Draft RKUHP (Part 2: Pasal 358 - Selesai)

 







Selasa, 19 Juli 2022

Faktakini.info 

RANCANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA


Pasal 358

Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357 dilakukan

secara bersama-sama dan bersekutu, pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).


Paragraf 2

Pengabaian terhadap Perintah Pejabat yang Berwenang




Pasal 359

Setiap Orang yang tidak menurut perintah atau petunjuk Pejabat yang

berwenang yang diberikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan

menghindarkan kemacetan lalu lintas umum sewaktu ada pesta, pawai, atau

keramaian semacam itu dipidana dengan pidana denda paling banyak

kategori II.


Pasal 360


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:


85

a. tidak menaati perintah atau permintaan seorang Pejabat yang

berwenang yang ditugaskan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk mengawasi sesuatu atau

yang ditugaskan atau diberi wewenang untuk menyidik atau memeriksa

Tindak Pidana, atau


b. mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan tindakan untuk

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan

oleh seorang Pejabat yang berwenang.


Pasal 361

Setiap Orang yang berkerumun atau berkelompok yang dapat menimbulkan

kekacauan dan tidak pergi sesudah diperintahkan sampai 3 (tiga) kali oleh

Pejabat yang berwenang atau atas namanya dipidana dengan pidana denda

paling banyak kategori II.


Pasal 362

Setiap Orang yang mempergunakan suatu hak, yang diketahuinya bahwa

hak tersebut telah dicabut berdasarkan putusan pengadilan dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling

banyak kategori II.


Pasal 363


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang


tanpa alasan yang sah tidak datang menghadap atau dalam hal yang


diizinkan tidak meminta wakilnya menghadap, jika:


a. dipanggil di muka Balai Harta Peninggalan atau atas permintaan Balai

Harta Peninggalan tersebut atau di muka Pejabat yang berwenang untuk

didengar dalam perkara orang yang akan ditaruh atau yang sudah

ditaruh di bawah pengampuan, atau


b. dipanggil di muka Pejabat yang berwenang untuk didengar dalam

perkara orang yang belum dewasa.


Pasal 364


(l) Setiap Orang yang pada waktu ada bahaya bagi keamanan umum

terhadap orang atau Barang atau pada waktu orang tertangkap tangan

melakukan Tindak Pidana, menolak memberikan pertolongan yang

diminta oleh Pejabat yang berwenang, padahal pertolongan tersebut

dapat diberikan tanpa membahayakan dirinya secara langsung dipidana

dengan pidana denda paling banyak kategori II.


(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku

bagi orang yang menolak permintaaan pertolongan pada saat orang

tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana karena hendak

menghindarkan dirinya dari bahaya penuntutan merupakan salah

seorang keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau derajat

kedua atau ketiga garis lurus ke samping atau dari suami atau istri,

atau bekas suami atau istrinya.


36

Paragraf 3

Pengabaian terhadap Wajib Bela Negara


Pasal 365

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:


a. membuat dirinya atau meminta orang lain membuat dirinya tidak

mampu untuk memenuhi kewajiban bela negara sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang, atau


b. atas permintaan orang lain membuat orang lain tersebut tidak

mampu memenuhi kewajiban bela negara sesuai dengan ketentuan

yang diatur dalam Undang-Undang.


(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

mengakibatkan kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama


5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


Paragraf 4

Perusakan Maklumat Negara


Pasal 366

Setiap Orang yang secara melawan hukum merobek, membuat tidak dapat

dibaca, atau merusak maklumat yang diumumkan atas nama Pejabat yang

berwenang atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dengan maksud untuk mencegah atau menyulitkan orang

mengetahui isi maklumat tersebut dipidana dengan pidana denda paling

banyak kategori II.


Paragraf 5

Laporan atau Pengaduan Palsu


Pasal 367

Setiap Orang yang melaporkan atau mengadukan kepada Pejabat yang

berwenang bahwa telah terjadi suatu Tindak Pidana, padahal diketahui

bahwa Tindak Pidana tersebut tidak terjadi dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.


Paragraf 6

Penggunaan Kepangkatan, Gelar, dan Tanda Kebesaran


Pasal 368

Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kepangkatan

yang bukan haknya, melakukan perbuatan jabatan yang tidak dijabatnya,

atau melakukan perbuatan jabatan yang sementara dihentikan baginya

dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori III.


87

Pasal 369

Setiap Orang yang secara melawan hukum mengenakan tanda kebesaran

yang berhubungan dengan pangkat, jabatan, atau gelar yang bukan haknya

dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.


Paragraf 7

Perusakan Bukti Surat untuk Kepentingan Jabatan Umum


Pasal 370


(l) Setiap orang yang secara melawan hukum memecahkan, meniadakan,

atau merusak segel yang ditempatkan pada barang yang disegel oleh

atau atas nama Pejabat yang berwenang atau dengan cara lain

menggagalkan penutupan segel dari barang yang akan disegel dipidana

dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau

pidana denda paling banyak kategori III.


(2) Penyimpan barang yang disegel yang melakukan, membiarkan

dilakukan, atau membantu melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

(tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori

IV.


(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi karena

kealpaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori III.


Pasal 371


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang merusak,


menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai lagi, atau menghilangkan:


a. barang yang digunakan untuk meyakinkan atau dijadikan bukti bagi

Pejabat yang berwenang, atau


b. akta, Surat atau register yang secara tetap atau untuk sementara waktu

disimpan atas perintah Pejabat yang berwenang atau yang diserahkan

kepada Pejabat atau kepada orang lain untuk kepentingan jabatan

umum.


Pasal 372

Setiap Orang yang secara melawan hukum berbuat sesuatu sehingga Surat

atau barang tidak sampai ke alamat, membuka atau merusak Surat atau

barang lain yang telah diserahkan kepada penyelenggara pos, telah

dimasukkan ke dalam kotak pos, atau diserahkan kepada pengantar Surat

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 9 (sembilan)

bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.


38

Pasal 373

Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 293 dan Pasal 370 sampai dengan Pasal 372 Masuk ke tempat

terjadinya Tindak Pidana atau dapat mencapai benda tersebut dengan cara

membongkar, merusak, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, berdasarkan

perintah palsu atau karena memakai pakaian dinas palsu dipidana paling

lama 2 (dua) kali lipat dari pidana yang diancamkan.


Bagian Ketiga

Penganjuran Disersi, Pemberontakan, dan Pembangkangan

Tentara Nasional Indonesia


Pasal 374

Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan anggota Tentara Nasional

Indonesia yang sedang dalam dinas aktif untuk melarikan diri atau dengan

salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 memudahkan

pelarian dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau

pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 375

Setiap Orang yang dalam masa damai, dengan salah satu cara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 20 huruf b menganjurkan supaya terjadi huru-hara

atau pemberontakan di kalangan Tentara Nasional Indonesia, atau dengan

salah satu cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 memudahkan

huru-hara atau pemberontakan dipidana dengan pidana penjara paling lama

6 (enam) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori V.


Bagian Keempat

Penyalahgunaan Surat Pengangkutan Ternak


Pasal 376

Setiap Orang yang dalam pengangkutan Ternak diwajibkan memakai surat

jalan dengan memakai surat jalan yang diberikan untuk Ternak lain dipidana

dengan pidana denda paling banyak kategori II.


