan di bawah perin-
tahnya ketika diminta oleh Pejabat yang berwenang menurut Undang-
Undang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Pasal 534
(1) Pejabat sipil yang meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melawan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan atau perintah yang sah dari Pejabat
yang berwenang, putusan pengadilan, atau surat perintah pengadilan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Jika pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau perintah yang
sah dari Pejabat yang berwenang, putusan pengadilan, atau surat
perintah pengadilan terhalang karena permintaan sebagaimana
129
dimaksud pada ayat (1), Pejabat sipil tersebut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Bagian Kedua
Tindak Pidana Paksaan dan Tindak Pidana Penyiksaan
Pasal 535
Pejabat yang dalam perkara pidana memaksa seseorang untuk mengaku atau
memberi keterangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun.
Pasal 536
Setiap Pejabat atau orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas Pejabat
resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan
Pejabat publik, melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik
atau mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh infomasi
atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga, atau menjatuhkan
pidana terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya, atau
melakukan intimidasi atau memaksa orang tersebut, atau atas dasar suatu
alasan diskriminasi dalam segala bentuknya dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun.
Bagian Ketiga
Penyalahgunaan Jabatan atau Kewenangan
Pasal 537
(l) Pejabat yang ditugaskan menjaga orang yang ditahan menurut perintah
Pejabat yang berwenang atau putusan atau penetapan pengadilan,
membiarkan orang tersebut melarikan diri, melepaskan orang tersebut,
atau menolong orang tersebut pada waktu dilepaskan atau melepaskan
diri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang karena
kelalaiannya mengakibatkan orang yang ditahan melarikan diri
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 538
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Pejabat
yang:
a. mempunyai tugas sebagai penyidik Tindak Pidana tidak memenuhi
permintaan untuk menyatakan bahwa ada orang yang dirampas
kemerdekaanya secara melawan hukum atau tidak
memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada atasannya,
atau
b. dalam menjalankan tugasnya, mengetahui bahwa ada orang yang
dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum, tidak
memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada Pejabat yang
bertugas sebagai penyidik Tindak Pidana.
(2) Pejabat yang karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
130
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori
II.
Pasal 539
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala
Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak
Sementara, atau Kepala Rumah Sakit Jiwa, yang menolak permintaan yang
sah dari Pejabat yang berwenang agar menunjukkan orang, atau memperli-
hatkan daftar tentang data orang yang dimasukkan ke dalam tempat
tersebut, atau memperlihatkan putusan atau penetapan pengadilan, atau
surat-surat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan harus dipenuhi untuk memasukkan orang ke tempat
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)
bulan.
Pasal 540
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala
Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak
Sementara atau Kepala Rumah Sakit Jiwa, yang memasukkan orang ke
tempat tersebut tanpa meminta ditunjukkan padanya putusan atau
penetapan pengadilan, atau surat-surat lain yang harus dipenuhi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak mencatat
dalam daftar tentang data orang yang dimasukkan tersebut dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori II.
Pasal 541
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan,
Pejabat yang:
a. melampaui kewenangannya atau tanpa memperhatikan tata cara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memaksa Masuk ke
dalam rumah atau ruangan atau pekarangan yang tertutup yang dipakai
oleh orang lain, atau secara melawan hukum berada di tempat tersebut,
tidak segera pergi setelah ditegur oleh atau atas nama orang yang
berhak: atau
b. pada waktu menggeledah rumah melampaui kewenangannya atau tanpa
memperhatikan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, memeriksa, menyita surat, buku, atau barang
bukti lainnya.
Pasal 542
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Pejabat yang:
a. melampaui kewenangannya meminta orang memperlihatkan kepadanya
atau merampas surat, kartu pos, barang, atau paket yang dipercayakan kepada suatu lembaga pengangkutan atau jasa pengiriman umum, atau
b. melampaui kewenangannya meminta penyelenggara sistem elektronik
memberikan dokumen dan informasi elektronik mengenai komunikasi
yang terjadi melalui jejaring sistem elektronik tersebut.
131
Pasal 543
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV, Pejabat suatu lembaga yang bertugas di
bidang pengangkutan surat atau barang yang:
a. memberikan surat, kartu pos, barang, atau paket kepada orang lain
selain yang berhak,
b. merusak, memusnahkan, atau menghilangkan surat, kartu pos, barang
atau paket tersebut:
Cc. mengubah isi surat, kartu pos, barang atau paket tersebut, atau
d. mengambil untuk diri sendiri suatu barang di dalam Surat atau paket.
Pasal 544
Pejabat suatu lembaga yang bertugas di bidang pengangkutan Surat atau
barang yang membiarkan orang lain melakukan Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 543 dan/atau membantu orang lain tersebut dalam
melakukan perbuatannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 545
(1) Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang,
padahal mengetahui bahwa perkawinan atau
perkawinan-perkawinannya yang sudah ada pada waktu itu menjadi
halangan yang sah baginya untuk kawin lagi, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan.
(2) Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang,
padahal mengetahui bahwa perkawinan tersebut ada halangan yang sah
selain halangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 546
Pejabat yang berwenang, yang mengeluarkan salinan atau petikan putusan
pengadilan sebelum putusan ditandatangani sebagaimana mestinya
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori III.
Pasal 547
Mantan Pejabat yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menahan
surat-surat dinas yang ada padanya dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
BAB XXXI
TINDAK PIDANA PELAYARAN
Bagian Kesatu
Pembajakan dan Kekerasan terhadap dan di atas Kapal
132
Pasal 548
Setiap Orang yang menggunakan Kapal menahan atau melakukan Kekerasan
atau Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau
Barang yang berada di atas Kapal di laut lepas atau di suatu tempat di luar
yurisdiksi negara manapun dengan maksud untuk menguasai orang atau
menguasai atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum
dipidana karena pembajakan di laut dengan pidana penjara paling lama 12
(dua belas) tahun.
Pasal 549
(l) Setiap Orang yang di darat atau di air sekitar pantai atau di muara
sungai melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang atau Barang di tempat tersebut setelah terlebih dahulu menyeberangi
lautan dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun.
(2) Setiap Orang yang menggunakan kapal melakukan Kekerasan atau
Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau
Barang di perairan Indonesia untuk menguasai orang atau menguasai
atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum dipidana
dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 550
Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 548 dan Pasal 549 yang mengakibatkan:
a. Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun,
b. matinya orang dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 551
Setiap Orang yang:
a. bekerja sebagai Nakhoda atau melakukan profesi sebagai Nakhoda pada
Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut digunakan untuk
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan
Pasal 549 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)
tahun, atau
b. bekerja sebagai Anak Buah Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal
tersebut digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Pasal 552
(1) Setiap Orang yang menyerahkan Kapal Indonesia ke dalam kekuasaan
orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
548 dan Pasal 549 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun.
133
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Nakhoda dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun.
Pasal 553
Setiap Penumpang Kapal Indonesia yang merampas kekuasaan atas Kapal
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
Pasal 554
Nakhoda Kapal Indonesia yang mengambil alih atau menarik Kapal dari
pemiliknya atau dari Pengusahanya dan memakai Kapal tersebut untuk
keuntungan diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 8
(delapan) tahun.
Bagian Kedua
Pemalsuan Surat Keterangan Kapal dan Laporan Palsu
Pasal 555
Nakhoda Kapal Indonesia yang membuat atau meminta orang lain untuk
membuat Surat keterangan Kapal yang diketahui bahwa isi Surat keterangan
tersebut bertentangan dengan yang sebenarnya dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 556
Setiap Orang yang untuk memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan mengenai pendaftaran Kapal, memperlihatkan Surat
keterangan yang diketahui bahwa isi Surat keterangan tersebut bertentangan
dengan yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Pasal 557
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap Orang
yang:
a. membuat atau meminta orang lain untuk mencantumkan keterangan
palsu dalam berita acara suatu keterangan Kapal tentang suatu
keadaan yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta, dengan
maksud untuk menggunakan sendiri atau menyuruh orang lain
menggunakan akta tersebut seolah-olah keterangan dalam berita acara
sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta tersebut
dapat menimbulkan kerugian, atau
b. menggunakan akta sebagaimana dimaksud pada huruf a seolah-olah
isinya sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta
tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 558
Nakhoda yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,
membuat atau memberikan laporan palsu tentang kecelakaan Kapal yang
dipimpinnya atau kapal lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
134
Bagian Ketiga
Penyerangan, Pemberontakan, dan Pembangkangan di Kapal
Pasal 559
Dipidana karena penyerangan di Kapal dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
a.
Penumpang Kapal Indonesia yang di atas kapal menyerang atau
melawan Nakhoda dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
dengan maksud merampas kebebasannya untuk bergerak, atau
Anak Buah Kapal Indonesia yang di atas Kapal atau dalam
menjalankan profesinya melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud pada huruf a terhadap orang yang lebih tinggi
pangkatnya.
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
a.
b.
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut
atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan luka,
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika mengakibatkan
Luka Berat, atau
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika mengakibatkan
matinya orang.
Pasal 560
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 559 ayat (1)
dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu atau
bersama-sama dipidana karena pemberontakan di Kapal, dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:
a.
pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan
tersebut atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan
luka:
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika
mengakibatkan Luka Berat, atau
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika
mengakibatkan matinya orang.
Pasal 561
Setiap Orang yang di atas Kapal Indonesia menghasut orang lain supaya
melakukan pemberontakan di kapal dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun.
(1)
Pasal 562
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori II, setiap Penumpang Kapal Indonesia
yang:
a.
tidak menurut perintah Nakhoda yang diberikan untuk
kepentingan keamanan atau untuk menegakkan ketertiban dan
disiplin di atas Kapal:
135
b. tidak memberi pertolongan menurut kemampuannya kepada
Nakhoda ketika mengetahui bahwa kemerdekaan Nakhoda untuk
bergerak dirampas, atau
c. tidak memberitahukan kepada Nakhoda pada saat yang tepat
ketika mengetahui ada niat dari orang lain yang berada di atas
Kapal untuk melakukan penyerangan di Kapal.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku
jika penyerangan di Kapal tidak terjadi.
Pasal 563
Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 553 dan Pasal 559
sampai dengan Pasal 562 berpangkat perwira Kapal, pidana dapat ditambah
1/3 (satu per tiga).
Bagian Keempat
Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Kewajiban
oleh Nakhoda Kapal
Pasal 564
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Nakhoda Kapal
Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan keuntungan dengan
cara:
a. menjual Kapal,
b. membebani dengan hak tanggungan atau menggadaikan Kapal atau
perlengkapannya,
c. menjual atau menggadaikan Barang muatan atau perbekalan Kapalnya,
atau
d. memperhitungkan kerugian atau pengeluaran yang tidak sebenarnya.
Pasal 565
Setiap Orang yang melengkapi Kapal atas biaya sendiri atau atas biaya orang
lain, dengan maksud digunakan untuk melakukan Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 566
Setiap Orang yang atas biaya sendiri atau atas biaya orang lain secara
langsung atau tidak langsung turut melaksanakan penyewaan, pemuatan,
atau pengasuransian Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut akan
digunakan atau diperuntukkan untuk digunakan untuk maksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 567
Nakhoda Kapal Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan
keuntungan yang demikian dengan cara mengubah haluan Kapalnya
136
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV.
Pasal 568
(1) Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa
sepengetahuan pemilik atau Pengusaha Kapal, melakukan atau
membiarkan dilakukan perbuatan yang diketahuinya akan
menimbulkan kemungkinan bagi Kapal atau Barang muatannya untuk
ditarik, dihentikan, atau ditahan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak
kategori III.
(2) Setiap Penumpang kapal yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa
sepengetahuan Nakhoda melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori II.
Pasal 569
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa tidak memberi
sesuatu yang wajib diberikan kepada Penumpang kapalnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
Pasal 570
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa atau
bertentangan dengan hukum yang berlaku baginya membuang Barang
muatan kapalnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 571
Nakhoda yang Kapalnya memakai bendera Indonesia, padahal diketahui
tidak berhak untuk memakai bendera tersebut dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori
UI.
Pasal 572
Nakhoda yang Kapalnya memakai tanda yang menimbulkan kesan
seolah-olah Kapal tersebut adalah kapal perang Indonesia atau Kapal
pemerintah selain kapal perang yang bertugas di bidang keamanan dan
ketertiban di laut atau kapal pandu yang bekerja di perairan Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori III.
Pasal 573
Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat
dan memberitahukan kelahiran atau kematian orang yang berada di Kapal
selama waktu berlayar sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori
Il.
137
Pasal 574
Nakhoda Kapal Indonesia yang tanpa alasan yang sah menolak permintaan
untuk mengangkut tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan/atau
Barang yang berhubungan dengan perkara pidana sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Pasal 575
(1) Seorang Nakhoda Kapal Indonesia yang membiarkan lari atau
melepaskan tersangka, terdakwa, terpidana, atau narapidana, atau
memberi bantuan ketika dilepaskan atau melepaskan diri, padahal
orang itu diangkut di Kapalnya berdasarkan permintaan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak
kategori IV.
(2) Dalam hal Nahkoda karena kelalaiannya mengakibatkan tersangka,
terdakwa, terpidana, atau narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) lepas atau melarikan diri dipidana dengan pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
Bagian Kelima
Perusakan Barang Muatan dan Keperluan Kapal
Pasal 576
Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau merusak
Barang muatan, perbekalan, atau Barang keperluan yang ada di Kapal
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda
paling banyak kategori IV.
Bagian Keenam
Menjalankan Profesi sebagai Awak Kapal
Pasal 577
Setiap Orang yang tidak dalam keadaan terpaksa tanpa hak melakukan
profesi sebagai Nakhoda, juru mudi, atau juru mesin pada Kapal Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana
denda paling banyak kategori IV.
Pasal 578
Setiap Orang yang tanpa hak memakai tanda pengenal walaupun sedikit
berlainan, yang pemakaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan hanya untuk Kapal rumah sakit atau sekoci dari Kapal
tersebut atau untuk Kapal kecil yang digunakan untuk menolong orang sakit
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana
denda paling banyak kategori II.
Bagian Ketujuh
Penandatanganan Konosemen dan Tiket Perjalanan
138
Pasal 579
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:
a.
b.
menandatangani konosemen yang dikeluarkan dengan melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan, atau
berdasarkan kewenangannya menandatangani konosemen
sebagaimana dimaksud pada huruf a, jika konosemen tersebut jadi
dikeluarkan.
Pasal 580
Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang
yang:
a. menandatangani tiket perjalanan Penumpang Kapal yang
dikeluarkan dengan melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan, atau
b. berdasarkan kewenangannya menandatangani tiket perjalanan
Penumpang Kapal sebagaimana dimaksud pada huruf a, jika tiket
tersebut kemudian dikeluarkan.
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga
terhadap Setiap Orang yang memberikan tiket perjalanan Penumpang
Kapal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB XXXII
TINDAK PIDANA PENERBANGAN DAN
TINDAK PIDANA TERHADAP SARANA SERTA PRASARANA PENERBANGAN
(1)
Bagian Kesatu
Perusakan Sarana Penerbangan dan Pesawat Udara
Pasal 581
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan,
atau membuat tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu
lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan
tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
(3)
bahaya bagi keamanan lalu lintas udara dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 582
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan rusak, hancur,
atau tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara
atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
139
(2)
(3)
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan bahaya bagi keamanan lalu lintas udara dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun.
Pasal 583
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak menghancurkan,
mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan
penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut,
atau memasang tanda atau alat yang keliru dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
bahaya bagi keamanan penerbangan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 9 (sembilan) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dipidana dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 584
Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan tanda atau alat
untuk pengamanan penerbangan rusak, hancur, terambil atau pindah,
atau mengakibatkan tidak dapat bekerja atau mengakibatkan
terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang
keliru dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan bahaya bagi penerbangan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun.
Bagian Kedua
Pembajakan Pesawat Udara
Pasal 585
Dipidana karena melakukan pembajakan di udara dengan pidana
penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:
a. merampas atau mempertahankan perampasan, atau
b. secara melawan hukum menguasai atau mengendalikan pesawat
udara dalam Penerbangan.
140
(2) Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaiamana dimaksud
pada ayat (1) dengan Kekerasan, Ancaman Kekerasan, atau ancaman
dalam bentuk lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun.
Pasal 586
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 585:
a. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersekutu dan
bersama-sama,
sebagai kelanjutan permufakatan jahat:
dilakukan dengan perencanaan,
mengakibatkan Luka Berat:
mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara yang dapat membahayakan penerbangan, atau
f. ' dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau
meneruskan merampas kemerdekaan seseorang.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang atau hancurnya pesawat udara tersebut
dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama
20 (dua puluh) tahun.
0209
Bagian Ketiga
Perbuatan yang Membahayakan Keselamatan Penerbangan
Pasal 587
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau
membuat tidak dapat dipakai pesawat udara yang sebagian atau seluruhnya
milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)
tahun.
Pasal 588
Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak pesawat udara Dalam
Dinas Penerbangan atau mengakibatkan kerusakan pesawat udara sehingga
tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Pasal 589
Setiap Orang yang mencelakakan, merusak, menghancurkan, atau membuat
tidak dapat dipakai pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana dengan:
a. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan
tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, atau
b. pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan
tersebut mengakibatkan matinya orang.
Pasal 590
(1) Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan pesawat udara
celaka, rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
141
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan
bahaya bagi nyawa orang lain dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun
Pasal 591
Setiap Orang yang di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang
membahayakan keselamatan pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 592
Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan Kekerasan terhadap
orang di dalam pesawat udara Dalam Penerbangan yang membahayakan
keselamatan penerbangan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 593
Setiap Orang yang secara melawan hukum menempatkan atau menyebabkan
ditempatkannya dengan cara apapun alat atau bahan di dalam pesawat
udara Dalam Dinas Penerbangan, yang dapat menghancurkan atau
mengakibatkan kerusakan pesawat udara tersebut sehingga tidak dapat
terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Pasal 594
(1) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 592 dan Pasal
593:
a. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama dan
bersekutu,
b. sebagai kelanjutan permufakatan jahat, atau
c. mengakibatkan Luka Berat,
pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan matinya orang atau pesawat udara tersebut hancur
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 595
(l) Setiap Orang yang memberikan keterangan yang diketahuinya palsu
dan perbuatan tersebut membahayakan keselamatan pesawat udara
Dalam Penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun.
(2) Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
142
(3)
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
Bagian Keempat
Tindak Pidana Asuransi Pesawat Udara
Pasal 596
Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau
orang lain secara melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi
menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran,
kerusakan, atau membuat tidak dapat dipakai pesawat udara yang
dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut atau yang muatannya atau
upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatan tersebut
dipertanggungkan, atau untuk kepentingan muatan tersebut telah
diterima uang tanggungan dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun.
(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada
(3)
pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana dengan pidana penjara
paling lama 15 (lima belas) tahun.
Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan Penumpang pesawat udara yang dipertanggungkan
terhadap bahaya mendapat kecelakaan dipidana dengan:
a. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika
mengakibatkan Luka Berat, atau
b. pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika
mengakibatkan matinya orang.
BAB XXXIH
TINDAK PIDANA BERDASARKAN HUKUM YANG HIDUP DALAM
MASYARAKAT
Pasal 597
Setiap Orang, yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang
hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang,
diancam dengan pidana.
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemenuhan
kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.
BAB XXXIV
TINDAK PIDANA KHUSUS
Bagian Kesatu
Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia
143
Pasal 598
Dipidana karena genosida Setiap Orang yang dengan maksud
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok
bangsa, ras, etnis, atau agama, dengan cara:
a. membunuh anggota kelompok,
b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota
kelompok,
Cc. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan
mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun
sebagian,
d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran
dalam kelompok, atau
e. memindahkan secara paksa Anak-Anak dari kelompok ke kelompok
lain, dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
Pasal 599
Dipidana karena Tindak Pidana terhadap kemanusiaan, Setiap Orang yang
melakukan salah satu perbuatan sebagai bagian dari serangan yang meluas
atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
terhadap penduduk sipil, berupa:
a. pembunuhan, pemusnahan, pengusiran atau pemindahan penduduk
secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan
fisik lain yang melanggar aturan dasar hukum internasional, atau
kejahatan apartheid, dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun,
b. perbudakan, penyiksaan, atau perbuatan tidak manusiawi lainnya yang
sama sifatnya yang ditujukan untuk menimbulkan penderitaan yang
berat atau luka yang serius pada tubuh atau kesehatan fisik dan mental,
dengan pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun,
Cc. persekusi terhadap kelompok atau perkumpulan atas dasar politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau persekusi dengan
alasan diskriminatif lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional, dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, atau
d. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan, atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-
bentuk Kekerasan seksual lain yang setara, atau penghilangan orang
secara paksa dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun.
Bagian Kedua
Tindak Pidana Terorisme
144
Pasal 600
Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas,
menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital yang
Strategis, lingkungan hidup atau Fasilitas Publik atau fasilitas internasional
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.
Pasal 601
Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan
bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap
orang secara meluas atau menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan
cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-
obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau
fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana penjara
seumur hidup.
Pasal 602
Setiap Orang yang menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau
meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud
digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana
terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena Tindak Pidana
pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan pidana denda paling banyak kategori V.
Bagian Ketiga
Tindak Pidana Korupsi
Pasal 603
Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit
kategori II dan paling banyak kategori VI.
Pasal 604
Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu Korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan
paling banyak kategori VI.
145
(1)
Pasal 605
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit kategori III dan
paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau
b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian
atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.
Pasal 606
Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau
wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh
pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak kategori IV.
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak kategori
IV.
Bagian Keempat
Tindak Pidana Pencucian Uang
Pasal 607
Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa
ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau
surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang
diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana
dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan dipidana karena Tindak Pidana pencucian uang dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
banyak kategori VII.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
korupsi,
penyuapan,
narkotika:
psikotropika,
penyelundupan tenaga kerja,
penyelundupan migran,
»p Op
146
di bidang perbankan,
di bidang pasar modal,
di bidang perasuransian,
kepabeanan,
cukai:
perdagangan orang:
perdagangan senjata gelap:
terorisme,
penculikan,
pencurian,
penggelapan,
penipuan,
pemalsuan uang,
perjudian,
prostitusi,
di bidang perpajakan,
di bidang kehutanan,
di bidang lingkungan hidup,
di bidang kelautan dan perikanan, atau
Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)
tahun atau lebih,
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Tindak Pidana
tersebut juga merupakan Tindak Pidana menurut hukum Indonesia.
Pasal 608
NG nge nenaOPB E
Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,
lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan
hasil Tindak Pidana dipidana karena Tindak Pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
kategori VI.
(1)
Pasal 609
Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,
atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil Tindak Pidana dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak kategori VI.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi
pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.
Bagian Kelima
Tindak Pidana Narkotika
Pasal 610
Setiap Orang yang tanpa hak menanam, memelihara, memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam
147
bentuk tanaman dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda paling sedikit kategori VI dan paling banyak kategori VII.
Pasal 611
Setiap Orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai, atau
menyediakan:
a. Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling
banyak kategori VI:
b. Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
VI, dan
c. Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5
(lima) gram dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan
paling banyak kategori VI:
b. Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
kategori V dan paling banyak kategori VI, dan
c. Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
kategori V dan paling banyak kategori VI.
Pasal 612
Setiap Orang yang tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor,
atau menyalurkan:
a. Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V:
b. Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
148
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V, dan
Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
vV
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a.
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon,
atau Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi
5 (lima) gram dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori
V dan paling banyak kategori VI:
Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan
paling banyak kategori VI: dan
Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan
paling banyak kategori VI.
Pasal 613
Setiap Orang yang tanpa hak menawarkan untuk dijual, menjual,
membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan:
a.
Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak
kategori V,
Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V, dan
Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
vV
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a.
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau
dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
149
(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan
paling banyak kategori VI:
Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling
banyak kategori VI: dan
Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
kategori V dan paling banyak kategori VI.
Pasal 614
Setiap Orang yang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut, atau
mentransito:
a.
Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V:
Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V, dan
Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana
denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori V.
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a.
Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya
melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon yang
beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI:
Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit
kategori V dan paling banyak kategori VI, dan
Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
kategori V dan paling banyak kategori VI.
Pasal 615
Setiap Orang yang tanpa hak menggunakan terhadap orang lain atau
memberikan untuk digunakan orang lain:
a.
Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
150
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V:
b. Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori
V, dan
c. Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan
paling banyak kategori V.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap:
a. Narkotika Golongan I mengakibatkan matinya orang atau Luka
Berat dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V
dan paling banyak kategori VI:
b. Narkotika Golongan II mengakibatkan matinya orang atau Luka
Berat dipidana dengan pidana mati pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V
dan paling banyak kategori VI, dan
c. Narkotika Golongan III mengakibatkan matinya orang atau Luka
Berat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI.
Bagian Keenam
Permufakatan Jahat, Persiapan, Percobaan, dan Pembantuan Tindak
Pidana Khusus
Pasal 616
Ketentuan mengenai permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan
pembantuan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Tindak Pidana
berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme, Pindak Pidana
korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, dan Tindak Pidana narkotika
berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut.
BAB XXXV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 617
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap Undang-Undang
yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan
Buku Kesatu Undang-Undang ini.
(2) Ketentuan mengenai penyesuaian ketentuan pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang.
151
Pasal 618
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.
istilah kejahatan dan pelanggaran yang digunakan dalam Undang-
Undang di luar Undang-Undang ini atau Peraturan Daerah diganti
menjadi Tindak Pidana,
istilah badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan,
perkumpulan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, badan usaha milik desa, atau yang disamakan dengan itu,
maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum atau badan usaha
yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan
dengan itu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar
Undang-Undang ini disamakan dengan Korporasi sebagaimana
ditentukan dalam Undang-Undang ini,
istilah benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau tidak
bergerak termasuk air dan uang giral, aliran listrik, gas, data dan
program Komputer yang diatur dalam Undang-Undang di luar Undang-
Undang ini disamakan dengan Barang sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini,
istilah pegawai negeri, aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, pejabat
negara, pejabat publik, pejabat daerah, orang yang menerima gaji atau
upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau
upah dari Korporasi yang seluruh atau sebagian besar modalnya milik
negara atau daerah, atau pejabat lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan di luar Undang-Undang ini dan memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 merupakan Pejabat
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 619
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana kurungan dalam
Undang-Undang lain di luar Undang-Undang ini dan Peraturan Daerah
diganti menjadi pidana denda dengan ketentuan:
a. pidana kurungan kurang dari 6 (enam) Bulan diganti dengan
pidana denda paling banyak kategori I: dan
b. pidana kurungan 6 (enam) Bulan atau lebih diganti dengan pidana
denda paling banyak kategori II.
Dalam hal pidana denda yang diancamkan secara alternatif dengan
pidana kurungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi kategori
Il, tetap berlaku ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
tersebut.
Pasal 620
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang lain di luar
Undang-Undang ini yang menetapkan pidana denda yang melebihi jumlah
kategori VIII diganti dengan pidana denda kategori VIII.
Pasal 621
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku jika ketentuan pidana dalam
Undang-Undang di luar Undang-Undang ini menunjuk pada pasal-pasal
152
tertentu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958
tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disesuaikan
dengan perubahan yang ada dalam Undang-Undang ini.
Pasal 622
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Tindak Pidana yang sedang
dalam proses peradilan menggunakan ketentuan Undang-Undang ini,
kecuali Undang-Undang yang mengatur Tindak Pidana tersebut lebih
menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa.
Pasal 623
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana tutupan tetap
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang
Hukuman Tutupan sampai dibentuknya Undang-Undang mengenai pidana
tutupan yang baru.
Pasal 624
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Bab tentang
Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh lembaga
penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam
Undang-Undang masing-masing.
BAB XXXVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 625
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling
lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 626
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9),
b. Pasal1l dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951
tentang Mengubah “Ordonnantie Tidelijke Byzondere
Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-Undang Republik
Indonesia dahulu No. 8 tahun 1948 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 78 Tahun 1951),
c. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang
Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik
Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1660) yang
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang
153
Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap
Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3850): dan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan
Terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3850),
Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3874),
Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 41 Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor
208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4026),
Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5946),
Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4282) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6216):
Pasal 69 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4301),
154
Pasal 2 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720):
Pasal 30 ayat (2), Pasal 31, dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952):
Pasal 15 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919),
Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928):
Pasal 66 sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5035),
Pasal 192, Pasal 194, dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063),
Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062),
Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5164),
Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 126 huruf e Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5216),
Pasal 36 ayat (1) sampai dengan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5223):
Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360),
155
u. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pembiayaan Terorisme
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284),
v. Pasal 37 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5602): dan
w. Pasal 75 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5618),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tentang Tindak Pidana tentang senjata api, amunisi, bahan
peledak, dan senjata lain diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang
yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 1 pengacuannya diganti dengan Pasal 310: dan
b. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasjal 311,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e tentang Tindak Pidana korupsi diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 604:
b. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 605,
c. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 606,
d. Pasal 11 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1): dan
e. Pasal 13 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (2),
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f tentang Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia diacu
oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,
pengacuannya diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 8 pengacuannya diganti dengan Pasal 598: dan
b. Pasal 9 pengacuannya diganti dengan Pasal 599,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g tentang Tindak Pidana persetubuhan atau pencabulan dengan
Anak diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,
pengacuannya diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 81 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 479 ayat (4):
dan
b. Pasal 82 pengacuannya diganti dengan Pasal 424,
156
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h tentang Tindak Pidana terorisme diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti
dengan ketentuan:
a. Pasal6 pengacuannya diganti dengan Pasal 600: dan
b. Pasal 7 pengacuannya diganti dengan Pasal 601,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf i tentang Tindak Pidana penggunaan ijazah atau gelar akademik
palsu diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,
pengacuannya diganti dengan ketentuan Pasal 69 pengacuannya diganti
dengan Pasal 271 ayat (2) dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf j tentang Tindak Pidana perdagangan orang diacu oleh ketentuan
pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti
dengan ketentuan:
a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 461: dan
b. Pasal 22 pengacuannya diganti dengan Pasal 284,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf k tentang Tindak Pidana informatika dan elektronika diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 46 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal:
b. Pasal 31 pengacuannya diganti dengan Pasal, dan
c. Pasal 32 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf 1 tentang Tindak Pidana atas dasar diskriminasi diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 15 pengacuannya diganti dengan Pasal 244, dan
b. Pasal 17 pengacuannya diganti dengan Pasal 245,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf m tentang Tindak Pidana pornografi diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan
ketentuan Pasal 29 pengacuannya diganti dengan Pasal 413 ayat (1)
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf n tentang Tindak Pidana penodaan terhadap Bendera Negara,
Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan
ketentuan:
a. Pasal 66 pengacuannya diganti dengan Pasal 234,
b. Pasal67 pengacuannya diganti dengan Pasal 235,
c. Pasal 68 pengacuannya diganti dengan Pasal 236,
157
d. Pasal 69 pengacuannya diganti dengan Pasal 237,
e. Pasal 70 pengacuannya diganti dengan Pasal 238, dan
f. Pasal 71 pengacuannya diganti dengan Pasal 239,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf o tentang Tindak Pidana terhadap organ, jaringan tubuh, dan
darah dan pengguguran kandungan diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan
ketentuan:
a. Pasal 192 pengacuannya diganti dengan Pasal 351 huruf a, dan
b. Pasal 194 pengacuannya diganti dengan Pasal,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf p tentang Tindak Pidana narkotika diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti
dengan ketentuan:
a. Pasal 111 pengacuannya diganti dengan Pasal 610,
b. Pasal 112 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)
huruf a,
c. Pasal 112 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)
huruf a,
d. Pasal 113 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)
huruf a,
e. Pasal 113 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)
huruf a,
f. Pasal 114 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)
huruf a,
g. Pasal 114 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)
huruf a,
h. Pasal 115 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)
huruf a,
1. Pasal 115 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)
huruf a,
j. Pasal 116 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)
huruf a,
k. Pasal 116 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)
huruf a,
1. Pasal 117 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)
huruf b:
m. Pasal 117 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)
huruf b:
n. Pasal 118 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)
huruf b:
o. Pasal 118 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)
huruf b:
p. Pasal 119 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)
huruf b:
g. Pasal 119 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)
huruf b:
158
r. Pasal 120 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)
huruf b:
s. Pasal 120 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)
huruf b:
t. Pasal 121 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)
huruf b:
u. Pasal 121 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)
huruf b:
v. Pasal 122 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)
huruf c,
w. Pasal 122 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)
huruf c,
x. Pasal 123 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)
huruf c,
y. Pasal 123 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)
huruf c,
z. Pasal 124 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)
huruf c,
aa. Pasal 124 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)
huruf c,
bb. Pasal 125 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)
huruf c,
cc. Pasal 125 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)
huruf c,
dd. Pasal 126 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)
huruf c: dan
ee. Pasal 126 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)
huruf c,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g tentang Tindak Pidana pencucian uang diacu oleh ketentuan
pasal Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti
dengan ketentuan:
a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (2):
b. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1):
c. Pasal 4 pengacuannya diganti dengan Pasal 608: dan
d. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 609,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf r tentang Tindak Pidana penyelundupan manusia atau pemalsuan
paspor, surat perjalanan laksana paspor, atau surat yang diberikan
menurut ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada
orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 121 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 463, dan
b. Pasal 126 huruf e pengacuannya diganti dengan Pasal 404 ayat (1),
dalam Undang-Undang ini.
159
(17)
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf s tentang Tindak Pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas
diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,
pengacuannya diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 36 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 380,
b. Pasal 36 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf b:
c. Pasal 36 ayat (3) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf a,
dan
d. Pasal 36 ayat (4) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf b,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf t tentang Tindak Pidana produksi pangan untuk diedarkan
menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas
maksimum yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atau
menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan Pasal 136 pengacuannya diganti dengan Pasal
510 dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf u tentang Tindak Pidana pendanaan terorisme diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan Pasal 4 pengacuannya diganti dengan Pasal
602 dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf v tentang Tindak Pidana terhadap saksi dan korban diacu oleh
ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya
diganti dengan ketentuan:
a. Pasal 37 pengacuannya diganti dengan Pasal 299,
b. Pasal 38 pengacuannya diganti dengan Pasal 300,
c. Pasal 39 pengacuannya diganti dengan Pasal 301:
d. Pasal 40 pengacuannya diganti dengan Pasal 302: dan
e. Pasal 41 pengacuannya diganti dengan Pasal 303,
dalam Undang-Undang ini.
Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf w tentang Tindak Pidana asuransi diacu oleh ketentuan pasal
Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan
ketentuan Pasal 75 pengacuannya diganti dengan Pasal 402 dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 627
Undang-Undang ini dapat disebut dengan KUHP.
Pasal 628
Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan.
Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
160
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...
161
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
UMUM
Penyusunan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk
menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang disebut dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
yang telah beberapa kali diubah, merupakan salah satu usaha dalam
rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut dilakukan
secara terarah dan terpadu sehingga dapat mendukung pembangunan
nasional di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta
tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam
masyarakat.
Dalam perkembangannya, pembaruan Undang-Undang ini yang
diarahkan kepada misi tunggal yang mengandung makna “dekolonisasiâ€
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam bentuk “rekodifikasiâ€,
dalam perjalanan sejarah bangsa pada akhirnya juga mengandung
berbagai misi yang lebih luas sehubungan dengan perkembangan, baik
nasional maupun internasional. Adapun misi kedua adalah misi
“demokratisasi hukum pidanaâ€. Misi ketiga adalah misi “konsolidasi
hukum pidana†karena sejak kemerdekaan, perundang-undangan
hukum pidana mengalami perkembangan yang pesat, baik di dalam
maupun di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan berbagai
kekhasannya sehingga perlu ditata kembali dalam kerangka Asas-Asas
Hukum Pidana yang diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Di samping itu, penyusunan Undang-Undang ini dilakukan atas
dasar misi keempat, yaitu misi adaptasi dan harmonisasi terhadap
berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat
perkembangan di bidang ilmu hukum pidana maupun perkembangan
nilai-nilai, standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
di dunia internasional.
Misi tersebut diletakkan dalam kerangka politik hukum dengan
melakukan penyusunan Undang-Undang ini dalam bentuk kodifikasi
dan unifikasi yang dimaksudkan untuk menciptakan dan menegakkan
konsistensi, keadilan, kebenaran, ketertiban, kemanfaatan, dan
kepastian hukum dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan
individu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
162
Setelah menelusuri sejarah hukum pidana di Indonesia, diketahui
bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia
berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad
1915: 732). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Wetboek van
Strafrecht tersebut masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik
Indonesia II Nomor 9), Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie
disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dinyatakan
berlaku untuk Pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lain
akan ditetapkan kemudian oleh Presiden. Usaha untuk mewujudkan
adanya kesatuan hukum pidana untuk seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu, secara de facto belum dapat terwujud
karena terdapat daerah pendudukan Belanda sebagai akibat aksi militer
Belanda I dan II yang untuk daerah tersebut masih berlaku Wetboek van
Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad, 1915: 732) dengan segala
perubahannya. Sejak saat itu, dapat dikatakan bahwa setelah
kemerdekaan tahun 1945 terdapat dualisme hukum pidana yang
berlaku di Indonesia dan keadaan itu berlangsung hingga tahun 1958
dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958.
Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan semua
perubahan dan tambahannya berlaku untuk seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, berlakulah hukum
pidana materiel yang seragam untuk seluruh Indonesia yang bersumber
pada hukum yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942, yaitu Wethoek
van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang untuk selanjutnya disebut
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sejak Indonesia merdeka telah banyak dilakukan usaha untuk
menyesuaikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan kolonial
tersebut sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial lainnya, baik
nasional maupun internasional. Dalam hal ini, di samping berbagai
perubahan yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana telah beberapa kali mengalami pembaruan atau
perubahan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan kolonial
tersebut sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial lainnya, baik
nasional maupun internasional. Dalam hal ini, di samping berbagai
perubahan yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana telah beberapa kali mengalami pembaruan atau
perubahan antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, yang menaikkan ancaman
hukuman dalam Pasal 359, Pasal 360 dan Pasal 188 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana,
2. Undang-Undang Nomor 16 Prp. Tahun 1960 tentang Beberapa
Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang
mengubah frasa “urjf en twintig gulden†dalam Pasal 364, Pasal 373,
Pasal 379, Pasal 384, dan Pasal 407 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana menjadi frasa “dua ratus lima puluh rupiahâ€:
3. Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan
Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum
163
Pidana dan dalam Ketentuan Pidana Lainnya yang Dikeluarkan
Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945,
Undang-Undang Nomor 2 PNPS Tahun 1964 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Umum dan Militer,
Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan atau Penodaan Agama, yang antara lain telah
menambahkan ketentuan Pasal 156a ke dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian, yang mengubah ancaman pidana dalam Pasal 303 ayat
(1), Pasal 542 ayat (1), dan Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana dan mengubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal
303 bis,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan
Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan
Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan
Kejahatan terhadap Sarana/ Prasarana Penerbangan,
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan
terhadap Keamanan Negara, khususnya berkaitan dengan
kriminalisasi terhadap penyebaran ajaran marxisme dan leninisme,
dan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Berbagai pembaruan atau perubahan yang terjadi tersebut belum
dapat memenuhi 4 (empat) misi perubahan mendasar yang telah diuraikan di atas yakni, dekolonisasi, demokratisasi, konsolidasi, dan
harmonisasi sehingga penyusunan Undang-Undang Hukum Pidana
harus dilakukan secara menyeluruh dan terkodifikasi.
BUKU KESATU
1.
Buku Kesatu berisi aturan umum sebagai pedoman bagi penerapan
Buku Kedua serta Undang-Undang di luar Undang-Undang ini,
Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/ Kota, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang
sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi Undang-Undang di
luar KUHP. Pengertian Istilah dalam Buku Kesatu ditempatkan
dalam Bab V karena pengertian istilah tersebut tidak hanya berlaku
bagi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melainkan berlaku pula
bagi Undang-Undang yang bersifat lex specialis, kecuali ditentukan
lain menurut Undang-Undang. Buku Kesatu ini memuat substansi,
164
antara lain, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, Tindak
Pidana dan pertanggungjawaban pidana, pemidanaan, pidana,
diversi, dan tindakan, juga tujuan dan pedoman pemidanaan,
faktor yang wmemperingan, faktor memperberat Pidana,
perbarengan, serta gugurnya kewenangan penuntutan dan
pelaksanaan pidana, pengertian istilah, dan aturan penutup.
Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara Wetboek van
Strafrecht dan Undang-Undang ini adalah filosofi yang
mendasarinya. Wetboek van Strafrecht dilandasi oleh pemikiran
Aliran Klasik yang berkembang pada Abad ke-18 yang memusatkan
perhatian hukum pidana pada perbuatan atau Tindak Pidana.
Undang-Undang Hukum Pidana mendasarkan diri pada pemikiran
aliran neo-klasik yang menjaga keseimbangan antara faktor objektif
(perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/ batiniah/ sikap
batin). Aliran ini berkembang pada Abad ke-19 yang memusatkan
perhatiannya tidak hanya pada perbuatan atau Tindak Pidana yang
terjadi, tetapi juga terhadap aspek-aspek individual pelaku Tindak
Pidana. Pemikiran mendasar lain yang mempengaruhi penyusunan
Undang-Undang ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan
tentang Korban kejahatan (victimology) yang berkembang setelah
Perang Dunia II, yang menaruh perhatian besar pada perlakuan
yang adil terhadap Korban kejahatan dan penyalahgunaan
kekuasaan. Falsafah daad-dader strafrecht dan viktimologi akan
mempengaruhi perumusan 3 (tiga) permasalahan pokok dalam
hukum pidana, yaitu perumusan perbuatan yang bersifat melawan
hukum, pertanggungjawaban pidana atau kesalahan, dan sanksi
(pidana dan tindakan) yang dapat dijatuhkan beserta asas hukum
pidana yang mendasarinya.
Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi tersebut
secara sistemik mewarnai Undang-Undang ini, yang antara lain
juga tersurat dan tersirat dengan adanya berbagai pengaturan yang
berusaha menjaga keseimbangan antara unsur atau faktor objektif
dan unsur atau faktor subjektif. Hal itu antara lain tercermin dari
berbagai pengaturan tentang tujuan pemidanaan, syarat
pemidanaan, pasangan sanksi berupa pidana dan tindakan,
pengembangan alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka
pendek, pedoman atau aturan pemidanaan, pidana mati yang
merupakan pidana yang bersifat khusus dan selalu dialternatifkan
dengan penjara seumur hidup atau 20 (dua puluh) tahun, serta
pengaturan batas minimum usia pertanggungjawaban pidana,
pidana, dan tindakan bagi Anak.
Pembaruan hukum pidana materiel dalam Undang-Undang ini
tidak membedakan lagi antara Tindak Pidana berupa kejahatan
dan pelanggaran. Untuk keduanya digunakan istilah Tindak
Pidana. Dengan demikian, Undang-Undang ini hanya terdiri atas 2
(dua) Buku, yaitu Buku Kesatu tentang Aturan Umum dan Buku
165
Kedua tentang Tindak Pidana. Adapun Buku Ketiga tentang
Pelanggaran dalam Wetboek van Strafrecht ditiadakan, tetapi
substansinya secara selektif telah ditampung di dalam Buku Kedua
Undang-Undang ini.
Alasan penghapusan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa
secara konseptual perbedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict
dan pelanggaran sebagai mwetsdelict ternyata tidak dapat
dipertahankan karena dalam perkembangannya tidak sedikit
rechisdelict dikualifikasikan sebagai pelanggaran dan sebaliknya
beberapa perbuatan yang seharusnya merupakan wetsdelict
dirumuskan sebagai kejahatan, hanya karena diperberat ancaman
pidananya. Dalam kenyataannya terbukti bahwa persoalan berat-
ringannya kualitas dan dampak kejahatan dan pelanggaran juga
relatif sehingga kriteria kualitatif semacam ini tidak lagi dapat
dipertahankan secara konsisten.
Dalam Undang-Undang ini diakui pula adanya Tindak Pidana atas
dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya
dikenal sebagai Tindak Pidana adat untuk lebih memenuhi rasa
keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam kenyataannya di
beberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan hukum
yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah
yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas
hukum itu patut dipidana. Dalam hal ini hakim dapat menetapkan
sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus
dilaksanakan oleh pelaku Tindak Pidana. Hal tersebut mengandung
arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat
setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang
hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaan seperti itu tidak akan
menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas
serta larangan analogi yang dianut dalam Undang-Undang ini.
Karena kemajuan yang terjadi dalam bidang keuangan, ekonomi,
dan perdagangan, terutama di era globalisasi serta berkembangnya
Tindak Pidana yang terorganisasi, baik yang bersifat domestik
maupun transnasional, subjek hukum pidana tidak dapat dibatasi
hanya pada manusia secara alamiah, tetapi mencakup pula
Korporasi, yaitu kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau
kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum. Dalam hal ini Korporasi dapat dijadikan sarana untuk
melakukan Tindak Pidana dan dapat pula memperoleh keuntungan
dari suatu Tindak Pidana. Dengan dianutnya paham Korporasi
adalah subjek Tindak Pidana, hal itu berarti bahwa Korporasi, baik
sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap
mampu melakukan Tindak Pidana dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Di samping itu,
masih dimungkinkan pula pertanggungjawaban pidana dipikul
bersama oleh Korporasi dan pengurusnya yang memiliki
166
kedudukan fungsional dalam Korporasi atau hanya pengurusnya
saja yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana.
Dengan diaturnya pertanggungjawaban pidana Korporasi dalam Buku I Undang-Undang ini, pertanggungjawaban pidana Korporasi
yang semula hanya berlaku untuk Tindak Pidana tertentu di luar
Undang-Undang ini, berlaku juga secara umum untuk Tindak
Pidana lain, baik di dalam maupun di luar Undang-Undang ini.
Sanksi terhadap Korporasi dapat berupa pidana, tetapi dapat pula
berupa tindakan. Dalam hal ini kesalahan Korporasi
diidentifikasikan dari kesalahan pengurus yang memiliki
kedudukan fungsional (mempunyai kewenangan untuk mewakili
Korporasi, mengambil keputusan atas nama Korporasi, dan
mempunyai kewenangan menerapkan pengawasan terhadap
Korporasi) yang melakukan Tindak Pidana dengan menguntungkan
Korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai orang yang
menyuruhlakukan, sebagai orang yang turut serta melakukan,
sebagai penganjur maupun sebagai pembantu Tindak Pidana yang
dilakukan bawahannya di dalam lingkup usaha atau pekerjaan
Korporasi tersebut, termasuk pengendali Korporasi, pemberi
perintah, dan penerima manfaat.
Asas tiada pidana tanpa kesalahan tetap merupakan salah satu
asas utama dalam hukum pidana. Namun, dalam hal tertentu
sebagai pengecualian dimungkinkan penerapan asas
pertanggungawaban mutlak (strict liability) dan asas
pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability), Dalam hal
pertanggungjawaban mutlak, pelaku Tindak Pidana telah dapat
dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur Tindak Pidana
perbuatan pelaku. Sedangkan dalam pertanggungjawaban
pengganti, tanggung jawab pidana seseorang diperluas sampai
pada tindakan bawahannya yang melakukan pekerjaan atau
perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya.
Dalam Undang-Undang ini diatur jenis pidana yang berupa pidana
pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus (pidana
mati) untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam
Undang-Undang.
Jenis pidana pokok terdiri atas:
a. pidana penjara,
b. pidana tutupan,
Cc. pidana pengawasan,
d. pidana denda, dan
e. pidana kerja sosial.
Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana
pengawasan, dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan, pidana
denda, dan pidana kerja sosial perlu dikembangkan sebagai
alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek
yang akan dijatuhkan oleh hakim sebab dengan pelaksanaan ketiga
167
jenis pidana itu terpidana dapat dibantu untuk membebaskan diri
dari rasa bersalah.
Demikian pula masyarakat dapat berinteraksi dan berperan serta
secara aktif membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan
sosialnya secara wajar dengan melakukan hal yang bermanfaat.