Bagian Kelima

Tindak Pidana Irigasi


Pasal 377

Setiap Orang yang melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Pejabat yang

berwenang dan yang telah diumumkan tentang pemakaian dan pembagian

air dari bangunan pengairan atau bangunan irigasi bagi kepentingan umum

dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.


39

Bagian Keenam

Penggandaan Surat Resmi Negara Tanpa Izin


Pasal 378


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana


denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat


yang berwenang:


a. membuat salinan atau mengambil petikan dari Surat resmi negara

atau badan pemerintah, yang diperintahkan oleh kekuasaan umum

untuk dirahasiakan:


b. mengumumkan seluruh atau sebagian Surat sebagaimana

dimaksud pada huruf a, atau


Cc. mengumumkan keterangan yang tercantum dalam Surat

sebagaimana dimaksud pada huruf a, padahal diketahui atau patut

diduga keterangan tersebut harus dirahasiakan.


Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat


dipidana, jika perintah untuk merahasiakan diberikan nyata-nyata


karena alasan lain yang bukan kepentingan dinas atau kepentingan

umum.


BAB X

TINDAK PIDANA KETERANGAN PALSU DI ATAS SUMPAH

Pasal 379

Setiap Orang yang berdasarkan ketentuan peraturan


perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah

atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan

keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan,

olehnya sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Disamakan dengan sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah janji atau pernyataan yang menguatkan yang diharuskan

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

atau yang menjadi pengganti sumpah.


Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.


BAB XI

TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DAN UANG KERTAS


Pasal 380


Setiap Orang yang memalsu atau meniru mata uang atau uang kertas yang

dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan

atau meminta mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu dipidana

dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori VI.


90

Pasal 381


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau


pidana denda paling banyak kategori VII, Setiap Orang yang:


a. mengedarkan dan/atau membelanjakan mata uang atau uang kertas

yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang

kertas yang asli dan tidak dipalsu padahal ditiru atau dipalsu olehnya

sendiri atau yang pada waktu diterimanya diketahui palsu atau dipalsu,

atau


b. menyimpan, membawa, atau memasukkan ke wilayah atau

mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mata

uang atau uang kertas yang palsu atau dipalsu,

atau


b. menyimpan, membawa, atau memasukkan ke wilayah atau

mengeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mata

uang atau uang kertas yang palsu atau dipalsukan dengan maksud


untuk mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai uang asli atau

tidak dipalsu.


Pasal 382

Setiap Orang yang mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk

mengedarkan atau meminta mengedarkan mata uang yang dikurangi

nilainya dipidana karena merusak mata uang, dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.


Pasal 383


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang:


a. mengedarkan mata uang yang nilainya dikurangi atau mengedarkan

mata uang yang pada waktu diterimanya diketahui bahwa mata uang

tersebut rusak sebagai mata uang yang tidak rusak, atau


b. menyimpan, memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia mata uang sebagaimana dimaksud pada huruf a, dengan

maksud mengedarkan atau meminta mengedarkan sebagai mata uang

yang tidak rusak.


Pasal 384

Setiap Orang yang menerima mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan

oleh negara atau bank yang kemudian diketahui tidak asli, dipalsu atau

dirusak, namun tetap mengedarkannya, kecuali yang ditentukan dalam

Pasal 395 dan Pasal 397 dipidana dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 385

Setiap Orang yang menjual, membeli, mendistribusikan, membuat, atau

mempunyai persediaan bahan atau benda yang diketahuinya digunakan atau

akan digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang,

atau untuk meniru, atau memalsu uang kertas yang dikeluarkan oleh negara

atau bank dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 386


(1) Setiap Orang yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menyimpan atau

memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia


91

keping-keping atau lembaran perak, baik yang ada cap maupun tidak,

atau yang setelah dikerjakan sedikit dapat dianggap sebagai mata uang,

padahal nyata-nyata tidak digunakan sebagai perhiasan atau tanda

peringatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori III.


Setiap Orang yang membuat, mengedarkan, atau menyediakan untuk

dijual atau diedarkan, atau membawa Masuk ke wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia Barang cetakan, potongan logam atau

benda lain yang menyerupai uang kertas atau uang kertas bank atau

mata uang, atau yang menyerupai emas atau perak yang memakai cap

negara, menyerupai meterai, atau pos segel dipidana dengan pidana

denda paling banyak kategori II.


Pasal 387


Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 380 sampai dengan

Pasal 383 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c,

dan/atau huruf d.


Mata uang yang palsu, dipalsu atau dirusak, uang kertas negara atau

bank yang palsu atau dipalsu, bahan-bahan atau benda-benda yang

menurut sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi

nilai mata uang atau uang kertas yang digunakan untuk melakukan

Tindak Pidana atau menjadi pokok dalam Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dirampas untuk negara atau dirampas untuk

dimusnahkan.


BAB XII

TINDAK PIDANA PEMALSUAN METERAI,

CAP NEGARA, DAN TERA NEGARA


Bagian Kesatu

Pemalsuan Meterai


Pasal 388


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a.


meniru atau memalsu meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Republik Indonesia dengan maksud untuk memakai atau meminta

orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu,

atau sah: atau


dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf a,


membuat meterai dengan menggunakan cap asli secara melawan

hukum.


Pasal 389


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:


a.


menghilangkan tanda yang gunanya untuk menunjukkan suatu meterai

tidak dapat dipakai lagi pada meterai Pemerintah Republik Indonesia


92

yang telah dipakai dengan maksud untuk memakai atau meminta orang

lain memakainya seolah-olah meterai tersebut belum dipakai,


dengan maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf a,

menghilangkan tanda tangan, ciri, atau tanda saat dipakainya meterai

pemerintah Republik Indonesia yang telah dipakai sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus

dibubuhkan di atas atau pada meterai tersebut, atau


memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan

untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia meterai yang tandanya, tanda tangannya, ciri, atau tanggal

dipakainya dihilangkan, seolah-olah meterai tersebut belum dipakai.


Bagian Kedua

Pemalsuan dan Penggunaan Cap Negara, dan Tera Negara


Pasal 390


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau


pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a.  membubuhi barang-barang emas atau perak dengan cap negara

yang palsu menurut Undang-Undang atau memalsu cap negara

dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain

memakai, seolah-olah cap tersebut asli atau tidak dipalsu,


b. membubuhkan cap negara pada Barang emas atau perak dengan

menggunakan cap asli secara melawan hukum dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai, atau


Cc. memberi, menambah atau memindahkan cap negara yang asli

menurut undang-undang pada barang emas atau perak yang lain

daripada yang semula dibubuhi cap, dengan maksud untuk

memakai atau meminta orang lain memakai, seolah-olah cap

tersebut sejak semula sudah ada pada barang emas atau perak.


Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana


tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.


Pasal 391


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau


pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a.  membubuhi Barang yang wajib ditera atau atas permintaan yang

berkepentingan diizinkan untuk ditera atau ditera lagi dengan

tanda tera Republik Indonesia yang palsu,


b. memalsu tanda tera asli dengan maksud untuk memakai atau

meminta orang lain memakai Barang tersebut seolah-olah tanda

teranya asli atau tidak dipalsu,


Cc. secara melawan hukum membubuhi tanda tera pada Barang

sebagaimana dimaksud pada huruf a dengan cap yang asli dengan

maksud yang sama sebagaimana dimaksud pada huruf b, atau


d. memberi, menambah, atau memindahkan tanda tera Republik

Indonesia yang asli pada barang lain dari yang semula dibubuhi

tanda tera tersebut, dengan maksud memakai atau meminta orang


93

lain memakai seolah-olah tanda tera tersebut sejak semula sudah

ada pada barang tersebut.

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.


Pasal 392

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam)

bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:

a. memalsu ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan

setelah dibubuhi tanda tera, dengan maksud untuk memakai atau

meminta orang lain memakai seolah-olah asli atau tidak dipalsu,

atau

b. memakai ukuran, takaran, anak timbangan, atau timbangan yang

dipalsu, seolah-olah asli atau tidak dipalsu.

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.


Pasal 393


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:


a. menghilangkan tanda batal pada Barang yang ditera, dengan

maksud hendak memakai Barang tersebut seolah-olah masih dapat

dipakai, atau


b. memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan atau mempunyai

persediaan untuk dijual, suatu barang yang dihilangkan tanda

batal seolah-olah barang tersebut masih dapat dipakai.


Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana


tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c.


Pasal 394


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau


pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a. membubuhi cap atau tanda lain selain sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 390 dan Pasal 391, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan harus atau boleh dibubuhkan pada barang

atau bungkusnya secara palsu atau memalsukan cap atau tanda

lain yang asli dengan maksud untuk memakai atau meminta orang

lain memakai barang tersebut seolah-olah cap atau tanda lain

tersebut asli atau tidak dipalsu,


b. membubuhi cap atau tanda lain pada Barang atau bungkusnya

dengan memakai cap yang asli secara melawan hukum dengan

maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai barang

tersebut: atau


Cc. memakai cap atau tanda lain asli untuk Barang atau bungkusnya,

padahal cap atau tanda lain tersebut bukan untuk Barang atau


94

bungkus tersebut, dengan maksud untuk memakainya seolah-olah

cap atau tanda lain tersebut ditentukan untuk Barang itu.

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pembayaran ganti kerugian sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 ayat (1) huruf d.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dituntut

kecuali atas dasar pengaduan pihak yang mereknya dipalsukan.


Bagian Ketiga

Pengedaran Meterai, Cap, atau Tanda yang Dipalsu


Pasal 395


Dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388, Pasal 390,

Pasal 391, dan Pasal 394 menurut perbedaan yang ditentukan dalam

pasal-pasal tersebut, Setiap Orang yang memakai, menjual, menawarkan,

menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia:


a.


meterai, cap, atau tanda yang tidak asli, dipalsu atau dibuat secara

melawan hukum seolah-olah asli, tidak dipalsu, dan dibuat secara tidak

melawan hukum: atau


Barang yang dibubuhi meterai, cap, atau tanda sebagaimana dimaksud

pada huruf a, seolah-olah Barang tersebut asli, tidak dipalsu dan dibuat

secara tidak melawan hukum.


Pasal 396


Setiap Orang yang menyimpan bahan atau benda yang diketahui

digunakan atau akan digunakan untuk melakukan salah satu Tindak

Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling

banyak kategori IV.


Bahan atau benda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk

negara atau dirampas untuk dimusnahkan.


BAB XIII

TINDAK PIDANA PEMALSUAN SURAT


Bagian Kesatu

Pemalsuan Surat


Pasal 397


Setiap Orang yang membuat secara tidak benar atau memalsu Surat

yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud

untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan

seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, jika penggunaan Surat

tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana karena pemalsuan

Surat, dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori VI.


95

Setiap Orang yang menggunakan Surat yang isinya tidak benar atau

yang dipalsu, seolah-olah benar atau tidak dipalsu, jika penggunaan

Surat tersebut dapat menimbulkan kerugian dipidana dengan pidana

yang sama dengan ayat (1).


Pasal 398


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap


Orang yang melakukan pemalsuan Surat terhadap:


a. akta otentik,


b. surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya

atau dari suatu lembaga umum,


c. saham, surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu

perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan,


d. talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu Surat

sebagaimana dimaksud pada huruf b dan huruf c atau tanda bukti

yang dikeluarkan sebagai pengganti Surat tersebut,


e. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan guna

diedarkan,


f. Surat keterangan mengenai hak atas tanah, atau


g. surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan.


Setiap Orang yang menggunakan Surat sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) yang isinya tidak benar atau dipalsu, seolah-olah benar atau


tidak dipalsu, jika penggunaan Surat tersebut dapat menimbulkan

kerugian dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud


pada ayat (1).


Pasal 399

Setiap Orang yang menyimpan bahan atau alat yang diketahui

digunakan untuk melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 398 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Bahan dan alat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirampas untuk

negara atau dirampas untuk dimusnahkan.


Bagian Kedua

Keterangan Palsu dalam Akta Otentik


Pasal 400


Setiap Orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam

suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya

dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau

meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai

dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan

kerugian dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori VI.


96

Bagian Ketiga

Pemalsuan terhadap Surat Keterangan


Pasal 401

Dokter yang memberi surat keterangan tentang keadaan kesehatan atau

kematian seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori IV.

Jika keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan

maksud untuk memasukkan atau menahan seseorang ke dalam rumah

sakit jiwa dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori VI.

Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga

bagi Setiap Orang yang menggunakan surat keterangan palsu tersebut

seolah-olah isinya sesuai dengan yang sebenarnya.


Pasal 402


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan

atau pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a.


membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan dokter

tentang ada atau tidak ada penyakit, kelemahan, atau cacat, dengan

maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung

asuransi, atau


mempergunakan surat keterangan dokter yang tidak benar atau

dipalsu, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak palsu dengan

maksud untuk menyesatkan Pejabat yang berwenang atau penanggung

asuransi.


Pasal 403


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) atau

pidana denda paling banyak kategori III, Setiap Orang yang:


a.


membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan tidak

pernah terlibat Tindak Pidana, kecakapan, tidak mampu secara

finansial, kecacatan, atau keadaan lain, dengan maksud untuk

mempergunakan atau meminta orang lain menggunakannya supaya

diterima dalam pekerjaan atau supaya menimbulkan iba dan

pertolongan, atau


menggunakan surat keterangan yang tidak benar atau palsu

sebagaimana dimaksud pada huruf a, seolah-olah surat tersebut benar

atau tidak palsu.


Pasal 404


Setiap Orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun


atau pidana denda paling banyak kategori V, jika:


a. membuat secara tidak benar atau memalsu paspor, surat

perjalanan laksana paspor, atau Surat yang diberikan menurut

ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada orang

asing untuk Masuk dan menetap di Indonesia, atau


97

b. meminta untuk memberi Surat serupa atas nama palsu atau nama

kecil yang palsu atau dengan menunjuk kepada keadaan palsu,


dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain


menggunakannya seolah-olah benar atau tidak palsu.



(2) Setiap Orang yang menggunakan Surat yang tidak benar atau yang

dipalsu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seolah-olah benar dan

tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran

dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat


(1).


Pasal 405


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:


a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat pengantar bagi hewan

atau Ternak, atau memerintahkan untuk memberi Surat serupa atas

nama palsu atau menunjuk kepada keadaan palsu, dengan maksud

untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan Surat

tersebut seolah-olah benar dan tidak palsu, atau


b. menggunakan Surat yang tidak benar atau dipalsu sebagaimana

dimaksud pada huruf a, seolah-olah surat tersebut benar atau tidak

palsu.