Urutan jenis pidana pokok tersebut menentukan berat-ringannya
pidana. Hakim dapat memilih jenis pidana yang akan dijatuhkan di
antara kelima jenis pidana tersebut walaupun dalam Buku Kedua
Undang-Undang ini hanya dirumuskan tiga jenis pidana, yaitu
pidana penjara, pidana denda, dan pidana mati.
Jenis pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial
pada hakikatnya merupakan cara pelaksanaan pidana sebagai
alternatif pidana penjara.
Pidana mati tidak terdapat dalam urutan jenis pidana pokok.
Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk
menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus
sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati
adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan
secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat
dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan.
Dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana
diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak
perlu dilaksanakan dan dapat diganti dengan pidana penjara.
Dalam pemidanaan dianut sistem dua jalur (double-track system),
yaitu di samping jenis pidana tersebut, Undang-Undang ini
mengatur pula jenis tindakan. Dalam hal ini, hakim dapat
mengenakan tindakan kepada mereka yang melakukan Tindak
Pidana, tetapi tidak atau kurang mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya yang disebabkan pelaku
menderita disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.
Di samping dijatuhi pidana dalam hal tertentu, terpidana juga
dapat dikenai tindakan dengan maksud untuk memberi
pelindungan kepada masyarakat dan mewujudkan tata tertib
sosial.
Dalam Undang-Undang ini dikenal adanya ancaman pidana
minimum khusus yang sebenarnya sudah dikenal dalam
perundang-undangan pidana di luar Undang-Undang ini.
Penentuan ancaman pidana minimum khusus ini dilakukan
berdasarkan pertimbangan:
168
a. menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok
bagi Tindak Pidana yang sama atau kurang lebih sama
kualitasnya,
b. lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya
bagi Tindak Pidana yang dipandang membahayakan dan
meresahkan masyarakat,
c. jika dalam keadaan tertentu maksimum pidana dapat
diperberat, dapat dipertimbangkan pula bahwa minimum
pidana untuk Tindak Pidana tertentu dapat diperberat.
Pada prinsipnya pidana minimum khusus merupakan suatu
pengecualian, yaitu hanya untuk Tindak Pidana tertentu yang
dipandang sangat merugikan, sangat membahayakan, atau sangat
meresahkan masyarakat dan untuk Tindak Pidana yang
dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya.
10. Dalam Undang-Undang ini ancaman pidana denda dirumuskan
dengan menggunakan sistem kategori. Sistem itu dimaksudkan
agar dalam perumusan Tindak Pidana tidak perlu disebutkan suatu
jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk
kategori denda yang sudah ditentukan dalam Buku Kesatu. Dasar
pemikiran penggunaan sistem kategori tersebut adalah bahwa
pidana denda merupakan jenis pidana yang relatif sering berubah
nilainya karena perkembangan nilai mata uang akibat situasi
perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan nilai
mata uang, sistem kategori akan lebih mudah dilakukan
perubahan atau penyesuaian.
11. Dalam Undang-Undang ini diatur pula diversi dan jenis tindakan
serta pidana bagi Anak. Pengaturan ini dimaksudkan untuk
kepentingan terbaik bagi Anak karena berkaitan dengan adanya
Undang-Undang mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam
hal ini, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang
Hak-hak Anak.
BUKU KEDUA
1. Untuk menghasilkan Undang-Undang hukum pidana yang bersifat
kodifikasi dan unifikasi, di samping dilakukan evaluasi dan seleksi
terhadap berbagai Tindak Pidana yang ada di dalam Wetboek van
Strafrecht sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, apresiasi juga
dilakukan terhadap berbagai perkembangan Tindak Pidana yang
ada di luar Wetboek van Strafrecht, antara lain, Undang-Undang
mengenai pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana
pencucian uang, pemberantasan Tindak Pidana terorisme,
pemberantasan Tindak Pidana korupsi, pemberantasan Tindak
Pidana perdagangan orang, pengadilan hak asasi manusia,
169
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan cagar
budaya.
. Secara antisipatif dan proaktif, juga dimasukkan pengaturan
tentang Tindak Pidana Pornografi, Tindak Pidana di dunia maya,
dan Tindak Pidana tentang informasi dan transaksi elektronik, dan
lain-lain.
. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengadaptasi konvensi
internasional baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum
diratifikasi, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998
tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain
yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat
Manusia).
. Dengan sistem perumusan Tindak Pidana di atas, untuk Tindak
Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme,
Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, Tindak
Pidana narkotika dikelompokan dalam 1 (satu) bab tersendiri yang
dinamai “Bab Tindak Pidana Khususâ€. Penempatan dalam bab
tersendiri tersebut didasarkan pada karakteristik khusus, yaitu:
a. dampak viktimisasinya besar:
b. sering bersifat transnasional terorganisasi:
Cc. pengaturan acara pidananya bersifat khusus,
d. sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiil,
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Ayat (1)
Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang menentukan
bahwa suatu perbuatan merupakan Tindak Pidana jika
ditentukan oleh atau didasarkan pada peraturan perundang-
undangan. Peraturan perundang-undangan dalam ketentuan
ini adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Asas
legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh
karena itu, peraturan perundang-undangan yang
mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum
Tindak Pidana dilakukan. Hal ini berarti bahwa ketentuan
pidana tidak boleh berlaku surut.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “analogi†adalah penafsiran dengan
cara memberlakukan suatu ketentuan pidana terhadap suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak diatur atau tidak
disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang dengan
cara menyamakan atau mengumpamakan kejadian atau
peristiwa tersebut dengan kejadian atau peristiwa lain yang
telah diatur dalam Undang-Undang.
Pasal 2
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hukum yang hidup dalam
masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut
dipidana†adalah hukum pidana adat. Hukum yang hidup di
dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum
yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia. Di beberapa daerah tertentu di
Indonesia masih terdapat ketentuan hukum yang tidak
tertulis yang hidup dalam masyarakat dan berlaku sebagai
hukum di daerah tersebut, yang menentukan bahwa
seseorang patut dipidana. Untuk memberikan dasar hukum
mengenai berlakunya hukum pidana (delik adat), perlu
ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang berasal dari
Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum
adat. Kompilasi ini memuat mengenai hukum yang hidup
171
dalam masyarakat yang dikualifikasi sebagai Tindak Pidana
adat.
Keadaan seperti ini tidak akan mengesampingkan dan tetap
menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi
yang dianut dalam Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “berlaku dalam
tempat hukum itu hidup†adalah berlaku bagi setiap orang
yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.
Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum
pidana adat yang keberlakuannya diakui oleh Undang-
Undang ini.
Pasal 3
Ayat (1)
Ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas legalitas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “disesuaikan dengan batas pidanaâ€
adalah hanya untuk putusan pemidanaan yang lebih berat
dari ancaman pidana maksimal dalam peraturan
perundang-undangan yang baru, termasuk juga
penyesuaian jenis ancaman pidana yang berbeda.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia†adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan di
daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta
dasar laut dan tanah di bawahnya, dan ruang udara di
atasnya serta seluruh wilayah yang batas dan hak negara
di laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif,
dan landas kontinen yang diatur dalam Undang-Undang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana lainnya†misalnya
Tindak Pidana terhadap keamanan negara atau Tindak
Pidana yang dirumuskan dalam perjanjian internasional
yang telah disahkan oleh Indonesia.
172
Pasal 5
Ketentuan ini mengandung asas nasional pasif yang dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan
nasional tertentu di luar negeri.
Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi
dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan
terbuka. Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan
dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis Tindak
Pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis Tindak
Pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan
kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka
dalam batas yang telah ditentukan sebagai Tindak Pidana menurut
hukum pidana Indonesia.
Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk
memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan
formulasi delik oleh pembentuk Undang-Undang pada masa yang
akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan delik yang
menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan
tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum
nasional yang dilindungi. Pelaku hanya dituntut atas tindak
pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Pelaku Tindak Pidana yang dikenai ketentuan ini adalah setiap
orang, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang
melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya
Tindak Pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara,
oleh negara tempat Tindak Pidana dilakukan tidak selalu dianggap
sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan
pidana.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
173
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 6
Ketentuan ini mengandung asas universal yang melindungi
kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum
negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam
konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia,
misalnya:
a. konvensi internasional mengenai uang palsu,
b. konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut
yang di dalamnya mengatur Tindak Pidana pembajakan laut,
Cc. konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan
kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan,
atau
d. konvensi internasional mengenai lalu lintas dan peredaran
gelap narkotika dan psikotropika.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan
adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang
memungkinkan warga negara dari negara lain tersebut
penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena
melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian
tersebut.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Waktu Tindak Pidana dalam ketentuan ini misalnya:
a. saat perbuatan fisik dilakukan,
b. saat bekerjanya alat atau bahan untuk menyempurnakan
Tindak Pidana, atau
c. saat timbulnya akibat Tindak Pidana.
Ketentuan ini tidak membedakan antara Tindak Pidana formil dan
Tindak Pidana materiil.
Pasal 11
Tempat Tindak Pidana dalam ketentuan ini misalnya:
a. tempat perbuatan fisik dilakukan,
b. tempat bekerjanya alat atau bahan untuk menyempurnakan
Tindak Pidana, atau
c. tempat terjadinya akibat dari perbuatan yang dapat dipidana.
Teori yang digunakan untuk menentukan tempat, antara lain
teori perbuatan jasmani, teori instrumen, dan teori akibat.
174
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Permufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana
hanya dikenakan pidana bagi Tindak Pidana yang sangat
serius.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “sarana†adalah segala sesuatu
yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai tujuan.
Persiapan untuk melakukan Tindak Pidana hanya
dikenakan pidana bagi Tindak Pidana yang sangat serius.
Dengan demikian, kriteria persiapan Tindak Pidana
ditekankan pada sifat bahayanya Tindak Pidana,
mengimpor bahan kimia atau bahan peledak untuk
persiapan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “menghentikanâ€, misalnya, telah
membeli bahan kimia tetapi tidak jadi diolah menjadi bahan
peledak untuk mencapai tujuan Tindak Pidana.
Yang dimaksud dengan “mencegahâ€, misalnya, melaporkan
kepada pihak yang berwenang mengenai keberadaan sarana
yang akan digunakan untuk Tindak Pidana.
175
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud “dengan perantaraan alat†misalnya
remote control yang digunakan secara tidak langsung
untuk melakukan Tindak Pidana.
Dalam hal menyuruh melakukan, orang yang disuruh
untuk melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena
tidak ada unsur kesalahan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “turut serta melakukan Tindak
Pidana†adalah mereka yang bersama-sama secara fisik
melakukan Tindak Pidana, tetapi tidak semua yang turut
serta melakukan harus memenuhi semua unsur Tindak
Pidana walaupun semua diancam dengan pidana yang
sama.
Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana, perbuatan
masing-masing peserta dilihat sebagai satu kesatuan.
Huruf d
Pasal 21
Yang dimaksud dengan “menggerakkan orang lain supaya
melakukan Tindak Pidanaâ€, termasuk membujuk,
menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain
dengan cara tertentu.
Ayat (1)
Huruf a
Dalam ketentuan ini, pembantuan dilakukan
mendahului pelaksanaan Tindak Pidana yang
sebenarnya, baik dengan memberikan kesempatan,
sarana, maupun keterangan.
Huruf b
Dalam ketentuan ini, pemberian bantuan pada
waktu Tindak Pidana dilakukan hampir terdapat
kesamaan dengan turut serta melakukan Tindak
Pidana.
Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana
terdapat kerja sama yang erat antar mereka yang
turut serta melakukan Tindak Pidana, tetapi dalam
176
Ayat (2)
pembantuan, kerja sama antara pelaku Tindak
Pidana dan orang yang membantu tidak seerat kerja
sama dalam turut serta melakukan Tindak Pidana,
misalnya dilihat dari niat antara yang turut serta
dengan pembantu berbeda dengan niat pelaku.
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “keadaan pribadi†misalnya usia, pejabat,
profesi, atau keadaan mental.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Dalam ketentuan ini, harus ada hubungan yang bersifat hukum
publik antara yang memberikan perintah dan yang
177
melaksanakannya, ketentuan ini tidak berlaku untuk hubungan
yang bersifat keperdataan.
Pasal 33
Yang dimaksud dengan “Keadaan daruratâ€, misalnya:
Pasal 34
Ketika kapal di tengah laut tenggelam, terjadi perebutan
pelampung antara dua orang yang menyebabkan salah satu
meninggal,
Tindakan dokter yang menghadapi situasi ibu hamil dengan
risiko tinggi, apakah dokter akan menyelamatkan ibu dengan
risiko bayi meninggal atau menyelamatkan bayi dengan
risiko ibu meninggal, atau
Pemadam kebakaran yang menghadapi situasi pilihan antara
menyelamatkan rumah-rumah sekitar dengan merobohkan
rumah yang terbakar.
Ketentuan ini mengatur tentang pembelaan terpaksa yang
mensyaratkan 4 (empat) keadaan, yaitu:
a. harus ada serangan atau ancaman serangan yang
melawan hukum yang bersifat seketika,
b. pembelaan dilakukan karena tidak ada jalan lain
(subsidiaritas) untuk menghalau serangan,
c. pembelaan hanya dapat dilakukan terhadap kepentingan
yang ditentukan secara limitatif yaitu kepentingan hukum
diri sendiri atau orang lain baik yang menyangkut
kehormatan kesusilaan, atau harta benda: dan
d. keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dan
serangan yang diterima (proporsionalitas).
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan prinsip tiada pidana tanpa
kesalahan yang secara doktriner, bentuk kesalahan dapat
berupa kesengajaan dan kealpaan.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan bahwa setiap Tindak
Pidana dalam peraturan perundang-undangan harus selalu
dianggap dilakukan dengan sengaja dan unsur
kesengajaan ini harus dibuktikan.
Bentuk lain dari sengaja biasanya dirumuskan dalam
perundang-undangan menggunakan istilah “dengan
maksudâ€, “mengetahuiâ€, “yang diketahuinyaâ€, “padahal
diketahuinyaâ€, atau “sedangkan ia mengetahu?.
178
Pasal 37
Ayat (1)
Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban
mutlak (strict liability) yang menentukan bahwa pelaku
Tindak Pidana telah dapat dipidana hanya karena telah
dipenuhinya unsur-unsur Tindak Pidana dari
perbuatannya.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban
pengganti (vicarious liability) yang menentukan bahwa
Setiap Orang bertanggung jawab atas perbuatan yang
dilakukan oleh orang lain yang melakukan pekerjaan atau
perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya,
misalnya pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab
atas perbuatan bawahannya.
Pasal 38
Pelaku Tindak Pidana yang menderita disabilitas mental
dan/atau disabilitas intelektual dinilai kurang mampu untuk
menginsyafi tentang sifat melawan hukum dari perbuatan yang
dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan keinsyafan yang
dapat dipidana.
Pasal 39
Yang dimaksud dengan “disabilitas mental†adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:
a. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi,
anxietas, dan gangguan kepribadian, dan
b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada
kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan
hiperaktif.
Yang dimaksud dengan “disabilitas intelektua? adalah
terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah
rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan
down syndrom.
Untuk dapat menjelaskan tidak mampu bertanggung jawab dari
segi medis, perlu dihadirkan ahli sehingga pelaku Tindak Pidana
dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu bertanggung jawab.
Pasal 40
Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana bagi anak yang
melakukan Tindak Pidana. Penentuan batas umur 12 (dua belas)
tahun didasarkan pada pertimbangan psikologis yaitu
kematangan emosional, intelektual, dan mental anak. Anak di
bawah umur 12 (dua belas) tahun tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu
penanganan perkaranya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
179
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
sistem peradilan pidana anak.
Pasal 41
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Keikutsertaan program pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan dalam ketentuan ini termasuk rehabilitasi
sosial dan rehabilitasi psikososial.
Dalam ketentuan ini, Anak yang masih sekolah tetap dapat
mengikuti pendidikan formal, baik yang diselenggarakan
oleh instansi pemerintah maupun swasta.
Dalam pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan dapat melibatkan dinas pendidikan, dinas
sosial, Pembimbing Kemasyarakatan atau lembaga
pendidikan, dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan
Sosial (LPKS).
Pasal 42
Ketentuan ini berkenaan dengan daya paksa yang dibagi menjadi
paksaan mutlak dan paksaan relatif.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh kekuatan yang tidak
dapat ditahan†atau paksaan mutlak adalah keadaan yang
menyebabkan pelaku tidak mempunyai pilihan lain,
kecuali melakukan perbuatan tersebut. Karena keadaan
yang ada pada diri pelaku maka tidak mungkin baginya
untuk menolak atau memilih ketika melakukan perbuatan
tersebut.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh adanya ancaman,
tekanan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari†atau
paksaan relatif adalah:
ancaman, tekanan, atau kekuatan tersebut menurut
akal sehat tidak dapat diharapkan bahwa ia dapat mengadakan perlawanan, dan
- apabila kepentingan yang dikorbankan seimbang
atau sedikit lebih dari pada kepentingan yang
diselamatkan.
Tekanan kejiwaan dari luar merupakan syarat utama.
Mungkin pula seseorang mengalami tekanan kejiwaan,
tetapi bukan karena sesuatu yang datang dari luar,
melainkan karena keberatan yang didasarkan kepada
pertimbangan pikirannya sendiri. Hal yang demikian tidak
merupakan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan
pidananya.
180
Pasal 43
Ketentuan ini mengatur pembelaan terpaksa yang melampaui
batas, dengan syarat:
a. pembelaan melampaui batas atau tidak proporsional dengan
serangan atau ancaman serangan seketika, dan
b. yang disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena
adanya serangan atau ancaman serangan seketika.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Kedudukan fungsional dalam ketentuan ini diartikan bahwa
orang tersebut mempunyai kewenangan mewakili, kewenangan
mengambil keputusan, dan kewenangan untuk menerapkan
pengawasan terhadap korporasi tersebut. Termasuk di sini
orang-orang tersebut berkedudukan sebagai orang yang
menyuruhlakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, atau
membantu Tindak Pidana tersebut.
Yang dimaksud dengan “hubungan lain†misalnya kontrak kerja
yang bersifat sementara.
Pasal 47
Pemegang kendali korporasi dalam ketentuan ini adalah setiap
orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu
kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk
melakukan kebijakan korporasi tersebut tanpa harus mendapat
otorisasi dari atasannya.
Pasal 48
Mengenai kedudukan sebagai pelaku Tindak Pidana dan sifat
pertanggungjawaban pidana dari korporasi terdapat
kemungkinan sebagai berikut:
a. Dalam ketentuan ini “lingkup usaha atau kegiatanâ€
termasuk juga kegiatan usaha yang pada umumnya
dilakukan oleh Korporasi.
b. korporasi sebagai pelaku Tindak Pidana dan pengurus
yang bertanggung jawab, atau
c. korporasi sebagai pelaku Tindak Pidana dan juga
sebagai yang bertanggung jawab.
Oleh karena itu, jika suatu Tindak Pidana dilakukan oleh
dan untuk suatu korporasi maka penuntutannya dapat
dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap
korporasi sendiri, atau korporasi dan pengurusnya, atau
pengurusnya saja.
181
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Dalam hal orang perseorangan tersebut mempunyai
kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi,
yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi
kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau
berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi
tersebut, alasan pembenaran dapat diajukan atas nama
korporasi. Contoh, seorang pegawai (karyawan) perusahaan yang
merusak pipa pembuangan limbah milik pemerintah untuk
menyelamatkan para karyawan perusahaan.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan
hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan
sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan
perundang-undangan yang lebih banyak memenuhi
tuntutan kepastian hukum maka semakin besar pula
kemungkinan aspek keadilan terdesak.
Ketidaksempurnaan peraturan perundang-undangan ini
dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi
penafsiran atas peraturan perundang-undangan tersebut
dalam penerapannya pada kejadian konkret.
Jika dalam penerapan yang konkret, terjadi pertentangan
antara keadilan dan kepastian hukum, hakim sedapat
mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian
hukum.
Pasal 54
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat pedoman pemidanaan yang sangat
membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran atau
berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan.
Dengan mempertimbangkan hal-hal yang dirinci dalam
pedoman tersebut diharapkan pidana yang dijatuhkan
bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh
masyarakat maupun terpidana. Rincian dalam ketentuan
ini tidak bersifat limitatif, artinya hakim dapat
182
menambahkan pertimbangan lain selain yang tercantum
pada ayat (1) ini.
Ayat (2)
Ketentuan pada ayat ini dikenal dengan asas rechterlijke
pardon yang memberi kewenangan kepada hakim untuk
memberi maaf pada seseorang yang bersalah melakukan
Tindak Pidana yang sifatnya ringan. Pemberian maaf ini
dicantumkan dalam putusan hakim dan tetap harus
dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan Tindak
Pidana yang didakwakan kepadanya.
Pasal 55
Yang dimaksud dengan “sengaja menyebabkan terjadinya
keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana†adalah
bahwa pelaku dengan sengaja mengondisikan dirinya atau suatu
keadaan tertentu dengan maksud agar dapat dibebaskan dari
pertanggungjawaban pidana karena alasan pembenaran dan
alasan pemaafan.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Meskipun hakim mempunyai pilihan dalam menghadapi rumusan
pidana yang bersifat alternatif, namun dalam melakukan pilihan
tersebut hakim senantiasa berorientasi pada tujuan pemidanaan,
dengan mendahulukan atau mengutamakan jenis pidana yang
lebih ringan jika hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Pasal 58
Dalam ketentuan ini dimuat hal yang memperberat pidana.
Dasar pemberatan pidana dalam beberapa hal sudah diatur
dalam peraturan perundang-undangan, seperti yang
menyangkut Pejabat, bendera kebangsaan, lagu
kebangsaan, dan lambang negara, di samping terdapat pula
yang merupakan ketentuan baru.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 59
Ketentuan ini bertujuan memberi kepastian (petunjuk) bagi
hakim dalam menjatuhkan pidana apabila terdapat hal-hal
yang memperberat pidana dengan ditetapkannya
maksimum ancaman pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).
183
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat jenis-jenis pidana pokok yang
dapat dijatuhkan oleh hakim. Ancaman pidana pokok
terhadap Tindak Pidana yang dirumuskan dalam
Buku Kedua pada dasarnya meliputi jenis pidana
penjara dan pidana denda.
Pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana
kerja sosial pada dasarnya merupakan suatu model
pelaksanaan pidana sebagai alternatif dari pidana
penjara. Pencantuman jenis pidana ini merupakan
konsekuensi diterimanya hukum pidana yang
bersifat daad-daderstrafrecht yang sejauh mungkin
berusaha untuk mengembangkan alternatif pidana
kemerdekaan, karena ketentuan dalam Undang-
Undang ini bukan hanya berorientasi pada
perbuatan tetapi juga berorientasi pada pelaku.
Melalui penjatuhan jenis pidana ini terpidana dapat
dibebaskan dari rasa bersalah, dan masyarakat
dapat berperan serta secara aktif untuk
memasyarakatkan terpidana dengan melakukan hal-
hal yang bermanfaat, misalnya penjatuhan pidana
berupa pidana kerja sosial.
Ayat (2)
Pasal 66
Pada dasarnya hakim mempunyai pilihan untuk
menjatuhkan salah satu pidana yang bersifat
alternatif, namun dalam melakukan pilihan tersebut
hakim senantiasa berorientasi pada tujuan
pemidanaan, dengan mendahulukan atau
mengutamakan jenis pidana yang lebih ringan jika
hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.
Cukup jelas.
184
Pasal 67
Dalam ketentuaTn ini, Tindak Pidana yang dapat diancam
dengan pidana yang bersifat khusus adalah Tindak Pidana
yang sangat serius atau yang luar biasa, antara lain Tindak
Pidana narkotika, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana
korupsi, dan Tindak Pidana berat terhadap hak asasi
manusia. Untuk itu, pidana mati dicantumkan dalam
bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana
ini benar-benar bersifat khusus. Jika dibandingkan dengan
jenis pidana yang lain, pidana mati merupakan jenis pidana
yang paling berat. Oleh karena itu, harus selalu
diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya
yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling lama 20 (tahun).
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan terkait masa menjalani
pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun
sebelum diubah dari pidana seumur hidup menjadi
pidana penjara 20 (dua puluh) tahun tidak dihitung
sebagai masa menjalani pidana setelah perubahan
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi sifat
kaku dari perumusan pidana yang bersifat tunggal
yang seolah-olah mengharuskan hakim untuk hanya
menjatuhkan pidana penjara. Di samping itu, hal
tersebut dimaksudkan pula untuk menghindari
penjatuhan pidana penjara yang pendek.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini kewenangan hakim untuk
menjatuhkan pidana denda sebagai pengganti pidana
penjara, dibatasi dengan ketentuan pelaku Tindak
Pidana tetap dijatuhi pidana penjara meskipun
diancam dengan pidana tunggal apabila yang
185
bersangkutan pernah dijatuhi pidana perjara karena
Tindak Pidana yang dilakukannya setelah berumur 18
(delapan belas) tahun.
Pasal 72
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat pembebasan bersyarat bagi
narapidana yang menjalani pidana penjara. Dalam
ketentuan ini, narapidana diberikan pembebasan
bersyarat hanya narapidana yang masa pidananya
paling singkat 1 (satu) tahun dan setelah narapidana
menjalani pidana penjara paling singkat (sedikit) 9
(sembilan) bulan di lembaga pemasyarakatan dan
berkelakuan baik. Pembebasan bersyarat diberikan
dengan harapan narapidana dapat dibina sedemikian
rupa untuk berintegrasi kembali dengan masyarakat.
Oleh karena itu, selama menjalani pidana dalam
lembaga pemasyarakatan, setiap narapidana harus
dipantau perkembangan hasil pembinaan terhadap
dirinya. Pembebasan bersyarat harus dipandang
sebagai usaha pembinaan dan bukan sebagai hadiah
karena berkelakuan baik.
Ayat (2)
Narapidana yang telah melakukan beberapa Tindak
Pidana sehingga harus menjalani beberapa pidana
penjara berturut-turut, maka untuk
mempertimbangkan kemungkinan pemberian
pembebasan bersyarat, pidana tersebut dijumlahkan
dan dianggap 1 (satu) pidana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemberian pembebasan bersyarat disertai dengan
masa percobaan yakni sama dengan sisa waktu
pidana penjara yang masih belum dijalani ditambah
1 (satu) tahun. Dalam masa percobaan ditentukan
pula syarat-syarat yang harus dipenuhi narapidana.
Ayat (5)
Apabila dalam masa percobaan terpidana ditahan
secara sah karena sesuatu perkara, maka waktu
selama ia berada dalam tahanan tidak
diperhitungkan.
Pasal 73
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini ditetapkan syarat-syarat yang
harus dipenuhi selama masa percobaan. Syarat untuk
tidak melakukan Tindak Pidana selama masa
186
percobaan merupakan syarat umum. Sedangkan
syarat khusus dalam masa percobaan adalah
perbuatan tertentu yang harus dihindari atau harus
dilakukan oleh narapidana, misalnya tidak boleh
minum minuman keras. Syarat-syarat khusus
tersebut tidak boleh mengurangi hak narapidana
misalnya hak menganut dan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini perubahan atas syarat-syarat
khusus dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
hasil pembimbingan terhadap narapidana yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 74
Ayat (1)
Pertimbangan penjatuhan pidana tutupan
didasarkan pada motif dari pelaku Tindak Pidana
yaitu karena terdorong oleh maksud yang patut
dihormati. Tindak Pidana yang dilakukan karena
alasan ini pada dasarnya Tindak Pidana politik.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini, maksud yang patut dihormati
harus ditentukan oleh hakim dan harus termuat
dalam pertimbangan putusannya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 75
Pidana pengawasan merupakan salah satu jenis pidana
pokok, namun sebenarnya merupakan cara pelaksanaan
dari pidana penjara sehingga tidak diancamkan secara
khusus dalam perumusan suatu Tindak Pidana. Pidana
pengawasan merupakan pembinaan di luar lembaga atau di
luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat
yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana). Pidana ini merupakan alternatif dari
pidana penjara dan tidak ditujukan untuk tindak pidana
yang berat sifatnya.
187
Pasal 76
Ayat (1)
Penjatuhan pidana pengawasan terhadap orang yang
melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan
pidana penjara, sepenuhnya terletak pada
pertimbangan hakim, dengan memperhatikan
keadaan dan perbuatan terpidana. Jenis pidana ini
dijatuhkan kepada orang yang pertama kali
melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Terpidana yang dimaksud dalam ketentuan ini
disebut "klien pemasyarakatan".
Yang dimaksud dengan “menjalani pidana penjara
yang lamanya sama dengan pidana pengawasan yang
dijatuhkan†adalah menjalani pidana yang
pelaksanaannya dijalankan setelah terpidana selesai
menjalani pidana penjara dari Tindak Pidana baru.
Ayat (5)
Terpidana yang dimaksud dalam ketentuan ini
disebut klien pemasyarakatan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Uang dalam ketentuan ini adalah uang yang
dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang selanjutnya disebut dengan Rupiah (Rp).
Ayat (2)
Dalam menentukan satuan terkecil pidana denda
sebagaimana ditentukan pada ayat ini dipergunakan
jumlah besarnya upah minimum harian.
Pasal 79
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, pidana denda dirumuskan
secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini
dimaksudkan agar:
188
a. diperoleh besaran yang jelas tentang maksimum
denda yang dicantumkan untuk berbagai Tindak
Pidana: dan
b. lebih mudah melakukan penyesuaian, apabila
terjadi perubahan ekonomi dan moneter.
Penetapan tingkatan kategori I sampai dengan
kategori VIII dihitung sebagai berikut:
- Maksimum kategori denda yang paling ringan
(kategori I) adalah kelipatan 20 (dua puluh) dari
minimum umum.
- Untuk kategori II adalah kelipatan 10 (sepuluh) kali
dari kategori I, untuk kategori III adalah kelipatan
5 (lima) kali dari kategori II, dan untuk kategori IV
adalah kelipatan 2 (dua) kali dari kategori III.
- Untuk kategori V sampai dengan kategori VIII
ditentukan dari pembagian kategori tertinggi
dengan pola yang sama, yakni kategori VII adalah
hasil pembagian 10 (sepuluh) dari kategori VIII,
kategori VI adalah hasil pembagian 5 (lima) dari
kategori VII, dan kategori V adalah hasil pembagian
2 (dua) dari kategori VI.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Ayat (1)
Putusan pengadilan dalam ketentuan ini memuat
antara lain cara pelaksanaan pidana denda, waktu
pelaksanaan pidana denda, ketentuan tentang
penyitaan dan lelang, serta pidana pengganti pidana
denda.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan "tidak dibayar" adalah tidak
dibayar sama sekali atau dibayar sebagian.
Pasal 82
Ayat (1)
Yang dimaksudkan dengan “tidak memungkinkanâ€,
misalnya, aset yang dimiliki masih dalam
penguasaan pihak ketiga yang beritikad baik.
Ayat (2)
Cukup jelas.
189
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pasal 83
Cukup jelas.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pasal 84
Cukup jelas.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
kemungkinan tidak efektifnya penjatuhan pidana denda
untuk seseorang yang telah berulang kali melakukan
Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda.
Pasal 85
Ayat (1)
Pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai
alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda
yang ringan. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat
dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti
lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial
lainnya, dengan sebanyak mungkin disesuaikan
dengan profesi terpidana.
Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di
rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia,
sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya,
dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan
profesi terpidana.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pedoman
bagi hakim untuk menjatuhkan bentuk pidana kerja
sosial.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Salah satu pertimbangan yang harus
diperhatikan dalam penjatuhan pidana kerja
sosial adalah harus ada persetujuan terdakwa
sesuai dengan ketentuan dalam the Convention
for the Protection of Human Rights and
Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950),
dan the International Covenant on Civil and
Political Rights (the New York Convention, 1966).
190
Huruf d
Riwayat sosial terdakwa diperlukan untuk
menilai latar belakang terdakwa serta kesiapan
yang bersangkutan baik secara fisik maupun
mental dalam menjalani pidana kerja sosial.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pidana kerja sosial ini tidak dibayar karena sifatnya
sebagai pidana, oleh karena itu pelaksanaan pidana
ini tidak boleh mengandung hal-hal yang bersifat
komersial.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Dalam melakukan pembimbingan, pembimbing
kemasyarakatan dapat bekerja sama dengan lembaga
pemerintah yang membidangi pekerjaan sosial.
Ayat (9)
Cukup jelas
Pasal 86
Hak-hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan
hakim ditentukan secara limitatif, yaitu terbatas pada hal-
hal yang tercantum dalam Pasal ini. Dalam penjatuhan
pidana tambahan yang perlu mendapat perhatian adalah
pencabutan hak-hak tersebut jangan sampai
mengakibatkan kematian perdata bagi seseorang, artinya,
yang bersangkutan kehilangan sama sekali hak-haknya
sebagai warga negara yang harus dapat hidup secara wajar
dan manusiawi.
Hak-hak yang dapat dicabut selalu dikaitkan dengan
Tindak Pidana yang dilakukan oleh terpidana. Hal ini
dimaksudkan untuk mencapai salah satu dari tujuan
pemidanaan, khususnya demi pengayoman atau
pelindungan masyarakat.
Huruf a
Cukup jelas.
191
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “profesi†adalah pekerjaan
yang memerlukan keahlian tertentu serta yang
memiliki kode etik tertentu pula.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana
tambahan dirumuskan sebagai upaya untuk
menuntaskan/menyelesaikan pelaksanaan putusan
hakim.
Pasal 93
Ayat (1)
Pidana tambahan berupa pengumuman putusan
hakim dimaksudkan agar masyarakat mengetahui
perbuatan apa dan pidana yang bagaimana yang
dijatuhkan kepada terpidana. Pidana tambahan ini
192
dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada
masyarakat.
Ayat (2)
Seperti pada pidana perampasan barang tertentu,
apabila terpidana tidak membayar biaya
pengumuman, maka berlaku ketentuan yang sama
tentang pidana pengganti untuk pidana denda.
Pasal 94
Ayat (1)
Pencantuman pidana tambahan berupa pembayaran
ganti rugi menunjukkan adanya pengertian akan
penderitaan korban suatu Tindak Pidana.
Ganti rugi
harus dibayarkan kepada korban atau ahli waris
korban. Untuk itu, hakim menentukan siapa yang
merupakan korban yang perlu mendapat ganti rugi
tersebut. Apabila terpidana tidak membayar ganti
rugi yang ditetapkan oleh hakim, dikenakan
ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana
denda.
Ayat (2)
Ketentuan mengenai pelaksanaan pidana denda
diberlakukan terhadap pidana pembayaran ganti rugi
dengan catatan bahwa terpidana membayarkan uang
tersebut kepada korban dan bukan kepada negara.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok. Pidana
mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan
bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya
terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah
pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara
alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat
dijatuhkan pula secara bersyarat, dengan memberikan masa
percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan
tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga
pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan
pidana penjara seumur hidup.
193
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak
terpidana didasarkan pada pertimbangan bahwa
sampai saat ini cara tersebut dinilai paling manusiawi.
Dalam hal dikemudian hari terdapat cara lain yang
lebih manusiawi daripada dengan cara menembak
terpidana, pelaksanaan pidana mati disesuaikan
dengan perkembangan tersebut.
Ayat (4)
Pasal 100
Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil
harus ditunda sampai ia melahirkan dan sampai bayi
tidak lagi mengkonsumsi air susu ibu. Hal ini
dimaksudkan agar pelaksanan pidana mati tidak
mengakibatkan terjadinya pembunuhan terhadap dua
makhluk dan menjamin hak asasi bayi yang baru
dilahirkan. Begitu pula pelaksanaan pidana mati
terhadap orang sakit jiwa ditangguhkan sampai orang
yang bersangkutan sembuh dari penyakitnya.
Ayat (1)
Penjatuhan pidana mati dengan masa percobaan sedapat
mungkin memperhatikan pula reaksi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pasal 101
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “pelatihan kerja†merupakan
kegiatan pemberian keterampilan kepada orang
yang diberikan tindakan untuk mempersiapkannya
194
kembali ke masyarakat dan memasuki lapangan
kerja.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “rehabilitasi†meliputi
rehabilitasi medis atau rehabiltasi sosial sebagai
proses pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar yang bersangkutan dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan
konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk
menjadi warga negara yang baik dan berguna.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “perawatan di lembagaâ€
misalnya perawatan di lembaga yang
menyelenggarakan urusan di bidang kesejahteraan
sosial baik pemerintah maupun swasta.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “konseling†adalah proses
pemberian bimbingan atau bantuan dalam rangka
mengatasi masalah dan mengubah perilaku menjadi
positif dan konstruktif.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud “penyerahan kepada seseorangâ€
adalah kepada pihak keluarga yang mampu
merawat atau pihak lain yang memiliki kepedulian
dan mampu untuk merawat yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
195
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Ayat (1)
Rumah sakit jiwa dalam ketentuan ini adalah rumah
sakit milik pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
196
Pasal 120
Cukup jelas.
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Cukup jelas.
Pasal 124
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini diatur mengenai perbarengan
peraturan atau konkursus idealis, dimana terdapat
kesatuan perbuatan, karena itu sistem pemidanaan
yang digunakan adalah sistem absorbsi. Apabila
seseorang melakukan suatu perbuatan dan ternyata
perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu
ketentuan pidana, maka hanya berlaku satu
ketentuan pidana yaitu yang terberat.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur mengenai asas lex specialis
derogat legi generalis. Asas ini dicantumkan agar
tidak ada keragu-raguan pada hakim apabila terjadi
kasus yang diatur dalam dua Undang-Undang.
Pasal 126
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, mengatur pemidanaan jika ada
perbuatan berlanjut (voortgezette handeling). Seperti
halnya konkursus idealis, dalam perbuatan berlanjut
terdapat kesatuan perbuatan yang dipandang dari
sudut hukum. Dalam perbuatan berlanjut digunakan
sistem pemidanaan absorbsi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 127
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, mengatur mengenai
perbarengan perbuatan atau konkursus realis.
Sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem
kumulasi terbatas.
197
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 128
Ayat (1)
Ketentuan pada ayat ini mengatur perbarengan
perbuatan, namun ancaman pidana terhadap
perbuatan-perbuatan yang dilakukan diancam
dengan pidana yang tidak sejenis. Dengan
ketentuan, jumlah pidana yang dijatuhkan tidak
boleh melebihi maksimum ancaman pidana yang
terberat ditambah 1/3 (satu per tiga). Jadi
ketentuan ini menggunakan sistem kumulasi yang
diperlunak.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 129
Cukup jelas.
Pasal 130
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penuntutar†adalah
proses peradilan yang dimulai dari penyidikan.
Huruf a
Ketentuan ini berhubungan dengan asas ne bis in
idem.
Huruf b
Apabila seorang tersangka atau terdakwa meninggal
dunia, tidak dapat dilakukan penuntutan terhadap
perkara tersebut. Tidak dilakukannya penuntutan
karena kesalahan seseorang tidak dapat dilimpahkan
kepada orang lain.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Bagi Tindak Pidana ringan yang hanya diancam
dengan pidana denda Kategori I atau Kategori II,
dinilai cukup apabila terhadap orang yang
198
melakukan Tindak Pidana tersebut tidak dilakukan
penuntutan, asal membayar denda maksimum yang
diancamkan. Penuntut umum harus menerima
keinginan terdakwa untuk memenuhi maksimum
denda tersebut.
Bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda
paling banyak Kategori III, jika penuntut umum
menyetujui maka terdakwa dapat memenuhi
maksimum denda untuk menggugurkan
penuntutan.
Hurufi
Terhadap Tindak Pidana yang hanya dapat dituntut
berdasarkan aduan maka apabila pengaduan ditarik
kembali dianggap tidak ada pengaduan, asalkan
dilakukan dalam tenggang waktu yang telah
ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana ini.
Hurufj
Yang dimaksud dengan "diatur dalam Undang-
Undang" misalnya pemberian grasi oleh presiden.
Pasal 133
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini hanya berlaku untuk Tindak Pidana
yang diancam dengan pidana tambahan berupa
perampasan barang atau tagihan sebagaimana
dirumuskan dalam pasal yang bersangkutan.
Ayat (3)
Meskipun Tindak Pidana yang dilakukan terlebih
dahulu sudah gugur hak penuntutannya
berdasarkan Pasal 144 ayat (1) huruf e dan huruf f
namun apabila terdakwa mengulangi perbuatannya,
maka terhadap Tindak Pidana yang kedua dan
selanjutnya tetap berlaku ketentuan pemberatan
ancaman pidana bagi pengulangan Tindak Pidana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk itu.
Pasal 134
Dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk memberi
kepastian hukum dengan mengedepankan asas nebis in
idem.
Pasal 135
Cukup jelas.
199
Pasal 136
Ayat (1)
Ketentuan daluwarsa dalam ketentuan ini
dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum
terhadap status Tindak Pidana yang dilakukan. Hal
ini dikarenakan dengan lewatnya jangka waktu
tersebut pada umumnya sulit untuk menentukan
alat-alat bukti.
Penentuan jangka waktu tenggang daluwarsa
disesuaikan dengan berat ringannya Tindak Pidana
yang dilakukan. Bagi Tindak Pidana yang lebih
berat, tenggang waktu daluwarsa lebih lama
daripada tenggang waktu bagi Tindak Pidana yang
lebih ringan.
Huruf a
Tindak Pidana yang dilakukan dengan
percetakan, termasuk juga pencetakan yang
dilakukan secara elektronik.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan dalam ayat ini disesuaikan dengan
prinsip dalam hukum pidana yang memperlakukan
secara khusus bagi anak di bawah umur tertentu.
Oleh karena itu, tenggang waktu kedaluwarsa
terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Anak lebih
singkat daripada Tindak Pidana yang dilakukan
orang dewasa.
Pasal 137
Sesuai dengan sifat Tindak Pidana yang ada
keberlangsungan, maka selesainya Tindak Pidana yang
dimaksud dalam ketentuan ini ialah pada waktu korban
yang dilarikan, diculik, atau dirampas kemerdekaannya,
dilepaskan. Apabila korban sampai dibunuh maka waktu
gugurnya penuntutan, dihitung mulai hari berikutnya dari
waktu matinya korban.
Pasal 138
Cukup jelas.
200
Pasal 139
Yang dimaksud dengan “sengketa hukum†dalam ketentuan
ini adalah perbedaan pendapat mengenai persoalan hukum
yang harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan lain
sebelum perkara pokok diputuskan.
Pasal 140
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kedaluwarsa†dalam
ketentuan ini adalah kedaluwarsa dalam
melaksanakan putusan pengadilan.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
201
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
202
Pasal 167
Cukup jelas.
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Cukup jelas.
Pasal 172
Cukup jelas.
Pasal 173
Cukup jelas.
Pasal 174
Cukup jelas.
Pasal 175
Cukup jelas.
Pasal 176
Cukup jelas.
Pasal 177
Cukup jelas.
Pasal 178
Cukup jelas.
Pasal 179
Cukup jelas.
Pasal 180
Cukup jelas.
Pasal 181
Cukup jelas.
Pasal 182
Cukup jelas.
203
Pasal 183
Cukup jelas.
Pasal 184
Cukup jelas.
Pasal 185
Cukup jelas.
Pasal 186
Cukup jelas.
Pasal 187
Ayat (1)
Frasa “menurut Undang-Undang†dalam ketentuan
ini hanya terkait dengan Undang-Undang yang
mengatur secara khusus Tindak Pidana yang
menurut sifatnya adalah:
a. dampak viktimisasi (korbannya) besar,
b. sering bersifat transnasional terorganisasi
(Trans-National Organized Crime),
Cc. pengaturan acara pidananya bersifat khusus,
d. sering menyimpang asas-asas umum hukum
pidana materiil (Buku I KUHP),
e. adanya lembaga-lembaga pendukung
penegakan hukum (misalnya Komisi
Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika
Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia) yang pada umumnya memiliki
kewenangan khusus,
f. didukung oleh berbagai konvensi internasional
baik yang sudah diratifikasi maupun yang
belum:
g. merupakan super mala per se dan besarnya
people moral condemnation.
Untuk tujuan konsolidasi dalam suatu kodifikasi
hukum, beberapa Tindak Pidana yang dianggap
memiliki sifat seperti di atas dikelompokan dalam 1
(satu) Bab tersendiri yang dinamai Bab Tindak
Pidana Khusus yang dirumuskan secara
umum/Tindak Pidana pokok (core crime) yang
berfungsi sebagai ketentuan penghubung (bridging
articles) antara Undang-Undang ini dan undang-
undang di luar KUHP yang mengatur Tindak Pidana
dalam Bab Tindak Pidana Khusus. Tindak Pidana
tersebut adalah: Tindak Pidana Hak Asasi Manusia
yang Berat, Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana
Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Tindak
204
Pasal 188
Pidana Narkotika. Dengan adanya Bab Tindak Pidana
Khusus tersebut tidak mengurangi adanya
kewenangan lembaga pendukung penegakan hukum
yang sudah ditentukan dalam Undang-Undangnya.
Selain Undang-Undang yang mengatur tentang
Tindak Pidana khusus, ketentuan ini juga berlaku
bagi besaran pidana denda dalam undang-undang
yang mengatur mengenai Tindak Pidana yang bersifat
dependen terhadap hukum administratif dan
berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang
relatif besar bagi negara/ masyarakat.
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
juga berlaku bagi besaran pidana denda dalam
undang-undang yang mengatur mengenai Tindak
Pidana yang bersifat dependen terhadap hukum
administratif dan berpotensi menimbulkan kerugian
finansial yang relatif besar bagi negara/ masyarakat
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Komunisme/ Marxisme-
Leninisme†adalah paham atau ajaran Karl Mark
yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan
yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan
lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur
yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “kajian terhadap ajaran
Komunisme/ Marxisme-Leninisme untuk kepentingan
ilmu pengetahuan†misalnya mengajar, mempelajari,
memikirkan, menguji, dan menelaah di lembaga
pendidikan atau lembaga penelitian dan pengkajian tanpa
bermaksud untuk menyebarkan atau mengembangkan
ajaran Komunisme / Marxisme-Leninisme.
205
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
Pasal
189
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bantuan†adalah uang, sarana,
pelatihan, teknologi informasi, dan sebagainya.
Yang dimaksud dengan “organisasi†adalah organisasi baik
yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.
190
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kerusuhan†adalah suatu
tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok
orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, keonaran,
kekacauan, dan huru-hara.
191
Cukup jelas.
192
Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud agar
sebagian atau seluruh wilayah negara jatuh kepada
kekuasaan asing, merupakan pengkhianatan ekstern
(landverraad) karena melibatkan negara asing.
Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk
memisahkan sebagian wilayah negara merupakan
pengkhianatan intern atau (hoogverrad), karena tidak
melibatkan negara asing, walaupun secara berangsur-
berangsur dapat juga melibatkan kekuasaan asing.
193
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menggulingkan pemerintah
yang sah†adalah meniadakan atau mengubah
susunan pemerintahan yang sah dengan cara yang
tidak sah menurut Undang-Undang Dasar. Jadi
apabila dilakukan secara konstitusional berdasarkan
Undang-Undang Dasar tidak dapat diterapkan Pasal
ini.
Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini ada 2 (dua)
hal yaitu meniadakan susunan pemerintahan yang
sah menurut Undang-Undang Dasar, dan mengubah
susunan pemerintahan dengan cara yang tidak sah
menurut Undang-Undang Dasar.
Meniadakan susunan pemerintahan berarti
menghilangkan susunan pemerintah yang ada dan
diganti dengan yang baru. Mengubah susunan
206
pemerintah berarti tidak meniadakan susunan
pemerintahan yang lama, akan tetapi hanya
mengubah saja. Cara mengganti dan mengubah
susunan pemerintahan harus tidak sah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 194
Ayat (1)
Ketentuan ini ditujukan kepada sekelompok
masyarakat yang karena sesuatu hal mengangkat
senjata melawan pemerintahan yang sah.