Pasal 406


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:


a. membuat secara tidak benar atau memalsu surat keterangan seorang

Pejabat yang berwenang membuat keterangan tentang hak milik atau

hak lainnya atas suatu benda, dengan maksud untuk memudahkan

pengalihan atau penjaminan atau untuk menyesatkan Pejabat penegak

hukum tentang asal benda tersebut, atau


b. menggunakan surat keterangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

seolah-olah Surat tersebut benar atau tidak palsu.


BAB XIV

TINDAK PIDANA TERHADAP ASAL-USUL DAN PERKAWINAN


Pasal 407

Setiap Orang yang menggelapkan asal-usul orang dipidana karena

penggelapan asal usul dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 408

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam)

bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:

a. melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan

atau perkawinan-perkawinannya yang ada menjadi penghalang

yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut, atau

b. melangsungkan perkawinan, padahal diketahui bahwa perkawinan

atau perkawinan-perkawinan dari pihak lain menjadi penghalang

yang sah untuk melangsungkan perkawinan tersebut.


98

(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

menyembunyikan kepada pihak yang lain bahwa perkawinan atau

perkawinan-perkawinannya yang ada menjadi penghalang yang sah

untuk melangsungkan perkawinan tersebut dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


Pasal 409

Setiap Orang yang melangsungkan perkawinan dan tidak memberitahukan

kepada pihak lain bahwa baginya ada penghalang yang sah, dan berdasarkan

penghalang tersebut perkawinan kemudian dinyatakan tidak sah dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling

banyak kategori IV.


Pasal 410

Setiap Orang yang tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melaporkan kepada

Pejabat yang berwenang tentang kelahiran, perkawinan, perceraian, atau

kematian dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 411

Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 409 dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86

huruf d dan/atau huruf e.


BAB XV

TINDAK PIDANA KESUSILAAN


Bagian Kesatu

Kesusilaan di Muka Umum


Pasal 412

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. melanggar kesusilaan di muka umum, atau

b. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan

orang yang hadir tersebut.


Bagian Kedua


Pornografi


Pasal 413

(l) Setiap Orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak,

menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,


mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau


99

menyediakan Pornografi dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.


(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipidana jika

merupakan karya seni, budaya, olahraga, kesehatan, dan/atau ilmu


pengetahuan.

Bagian Ketiga

Mempertunjukkan Alat Pencegah Kehamilan dan Alat Pengguguran

Kandungan

Pasal 414


Setiap Orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan,

menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat

pencegah kehamilan kepada Anak dipidana dengan pidana denda paling

banyak kategori I.


Pasal 415

Setiap Orang yang tanpa hak secara terang-terangan mempertunjukkan

suatu alat untuk menggugurkan kandungan, menawarkan, menyiarkan

tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat untuk

menggugurkan kandungan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 416


(1) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 tidak dipidana jika

dilakukan oleh petugas yang berwenang dalam rangka pelaksanaan

keluarga berencana, pencegahan penyakit infeksi menular seksual, atau

untuk kepentingan pendidikan dan penyuluhan kesehatan.


(2) Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 tidak dipidana jika

dilakukan untuk kepentingan ilmu pengetahuan /pendidikan.


(3) Petugas yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk

relawan yang kompeten yang ditugaskan oleh Pejabat yang berwenang.


Bagian Keempat

Perzinaan


Pasal 417


(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan

suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun atau denda kategori II.


(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan

penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua, atau

anaknya.


(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26,

dan Pasal 30.


(Hy Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.


100

Pasal 418


(1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar

perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan

atau pidana denda paling banyak kategori II.


(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan

penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, Orang Tua atau

anaknya.


(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan

oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak terdapat

keberatan dari suami, istri, Orang Tua, atau anaknya.


(Hy Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.


(5) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang

pengadilan belum dimulai.


Pasal 419

Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang

diketahuinya bahwa orang tersebut merupakan anggota keluarga sedarah

dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Bagian Kelima

Perbuatan Cabul


Paragraf 1

Percabulan


Pasal 420

(1) Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang

berbeda atau sama jenis kelaminnya:

a. di depan umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak

kategori III.

b. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dipidana

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

c. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

(2) Setiap Orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa

orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya dipidana

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Pasal 421

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, Setiap

Orang yang:

a. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang

tersebut pingsan atau tidak berdaya,

b. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau

patut diduga Anak, atau


101

c. dengan bujuk rayu atau tipu daya menyebabkan seorang Anak

melakukan atau membiarkan dilakukan terhadap dirinya perbuatan

cabul dengan orang lain.


Pasal 422

(1) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 420

dan Pasal 421 huruf a dan huruf b mengakibatkan Luka Berat dipidana

dengan pidana penjara dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Jika salah satu Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 420

dan Pasal 421 huruf a dan huruf b mengakibatkan matinya orang

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 423

Setiap Orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah

menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan

penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga Anak,

untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya

dilakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) tahun.


Pasal 424

(1) Setiap Orang yang melakukan percabulan dengan Anak kandung, Anak

tirinya, Anak angkatnya, atau Anak di bawah pengawasannya yang

dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun:


a. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau

dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk

dijaga, atau


b. dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga

pemasyarakatan, lembaga negara tempat latihan karya, rumah

pendidikan, rumah yatim dan/atau piatu, rumah sakit jiwa, atau

panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang

dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut.


Paragraf 2

Memudahkan Percabulan dan Persetubuhan


Pasal 425


(l) Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain

berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut

diduga Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

tahun.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap Anak kandung, Anak tiri, Anak angkat, atau Anak di bawah

pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh dipidana

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


102

Pasal 426


Setiap Orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain

melakukan perbuatan cabul dipidana dengan pidana penjara paling lama 2

(dua) tahun.


Pasal 427


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 atau Pasal 426

dilakukan sebagai pekerjaan, kebiasaan, atau untuk menarik keuntungan

sebagai mata pencaharian pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).


Pasal 428


(1) Setiap Orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau


(2)


menyerahkan Anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan,

pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya dipidana

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan menjanjikan Anak memperoleh pekerjaan atau janji lainnya

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Bagian Keenam

Minuman dan Bahan yang Memabukkan


Pasal 429


Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang


memabukkan kepada orang yang sedang dalam keadaan mabuk


dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori II.


Setiap Orang yang menjual atau memberi minuman atau bahan yang


memabukkan kepada Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama


2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.


Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan


memaksa seseorang meminum atau memakai bahan yang memabukkan


dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori III.


Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan


ayat (3):


a. mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV,

atau


b. mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun.


Jika pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai


dengan ayat (3) melakukan perbuatan tersebut dalam menjalankan


pekerjaannya maka dapat dijatuhi pidana tambahan berupa


pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.


103

Bagian Ketujuh

Pemanfaatan Anak untuk Pengemisan


Pasal 430


(1) Setiap Orang yang memberikan atau menyerahkan kepada orang lain

anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah dan belum berumur

12 (dua belas) tahun, padahal diketahui bahwa anak tersebut akan

dimanfaatkan untuk melakukan perbuatan meminta-minta atau untuk

melakukan pekerjaan yang berbahaya atau yang dapat membahayakan

kesehatannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.


(2) Setiap Orang yang menerima anak untuk dimanfaatkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana yang sama.