Yang dimaksud dengan “senjata†adalah setiap jenis
senjata baik senjata modern maupun senjata
tradisionil.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 195
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
perbuatan yang dilakukan di luar negeri yang
bermaksud menggulingkan pemerintah.
Yang dimaksud dengan “menggulingkanâ€
adalah meniadakan atau mengubah susunan
pemerintahan yang sah dengan cara yang tidak
sah menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Huruf b
Yang dimasud dengan “suatu barangâ€
misalnya bahan peledak, amunisi, atau bahan
lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan
peledak.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 196
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “mempersiapkan†misalnya
mempersiapkan perubahan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
207
Pasal 197
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang harus
dirahasiakan agar jangan sampai jatuh ke tangan musuh.
Yang dimaksud dengan frasa “kepentingan pertahanan negaraâ€
adalah kepentingan dalam rangka menjaga kedaulatan negara
dan keutuhan teritorial.
Pasal 198
Yang menjadi subjek Tindak Pidana dalam ketentuan ini
adalah setiap orang yang bertugas melakukan
perundingan dengan negara asing atas nama Pemerintah.
Ini berarti ia mewakili Pemerintah dan segala akibat dari
perundingan tersebut menjadi tanggung jawab
Pemerintah. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini,
orang tersebut dilarang bertindak merugikan pertahanan
keamanan negara.
Pasal 199
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan
atas kedaulatan nasional, politik luar negeri yang bebas
aktif, dan keutuhan territorial.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 200
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perbuatan yang membahayakan
sikap kenetralan negara†misalnya ikut dalam perang,
membantu dengan mengirimkan personil, pendanaan,
barang, atau senjata.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 201
Yang dimaksud dengan “tentara asing†ialah tentara resmi
dari negara asing atau tentara yang akan memberontak
terhadap negara asing tersebut.
Pasal 202
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga dan
melindungi kerahasiaan negara yakni informasi, benda,
dan/atau aktifitas yang secara resmi ditetapkan untuk
dirahasiakan.
208
Pasal 203
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“memperkuatâ€, misalnya melakukan provokasi atau
hasutan.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 204
Cukup jelas.
Pasal 205
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi barang atau
benda yang bersifat rahasia negara, misalnya peta bumi,
rencana, gambar atau barang lain yang berhubungan
dengan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, barang
tersebut dilarang diumumkan, diberitahukan, atau
diberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahui.
Pasal 206
Cukup jelas.
Pasal 207
Cukup jelas.
Pasal 208
Cukup jelas.
Pasal 209
Yang dimaksud dengan “cara curangâ€, misalnya
memperdayakan, menyamar, memakai nama palsu, atau
memakai kedudukan palsu.
Pasal 210
Huruf a
Yang dimaksud dengan “instalasi negara†adalah
instalasi tertentu yang penting misalnya Istana
Negara, kediaman resmi Presiden dan Wakil
Presiden, gedung-gedung lembaga negara dan
pemerintahan, dan gedung yang digunakan untuk
tamu-tamu negara yang setingkat dengan Presiden.
Yang dimaksud dengan “instalasi militer†adalah
instalasi vital militer.
209
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 211
Cukup jelas.
Pasal 212
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bekerja pada musuh
sebagai mata-mata†adalah:
a.
memiliki, menguasai, atau memperoleh
dengan maksud untuk meneruskannya
langsung maupun tidak langsung kepada
musuh negara Republik Indonesia,
sesuatu peta, rancangan, gambar atau
tulisan tentang bangunan-bangunan
militer atau rahasia militer ataupun
keterangan tentang rahasia pemerintah
dalam bidang politik, diplomasi atau
ekonomi,
melakukan penyelidikan untuk musuh
tentang hal tersebut pada huruf a atau
menerima dalam pemondokan,
menyembunyikan, atau menolong
seorang penyelidik musuh,
mengadakan, memudahkan, atau
menyebarkan propaganda untuk musuh,
melakukan sesuatu usaha bertentangan
dengan kepentingan negara sehingga
terhadap seseorang dapat melakukan
penyelidikan, penuntutan, perampasan
atau pembatasan kemerdekaan,
penjatuhan pidana atau tindakan lainnya
oleh atau atas kekuasaan musuh: atau
memberikan kepada atau menerima dari
musuh atau pembantu-pembantu
musuh, sesuatu barang atau uang, atau
melakukan sesuatu perbuatan yang
menguntungkan musuh atau pembantu-
pembantunya, atau menyukarkan atau
merintangi atau menggagalkan sesuatu
210
tindakan terhadap musuh atau
pembantu-pembantunya.
Ayat (3)
Pasal 213
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 214
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perbuatan curang
menyerahkan barang-barang keperluan tentaraâ€,
misalnya pemasok yang menyerahkan barang-barang
yang jumlah, berat, atau keadaannya kurang atau
tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan.
Huruf b
Pasal 215
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 216
Lihat penjelasan Pasal 216 ayat (1).
Pasal 217
Tindak Pidana penyerangan diri seseorang pada umumnya
dapat merupakan berbagai Tindak Pidana, seperti
penganiayaan atau melakukan kekerasan. Karena Tindak
Pidana dalam ketentuan pasal ini ditujukan kepada diri
Presiden atau Wakil Presiden maka jika ancaman pidana
tidak termasuk dalam pidana yang lebih berat, maka
berlaku ketentuan dalam pasal ini.
Pasal 218
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan
atau harkat dan martabat diri†pada dasarnya
merupakan penghinaan yang menyerang nama baik
atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka
umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah,
dan menghina dengan tujuan memfitnah.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan
atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik
ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan
pemerintah.
Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan
yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek
antara lain moral, agama, nilai-nilai
211
kemasyarakatan, dan nilai-nilai hak asasi manusia
atau kemanusiaan, karena
menyerang/ merendahkan martabat kemanusiaan
(menyerang nilai universal), oleh karena itu, secara
teoritik dipandang sebagai rechisdelict, intrinsically
wrong, mala per se, dan oleh karena itu pula dilarang
(dikriminalisir) di berbagai negara.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“dilakukan untuk kepentingan umum†adalah
melindungi kepentingan masyarakat banyak yang
diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak
berdemokrasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “Kuasa Presiden atau Wakil
Presiden†dalam ketentuan ini adalah pejabat atau
seseorang yang ditunjuk oleh Presiden atau Wakil
Presiden.
Pasal 219
Cukup jelas.
Pasal 220
Cukup jelas.
Pasal 221
Yang dimaksud dengan “negara sahabat†adalah negara
asing yang tidak bertikai dengan negara Indonesia atau
negara asing yang mempunyai hubungan diplomatik
dengan negara Indonesia atau negara asing yang
mengadakan perjanjian dengan Indonesia.
Pasal 222
Cukup jelas.
Pasal 223
Cukup jelas.
Pasal 224
Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam pasal
ini, pelaku Tindak Pidana harus mengetahui bahwa korban
adalah kepala negara sahabat.
Pasal 225
Yang dimaksud dengan “menyerang diri†misalnya
menampar atau melempar sepatu.
212
Pasal 226
Lihat penjelasan Pasal 238.
Pasal 227
Yang dimaksud dengan “wakil dari negara sahabatâ€, antara
lain, adalah menteri atau yang setingkat dengan menteri
atau pejabat yang ditunjuk yang mewakili negaranya.
Pasal 228
Cukup jelas.
Pasal 229
Cukup jelas.
Pasal 230
Cukup jelas.
Pasal 231
Yang dimaksud dengan “menodai†adalah perbuatan dalam
bentuk apa pun yang dilakukan dengan maksud
menghina.
Pasal 232
Yang dimaksud dengan “kekerasan atau ancaman
kekerasan†tidak hanya mengancam terhadap orang, tetapi
juga terhadap barang, misalnya dengan jalan membakar
gedung tempat rapat.
Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah†adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
atau Kabupaten/Kota.
Pasal 233
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “merintangi†adalah
mencegah untuk menghadiri rapat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 234
Yang dimaksud dengan “menodai bendera negara atau
menghina bendera negara†adalah perbuatan dalam
bentuk merusak, merobek, menginjak-injak, membakar,
atau perbuatan lain terhadap bendera negara yang
dilakukan dengan sengaja atau dengan maksud menghina
atau merendahkan kehormatan.
Pasal 235
Cukup jelas.
213
Pasal 236
Yang dimaksud dengan “menodai, menghina, atau
merendahkan lambang negara†adalah perbuatan dalam
bentuk mencoret, menulisi, menggambar atau
menggambari, membuat rusak terhadap Lambang Negara,
termasuk menggunakannya tidak sesuai dengan bentuk,
ukuran, warna, dan perbandingan ukuran, yang dilakukan
dengan sengaja atau dengan maksud menghina atau
merendahkan kehormatan.
Pasal 237
Cukup jelas.
Pasal 238
Cukup jelas.
Pasal 239
Cukup jelas.
Pasal 240
Yang dimaksud dengan “keonaran†adalah suatu tindakan
kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis)
yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan
huru-hara.
Pasal 241
Cukup jelas.
Pasal 242
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Yang dimaksud dengan “pembedaan†adalah perbuatan
membedakan ras dan etnis, misalnya pimpinan suatu
perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji
atau upah pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.
Yang dimaksud dengan “pengecualian†dalam ketentuan
ini misalnya pengecualian seseorang dari ras atau etnis
tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.
Yang dimaksud dengan “pembatasan†dalam ketentuan ini
misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis
tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk
menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras
atau etnis tertentu.
214
Yang dimaksud dengan “pemilihan†dalam ketentuan ini
misalnya pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan
pada ras atau etnis tertentu.
Pasal 245
Cukup jelas.
Pasal 246
Yang dimaksud dengan “menghasut†adalah mendorons,
mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat
orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat
dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan
di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik
atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar.
Pasal 247
Yang dimaksud dengan “menyiarkan†termasuk perbuatan
mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat
diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam
sistem elektronik.
Pasal 248
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur mengenai penganjuran yang
gagal. Menurut pasal ini, orang yang menganjurkan
sudah dapat dipidana, walaupun orang yang
dianjurkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau
percobaan yang dapat dipidana. Penganjuran ini
harus menggunakan sarana-sarana yang ditentukan
dalam Pasal 21 huruf d. Penganjur tidak dapat
dipidana apabila tidak jadinya orang yang dianjurkan
melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang
dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak
pada kemauan penganjur sendiri, misalnya
penganjur menarik kembali anjurannya,
menghalang-halangi, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 249
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“menawarkan†misalnya orang yang memberikan jasa
berupa informasi dengan meminta imbalan.
Pasal 250
Cukup jelas.
215
Pasal 251
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 252
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi
keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik
ilmu hitam (black magic), yang secara hukum
menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah
secara dini dan mengakhiri praktik main hakim
sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat
terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun
teluh (santet).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 253
Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal
ini Tindak Pidana itu harus jadi dilakukan atau benar-
benar terjadi. Jika tidak, maka tidak dapat dipidana.
Pasal 254
Yang dimaksud dengan “rapat umum yang sah†adalah
pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan
pendapat dengan tema tertentu dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “masuk dengan memaksa†adalah masuk
dengan melawan kehendak yang dinyatakan
oleh orang yang berhak. Orang yang berhak
adalah orang yang mempunyai kekuasaan
untuk menghalang-halangi atau melarang
untuk masuk atau berada di tempat tersebut.
b. “rumah†termasuk juga perahu atau kendaraan
yang dijadikan tempat tinggal.
Cc. “ruangan tertutup†adalah ruangan yang hanya
boleh dimasuki oleh orang tertentu dan bukan
untuk umum.
216
d. “pekarangan tertutup†adalah pekarangan yang
nyata-nyata ada batasnya seperti pagar di
sekeliling pekarangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 257
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan melindungi kepentingan
pembicara terhadap orang yang secara melawan
hukum mendengar atau merekam pembicaraan yang
dilakukan. Dicantumkannya unsur melawan hukum
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari perbuatan yang sepatutnya tidak
dihukum, terkena ketentuan dalam Pasal ini,
misalnya apabila:
a. alat bantu teknis itu dipasang sendiri oleh
penghuni rumah atau ruangan yang
bersangkutan dan menyebabkan pembicaraan
di dalam ruangan tersebut didengar atau
direkam secara tidak sengaja,
b. pembicaraan berlangsung melalui telepon radio
dan diterima secara tidak sengaja oleh
seseorang melalui alat penerima telepon
radionya, atau
c. pembicaraan melalui telepon didengar atas
perintah pegawai telepon yang berhak atau
sehubungan dengan pemantauan cara kerja
yang baik dari jaringan telepon.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini termasuk yang dikecualikan
adalah mendengarkan atau merekam pembicaraan
yang dilakukan untuk keperluan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 258
Cukup jelas.
Pasal 259
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “kantor pemerintah yang melayani kepentingan
umum†antara lain kantor polisi, kantor
217
kejaksaan, kantor pengadilan, kantor pajak,
kantor pos, kantor kejaksaan, kantor
pengadilan, kantor pajak, kantor pos, rumah
sakit pemerintah, kantor walikota, dan kantor
kelurahan.
b. “pejabat yang berwenang†adalah pejabat yang
diberi kekuasaan atas seluruh kantor atau
pegawai yang semata-mata diberi tugas untuk
menjaga ketertiban dalam kantor tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 260
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “menggabungkan diri†tidak berarti harus
secara aktif telah melakukan suatu perbuatan
yang dilarang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hanya
menjadi anggota perkumpulan yang dimaksud
dalam ketentuan Pasal ini sudah diancam
dengan pidana.
b. “perkumpulan†adalah suatu organisasi yang
dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yang
ditetapkan oleh para anggota dan tidak perlu
ada Anggaran Dasarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 261
Cukup jelas.
Pasal 262
Ayat (1)
Tindak Pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini
dikenal sebagai Tindak Pidana proparte dolus
proparte culpa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsuâ€
misalnya orang berteriak ada kebakaran padahal tidak
terjadi kebakaran.
218
Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsuâ€
misalnya memukul kentongan tanda ada pembunuhan
atau pencurian, padahal tidak terjadi pembunuhan atau
pencurian.
Pasal 265
Cukup jelas.
Pasal 266
Yang dimaksud dengan “membubarkan rapat umumâ€
adalah menimbulkan kekacauan atau suara gaduh
sehingga peserta rapat tidak dapat mengikuti rapat dengan
tenang dan tertib.
Pasal 267
Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang
dilakukan pada waktu jenazah masih di rumah duka,
dalam perjalanan ke pemakaman, maupun di tempat
pemakaman.
Yang dimaksud dengan “pemakaman†termasuk serangkaian
upacara adat atau keagamaan.
Pasal 268
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “menodai makam†misalnya menggunakan makam
sebagai tempat melakukan perbuatan asusila,
membuang kotoran.
b. “makam†adalah liang atau ruang tempat jenazah
dengan atau tanpa peti jenazah dikubur, termasuk
pula tanah penutupnya dan segala tanda-tanda di
atasnya berupa apa saja.
c. “tanda-tanda yang ada di atas makam†misalnya
kijing (nisan), salib, atau tumpukan batu yang
disusun di atas liang.
Pasal 269
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi jenazah dan
barang yang ada bersama jenazah yang berada dalam
makam.
Yang dimaksud dengan jenazah†adalah orang yang sudah
mati dan sudah dikubur, baik masih utuh maupun tidak
tetapi sebagian besar bagian dari organ tubuhnya masih
lengkap.
Pasal 270
Cukup jelas.
219
Pasal 271
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “gelar akademik†adalah gelar yang diberikan
oleh perguruan tinggi melalui jenjang
pendidikan formal.
b. “profesi†misalnya dokter, apoteker, atau
notaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 272
Ketentuan ini mengancam pidana perbuatan peminjaman
uang atau barang tanpa izin. Dalam praktik perbuatan
yang diatur dalam ketentuan Pasal ini sering disebut
dengan "gadai gelap".
Pasal 273
Yang dimaksud dengan “pawai†adalah arak-arakan di
jalan, misalnya pawai pembangunan.
Pasal 274
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pesta atau keramaian untuk
umum†adalah pesta atau keramaian yang diadakan
di tempat umum, misalnya pasar malam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pekerjaan yang harus mendapat izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku adalah pekerjaan dokter, dokter gigi, dokter
hewan, bidan, dan sebagainya. Orang yang dapat
dijatuhi pidana menurut ketentuan ini misalnya
bukan dokter memberikan pengobatan sebagai
dokter, bukan dokter gigi memberikan pengobatan,
sebagai dokter gigi.
220
Yang dimaksud dengan “tidak dalam keadaan
terpaksa†adalah di daerah tersebut cukup terdapat
dokter atau dokter gigi.
Pasal 277
Yang dimaksud dengan “tanpa izin†adalah tanpa izin dari
Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau pejabat yang
ditunjuk. Misalnya menerima atau memberikan surat
kepada narapidana harus mendapat izin dari pejabat
tersebut.
Pasal 278
Cukup jelas.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Yang dimaksud dengan “berkendaraanâ€, misalnya
menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana
angkutan lainnya.
Pasal 281
Huruf a
Yang dimaksud dengan €œtidak mematuhi perintah
pengadilan yang dikeluarkan untuk proses
peradilan†adalah melakukan hal-hal untuk
menentang perintah tersebut dengan cara-cara yang
tidak dibenarkan oleh hukum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bersikap tidak hormatâ€
adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau
mengeluarkan pernyataan yang merendahkan
martabat hakim dan pengadilan atau tidak menaati
tata tertib pengadilan.
Termasuk dalam “menyerang integritas hakimâ€
misalnya menuduh hakim bersikap memihak atau
tidak jujur.
Yang dimaksud dengan “persidangan†adalah proses
persidangan yang melibatkan pejabat yang terlibat
dalam proses persidangan, misalnya panitera atau
penuntut umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “proses persidangan†adalah
yang bersifat tertutup atau yang hakim telah
memerintahkan untuk tidak diperbolehkan untuk
dipublikasi.
221
Pasal 282
Ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara
curang merugikan kliennya atau meminta kliennya
menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses
peradilan.
Pasal 283
Cukup jelas.
Pasal 284
Yang dimaksud dengan “proses peradilan†adalah proses
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Pasal 285
Cukup jelas.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan jenazah untuk
kepentingan peradilan†di dalam ketentuan Pasal ini ialah
pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna
mengetahui sebab kematian untuk kepentingan
pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak
berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk
dilakukan pemeriksaan jenazah.
Pasal 288
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang
berwenang†adalah penyidik, penuntut umum, atau hakim
sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara yang
bersangkutan.
Pasal 289
Yang dimaksud dengan “saksi, ahli, atau juru bahasaâ€
adalah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara yang
berlaku.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Dalam ketentuan ini menolak memenuhi perintah pejabat yang
berwenang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu
atau dipalsukan, sedangkan surat-surat tersebut diperlukan
dalam proses peradilan untuk alat pembuktian, baik perkara
222
pidana maupun perkara perdata, dianggap sebagai pebuatan yang mengganggu penyelenggaraan peradilan.
Pasal 292
Cukup jelas.
Pasal 293
Ayat (1)
Huruf a
Semua perbuatan melawan hukum terhadap
barang yang disita sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
harus dianggap sebagai usaha menggagalkan
pencarian keadilan.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“melepaskan barang†termasuk juga perbuatan
menjual, menggunakan, memindah tangankan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 294
Cukup jelas.
Pasal 295
Cukup jelas.
Pasal 296
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pelaporâ€
adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau
keterangan kepada penegak hukum mengenai Tindak
Pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.
Pasal 297
Cukup jelas.
Pasal 298
Yang dimaksud dengan “saksi†adalah saksi dalam semua
lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 299
Cukup jelas.
223
Pasal 300
Cukup jelas.
Pasal 243
Cukup jelas.
Pasal 244
Yang dimaksud dengan “pembedaan†adalah perbuatan
membedakan ras dan etnis, misalnya pimpinan suatu
perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji
atau upah pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.
Yang dimaksud dengan “pengecualian†dalam ketentuan
ini misalnya pengecualian seseorang dari ras atau etnis
tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.
Yang dimaksud dengan “pembatasan†dalam ketentuan ini
misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis
tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk
menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras
atau etnis tertentu.
214
Yang dimaksud dengan “pemilihan†dalam ketentuan ini
misalnya pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan
pada ras atau etnis tertentu.
Pasal 245
Cukup jelas.
Pasal 246
Yang dimaksud dengan “menghasut†adalah mendorons,
mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat
orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat
dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan
di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik
atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar.
Pasal 247
Yang dimaksud dengan “menyiarkan†termasuk perbuatan
mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat
diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam
sistem elektronik.
Pasal 248
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur mengenai penganjuran yang
gagal. Menurut pasal ini, orang yang menganjurkan
sudah dapat dipidana, walaupun orang yang
dianjurkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau
percobaan yang dapat dipidana. Penganjuran ini
harus menggunakan sarana-sarana yang ditentukan
dalam Pasal 21 huruf d. Penganjur tidak dapat
dipidana apabila tidak jadinya orang yang dianjurkan
melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang
dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak
pada kemauan penganjur sendiri, misalnya
penganjur menarik kembali anjurannya,
menghalang-halangi, dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 249
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“menawarkan†misalnya orang yang memberikan jasa
berupa informasi dengan meminta imbalan.
Pasal 250
Cukup jelas.
215
Pasal 251
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 252
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi
keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik
ilmu hitam (black magic), yang secara hukum
menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah
secara dini dan mengakhiri praktik main hakim
sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat
terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun
teluh (santet).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 253
Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal
ini Tindak Pidana itu harus jadi dilakukan atau benar-
benar terjadi. Jika tidak, maka tidak dapat dipidana.
Pasal 254
Yang dimaksud dengan “rapat umum yang sah†adalah
pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan
pendapat dengan tema tertentu dan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 255
Cukup jelas.
Pasal 256
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “masuk dengan memaksa†adalah masuk
dengan melawan kehendak yang dinyatakan
oleh orang yang berhak. Orang yang berhak
adalah orang yang mempunyai kekuasaan
untuk menghalang-halangi atau melarang
untuk masuk atau berada di tempat tersebut.
b. “rumah†termasuk juga perahu atau kendaraan
yang dijadikan tempat tinggal.
Cc. “ruangan tertutup†adalah ruangan yang hanya
boleh dimasuki oleh orang tertentu dan bukan
untuk umum.
216
d. “pekarangan tertutup†adalah pekarangan yang
nyata-nyata ada batasnya seperti pagar di
sekeliling pekarangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 257
Ayat (1)
Ketentuan ini bertujuan melindungi kepentingan
pembicara terhadap orang yang secara melawan
hukum mendengar atau merekam pembicaraan yang
dilakukan. Dicantumkannya unsur melawan hukum
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari perbuatan yang sepatutnya tidak
dihukum, terkena ketentuan dalam Pasal ini,
misalnya apabila:
a. alat bantu teknis itu dipasang sendiri oleh
penghuni rumah atau ruangan yang
bersangkutan dan menyebabkan pembicaraan
di dalam ruangan tersebut didengar atau
direkam secara tidak sengaja,
b. pembicaraan berlangsung melalui telepon radio
dan diterima secara tidak sengaja oleh
seseorang melalui alat penerima telepon
radionya, atau
c. pembicaraan melalui telepon didengar atas
perintah pegawai telepon yang berhak atau
sehubungan dengan pemantauan cara kerja
yang baik dari jaringan telepon.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini termasuk yang dikecualikan
adalah mendengarkan atau merekam pembicaraan
yang dilakukan untuk keperluan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 258
Cukup jelas.
Pasal 259
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “kantor pemerintah yang melayani kepentingan
umum†antara lain kantor polisi, kantor
217
kejaksaan, kantor pengadilan, kantor pajak,
kantor pos, kantor kejaksaan, kantor
pengadilan, kantor pajak, kantor pos, rumah
sakit pemerintah, kantor walikota, dan kantor
kelurahan.
b. “pejabat yang berwenang†adalah pejabat yang
diberi kekuasaan atas seluruh kantor atau
pegawai yang semata-mata diberi tugas untuk
menjaga ketertiban dalam kantor tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 260
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “menggabungkan diri†tidak berarti harus
secara aktif telah melakukan suatu perbuatan
yang dilarang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Hanya
menjadi anggota perkumpulan yang dimaksud
dalam ketentuan Pasal ini sudah diancam
dengan pidana.
b. “perkumpulan†adalah suatu organisasi yang
dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yang
ditetapkan oleh para anggota dan tidak perlu
ada Anggaran Dasarnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 261
Cukup jelas.
Pasal 262
Ayat (1)
Tindak Pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini
dikenal sebagai Tindak Pidana proparte dolus
proparte culpa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 263
Cukup jelas.
Pasal 264
Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsuâ€
misalnya orang berteriak ada kebakaran padahal tidak
terjadi kebakaran.
218
Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsuâ€
misalnya memukul kentongan tanda ada pembunuhan
atau pencurian, padahal tidak terjadi pembunuhan atau
pencurian.
Pasal 265
Cukup jelas.
Pasal 266
Yang dimaksud dengan “membubarkan rapat umumâ€
adalah menimbulkan kekacauan atau suara gaduh
sehingga peserta rapat tidak dapat mengikuti rapat dengan
tenang dan tertib.
Pasal 267
Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang
dilakukan pada waktu jenazah masih di rumah duka,
dalam perjalanan ke pemakaman, maupun di tempat
pemakaman.
Yang dimaksud dengan “pemakaman†termasuk serangkaian
upacara adat atau keagamaan.
Pasal 268
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “menodai makam†misalnya menggunakan makam
sebagai tempat melakukan perbuatan asusila,
membuang kotoran.
b. “makam†adalah liang atau ruang tempat jenazah
dengan atau tanpa peti jenazah dikubur, termasuk
pula tanah penutupnya dan segala tanda-tanda di
atasnya berupa apa saja.
c. “tanda-tanda yang ada di atas makam†misalnya
kijing (nisan), salib, atau tumpukan batu yang
disusun di atas liang.
Pasal 269
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi jenazah dan
barang yang ada bersama jenazah yang berada dalam
makam.
Yang dimaksud dengan jenazah†adalah orang yang sudah
mati dan sudah dikubur, baik masih utuh maupun tidak
tetapi sebagian besar bagian dari organ tubuhnya masih
lengkap.
Pasal 270
Cukup jelas.
219
Pasal 271
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:
a. “gelar akademik†adalah gelar yang diberikan
oleh perguruan tinggi melalui jenjang
pendidikan formal.
b. “profesi†misalnya dokter, apoteker, atau
notaris.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 272
Ketentuan ini mengancam pidana perbuatan peminjaman
uang atau barang tanpa izin. Dalam praktik perbuatan
yang diatur dalam ketentuan Pasal ini sering disebut
dengan "gadai gelap".
Pasal 273
Yang dimaksud dengan “pawai†adalah arak-arakan di
jalan, misalnya pawai pembangunan.
Pasal 274
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pesta atau keramaian untuk
umum†adalah pesta atau keramaian yang diadakan
di tempat umum, misalnya pasar malam.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 275
Cukup jelas.
Pasal 276
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pekerjaan yang harus mendapat izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku adalah pekerjaan dokter, dokter gigi, dokter
hewan, bidan, dan sebagainya. Orang yang dapat
dijatuhi pidana menurut ketentuan ini misalnya
bukan dokter memberikan pengobatan sebagai
dokter, bukan dokter gigi memberikan pengobatan,
sebagai dokter gigi.
220
Yang dimaksud dengan “tidak dalam keadaan
terpaksa†adalah di daerah tersebut cukup terdapat
dokter atau dokter gigi.
Pasal 277
Yang dimaksud dengan “tanpa izin†adalah tanpa izin dari
Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau pejabat yang
ditunjuk. Misalnya menerima atau memberikan surat
kepada narapidana harus mendapat izin dari pejabat
tersebut.
Pasal 278
Cukup jelas.
Pasal 279
Cukup jelas.
Pasal 280
Yang dimaksud dengan “berkendaraanâ€, misalnya
menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana
angkutan lainnya.
Pasal 281
Huruf a
Yang dimaksud dengan €œtidak mematuhi perintah
pengadilan yang dikeluarkan untuk proses
peradilan†adalah melakukan hal-hal untuk
menentang perintah tersebut dengan cara-cara yang
tidak dibenarkan oleh hukum.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “bersikap tidak hormatâ€
adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau
mengeluarkan pernyataan yang merendahkan
martabat hakim dan pengadilan atau tidak menaati
tata tertib pengadilan.
Termasuk dalam “menyerang integritas hakimâ€
misalnya menuduh hakim bersikap memihak atau
tidak jujur.
Yang dimaksud dengan “persidangan†adalah proses
persidangan yang melibatkan pejabat yang terlibat
dalam proses persidangan, misalnya panitera atau
penuntut umum.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “proses persidangan†adalah
yang bersifat tertutup atau yang hakim telah
memerintahkan untuk tidak diperbolehkan untuk
dipublikasi.
221
Pasal 282
Ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara
curang merugikan kliennya atau meminta kliennya
menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses
peradilan.
Pasal 283
Cukup jelas.
Pasal 284
Yang dimaksud dengan “proses peradilan†adalah proses
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan.
Pasal 285
Cukup jelas.
Pasal 286
Cukup jelas.
Pasal 287
Yang dimaksud dengan “pemeriksaan jenazah untuk
kepentingan peradilan†di dalam ketentuan Pasal ini ialah
pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna
mengetahui sebab kematian untuk kepentingan
pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak
berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk
dilakukan pemeriksaan jenazah.
Pasal 288
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang
berwenang†adalah penyidik, penuntut umum, atau hakim
sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara yang
bersangkutan.
Pasal 289
Yang dimaksud dengan “saksi, ahli, atau juru bahasaâ€
adalah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara yang
berlaku.
Pasal 290
Cukup jelas.
Pasal 291
Dalam ketentuan ini menolak memenuhi perintah pejabat yang
berwenang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu
atau dipalsukan, sedangkan surat-surat tersebut diperlukan
dalam proses peradilan untuk alat pembuktian, baik perkara
222
pidana maupun perkara perdata, dianggap sebagai pebuatan yang mengganggu penyelenggaraan peradilan.
Pasal 292
Cukup jelas.
Pasal 293
Ayat (1)
Huruf a
Semua perbuatan melawan hukum terhadap
barang yang disita sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
harus dianggap sebagai usaha menggagalkan
pencarian keadilan.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“melepaskan barang†termasuk juga perbuatan
menjual, menggunakan, memindah tangankan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 294
Cukup jelas.
Pasal 295
Cukup jelas.
Pasal 296
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pelaporâ€
adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau
keterangan kepada penegak hukum mengenai Tindak
Pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.
Pasal 297
Cukup jelas.
Pasal 298
Yang dimaksud dengan “saksi†adalah saksi dalam semua
lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 299
Cukup jelas.
223
Pasal 300
Cukup jelas.
Pasal 301
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kehilangan
pekerjaan†termasuk diberhentikan atau demosi.
Pasal 302
Cukup jelas.
Pasal 303
Cukup jelas.
Pasal 304
Penghinaan dalam ketentuan ini adalah merendahkan
kesucian agama.
Sila Pertama dari falsafah negara Pancasila adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti agama, bagi
masyarakat Indonesia merupakan sendi utama dalam
hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, penghinaan
terhadap suatu agama di Indonesia patut dipidana karena
dinilai tidak menghormati dan menyinggung perasaan
umat yang menganut agama dalam masyarakat.
Penghinaan terhadap agama dalam ketentuan ini,
misalnya, menghina Ke-Agungan Tuhan, Firman, sifat-
sifatNya, atau menghina nabi/rasul, yang akan dapat
menimbulkan keresahan dalam kelompok umat yang
bersangkutan.
Di samping mencela perbuatan penghinaan tersebut, Pasal
ini bertujuan pula untuk mencegah terjadinya keresahan
dan benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat.
Penghinaan di atas dapat dianggap sebagai perbuatan yang
dapat merusak kerukunan hidup beragama dalam
masyarakat Indonesia, dan karena itu harus dilarang dan
diancam dengan pidana.
Pasal 305
Cukup jelas.
Pasal 306
Penghasutan dilakukan dalam bentuk apapun, dengan
tujuan agar penganut agama di Indonesia menjadi tidak
beragama, karena secara langsung dapat menimbulkan
benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat.
224
Pasal 307
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“upacara keagamaan atau pertemuan keagamaanâ€
adalah kegiatan yang berhubungan dengan agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 308
Seseorang atau umat yang sedang menjalankan atau
memimpin ibadah atau seorang petugas agama yang
sedang melakukan tugasnya harus dihormati. Karena itu,
perbuatan mengejek atau mengolok-olok hal tersebut patut
dipidana karena melanggar asas hidup bermasyarakat
yang menghormati kebebasan memeluk agama dan
kebebasan dalam menjalankan ibadah, di samping dapat
menimbulkan benturan dalam dan di antara kelompok
masyarakat.
Pasal 309
Dalam ketentuan ini, merusak atau membakar bangunan
atau benda ibadah merupakan perbuatan yang tercela,
karena sangat menyakiti hati umat yang bersangkutan.
Oleh karena itu pelaku patut dipidana. Untuk dapat
dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini,
perbuatan tersebut harus dilakukan dengan melawan
hukum. Perusakan dan pembakaran harus dilakukan
dengan melawan hukum.
Pasal 310
Cukup jelas.
Pasal 311
Pengertian senjata pemukul, senjata penikam, atau
senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-
barang yang nyata-nyata dimasukkan dipergunakan
untuk pertanian, pekerjaan rumah tangga, atau
kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang
nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka
atau barang kuno atau barang ajaib.
Pasal 312
Cukup jelas.
225
Pasal 313
Cukup jelas.
Pasal 314
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
banjir. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
“bangunan untuk menahan air†misalnya bendungan atau
pintu air, sedangkan “bangunan untuk menyalurkan airâ€
misalnya selokan, saluran, atau kanal yang berfungsi
menyalurkan air.
Pasal 315
Cukup jelas.
Pasal 316
Cukup jelas.
Pasal 317
Cukup jelas.
Pasal 318
Membakar benda tidak bergerak, meskipun milik sendiri,
seperti rumah atau kapal dalam ukuran tertentu yang
menurut Undang-Undang termasuk benda tidak bergerak,
harus selalu dengan izin yang berwenang. Tujuannya
untuk mencegah timbulnya kebakaran yang dapat
merugikan, baik lingkungannya maupun fungsi sosial
yang dipunyai oleh barang tersebut.
Pasal 319
Cukup jelas.
Pasal 320
Dalam keadaan mabuk seseorang tidak dapat sepenuhnya
dapat menguasai atau mengontrol dirinya, oleh karena itu
dalam keadaan yang sedemikian seseorang dilarang
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
ini.
Pasal 321
Cukup jelas.
Pasal 322
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penggalakâ€
adalah mesiu pada persumbuhan senjata api untuk
meledakkannya peluru.
Pasal 323
Cukup jelas.
226
Pasal 324
Cukup jelas.
Pasal 325
Cukup jelas.
Pasal 326
Cukup jelas.
Pasal 327
Yang dimaksud dengan “bahaya†dalam ketentuan ini
adalah bahaya bagi lalu lintas umum kereta api. Oleh
karena itu, kereta api yang khusus untuk mengangkut
tebu ke pabrik kepunyaan suatu perusahaan perkebunan
tidak termasuk dalam ketentuan pasal ini. Perbuatan yang
dinilai membahayakan bagi lalu lintas umum kereta api
dapat berupa memasang rintangan atau melepaskan paku-
paku pada bantalan rel sehingga membahayakan bagi
kereta yang melewatinya.
Pasal 328
Cukup jelas.
Pasal 329
Yang dimaksud dengan “rambu-rambu yang dipasang
untuk keselamatan pelayaran†misalnya mercusuar,
lentera laut, atau pelampung.
Pasal 330
Cukup jelas.
Pasal 331
Cukup jelas.
Pasal 332
Cukup jelas.
Pasal 333
Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini harus
dilakukan secara melawan hukum. Jika unsur ini dipenuhi
yang mengakibatkan luka berat atau matinya seseorang
maka pidananya diperberat.
Pasal 334
Cukup jelas.
227
Pasal 335
Yang dimaksud dengan “kenakalan†misalnya mencoret-
coret tembok di jalan umum.
Pasal 336
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sistem
elektronik†adalah serangkaian perangkat dan prosedur
elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan informasi elektronik.
Pasal 337
Cukup jelas.
Pasal 338
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kode akses†adalah yang
dikenal dengan password.
Pasal 339
Cukup jelas.
Pasal 340
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menghasut hewan†adalah
membuat hewan bereaksi panik sehingga
menyebabkan hewan tersebut agresif, menimbulkan
kegelisahan, ketakutan pada hewan yang dapat
membahayakan manusia, hewan, dan barang.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 341
Cukup jelas.
228
Pasal 342
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “tujuan yang tidak
patut†antara lain selain untuk konsumsi, ilmu
pengetahuan, penelitian dan medis.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 343
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya
bahaya maupun gangguan lainnya bagi lalu lintas umum.
Pasal 344
Cukup jelas.
Pasal 345
Yang dimaksud dengan “anak†adalah anak yang belum
berumur 7 (tujuh) tahun.
Pasal 346
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "baku mutu lingkungan
hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup" adalah sebagaimana diatur dalam undang-
undang mengenai perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 347
Cukup jelas.
Pasal 348
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bahan†tidak saja bahan
makanan, tetapi juga meliputi kosmetika, pembersih
rumah tangga, dan lain sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
229
Pasal 349
Cukup jelas.
Pasal 350
Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah beredarnya
makanan dan minuman yang dapat merusak kesehatan.
Pasal 351
Cukup jelas.
Pasal 352
Cukup jelas.
Pasal 353
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau
lembaga negara dihormati, oleh karena itu perbuatan
menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga
tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini.
Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan
ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau
bupati/walikota.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 354
Cukup jelas.
Pasal 355
Yang dimaksud dengan “memaksa†adalah melakukan tekanan
terhadap seseorang agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang sebetulnya perbuatan itu tidak akan dilakukan kalau tidak
ada tekanan.
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan dalam jabatanâ€
adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sedang
bertugas sesuai dengan tugas jabatan yang dilimpahkan
kepadanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 356
Perlawanan yang dimaksud dalam ketentuan ini dilakukan tidak
saja terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas
yang sah, melainkan juga terhadap orang yang membantu,
meskipun bukan pegawai negeri.
Pasal 357
Cukup jelas.
230
Pasal 358
Cukup jelas.
Pasal 359
Cukup jelas.
Pasal 360
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pasal 361
Yang dimaksud dengan “mencegah†adalah berusaha agar
pejabat yang berwenang yang bersangkutan tidak sempat
bertindak. Apabila pegawai negeri tersebut sudah
bertindak dan dicegah untuk melanjutkan tindakannya,
maka hal ini disebut menghalang-halangi.
Yang dimaksud dengan “menggagalkan†adalah
meniadakan hasil tindakan yang telah dilakukan pejabat
yang berwenang yang bersangkutan.
Cukup jelas.
Pasal 362
Cukup jelas.
Pasal 363
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah melalaikan kewajiban
setiap orang membantu tercapainya keadilan, khususnya yang
berkaitan dengan pengampuan dan perwalian.
Pasal 364
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kewajiban Setiap
Orang untuk membantu kekuasaan umum dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, seperti adanya
bahaya bagi keamanan umum atau pada waktu
seseorang tertangkap tangan melakukan Tindak
Pidana, dan sebagainya. Karena itu, perbuatan tidak
membantu padahal perbuatan itu tidak akan
membahayakan dirinya patut dicela.
Ayat (2)
Pasal 365
Cukup jelas.
Cukup jelas.
231
Pasal 366
Yang dimaksud dengan “maklumat†adalah pengumuman
yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 367
Ketentuan ini merupakan Tindak Pidana yang dikenal
sebagai pelaporan atau pengaduan palsu. Yang diadukan
atau dilaporkan adalah terjadinya Tindak Pidana, bukan
perbuatan yang tidak merupakan Tindak Pidana.
Pasal 368
Dalam ketentuan ini perbuatan jabatan atau tanda
kepangkatan adalah tanda kepangkatan atau perbuatan
jabatan baik sipil maupun militer.
Pasal 369
Yang dimaksud “tanda kebesaran†adalah yang
berhubungan dengan pangkat atau jabatan dalam
kekuasaan umum, baik sipil maupun militer.
Pasal 370
Cukup jelas.
Pasal 371
Cukup jelas.
Pasal 372
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
penyelenggaraan kegiatan pos yang mendapatkan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan “surat†misalnya kartu pos, warkat
pos, surat cetakan, atau telegram.
Pasal 373
Cukup jelas.
Pasal 374
Cukup jelas.
Pasal 375
Cukup jelas.
Pasal 376
Dalam ketentuan ini, mengangkut Ternak dari satu tempat
ke tempat yang lain, yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan diwajibkan menggunakan
surat jalan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah diangkutnya Ternak
232
curian, Ternak yang sakit atau mencegah timbulnya
penyakit pada Ternak lain atau pada manusia yang
mengkonsumsikan daging Ternak tersebut.
Pasal 377
Cukup jelas.
Pasal 378
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “petikan dari Surat resmi
negara†termasuk menyalin, mengutip isi Surat
sebagian atau keseluruhan.
Yang dimaksud dengan “membuat salinanâ€
termasuk memfotokopi dan sebagainya sesuai
dengan kemajuan teknologi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 379
Ayat (1)
Ketidakbenaran dari keterangan palsu yang
dimaksud dalam ketentuan ini harus diketahui oleh
orang yang memberi keterangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 380
Dalam ketentuan ini uang yang dipalsu atau ditiru tidak
hanya mata uang atau uang kertas Indonesia, tetapi juga
uang negara asing. Hal ini didasarkan Konvensi
Internasional mengenai uang palsu tahun 1929 yang telah
diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional
Pemberantasan Uang Palsu beserta Protokolnya.
Pasal 381
Huruf a
Dalam ketentuan ini orang yang mengedarkan uang
palsu dengan tidak mengetahui tentang
kepalsuannya tidak dapat dipidana.
Huruf b
Cukup jelas.
233
Pasal 382
Yang dimaksud dengan “mengurangi nilai mata uangâ€
misalnya dengan mengikir mata uang emas atau mata
uang perak.
Pasal 383
Cukup jelas.
Pasal 384
Orang yang dikenakan ketentuan ini adalah orang yang
mengetahui bahwa uang tersebut palsu atau dipalsukan
baik pada saat menerima uang tersebut atau pun beberapa
saat setelah itu, dan kemudian tetap mengedarkannya.
Pasal 385
Yang dipidana bukan hanya orang yang meniru, memalsu,
atau mengurangi nilai mata uang, akan tetapi juga orang
yang melakukan perbuatan membuat atau menyediakan bahan atau benda, yang diketahuinya bahwa bahan atau
benda tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu,
atau mengurangi nilai uang yang resmi.
Pasal 386
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
diedarkannya di Indonesia barang yang menyerupai
mata uang. Menyimpan atau memasukkan benda
semacam itu ke Indonesia hanya diperbolehkan
apabila ada izin dan jika nyata-nyata dipergunakan
untuk perhiasan, misalnya dalam bentuk kalung
atau gelang atau sebagai tanda kenang-kenangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 387
Cukup jelas.
Pasal 388
Yang dimaksud dengan “meterai†adalah perangko, meterai
tempel, meterai pajak televisi, dan jenis materai lainnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi meterai
yang dikeluarkan oleh pemerintah Negara Kesatuan
Republik Indonesia agar tidak dititu atau dipalsu.
Terjadinya peniruan atau pemalsuan akan menyebabkan
berkurangnya kepercayaan terhadap meterai Indonesia
dan mengurangi pendapatan negara dari pengeluaran
meterai.
234
Pasal 389
Cukup jelas.
Pasal 390
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin
keabsahan atau keaslian dari cap negara atau tanda
keahlian dari pelaku Tindak Pidananya yang
diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-
udangan yang berlaku yang dibubuhkan kepada
barang emas atau perak tertentu. Dengan demikian,
ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
barang tersebut dari usaha pemalsuan yang akan
merugikan konsumen.
Ayat (2)
Pasal 391
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 392
Ayat (1)
Untuk menjamin keabsahan dan ketepatan ukuran,
takaran, atau timbangan yang dipergunakan dalam
perdagangan, terdapat ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mewajibkan barang yang
digunakan untuk mengukur, wmenakar dan
menimbang (termasuk kelengkapannya) ditera oleh
pejabat yang berwenang untuk itu. Kewajiban tera ini
untuk mencegah terjadinya praktik perdagangan
yang tidak sehat yang akan merugikan konsumen.
Ketentuan ini dimasudkan untuk mencegah
terjadinya pemalsuan atas tera tersebut.
Ayat (2)
Pasal 393
Cukup jelas.
Ayat (1)
Penghilangan tanda pada Barang yang ditera
dilakukan oleh Kantor Metrologi dan dengan
penghilangan tanda pada Barang yang ditera
tersebut, tidak dapat dipakai lagi oleh pemiliknya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanda batal†adalah
tanda yang diberikan kepada barang-barang
yang tidak atau tidak lagi memenuhi syarat
untuk dipakai.
Huruf b
Cukup jelas.
235
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 394
Cukup jelas.
Pasal 395
Cukup jelas.
Pasal 396
Cukup jelas.
Pasal 397
Yang dimaksud dengan “surat†dalam ketentuan ini adalah
semua gambaran dalam pikiran yang diwujudkan dalam
perkataan yaitu yang dituangkan dalam tulisan baik
tulisan tangan maupun melalui mesin, termasuk juga
antara lain salinan, hasil fotokopi, faximile atas surat
tersebut. Surat yang dipalsu harus dapat:
a. menimbulkan suatu hak, misalnya karcis atau tanda
masuk,
b. menimbulkan suatu perikatan, misalnya perjanjian
kredit, jual beli, sewa menyewa,
c. menerbitkan suatu pembebasan utang, atau
d. dipergunakan sebagai bukti bagi suatu perbuatan atau
peristiwa, misalnya buku tabungan, surat tanda
kelahiran, surat angkutan, buku kas, dan lain-lain.
Pasal 398
Surat dalam ketentuan ini sifatnya lebih penting daripada
surat pada umumnya, oleh karena itu ancaman pidananya
lebih berat daripada ancaman pidana pada perbuatan yang
diatur dalam Pasal 424.
Pasal 399
Cukup jelas.
Pasal 400
Cukup jelas.
Pasal 401
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat keterangan tentang
keadaan kesehatan seseorang†termasuk kesehatan
fisik dan kesehatan jiwa.
Yang dimaksud dengan “surat keterangan tentang
kematian seseorang†termasuk keterangan kematian
236
seseorang atau sebab-sebab kematian (visum et
repertum).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 402
Ketentuan Pasal 428 memuat ancaman pidana kepada
dokter yang memberikan surat keterangan palsu,
sedangkan ketentuan dalam Pasal ini memuat ancaman
pidana kepada siapa saja yang membuat palsu atau
memalsukan surat keterangan dokter dengan maksud
memperdayakan kekuasaan umum atau perusahaan
asuransi.
Pasal 403
Cukup jelas.
Pasal 404
Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keimigrasian.
Pasal 405
Cukup jelas.
Pasal 406
Cukup jelas.
Pasal 407
Yang dimaksud dengan "menggelapkan asal-usul orang"
adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja sehingga asal-usul seseorang menjadi tidak jelas,
misalnya menukar anak, memungut anak dikatakan
anaknya sendiri, atau menyembunyikan identitas
kelahiran anak.
Pasal 408
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perkawinan
adalah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan
Undang-Undang mengenai perkawinan.
Yang dimaksud dengan “perkawinan atau perkawinan-
perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sahâ€
adalah perkawinan yang dapat digunakan sebagai alasan
untuk mencegah atau membatalkan perkawinan
berikutnya yang dilakukan oleh salah satu pihak yang
237
terikat oleh perkawinan tersebut sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tentang Perkawinan.