Bagian Kedelapan

Penggelandangan


Pasal 431

Setiap Orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang

mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak

kategori I.


Bagian Kesembilan

Perjudian


Pasal 432

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang yang tanpa izin:



a. menawarkan atau memberi kesempatan untuk main judi dan

menjadikan sebagai mata pencaharian atau turut serta dalam

perusahaan perjudian,


b. menawarkan atau memberi kesempatan kepada umum untuk main

judi atau turut serta dalam perusahaan perjudian, terlepas dari ada

tidaknya suatu syarat atau tata cara yang harus dipenuhi untuk

menggunakan kesempatan tersebut, atau


c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai mata

pencaharian.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dalam menjalankan profesi, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa


pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.


Pasal 433

Setiap Orang yang menggunakan kesempatan main judi yang diadakan tanpa

izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori III.


104

BAB XVI

TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG


Pasal 434

Setiap Orang yang menempatkan atau membiarkan orang dalam

keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya

atau karena persetujuan wajib memberi nafkah, merawat, atau

memelihara orang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama

2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori

II.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

seorang Pejabat yang mempunyai kewajiban untuk merawat atau

memelihara orang terlantar, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dipidana

dengan:

a. pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut

mengakibatkan Luka Berat, atau

b. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut

mengakibatkan mati.


Pasal 435

Setiap Orang yang meninggalkan anak yang belum berumur 7 (tujuh)

tahun dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawab atas anak

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:

a. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika perbuatan tersebut

mengakibatkan Luka Berat, atau

b. pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan

tersebut mengakibatkan mati.

Dalam hal Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) dilakukan oleh Ayah atau ibu dari anak sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).


Pasal 436


Seorang ibu yang membuang atau meninggalkan anaknya tidak lama setelah

dilahirkan karena takut kelahiran anak tersebut diketahui oleh orang lain,

dengan maksud agar anak tersebut ditemukan orang lain atau dengan

maksud melepas tanggung jawabnya atas anak yang dilahirkan, dipidana

1/2 (satu per dua) dari pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435 ayat

(1) dan ayat (2).


Pasal 437


Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 434 sampai dengan Pasal

436 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf d.


105

Pasal 438


Setiap Orang yang ketika menyaksikan ada orang yang sedang menghadapi

bahaya maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan kepadanya

tanpa menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain, jika orang tersebut

mati dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori II.


BAB XVII

TINDAK PIDANA PENGHINAAN


Bagian Kesatu

Pencemaran


Pasal 439

Setiap Orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik

orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya

hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling

banyak kategori II.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan

di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak kategori II.

Tidak merupakan Tindak Pidana jika perbuatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan untuk kepentingan umum atau

karena terpaksa membela diri.


Bagian Kedua

Fitnah


Pasal 440


Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439 diberi


kesempatan membuktikan kebenaran hal yang dituduhkan tetapi tidak


dapat membuktikannya, dan tuduhan tersebut bertentangan dengan

yang diketahuinya, dipidana karena fitnah, dengan pidana penjara

paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori


IV.


Pembuktian kebenaran tuduhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


hanya dapat dilakukan dalam hal:


a. hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran tuduhan

tersebut guna mempertimbangkan keterangan terdakwa bahwa

terdakwa melakukan perbuatan tersebut untuk kepentingan

umum atau karena terpaksa untuk membela diri, atau


b. Pejabat dituduh melakukan suatu hal dalam menjalankan tugas

jabatannya.


Pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat


dilakukan, jika hal yang dituduhkan tersebut hanya dapat dituntut atas


pengaduan, sedangkan pengaduan tidak diajukan.


106

Pasal 441


(1) Jika putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

menyatakan orang yang dihina bersalah atas hal yang dituduhkan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440, tidak dapat dipidana karena

fitnah.


(2) Jika dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap orang yang dihina dibebaskan dari hal yang dituduhkan,

putusan tersebut dianggap sebagai bukti sempurna bahwa hal yang

dituduhkan tersebut tidak benar.


(3) Jika penuntutan pidana terhadap yang dihina telah dimulai karena hal

yang dituduhkan padanya, penuntutan karena fitnah ditangguhkan

sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap mengenai hal yang dituduhkan.


Bagian Ketiga

Penghinaan Ringan


Pasal 442


Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang

dilakukan terhadap seseorang baik di muka umum dengan lisan atau

tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau

dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan

kepadanya dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


Bagian Keempat

Pengaduan Fitnah


Pasal 443


(1) Setiap Orang yang mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu

secara tertulis atau meminta orang lain menuliskan pengaduan atau

pemberitahuan palsu kepada Pejabat yang berwenang tentang

seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang tersebut

diserang, dipidana karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


(2) Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana

tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

86 huruf a dan/atau huruf b.


Bagian Kelima

Persangkaan Palsu


Pasal 444

Setiap Orang yang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan

secara palsu terhadap seseorang bahwa orang tersebut melakukan suatu

tindak pidana dipidana karena menimbulkan persangkaan palsu, dengan


107

pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


Bagian Keenam

Pencemaran Orang Mati


Pasal 445


(l) Setiap Orang yang melakukan pencemaran atau pencemaran tertulis

terhadap orang yang sudah mati dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


(2) Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan

Tindak Pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu

itu belum lewat 2 (dua) tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan Tindak

Pidana yang sama, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan

hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.


(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dituntut, jika

tidak ada pengaduan suami atau istrinya, atau dari salah seorang

keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus atau menyamping

sampai derajat kedua dari orang yang sudah mati tersebut.


(Hy Dalam masyarakat matriarkat pengaduan dapat juga dilakukan oleh

orang lain yang menjalankan Kekuasaan Ayah.


Bagian Ketujuh

Pengaduan, Pemberatan Pidana, dan Pidana Tambahan


Pasal 446

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439, Pasal 440, dan Pasal

442 sampai dengan Pasal 444 tidak dituntut, jika tidak ada pengaduan dari

Korban Tindak Pidana.


Pasal 447

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439, Pasal 440, dan

Pasal 442 pidana dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga), jika yang dihina

atau difitnah adalah seorang Pejabat yang sedang menjalankan tugasnya

yang sah.


Pasal 448

Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 440 dan Pasal 442 sampai

dengan Pasal 445 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau

huruf d.


108

BAB XVII

TINDAK PIDANA PEMBUKAAN RAHASIA


Pasal 449


(1) Setiap Orang yang membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan, profesi, atau tugas yang diberikan oleh instansi pemerintah

baik rahasia yang sekarang maupun yang dahulu, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling

banyak kategori III.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

mengenai rahasia seseorang, hanya dapat dituntut atas pengaduan

orang tersebut.


Pasal 450

(1) Setiap Orang yang memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu

perusahaan tempatnya bekerja atau pernah bekerja yang harus

dirahasiakannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan tersebut.


Pasal 451

Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 dan Pasal 450 dapat


dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c dan/atau huruf f.


BAB XIX

TINDAK PIDANA TERHADAP KEMERDEKAAN ORANG


Bagian Kesatu

Perampasan Kemerdekaan Orang dan Pemaksaan


Pasal 452


(1) Setiap Orang yang secara melawan hukum merampas kemerdekaan

orang atau meneruskan perampasan tersebut dipidana dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)

tahun.


(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua

belas) tahun.


(4) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan

ayat (3) berlaku juga bagi orang yang memberi tempat untuk

perampasan kemerdekaan atau meneruskan perampasan kemerdekaan

secara melawan hukum tersebut.