Pasal 409
Yang dimaksud dengan "penghalang yang sah" adalah
ketentuan persyaratan perkawinan yang harus dipenuhi
untuk dilangsungkannya suatu perkawinan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Perkawinan.
Pasal 410
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undanganâ€
dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang mengenai
Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan
dengan pencatatan kelahiran dan kematian.
Pasal 411
Cukup jelas.
Pasal 412
Huruf a
Yang dimaksud dengan “di muka umum†adalah
suatu tempat yang dapat dilihat, didatangi, atau
disaksikan oleh orang lain.
Yang dimaksud dengan “kesusilaan†adalah perasaan
malu yang berhubungan dengan nafsu seksual.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 413
Penafsiran pengertian pornografi disesuaikan dengan standard
yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu
(contemporary communnity standard).
Membuat pornografi dalam ketentuan ini tidak termasuk untuk
diri sendiri atau kepentingan sendiri.
Pasal 414
Yang dimaksud dengan “alat untuk mencegah kehamilanâ€
adalah setiap benda yang menurut sifat penggunaannya secara
umum dapat mencegah kehamilan walaupun benda itu juga
dapat digunakan untuk hal-hal lain. Pencegahan kehamilan
dapat terjadi baik selama atau setelah dilakukannya hubungan
badan.
Perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini
adalah perbuatan mempertunjukkan, menawarkan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh sarana untuk mencegah
kehamilan. Perbuatan mempertunjukkan dapat dipidana
bilamana dilakukan secara terang-terangan, sedang perbuatan
menawarkan atau menunjukkan untuk dapat memperoleh
238
sarana tersebut, dapat dilakukan secara terang-terangan atau
tidak secara terang-terangan tapi perbuatan tersebut dilakukan
tanpa diminta. Dengan demikian, apabila perbuatan itu
dilakukan untuk memenuhi permintaan, bukan suatu Tindak
Pidana.
Perbuatan menunjukkan untuk dapat memperoleh sarana
pencegahan kehamilan, bersifat umum, dan tidak selalu hanya
menunjuk pada tempat memperoleh sarana tersebut.
Pasal 415
Yang dimaksud dengan “alat untuk untuk meggugurkan
kandungan†adalah setiap benda yang menurut sifat
penggunaannya dapat menggugurkan kandungan.
Pasal 416
Cukup jelas.
Pasal 417
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinyaâ€
adalah:
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan
melakukan persetubuhan dengan perempuan yang
bukan istrinya,
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan
melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang
bukan suaminya,
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan
melakukan persetubuhan dengan perempuan,
padahal diketahui bahwa perempuan tersebut
berada dalam ikatan perkawinan,
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan
melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal
diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam
ikatan perkawinan, atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak
terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “anaknya†dalam ketentuan ini
adalah anak kandung yang sudah berusia 16 (enam belas)
tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 418
Cukup jelas.
239
Pasal 419
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal
dengan perbuatan sumbang (incest).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 420
Yang dimaksud dengan “perbuatan cabul†adalah segala
perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, kesopanan, atau
perbuatan lain yang tidak senonoh, dan selalu berkaitan dengan
nafsu birahi atau seksualitas.
Pasal 421
Cukup jelas.
Pasal 422
Cukup jelas.
Pasal 423
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah perbuatan
menggerakkan seseorang yang belum dewasa, belum kawin, dan
berkelakuan baik untuk melakukan perbuatan cabul atau
persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya
dilakukan perbuatan cabul. Cara untuk menggerakkan
seseorang tersebut adalah dengan memberi hadiah atau berjanji
akan memberi hadiah, dan dengan cara tersebut pelaku Tindak
Pidana menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan
keadaan atau menyesatkan orang tersebut.
Pasal 424
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini
dikenal dengan perbuatan sumbang fincest).
Ayat (2)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini pada
dasarnya sama dengan perbuatan cabul atau
persetubuhan yang diatur dalam pasal terdahulu.
Namun perbuatan cabul atau persetubuhan yang
diatur dalam ketentuan ini dilakukan terhadap
orang-orang yang mempunyai hubungan khusus
dengan pelaku Tindak Pidana.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 425
Cukup jelas.
240
Pasal 426
Cukup jelas.
Pasal 427
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberantas tempat-
tempat pelacuran.
Pasal 428
Termasuk Tindak Pidana ini adalah mengirimkan laki-laki
atau perempuan yang belum dewasa itu ke daerah lain
atau keluar negeri guna melakukan pelacuran atau
perbuatan lain yang melanggar kesusilaan.
Pasal 429
Cukup jelas.
Pasal 430
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “anak yang ada di bawah
kekuasaannya yang sah†adalah Anak kandung,
Anak tiri, Anak angkat, atau Anak yang berada di
bawah pengawasannya, atau Anak yang
dipercayakan untuk diasuh, dididik, atau dijaga dan
belum berusia 12 (dua belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 431
Cukup jelas.
Pasal 432
Yang dimaksud dengan “izin†adalah izin yang ditetapkan
oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat.
Pasal 433
Cukup jelas.
Pasal 434
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini hakim perlu meneliti tiap-tiap
kejadian, apakah hubungan antara terdakwa dan
orang yang berada dalam keadaan terlantar memang
dikuasai oleh hukum atau perjanjian yang
mewajibkan tertuduh memberi nafkah, merawat,
atau memelihara orang yang terlantar tersebut.
241
Ayat (2)
Termasuk dalam pejabat adalah orang yang diserahi
kewajiban untuk merawat atau memelihara orang
terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang
pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan
pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 435
Cukup jelas.
Pasal 436
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang
didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang
ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap
suatu penderitaan.
Pasal 437
Cukup jelas.
Pasal 438
Ketentuan ini menunjukkan adanya kewajiban setiap
orang menyelamatkan jiwa orang lain dari bahaya maut,
sepanjang pertolongan itu tidak membahayakan dirinya
atau orang lain.
Pasal 439
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat ketentuan dasar Tindak
Pidana yang termasuk kategori penghinaan dalam
Bab ini. Yang dimaksud dengan perbuatan
“penghinaan†adalah menyerang kehormatan atau
nama baik orang lain.
Sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika
perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara
menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan
gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik
seseorang, sehingga merugikan orang tersebut.
Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu
Tindak Pidana. Tindak Pidana menurut ketentuan
dalam Pasal ini objeknya adalah orang perseorangan.
Penistaan terhadap lembaga pemerintah atau
sekelompok orang tidak termasuk ketentuan Pasal
ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
242
Ayat (3)
Pasal 440
Sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut
ditiadakan karena adanya alasan pemaaf yaitu jika
perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan
umum atau terpaksa karena membela diri.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal pelaku Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan ini diberi
kesempatan oleh hakim untuk membuktikan
kebenaran dari apa yang dituduhkan, tetapi ia
tidak dapat membuktikan bahwa yang
dituduhkan itu benar, maka pelaku Tindak
Pidana dipidana sebagai pemfitnahan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 441
Pembuktian kebenaran tuduhan hanya dibolehkan
apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa
kebenaran bahwa terdakwa melakukan perbuatan
itu untuk kepentingan umum, atau karena terpaksa
membela diri. Juga dibolehkan membuktikan
kebenaran tuduhan itu apabila yang dituduh adalah
seorang pegawai negeri dan yang dituduhkan
berkenaan dengan menjalankan tugasnya.
Ayat (1)
Jika orang yang dihina, yaitu yang dituduh telah
melakukan sesuatu perbuatan, dan karenanya
terserang kehormatan atau nama baiknya, dengan
putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap ternyata memang bersalah atas hal
yang dituduhkan, maka terhadap penuduh tidak
boleh dilakukan pemidanaan karena fitnah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pasal 442
Cukup jelas.
Ketentuan ini mengatur tentang penghinaan ringan, yaitu
penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan kata-
kata yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan
tersebut dilakukan dimuka umum dengan lisan atau
243
tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik
secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau
dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.
Pasal 443
Tindak Pidana dalam ketentuan ini disebut pengaduan
fitnah. Harus dibuktikan bahwa pelaku mengetahui bahwa
pengaduan tersebut tidak benar dan sifatnya menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang. Pengaduan atau
pemberitahuan dilakukan secara tertulis atau menyuruh
orang lain untuk menuliskan, dan tidak diharuskan ada
tanda tangan pengadu. Dengan demikian, pengaduan atau
pemberitahuan palsu dengan surat anonim (black-mail),
dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini.
Pasal 444
Tindak Pidana dalam ketentuan ini terjadi jika seseorang
dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan
bahwa orang lain melakukan Tindak Pidana, sedangkan
persangkaan tersebut tidak benar, misalnya, A meletakkan
jam tangan milik C di dalam laci B dengan maksud agar
B dituduh mencuri jam tangan milik C.
Pasal 445
Ketentuan ini mengatur tentang penistaan atau penistaan
tertulis yang dilakukan terhadap orang yang sudah mati.
Jadi perbuatan tersebut ditujukan kepada seseorang yang
sudah mati, yang sekiranya masih hidup perbuatan itu
merupakan penistaan atau penistaan tertulis. Tindak
Pidana ini merupakan Tindak Pidana aduan, dan
pengaduannya hanya dapat diajukan oleh salah seorang
keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau
menyamping sampai derajat kedua dari orang yang telah
mati tersebut, atau oleh suami atau istrinya.
Pasal 446
Cukup jelas.
Pasal 447
Pasal 448
Cukup jelas.
Pasal 449
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "rahasia" adalah segala
sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang
berkepentingan sedangkan orang lain tidak boleh
244
mengetahuinya. Untuk mengetahui bahwa siapa
yang diwajibkan menyimpan rahasia harus diteliti
peristiwa demi peristiwa sesuai dengan ketentuan
hukum atau kebiasaan yang berlaku di lingkungan di
mana terdapat kewajiban semacam itu. Misalnya
kewajiban arsiparis untuk menyimpan rahasia
berkas yang sifatnya rahasia, kewajiban dokter
untuk merahasiakan pasien yang ditangani. Tindak
Pidana ini menjadi Tindak Pidana aduan jika
dilakukan terhadap orang tertentu.
Ayat (2)
Pasal 450
Cukup jelas.
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya persaingan tidak sehat dalam dunia
usaha.
Ayat (2)
Pasal 451
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 452
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
perampasan kemerdekaan baik dalam bentuk fisik
maupun psikis.
Yang dimaksud dengan "secara melawan hukum"
adalah perbuatan merampas kebebasan seseorang
bukan dalam rangka menjalankan tugas dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Misalnya, seorang polisi yang
menangkap dan menahan seseorang dalam hal
kedapatan tertangkap tangan melakukan Tindak
Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pasal 453
Cukup jelas.
Cukup jelas.
245
Pasal 454
Cukup jelas.
Pasal 455
Ayat (1)
Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini
diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana pemerasan
yang menyangkut perampasan kemerdekaan.
Pemerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan melalui berbagai bentuk ancaman.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 456
Penculikan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana
menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan
ketentuan sebelumnya, perampasan kemerdekaan dalam
penculikan tidak dimaksudkan untuk memperdagangkan
orang, tetapi secara melawan hukum untuk menempatkan
orang tersebut di bawah kekuasaannya atau menyebabkan
orang tersebut tidak berdaya.
Pasal 457
Penyanderaan merupakan salah satu bentuk Tindak
Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda
dengan penculikan, penyanderaan dilakukan agar orang
yang disandera tetap berada ditempat kediamannya atau
di tempat lain, dan dilakukan dengan kekerasan atau
ancaman kekerasan.
Pasal 458
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan terhadap anak yang belum dewasa
yang telah mendapatkan perlindungan hukum.
Misalnya anak yang ditempatkan di panti asuhan,
apabila mereka dilarikan, maka pelaku Tindak
Pidana dapat dipidana.
Ayat (2)
Jika perbuatan tersebut dipergunakan dengan cara
tipu muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan,
atau terhadap anak yang belum berumur 12 (dua
belas) tahun maka ancaman pidana diperberat.
Pasal 459
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini berkaitan dengan ketentuan
Pasal 570 yaitu seorang anak yang di bawah umur 18
(delapan belas) tahun telah ditarik dari kekuasaan
246
atau pengawasan yang sah, kemudian
disembunyikan atau disembunyikan terhadap
kepentingan penyidikan oleh pejabat yang
berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 460
Ayat (1)
Pengertian "membawa pergi perempuan" atau
"melarikan perempuan (schaking)" dalam ketentuan
pasal ini berbeda dengan "penculikan" (kidnapping)
Pasal 486 dan "penyanderaan" (taking hostage) Pasal
487. Tindakan membawa pergi perempuan umurnya
terjadi antara laki-laki (yang melarikan) dan
perempuan (yang dilarikan) berkaitan dengan
hubungan cinta, dan karena itu perbuatan tersebut
dilakukan atas persetujuan pihak perempuan.
Unsur Tindak Pidana pada ayat ini dikaitkan dengan
usia yang belum dewasa dari perempuan yang
dibawa pergi. Di samping unsur di bawah umur, yang
perlu diperhatikan yaitu yang bersangkutan masih
berada dalam pengawasan orang tua atau walinya.
Ayat (2)
Unsur Tindak Pidana dalam ketentuan ini tidak
dikaitkan dengan usia perempuan yang dibawa lari,
masih belum dewasa, atau masih di bawah umur,
baik dalam status perkawinan ataupun tidak, tetapi
jika perempuan tersebut dilarikan dengan tipu
muslihat, kekerasan atau dengan ancaman
kekerasan, maka ancaman pidananya lebih berat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 461
Cukup jelas.
Pasal 462
Cukup jelas.
Pasal 463
Cukup jelas.
Pasal 464
Ayat (1)
Pembunuhan selalu diartikan bahwa korban harus
mati, dan kematian ini ' dikehendaki oleh pelaku.
Dengan demikian pengertian pembunuhan secara
247
implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila
tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau
maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian
ternyata orang tersebut mati, maka perbuatan
tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindak
Pidana pembunuhan menurut pasal ini.
Dalam ketentuan ini tidak dicantumkan unsur
"dengan sengaja", karena hal tersebut sudah diatur
dalam Pasal 40 dan Pasal 56 huruf j. Dengan
demikian hakim akan lebih mengutamakan untuk
mempertimbangkan motif, cara, sarana, atau upaya
membunuh, serta akibat dan dampaknya suatu
pembunuhan bagi masyarakat.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ibu, ayah, atau anak†termasuk
ibu, ayah, atau anak tiri/angkat.
Pemberatan pidana dalam ketentuan ini didasarkan
pada pertimbangan adanya hubungan antara pelaku
Tindak Pidana dan korban, yang seharusnya pelaku
Tindak Pidana berkewajiban memberi perlindungan
kepada korban.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 465
Cukup jelas.
Pasal 466
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana
yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa
takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang
lain sudah dianggap suatu penderitaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kerena orang lain yang turut serta dalam
pembunuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak berada dalam kondisi psikologik
yang sama dengan kondisi seorang ibu yang
melakukan Tindak Pidana tersebut maka dalam
prinsip penyertaan tidak berlaku dalam ketentuan
ayat ini.
Pasal 467
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal
dengan euthanasia aktif.
Meskipun euthanasia aktif dilakukan atas permintaan
orang yang bersangkutan yang dinyatakan dengan
kesungguhan hati, namun perbuatan tersebut tetap
248
diancam dengan pidana. Hal ini berdasarkan suatu
pertimbangan karena perbuatan tersebut dinilai
bertentangan dengan moral agama. Di samping itu juga
untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki,
misalnya oleh pelaku Tindak Pidana justru diciptakan
suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul
permintaan untuk merampas nyawa dari yang
bersangkutan.
Ancaman pidana di sini tidak ditujukan terhadap
kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap
penghormatan kehidupan manusia pada umumnya,
meskipun dalam kondisi orang tersebut sangat menderita,
baik jasmani maupun rohani. Jadi motif pelaku tidak
relevan untuk dipertimbangkan dalam Tindak Pidana.
Pasal 468
Berdasarkan ketentuan ini maka apabila orang yang
didorong atau yang ditolong untuk bunuh diri tidak mati,
maka orang yang mendorong atau memberi pertolongan
tersebut tidak dikenakan pidana. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa bunuh diri itu sendiri bukanlah
suatu Tindak Pidana, karena itu percobaan untuk
melakukan bunuh diri juga tidak diancam dengan pidana.
Pasal 469
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan
seorang perempuan. Jika yang digugurkan adalah
kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam
pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk
menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk
mengugurkan atau mematikan kandungan perempuan itu.
Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang
ditimbulkan, yaitu gugur atau matinya kandungan itu.
Pasal 470
Cukup jelas.
Pasal 471
Ketentuan ini secara khusus mengancam pidana yang
lebih berat kepada pelaku yang mempunyai profesi sebagai
dokter, bidan, atau juru obat, mengingat profesi mereka
sedemikian mulia bagi kemanusian yang seharusnya tetap
dijaga untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Dokter
yang melakukan pengguguran kandungan karena alasan
media abortus provocatus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak
dikenakan pidana.
249
Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-
undangan†adalah peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan.
Pasal 472
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai
pengertian penganiayaan. Halini diserahkan kepada
penilaian hakim untuk memberikan interpretasi
te$rhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan
perkembangan nilai-nial sosial dan budaya serta
perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa
pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas
pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap
penderitaan fisik selalu diartikan sebagai
penganiayaan.
Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur
"dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur
dalam Pasal 40 dan Pasal 56 huruf j dalam rangka
pemberatan pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Pasal 473
Cukup jelas.
Cukup jelas
Pasal 474
Ayat (1)
Tindak Pidana penganiayaan dalam ketentuan ini
merupakan jenis penganiayaan berat, di samping
penganiayaan dalam arti umum dan penganiayaan
ringan. Batas dan ruang lingkup ketiga jenis
penganiayaan ini diserahkan kepada pertimbangan
hakim.
Ayat (2)
Pasal 475
Cukup jelas.
Cukup jelas.
Pasal 476
Cukup jelas.
250
Pasal 477
Cukup jelas.
Pasal 478
Cukup jelas.
Pasal 479
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, perkosaan tidak hanya
persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan
yang bertentangan dengan kehendak perempuan
tersebut, melainkan diperluas, termasuk laki-laki
memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau
mulut perempuan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “korban†adalah suami atau
istri.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Perbuatan pada ayat (4) dimaksudkan untuk atau
sebagai bagian dari kegiatan/ kekerasan seksual.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Pasal 480
Cukup jelas.
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai
pengertian kealpaan. Pada umumnya pengertian
kealpaan menunjukkan bahwa pelaku tidak
menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya,
yaitu kematian atau luka-luka. Namun, dalam
kejadian konkret terdapat kesulitan untuk
menentukan bahwa suatu perbuatan dapat disebut
dengan kealpaan. Misalnya seorang yang sedang
mengendarai kendaraan sedemikian rupa sehingga
membahayakan lalu lintas umum yang kemungkinan
besar menimbulkan korban.
Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut
pengertian kealpaan diserahkan kepada
pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian
terhadap kasus yang dihadapi.
251
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 481
Ayat (1)
Dari jabatan atau profesi tertentu diharapkan adanya
rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas atau
pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka.
Dengan perkataan lain, kealpaan harus dihindarkan
oleh orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan
secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika
terjadi suatu kealpaan maka ancaman pidananya
ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 482
Yang dimaksud dengan "mengambil" dalam ketentuan ini
adalah tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga
meliputi bentuk-bentuk perbuatan "mengambil" lainnya
secara fungsional (nonfisikh mengarah pada maksud
"memiliki barang orang lain secara melawan hukum".
Misalnya pencurian uang dengan cara mentransfer, atau
menggunakan tenaga listrik tanpa hak.
Yang dimaksud "memiliki" adalah mempunyai hak atas
barang tersebut.
Pasal 483
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Barang yang merupakan
sumber mata pencaharian atau sumber nafkah
utama seseorang†misalnya sepeda motor bagi
tukang ojek motor, mesin jahit bagi seorang penjahit
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
252
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 484
Tindak Pidana pencurian dalam ketentuan Pasal ini
dikualiffikasi sebagai pencurian dengan pemberatan.
Unsur pemberatnya ialah adanya kekerasan atau ancaman
kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian.
Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan
sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan.
Kekerasan menunjuk pada pengunaan kekuatan fisik, baik
dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat,
sedangkan ancaman kekerasan menunjukan keadaan
sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas,
atau khawatir pada orang yang diancam.
Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini tidak
perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik barang,
tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu
rumah tangga atau penjaga rumah.
Pasal 485
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur pencurian yang bersifat
khusus atau yang biasa dikenal dengan istilah
pencurian dikualifikasi.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "rumah" adalah setiap
bangunan atau tempat yang sengaja dibuat
atau digunakan untuk tempat kediaman atau
tempat tinggal.
Yang dimaksud dengan "pekarangan tertutup"
adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-
tanda batas tertentu, baik berupa tembok,
pagar, tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan,
saluran air, atau sungai.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 486
253
Cukup jelas.
Pasal 487
Cukup jelas.
Pasal 488
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana pemerasan.
Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan
fisik atau lahiriah, antara lain dengan todongan
senjata tajam atau senjata api.
Kekerasan atau ancaman kekerasan tidak harus
ditujukan pada orang yang diminta untuk
memberikan barang, membuat utang, atau
menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan
pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri
atau suami.
Pengertian "memaksa" meliputi pemaksaan yang
berhasil (misalnya barang diserahkan) maupun yang
gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak
berhasil atau gagal, pelaku Tindak Pidana tetap
dituntut berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini,
bukan dengan ketentuan mengenai percobaan.
Ayat (2)
Pasal 489
Cukup jelas.
Ayat (1)
Ketentuan dalam Pasal ini mengatur tentang Tindak
Pidana pengancaman.
Unsur utama Tindak Pidana dalam ketentuan ini
sama dengan Tindak Pidana pemerasan yaitu
memaksa orang supaya memberikan barang,
membuat pengakuan utang, atau menghapuskan
piutang. Perbedaannya terletak pada sarana
pemaksaan yang digunakan. Pada pemerasan,
paksaan lebih bersifat fisik dan lahiriah, sedangkan
pada Tindak Pidana pengancaman sarana
paksaannya lebih bersifat non-fisik atau batiniah
yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan baik
lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan
membuka rahasia.
Ancaman penistaan atau membuka rahasia tidak
harus berhubungan langsung dengan orang yang
diminta untuk memberikan barang, membuat utang,
atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang
lain, misalnya terhadap anak, istri, atau suami, yang
secara tidak langsung juga menyerang kehormatan
atau nama baik yang bersangkutan.
254
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 490
Cukup jelas
Pasal 491
Cukup jelas.
Pasal 492
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana penggelapan. Pada
Tindak Pidana penggelapan, barang yang bersangkutan
sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku Tindak Pidana.
Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut
belum berada di tangan pelaku Tindak Pidana. Saat
timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara
melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara
penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah
ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan
tersebut merupakan Tindak Pidana pencurian, sedang
pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah
barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah
berada di tangan pelaku. Unsur Tindak Pidana
penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai
barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena
Tindak Pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam
penguasaan pelaku Tindak Pidana sebagai jaminan utang
piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.
Pasal 493
Cukup jelas.
Pasal 494
Cukup jelas.
Pasal 495
Dalam ketentuan ini, penyerahan barang dilakukan secara
terpaksa, misalnya pada waktu terjadi bencana alam
seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain,
barang tersebut dititipkan untuk diselamatkan atau
karena tidak mampu mengurus sendiri barang tersebut,
sehingga perlu dititipkan pada pihak lain.
Pasal 496
Cukup jelas.
Pasal 497
Cukup jelas.
255
Pasal 498
Ketentuan dalam Pasal ini mengatur tentang Tindak
Pidana penipuan. Perbuatan materiil dari penipuan adalah
membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut
dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu barang,
membuat utang atau menghapus piutang. Dengan
demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak
dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai
dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan
sebagaimana dikehendaki pelaku.