109

Pasal 453


Setiap Orang yang karena kealpaannya menyebabkan orang lain

terampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau diteruskan

perampasan kemerdekaan tersebut dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori Il.


Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua)

tahun.


Pasal 454


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:


a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan,

tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan Kekerasan

atau Ancaman Kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun

orang lain: atau


b. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau

membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau

pencemaran tertulis.


Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya

dapat dituntut atas pengaduan dari Korban Tindak Pidana.


Pasal 455


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang mengancam

dengan:

a. Kekerasan secara terang-terangan dengan tenaga bersama yang


dilakukan terhadap orang atau Barang:

b. suatu Tindak Pidana yang mengakibatkan bahaya bagi keamanan

umum terhadap orang atau Barang,

perkosaan atau dengan perbuatan cabul,

suatu Tindak Pidana terhadap nyawa orang,

penganiayaan berat, atau

pembakaran.

Jika ancaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara

tertulis dan dengan syarat tertentu dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

banyak kategori IV.


»p Ap


Bagian Kedua

Perampasan Kemerdekaan Orang


Paragraf 1

Penculikan


110

Pasal 456

Setiap Orang yang membawa seseorang dengan maksud untuk

menempatkan orang tersebut secara melawan hukum di bawah

kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau untuk menempatkan orang

tersebut dalam keadaan tidak berdaya dipidana karena penculikan dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Paragraf 2

Penyanderaan



Pasal 457

Setiap Orang yang menahan orang dengan Kekerasan atau Ancaman

Kekerasan dengan maksud untuk menempatkan orang tersebut secara

melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain atau

untuk menempatkan orang tersebut dalam keadaan tidak berdaya dipidana

karena penyanderaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun.


Bagian Ketiga

Perampasan Kemerdekaan terhadap Anak dan Perempuan


Paragraf 1

Pengalihan Kekuasaan


Pasal 458


(l) Setiap Orang yang menarik Anak dari kekuasaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditentukan atas

dirinya atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori IV.


(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

tipu muslihat, Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, atau terhadap anak

yang belum berumur 12 (dua belas) tahun dipidana dengan pidana

penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori V.


Paragraf 2

Menyembunyikan Anak


Pasal 459


(1) Setiap Orang yang menyembunyikan Anak yang ditarik atau menarik

sendiri dari kekuasaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku ditentukan atas dirinya atau dari pengawasan

orang yang berwenang untuk itu, atau menariknya dari penyidikan

Pejabat yang berwenang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.


(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap anak di bawah usia 12 (dua belas) tahun dipidana dengan

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


111

Paragraf 3

Melarikan Anak dan Perempuan


Pasal 460

Setiap Orang yang membawa pergi Anak di luar kemauan Orang Tua

atau walinya, tetapi dengan persetujuan Anak itu sendiri, dengan

maksud untuk memastikan penguasaan terhadap Anak tersebut, baik

di dalam maupun di luar perkawinan dipidana karena melarikan Anak

dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Setiap Orang yang membawa pergi perempuan dengan tipu muslihat,

Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dengan maksud untuk

memastikan penguasaan terhadap perempuan tersebut, baik di dalam

maupun di luar perkawinan dipidana karena melarikan perempuan

dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

dituntut atas pengaduan Anak, Orang Tua, atau walinya.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat

dituntut atas pengaduan perempuan atau suaminya.

Jika yang membawa lari mengawini perempuan yang dibawa pergi dan perkawinan tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai perkawinan, tidak dapat dijatuhi

pidana sebelum perkawinan tersebut dinyatakan batal.


Bagian Keempat

Perdagangan Orang


Pasal 461


Setiap Orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan,

penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang

dengan Ancaman Kekerasan, penggunaan Kekerasan, penculikan,

penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau

posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat

walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali

atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dipidana karena

melakukan Tindak Pidana perdagangan orang dengan pidana penjara

paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun atau

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


Bagian Kelima

Pidana Tambahan


Pasal 462


Setiap Orang yang melakukan salah satu Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 452 dan Pasal 456 sampai dengan Pasal 461 dapat


112

dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.


BAB XX

PENYELUNDUPAN MANUSIA


Pasal 463


Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari

keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri

sendiri atau untuk orang lain dengan membawa atau memerintahkan untuk

membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun

tidak terorganisasi yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki atau

keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau memasuki wilayah negara lain

dengan menggunakan dokumen yang sah, dokumen palsu, atau tanpa

menggunakan dokumen, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak

dipidana karena penyelundupan manusia, dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


BAB XXI

TINDAK PIDANA TERHADAP NYAWA DAN JANIN


Bagian Kesatu

Pembunuhan


Pasal 464



(l) Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain dipidana karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap ibu, Ayah, istri, suami, atau anaknya, pidana dapat ditambah

1/3 (satu per tiga).


(3) Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu Tindak

Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau

mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri

atau peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, atau

untuk memastikan penguasaan Barang yang diperolehnya secara

melawan hukum dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.


Pasal 465

Setiap Orang yang dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang

lain dipidana karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua

puluh) tahun.


Pasal 466

(1) Seorang ibu yang merampas nyawa anaknya pada saat atau tidak lama

setelah dilahirkan, karena takut kelahiran anak tersebut diketahui

orang lain dipidana karena pembunuhan anak sendiri, dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


113

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

rencana terlebih dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) tahun.


(3) Orang lain yang turut serta melakukan Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana yang sama

dengan pembunuhan atau pembunuhan berencana.


Pasal 467

Setiap Orang yang merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati dipidana dengan

pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Pasal 468

Setiap Orang yang mendorong, membantu, atau memberi sarana kepada

orang lain untuk bunuh diri dan orang tersebut mati karena bunuh diri

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.


Bagian Kedua

Pengguguran Kandungan


Pasal 469


(1) Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya

atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.


(2) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

perempuan tanpa persetujuannya dipidana dengan pidana penjara

paling lama 12 (dua belas) tahun.


(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan

matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 470

(1) Setiap Orang yang menggugurkan atau mematikan kandungan seorang

perempuan dengan persetujuannya dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun.

(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling

lama 8 (delapan) tahun.


Pasal 471


(1) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang membantu melakukan

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 469 dan Pasal 470,

pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).


(2) Dokter, bidan, paramedis, atau apoteker yang melakukan Tindak Pidana

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a

dan huruf f.


114

(3)


Dokter yang melakukan pengguguran kandungan karena indikasi

kedaruratan medis atau terhadap Korban perkosaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dipidana.


BAB XXII

TINDAK PIDANA TERHADAP TUBUH


Bagian Kesatu

Penganiayaan


Pasal 472

Setiap Orang yang melakukan penganiayaan dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda

paling banyak kategori III.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Luka Berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

tahun.

Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah perbuatan yang merusak kesehatan.

Percobaan melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) tidak dipidana.


Pasal 473

Setiap Orang yang melakukan penganiayaan dengan rencana lebih

dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)

tahun.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) tahun.


Pasal 474

Setiap Orang yang melukai berat orang lain dipidana karena

penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan)

tahun.

Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 475

Setiap Orang yang melakukan penganiayaan berat dengan rencana lebih

dahulu dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun.


115

Pasal 476


Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 472 sampai dengan Pasal

475, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga), jika Tindak Pidana

tersebut dilakukan:


a.


terhadap Pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah,

dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan,

atau


terhadap ibu atau Ayah.


Pasal 477

Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473 dan Pasal

476, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencarian dipidana

karena penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya,

pidana dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Percobaan penganiayaan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

tidak dipidana.


Bagian Kedua

Perkelahian secara Berkelompok


Pasal 478


Setiap Orang yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang

melibatkan beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap

Tindak Pidana yang khusus dilakukan, dipidana dengan:


a.


pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori III, jika penyerangan atau perkelahian

tersebut mengakibatkan Luka Berat, atau


pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, jika penyerangan atau

perkelahian tersebut mengakibatkan matinya orang.


Bagian Ketiga

Perkosaan


Pasal 479


Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan


memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan


perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Termasuk Tindak Pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:


a. persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena

orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya

yang sah:


b. persetubuhan dengan Anak, atau


Cc. persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang

lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.


116

(3) Dianggap juga melakukan Tindak Pidana perkosaan, jika dalam


keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan


perbuatan cabul berupa:


a. memasukkan alat kelamin ke dalam anus atau mulut orang lain,


b. memasukkan alat kelamin orang lain ke dalam anus atau mulutnya

sendiri, atau


Cc. memasukkan bagian tubuhnya yang bukan alat kelamin atau

suatu benda ke dalam alat kelamin atau anus orang lain.


Dalam hal Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3)


adalah Anak dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)


tahun.


Dalam hal Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Anak


dan dipaksa untuk melakukan persetubuhan dengan orang lain


dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


sampai dengan ayat (3) mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan


pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.


Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


sampai dengan ayat (3) mengakibatkan matinya orang, pidana ditambah


1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada


ayat (6).


Jika Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah Anak


kandung, Anak tiri, atau Anak dibawah perwaliannya, pidana ditambah


1/3 (satu per tiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada


ayat (4).


BAB XXIII

TINDAK PIDANA YANG MENGAKIBATKAN

MATI ATAU LUKA KARENA KEALPAAN



Pasal 480


Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain luka

sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan jabatan, mata

pencaharian, atau profesi, selama waktu tertentu dipidana dengan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling

banyak kategori II.


Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan orang lain Luka

Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori III.


Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan matinya orang

lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 481

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 dilakukan

dalam menjalankan jabatan, mata pencaharian, atau profesi, pidana

dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dijatuhi

pidana tambahan berupa pengumuman putusan hakim sebagaimana


117

dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c dan pencabutan hak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf f.


BAB XXIV

TINDAK PIDANA PENCURIAN


Pasal 482

Setiap Orang yang mengambil suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya

milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum

dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 483

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang melakukan:


a. pencurian benda suci keagamaan,


b. pencurian benda purbakala,


Cc. pencurian Ternak atau Barang yang merupakan sumber mata

pencaharian atau sumber nafkah utama seseorang,


d. pencurian pada waktu ada kebakaran, ledakan, bencana alam,

kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan pesawat udara,

kecelakaan kereta api, kecelakaan lalu lintas jalan, huru-hara,

pemberontakan, atau Perang,


e. pencurian pada waktu Malam dalam suatu rumah atau dalam

pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh

orang yang adanya di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki

oleh yang berhak,


f. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong,

memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan

perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk

ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada barang yang

diambil, atau


g. pencurian secara bersama-sama dan bersekutu.


(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e disertai

dengan salah satu cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dan

huruf g dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Pasal 484

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 dan Pasal 483

ayat (1) huruf f dan huruf g dilakukan tidak dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan harga barang yang dicurinya

tidak lebih dari Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dipidana karena

pencurian ringan, dengan pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 485

(1) Setiap Orang yang melakukan pencurian yang didahului, disertai, atau

diikuti dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang,

dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian

atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan dirinya


118

sendiri atau peserta lain untuk tetap menguasai barang yang dicurinya


dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


(2) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,

Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1):


a. pada waktu Malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup

yang ada rumahnya, di jalan umum, atau di dalam kendaraan

angkutan umum yang sedang berjalan,


b. pencurian dengan cara merusak, membongkar, memotong,

memecah, Memanjat, memakai Anak Kunci Palsu, menggunakan

perintah palsu, atau memakai pakaian jabatan palsu, untuk Masuk

ke tempat melakukan Tindak Pidana atau sampai pada barang yang

diambil,


Cc. yang mengakibatkan Luka Berat bagi orang, atau


d. secara bersama-sama dan bersekutu.


(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun.


(4) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan

Luka Berat atau matinya orang yang dilakukan secara bersama-sama

dan bersekutu disertai dengan salah satu hal sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf a dan huruf b dipidana dengan pidana mati atau

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)

tahun.


Pasal 486

Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 sampai dengan Pasal

485 dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d.


Pasal 487


(1) Penuntutan pidana tidak dilakukan jika yang melakukan salah satu

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 sampai dengan

Pasal 485 merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang tidak

terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah Harta Kekayaan.


(2) Penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan Korban jika pelaku

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suami atau istri

Korban yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta

kekayaan, atau merupakan keluarga sedarah atau semenda baik dalam

garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua.


(3) Dalam masyarakat yang menggunakan sistem matriarkat, pengaduan

dapat juga dilakukan oleh orang lain yang menjalankan Kekuasaan

Ayah.

BAB XXV

TINDAK PIDANA PEMERASAN DAN PENGANCAMAN


Pasal 488


(1) Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9

(sembilan) tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk


119

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,


memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:


a. memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik

orang tersebut atau milik orang lain, atau


b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan

piutang.


(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 485 ayat (2) sampai

dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).


Pasal 489

(1) Dipidana karena pengancaman dengan pidana penjara paling lama 4

(empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap

Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau

pencemaran tertulis atau dengan ancaman akan membuka rahasia,

memaksa orang supaya:

a. memberikan suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik

orang tersebut atau milik orang lain, atau

b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan

piutang.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

dituntut atas pengaduan Korban Tindak Pidana.


Pasal 490

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 482 berlaku juga bagi Tindak

Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488 dan Pasal 489.


Pasal 491

Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 488 sampai dengan Pasal

490 dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86

huruf a, huruf b, dan/atau huruf d.


BAB XXVI

TINDAK PIDANA PENGGELAPAN


Pasal 492

Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang

sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya

bukan karena Tindak Pidana dipidana karena penggelapan dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


Pasal 493

Jika yang digelapkan bukan Ternak atau Barang yang bukan sumber mata

pencaharian atau nafkah yang nilainya tidak lebih dari Rp1.000.000,00 (satu

juta rupiah), Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dipidana

karena penggelapan ringan dengan pidana denda paling banyak kategori II.


120

Pasal 494

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dilakukan

oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada

hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk

penguasaan barang tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 495

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 dilakukan

oleh orang yang menerima barang dari orang lain yang karena terpaksa

menyerahkan barang padanya untuk disimpan atau oleh wali, pengampu,

pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau

yayasan terhadap barang yang dikuasainya dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 496

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi Tindak

Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492 sampai dengan Pasal 495.


Pasal 497


(1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 492, Pasal 494, atau

Pasal 495, dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pengumuman

putusan hakim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf c

dan pencabutan hak satu atau lebih sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 86.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dalam menjalankan profesinya, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan

berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf

f.