Barang yang diberikan, tidak harus secara langsung
kepada pelaku Tindak Pidana tetapi dapat juga dilakukan
kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima
penyerahan itu.
Penipuan adalah Tindak Pidana terhadap harta benda.
Tempat Tindak Pidana adalah tempat pelaku melakukan
penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain.
Saat dilakukannya Tindak Pidana adalah saat pelaku
melakukan penipuan.
Barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku
sendiri, misalnya barang yang diberikan sebagai jaminan
utang bukan untuk kepentingan pelaku. Penghapusan
piutang tidak perlu dilakukan melalui cara-cara hapusnya
perikatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Juga termasuk misalnya perbuatan pelaku yang
menghentikan untuk sementara pencatat kilometer mobil
sewaannya, sehingga pemilik mobil memperhitungkan
jumlah uang sewaan yang lebih kecil daripada yang
sesungguhnya.
Ketentuan ini menyebut secara limitatif daya upaya yang
digunakan pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat
dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu,
penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian
kata-kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan
perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal,
sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang
diminta.
Pasal 499
Cukup jelas.
Pasal 500
Cukup jelas.
Pasal 501
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi
konsumen dari perbuatan curang dalam dunia
256
perdagangan yang dilakukan oleh penjual. Dalam dunia
perdagangan dapat terjadi penjual memberikan pengakuan
palsu tentang sifat atau keadaan barang yang dijualnya
atau tidak menyatakan dengan sebenarnya sifat atau
keadaan barang tersebut, sehingga konsumen membeli
suatu barang yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak
sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya.
Pasal 502
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi
seseorang dari kerugian ekonomis melalui pemberian jasa
kepada orang lain yang dilakukan akibat perbuatan curang
dari orang lain tersebut. Misalnya, seseorang secara
curang memanfaatkan kebaikan orang lain
mempergunakan nomor dan saluran telepon dan
membebankan biaya pembicaraan atau sambungan
teleponnya kepada pelanggan telepon.
Pasal 503
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi
perbuatan curang dalam dunia perdagangan yang
dilakukan oleh konsumen, dengan tidak membayar lunas
harga barang dibeli. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini, perbuatan konsumen tersebut dilakukan
secara berulang-ulang yang menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian atau
kebiasaannya. Dalam masyarakat, perbuatan konsumen
ini dikenal sebagai tindakan "mengemplang".
Pasal 504
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah
perbuatan curang dalam dunia asuransi yang dilakukan
oleh pihak tertanggung dalam pembuatan perjanjian
asuransi sehingga merugikan pihak penanggung asuransi.
Pasal 505
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan perbuatan
curang untuk memperoleh pembayaran uang asuransi.
Pasal 506
Cukup jelas.
Pasal 507
Yang dimaksud dengan “konosemen†dalam ketentuan ini
adalah surat yang diberi tanggal yang di dalamnya
diterangkan oleh pengangkut, bahwa pengangkut telah
menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk
mengangkut barang-barang tersebut ke tempat yang
257
ditunjuk, dan menyerahkannya kepada orang yang
ditunjuk, sesuai dengan persyaratan perjanjian
penyerahan barang.
Konosemen asli (lembar pertama) dalam ketentuan Pasal
ini merupakan surat berharga dan dapat diperjualbelikan,
sedangkan salinan atau lembaran lainnya tidak. Hanya
konosemen lembar pertama atau asli dapat ditukarkan
dengan jenis barang yang tercantum di dalamnya.
Berhubung konosemen asli merupakan suatu surat
berharga, maka konosemen asli itu dapat dibebani dengan
segala bentuk hak atas benda, seperti digadaikan, dijual,
dipinjamkan, atau ditukarkan. Salinan atau lembaran
lainnya yang bukan surat berharga tidak mempunyai nilai
sehingga jika dijual, pembelinya tidak akan menerima
barangnya dan perbuatan membebani salinan atau
lembaran lainnya dengan hak-hak atas benda merupakan
perbuatan penipuan.
Pasal 508
Cukup jelas.
Pasal 509
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan makanan,
minuman, atau obat dipalsu, jika nilai atau manfaatnya
menjadi berkurang akibat dicampur dengan bahan lain.
Pasal 510
Cukup jelas.
Pasal 511
Yang dimaksud dengan "batas pekarangan" adalah setiap
tanda yang dipergunakan untuk menunjukkan batas
suatu pekarangan, seperti tembok, pagar, patok,
tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan, saluran air, sungai,
atau pematang sawah dengan tujuan memisahkan suatu
bidang tanah milik seseorang dari bidang tanah milik
orang lain yang berdampingan.
Pasal 512
Yang dimaksud dengan “kabar bohong†adalah tidak hanya
pemberitahuan palsu tentang suatu fakta tetapi juga
pemberitahuan palsu tentang suatu keuntungan yang
dapat diharapkan.
Pasal 513
Cukup jelas.
Pasal 514
Cukup jelas.
258
Pasal 515
Cukup jelas.
Pasal 516
Cukup jelas.
Pasal 517
Cukup jelas.
Pasal 518
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan
"menarik barang dari harta benda milik perusahaan"
adalah setiap perbuatan untuk menempatkan barang di
luar jangkauan kurator sebelum atau pada waktu
dijatuhkannya kepailitan, termasuk mendiamkan piutang
perusahaan.
Yang dimaksud dengan "pailit" adalah sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di
bidang Kepailitan.
Pasal 519
Cukup jelas.
Pasal 520
Cukup jelas.
Pasal 521
Cukup jelas.
Pasal 522
Cukup jelas.
Pasal 523
Cukup jelas.
Pasal 524
Cukup jelas.
Pasal 525
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah
suatu persetujuan perdamaian dibuat karena pelaku
Tindak Pidana memperoleh keuntungan istimewa, padahal
menurut undang-undang, persetujuan tersebut kalau
sudah disahkan berlaku juga untuk kreditor yang semula
tidak menyetujuinya. Hal ini juga berlaku untuk pengurus
atau komisaris dari suatu korporasi.
259
Pasal 526
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan "barang"
adalah barang bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud. Hak menahan (hak retensi) timbul
berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu Pasal 1616 atau Pasal 1812 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata.
Pasal 527
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan
"menghancurkan" adalah membinasakan atau
merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi.
Yang dimaksud dengan "merusak" adalah membuat tidak
dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila
barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi.
Pasal 528
Yang termasuk dalam pengertian "bangunan untuk sarana
dan prasarana pelayanan umum" misalnya, bangunan
kereta api, bangunan listrik, bangunan telekomunikasi,
bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau
komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi,kereta api, bangunan listrik, bangunan telekomunikasi,
bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau
komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi,
bendungan, saluran gas, atau saluran air minum.
Pasal 529
Cukup jelas.
Pasal 530
Cukup jelas
Pasal 531
Cukup jelas
Pasal 532
Cukup jelas.
Pasal 533
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan
"Komandan Tentara Nasional Indonesia" adalah komandan
Angkatan Darat, Angkatan Laut, atau Angkatan Udara.
Pasal 534
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan Tindak
Pidana terhadap penyelenggaraan peradilan.
Pasal 535
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan
"menyalahgunakan kekuasaannya" adalah menggunakan
kekuasaan secara tidak sah. Sebagai contoh adalah
penyidik yang dalam melakukan penyidikan memaksa
260
tersangka untuk mengaku, atau memaksa saksi
memberikan keterangan menurut kemauan dari penyidik.
Memaksa dapat juga dilakukan secara fisik maupun secara
psikis dengan jalan menakut-nakuti supaya tertekan
jiwanya. Tetapi apabila yang diperiksa itu seorang saksi
yang memberikan keterangan yang nyata-nyata
bertentangan dengan kenyataan dan penyidik tersebut
memberikan peringatan keras atau menunjukkan akibat
yang tidak baik atas keterangan saksi yang bohong
tersebut, ketentuan ini tidak diterapkan.
Pasal 536
Ketentuan dalam Pasal ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal
dengan nama Torture. Tindak Pidana ini sudah menjadi salah
satu Tindak Pidana internasional melalui konvensi internasional
Convention against Torture and other Cruel, In Human or
Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.
Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah
meratifikasi konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1998, oleh karena itu perbuatan tersebut dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ini dikategorikan sebagai suatu
Tindak Pidana.
Yang dimaksud dengan “perbuatan yang dilarang†adalah suatu
perbuatan yang tidak manusiawi yang mengakibatkan
penderitaan berat bagi seseorang baik secara fisik maupun
mental, tidak termasuk penderitaan yang timbul sebagai
konsekuensi pelaksanaan pidana yang didasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 537
Cukup jelas.
Pasal 538
Yang dimaksud dengan “tidak memenuhi permintaan untuk
menyatakan†dalam ketentuan ini misalnya tidak
menindaklanjuti laporan atau informasi adanya seseorang yang
dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum
Pasal 539
Cukup jelas.
Pasal 540
Demi keamanan dan ketertiban, hal yang berkaitan dengan
terpidana atau orang yang ditahan harus berdasarkan
putusan atau surat perintah penahanan yang sah.
Demikian juga anak-anak yang dimasukkan dalam
Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau orang yang sakit
jiwa yang dimasukkan dalam rumah sakit jiwa harus
berdasarkan surat perintah yang sah.
261
Pasal 541
Dalam ketentuan Pasal ini dimaksudkan untuk
memberikan perlindungan terhadap hak asasi seseorang
atas rumah tinggalnya, yang merupakan hak pribadi
seseorang hingga harus dilindungi, tidak boleh dimasuki
orang lain tanpa izin dari penghuni rumah atau tanpa
memperhatikan cara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Demikian pula memasuki tempat
tertutup atau pekarangan tertutup yang dipakai orang.
Ketentuan ini dikenakan hanya terhadap pegawai negeri
dalam menjalankan tugasnya.
Ketentuan ini berlaku khusus bagi pegawai negeri dalam
melakukan penggeledahan rumah atau membaca atau
menyita surat dalam rangka penyidikan Tindak Pidana
tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 542
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi
rahasia surat-menyurat. Tidak termasuk Tindak
Pidana ini, apabila perbuatan itu dilakukan oleh
penyidik yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku memerlukan
surat-surat tersebut sebagai alat bukti dalam
rangka penyidikan Tindak Pidana.
Huruf b
Penyelenggara sistem elektronik adalah setiap orang,
penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat
yang menyediakan, mengelola, dan/atau
mengoperasikan sistem elektronik, baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada
pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya
dan/atau keperluan pihak lain.
Pasal 543
Cukup jelas.
Pasal 544
Pengertian "memberitahukan kepada orang lain berita
yang dipercayakan kepada kantor telegram atau kantor
telepon†termasuk pula memberi kesempatan kepada
orang lain ikut mendengarkan atau menyadap. Tidak
termasuk Tindak Pidana ini, apabila perbuatan tersebut
dilakukan karena terdapat kekeliruan atau ketidakjelasan
nama atau alamat penerima surat telegram yang ditulis
oleh pengirim.
262
Pasal 545
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "setiap orang yang
berwenang mengawinkan" adalah pejabat sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang
Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Pasal 546
Dalam ketentuan ini yang dimaksud “halangan yang
sah selain halangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1)†adalah sesuai dengan syarat-syarat
perkawinan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai
perkawinan.
Cukup jelas.
Pasal 547
Cukup jelas.
Pasal 548
Yang dimaksud dengan “perompakan†adalah perbuatan
kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap kapal lain
termasuk orang dan muatannya dengan maksud untuk dikuasai
atau dimiliki secara melawan hukum.
Kata “laut†dalam ketentuan ini mencakup laut wilayah negara
Republik Indonesia maupun laut bebas.
Pasal 549
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam Pasal 707, Pasal
739 sampai dengan Pasal 740 merupakan Tindak
Pidana internasional, berarti pelaku Tindak Pidana
tersebut dapat dituntut di negara manapun pelaku
ditemukan asal negara tersebut menganut asas
universalitas. Dengan demikian tidak dipersoalkan
kewarganegaraan pelaku, demikian juga locus delicti
dan nasionalitas kapal tersebut, karena Tindak
Pidana tersebut dianggap mengganggu ketertiban
dunia.
Dalam hal ini nakhoda atau pemimpin itu sendiri
tidak melakukan kejahatan perompakan atau
pembajakan, tetapi hanya menyerahkan kapal
kepada bajak laut, untuk dipergunakan membajak.
Meskipun merupakan Tindak Pidana yang berupa
membantu, namun dijadikan Tindak Pidana
tersendiri dengan pidana yang sama dengan Tindak
Pidana perompakan itu sendiri.
263
Apabila yang menyerahkan bukan nakhoda atau
pemimpin akan dipidana dengan pidana lebih
rendah.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini Orang atau Barang tidak harus
berada di atas kapal tapi bisa juga berada di pantai.
Pasal 550
Cukup jelas.
Pasal 551
Cukup jelas.
Pasal 552
Cukup jelas.
Pasal 553
Yang dimaksud dengan “Setiap orang yang berlayarâ€
adalah anak buah kapal dan penumpang.
Pasal 554
Yang dimaksud dengan "mengambil alih dari pemiliknya"
adalah mengambil kapal dari kekuasaan pemiliknya secara
tidak sah, misalnya dengan melarikan kapal tersebut dan
mempergunakannya untuk kepentingan diri sendiri.
Pasal 555
Yang dimaksud dengan “Surat keterangan Kapal†antara
lain surat, dokumen, dan warta kapal.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah dan
memberantas kecurangan terhadap surat keterangan
kapal yang dilakukan oleh nakhoda atau pemimpin kapal
atau awak kapal.
Pasal 556
Cukup jelas.
Pasal 557
Cukup jelas.
Pasal 558
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan mencegah
pembuatan laporan palsu untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain, misalnya seorang nakhoda kapal
dengan sengaja menenggelamkan kapalnya, tetapi dalam
laporannya dikatakan bahwa kapalnya telah mendapat
kecelakaan dan tenggelam, karena itu mereka mendapat
kesempatan untuk menerima pembayaran uang asuransi
bagi kapal dan/atau muatannya.
264
Pasal 559
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menjaga
keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran.
Pasal 560
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mengatur
mengenai pemberontakan di kapal, tetapi di sini dilakukan
oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu. Dalam
ketentuan ini juga ditentukan pemberatan pidana,
mengingat akibat yang ditimbulkan dan perbuatan
tersebut dilakukan bersama-sama.
Pasal 561
Cukup jelas.
Pasal 562
Cukup jelas.
Pasal 563
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "perwira
kapal" antara lain mualim dan dokter kapal.
Pasal 564
Cukup jelas.
Pasal 565
Cukup jelas.
Pasal 566
Cukup jelas.
Pasal 567
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "mengubah
haluan kapal" adalah mengubah tujuan perjalanan atau
menyinggahi pelabuhan yang tidak termasuk rencana
pelayaran semula, atau tidak langsung menuju pelabuhan
yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pelabuhan
tujuan.
Pasal 568
Dalam ketentuan ini, kapal dapat diambil alih, dihentikan,
atau ditahan oleh pejabat yang berwenang setempat,
apabila melanggar ketentuan blokade, peraturan
karantina, atau membawa barang terlarang
(penyelundupan).
265
Pasal 569
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "tidak
memberi sesuatu yang wajib diberikan" misalnya
memberikan makanan atau ransum kepada orang yang
berlayar.
Pasal 570
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "keadaan
terpaksa" adalah sesuatu keadaan yang sedemikian rupa
sehingga nakhoda atau pemimpin kapal terpaksa
melakukan suatu tindakan untuk menjaga keselamatan
pelayaran, misalnya karena kelebihan muatan yaitu untuk
menjaga jangan sampai kapal tenggelam atau karena
penyakit menular.
Pasal 571
Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan sebagai usaha
untuk mencegah penyalahgunaan bendera Indonesia.
Pasal 572
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kapal
pemerintah selain kapal perang yang bertugas dalam
bidang keamanan dan ketertiban di laut" antara lain kapal
polisi perairan dan kapal Bea dan Cukai.
Pasal 573
Ketentuan dalam Pasal ini berkaitan dengan adanya suatu
kewajiban untuk melakukan pencatatan setiap kelahiran
atau kematian. Hal ini untuk kepentingan administrasi
kependudukan. Apabila kelahiran atau kematian terjadi di
laut kewajiban melakukan pencatatan dibebankan kepada
nakhoda kapal.
Pasal 574
Perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini dapat
dikatakan merupakan perbuatan yang menghambat
penegakan hukum.
Pasal 575
Cukup jelas.
Pasal 576
Cukup jelas
Pasal 577
Cukup jelas.
266
Pasal 578
Dalam ketentuan ini yang tanda pengenal untuk kapal
rumah sakit atau sekoci misalnya tanda palang merah.
Maksud pemakaian tanda tersebut untuk melindungi
kapal atau sekoci rumah sakit dari serangan.
Pasal 579
Cukup jelas.
Pasal 580
Cukup jelas.
Pasal 581
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan
"bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara" adalah
fasilitas atau instalasi penerbangan yang digunakan untuk
keamanan dan pengaturan lalu lintas udara seperti
terminal, bangunan, menara, dan, landasan.
Tindak Pidana Penerbangan dalam Bab ini hanya dapat
menjadi Tindak Pidana Terorisme apabila ada tujuan
untuk melakukan Tindak Pidana terorisme sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai
terorisme.
Pasal 582
Cukup jelas.
Pasal 583
Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan "tanda
atau alat untuk pengamanan penerbangan" adalah
fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi
pesawat agar dapat mendarat atau tinggal landassecara
aman, seperti tanda atau alat landasan termasuk garis di
tengah landasan, tanda penunjuk atau koordinat
landasan, tanda ujung landasan dan tanda adanya
rintangan landasan termasuk lampu tanda pemancar
radio, lampu tanda menara lalu lintas udara, dan lampu
tanda gedung stasiun udara, dan lain sebagainya.
Pengertian "memasang tanda atau alat yang keliru" dapat
juga berarti secara sengaja dan melawan hukum
memasang secara keliru alat atau tanda yang benar.
Pesawat udara yang dimaksud dalam ketentuan Pasal ini
adalah pesawat udara yang berada di darat, yaitu tidak
dalam penerbangan atau masih dalam persiapan oleh
awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan
tertentu.
Pasal 584
Cukup jelas.
267
Pasal 585
Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini juga merupakan
pembajakan udara sebagaimana diatur dalam Konvensi
Internasional tentang The Suppression of Unlawful Seizure
of Aircraft yang diadakan di Den Haag-Belanda tahun
1970.
Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976 sehingga sebagai
negara peserta harus memenuhi kewajiban yang diatur
dalam Pasal 2 Konvensi, yaitu bahwa setiap negara peserta
konvensi wajib memidana perbuatan pembajakan udara
dengan pidana yang berat. Tindak Pidana tersebut
merupakan Tindak Pidana internasional yang berarti
bahwa setiap negara (peserta konvensi) mempunyai
jurisdiksi kriminal terhadap setiap pembajak udara,
dengan tidak memandang nasionalitas pelaku maupun
pesawat udara serta tempat (negara) terjadinya
pembajakan. Ini berarti bahwa apabila pelaku pembajakan
udara tersebut diketemukan di Indonesia, maka Indonesia
berwenang menuntutnya. Oleh karena itu, Indonesia juga
wajib membuat ketentuan pidana untuk Tindak Pidana ini.
Berbeda dengan pembajakan udara yang diatur dalam
Pasal 644, dalam ketentuan Pasal ini perbuatan merampas
atau mempertahankan perampasan dilakukan dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan dalam bentuk
apapun, sehingga pilot berada dalam keadaan daya paksa
dan tak bisa berbuat lain kecuali menyerahkan
pengemudian pesawat udara.
Pasal 586
Perbuatan kekerasan dalam ketentuan Pasal ini
merupakan Tindak Pidana yang wajib dilarang oleh negara
peserta Konvensi Internasional mengenai The Suppression
of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviationyang
diadakan di Montreal-Kanada pada tahun 1971, sebagai
pelengkap Konvensi Den Haag tahun 1970.
Pasal 587
Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini lazim dikenal
dengan pembajakan udara. Dalam ketentuan ini
perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan
tersebut dilakukan dengan jalan melawan hukum,
misalnya menipu atau menyuap, sehingga pilot dengan
sukarela menyerahkan pengemudian pesawat udara yang
sedang dalam penerbangan.
Pasal 588
Cukup jelas.
268
Pasal 589
Cukup jelas.
Pasal 590
Cukup jelas.
Pasal 591
Cukup jelas.
Pasal 592
Cukup jelas.
Pasal 593
Cukup jelas.
Pasal 594
Cukup jelas.
Pasal 595
Ketentuan yang diatur dalam Pasal ini adalah tindakan
berupa pemberitahuan palsu, misalnya melalui telepon
atau alat komunikasi lainnya tentang adanya bom dalam
pesawat udara. Dengan pemberitahuan palsu tersebut,
yang dikenal dengan istilah bomb hoax, sudah dapat
menimbulkan kepanikan bagi awak serta penumpang yang
dapat menyebabkan bahaya bagi pesawat udara.
Pasal 596
Cukup jelas.
Pasal 597
Cukup jelas.
Pasal 598
Tindak Pidana khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah Tindak Pidana yang memenuhi kriteria:
dampak viktimisasinya besar:
sering bersifat transnasional terorganisasi,
pengaturan acara pidananya bersifat khusus,
sering menyimpang dari asas-asas umum hukum pidana
materiil:
e. adanya lembaga-lembaga pendukung penegakan hukum
yang bersifat khusus dengan kewenangan khusus,
didukung oleh konvensi internasional,
. merupakan perbuatan yang sangat jahat dan tercela dan
sangat dikutuk oleh masyarakat,
Ap rp
ra 5
269
h. masih bersifat dinamis, tidak stabil, dan berubah-ubah
(mengikuti perkembangan atau dinamika
hukum/masyarakat), dan
i. berkaitan dengan pertanggungjawaban korporasi dalam
hukum pidana.
Tindak pidana tersebut meliputi:
Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia
Tindak Pidana Terorisme
Tindak Pidana Korupsi
Tindak Pidana Pencucian Uang
Tindak Pidana Narkotika
NP ONH
Pasal 599
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kekerasan seksual yang
setara†adalah perbuatan untuk melakukan
pemaksaan seksual yang serius sebagai bentuk
kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pasal 600
Cukup jelas.
Pasal 601
Cukup jelas.
Pasal 602
Cukup jelas.
Pasal 603
Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negaraâ€
adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga negara
audit keuangan.
Pasal 604
Cukup jelas.
Pasal 605
Cukup jelas.
Pasal 606
Cukup jelas.
270
Pasal 607
Cukup jelas.
Pasal 608
Cukup jelas.
Pasal 609
Cukup jelas.
Pasal 610
Cukup jelas.
Pasal 611
Cukup jelas.
Pasal 612
Cukup jelas.
Pasal 613
Cukup jelas.
Pasal 614
Cukup jelas.
Pasal 615
Cukup jelas.
Pasal 616
Cukup jelas.
Pasal 617
Dalam ketentuan ini, penyesuaian ketentuan pidana tidak
termasuk bagi ancaman pidana denda yang diatur dalam
Undang-Undang pidana administratif.
Lihat penjelasan Pasal 187.
Pasal 618
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimasud dengan “aparatur sipil negara†adalah
profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja
pada instansi pemerintah.
271
Pasal 619
Cukup jelas.
Pasal 620
Cukup jelas
Pasal 621
Cukup jelas
Pasal 622
Cukup jelas
Pasal 623
Cukup jelas.
Pasal 624
Yang dimaksud dengan “dilaksanakan oleh lembaga
penegak hukum†dalam ketentuan ini, misalnya, lembaga
yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana
narkotika, selain menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang mengenai narkotika, juga
menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Demikian juga lembaga yang menyelenggarakan
pemberantasan Tindak Pidana korupsi, selain menangani
Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang
mengenai pemberantasan Tindak Pidana korupsi, juga
menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 625
Cukup jelas.
Pasal 626
Cukup jelas.
Pasal 627
Cukup jelas.
Pasal 628
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...TAHUN
272