BAB XXVII

TINDAK PIDANA PERBUATAN CURANG


Pasal 498


Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan

palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata-kata bohong,

menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang,

membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang dipidana karena

penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori V.


Pasal 499

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV, penjual yang menipu pembeli:

a. dengan menyerahkan Barang lain selain yang telah ditentukan oleh

pembeli, atau

b. tentang keadaan, sifat, atau banyaknya Barang yang diserahkan.


121

Pasal 500


Dipidana karena penipuan ringan dengan pidana denda paling banyak


kategori II, jika:


a. barang yang diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 498 bukan

Ternak, bukan sumber mata pencaharian, utang, atau piutang yang

nilainya tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau


b. nilai keuntungan yang diperoleh tidak lebih dari Rp 1.000.000,00 (satu

juta rupiah) bagi pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 499.


Pasal 501

Setiap Orang yang melakukan perbuatan dengan cara curang yang

mengakibatkan orang lain menderita kerugian ekonomi, melalui pengakuan

palsu atau dengan tidak memberitahukan keadaan yang sebenarnya

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori II.


Pasal 502

Setiap Orang yang memperoleh secara curang suatu jasa untuk diri sendiri

atau orang lain dari pihak ketiga tanpa membayar penuh penggunaan jasa

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.


Pasal 503

Setiap Orang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan

membeli barang dengan maksud untuk menguasai barang tersebut bagi diri

sendiri atau orang lain tanpa melunasi pembayaran dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori

V.


Pasal 504

Setiap Orang yang dengan tipu muslihat menyesatkan penanggung asuransi

mengenai hal yang berhubungan dengan asuransi sehingga penanggung

asuransi tersebut membuat perjanjian yang tidak akan dibuatnya dengan

syarat-syarat yang demikian jika diketahui keadaan-keadaan yang

sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6

(enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori III.


Pasal 505


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud


menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum

merugikan penanggung asuransi atau orang yang dengan sah memegang

surat penanggungan barang di kendaraan angkutan, dengan:


a. membakar atau menyebabkan ledakan suatu Barang yang Masuk

asuransi kebakaran sehingga tidak dapat dipakai lagi:


b. menenggelamkan, mendamparkan, merusakkan, menghancurkan, atau

membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi Kapal yang diasuransikan

atau yang muatannya diasuransikan atau yang upah pengangkutannya

yang akan dibayar telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi


122

Kapal tersebut telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan Kapal

tersebut: atau


Cc.  merusakkan, menghancurkan, atau membuat sehingga tidak dapat

dipakai lagi kendaraan yang diasuransikan atau yang muatannya

diasuransikan atau yang upah pengangkutannya yang akan dibayar

telah diasuransikan atau yang untuk melengkapi kendaraan tersebut

telah diberikan uang pinjaman atas tanggungan kendaraan tersebut.


Pasal 506


Setiap Orang yang melakukan perbuatan secara curang untuk membuat

keliru orang banyak atau orang tertentu dengan maksud untuk mendirikan

atau memperbesar hasil perdagangannya atau perusahaan sendiri atau

kepunyaan orang lain, sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi

saingannya atau saingan orang lain tersebut dipidana karena persaingan

curang, dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori III.


Pasal 507


Pemegang konosemen yang membebani salinan konosemen dengan


perjanjian timbal balik dengan beberapa orang penerima barang yang


bersangkutan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun


atau pidana denda paling banyak kategori IV.


Pasal 508


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang dengan maksud


menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum:


a. menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak

menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau

pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah

tersebut, padahal orang lain berhak atau turut berhak atas tanah atau

Barang tersebut,


b. menjual, menukar, atau membebani dengan ikatan kredit suatu hak

menggunakan tanah negara atau rumah, usaha tanaman atau

pembibitan di atas tanah tempat orang menggunakan hak atas tanah

tersebut, padahal tanah atau Barang tersebut sudah dibebani dengan

ikatan kredit, tetapi tidak memberitahukan hal tersebut kepada pihak

yang lain,


Cc. membebani dengan ikatan kredit suatu hak menggunakan tanah negara

dengan menyembunyikan kepada pihak lain, padahal tanah tempat

orang menggunakan hak tersebut sudah dijaminkan:,


d. menjaminkan atau menyewakan sebidang tanah tempat orang

menggunakan hak atas tanah tersebut, padahal orang lain berhak atau

turut berhak atas tanah tersebut,


e. menyewakan, menjual atau menukarkan tanah yang telah digadaikan

tanpa memberitahukan kepada pihak yang lain bahwa tanah itu telah

digadaikan, atau


fl menyewakan sebidang tanah tempat orang menggunakan hak atas

tanah tersebut untuk jangka waktu tertentu, padahal tanah tersebut

juga telah disewakan kepada orang lain.


123

Pasal 509


(l) Setiap Orang yang menjual, menawarkan, atau menyerahkan barang

berupa makanan, minuman, atau obat, yang diketahuinya palsu dan

menyembunyikan kepalsuan itu dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan Luka Berat atau penyakit dipidana dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun


(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 9 (sembilan) tahun.


Pasal 510

Setiap Orang yang melakukan produksi pangan untuk diedarkan

menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas

maksimum yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atau menggunakan

bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori V.


Pasal 511

Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, merusakkan, menghancurkan, memindahkan,

membuang, atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi barang yang

digunakan untuk menentukan batas pekarangan atau batas hak atas tanah

yang sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori IV.


Pasal 512

Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang

lain secara melawan hukum, menyiarkan kabar bohong yang mengakibatkan

naik atau turunnya harga barang dagangan, dana, transaksi keuangan, atau

surat berharga dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori IV.


Pasal 513


Setiap Orang yang dalam menjualkan atau menolong menjualkan surat

utang suatu negara atau bagian dari negara tersebut, saham atau surat

utang dari suatu perkumpulan, yayasan, atau perseroan, mempengaruhi

supaya membeli atau ikut mengambil bagian, menyembunyikan atau

menutupi keadaan atau hal-hal yang sebenarnya, atau memberikan harapan

palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau

pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 514

Pengusaha, pengurus, atau komisaris Korporasi yang mengumumkan

keadaan atau neraca yang tidak benar dipidana dengan pidana penjara

paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak

kategori III.


124

Pasal 515


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori III:


a. advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat

gugatan atau permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan

tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal

diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan

dengan keadaan yang sebenarnya, atau


b. suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang

memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang

sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.


c. kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan

keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada

advokat sebagaimana dimaksud pada huruf a.


Pasal 516

Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 498 sampai dengan Pasal

515, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 515 butir b.

BAB XXVIII

TINDAK PIDANA TERHADAP KEPERCAYAAN DALAM

MENJALANKAN USAHA


Bagian Kesatu

Perbuatan Merugikan dan Penipuan terhadap Kreditor


Pasal 517


Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta


bendanya menurut putusan pengadilan dipidana karena merugikan kreditor,


dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau

pidana denda paling banyak kategori III jika:


a. hidup terlalu boros,


b. dengan maksud menangguhkan kepailitannya meminjam uang dengan

suatu perjanjian yang memberatkannya, sedang diketahuinya pinjaman

tersebut tidak akan dapat mencegahnya jatuh pailit: atau


c. tidak dapat memperlihatkan dalam keadaan utuh buku, surat yang

berisi catatan yang menggambarkan keadaan kekayaan perusahaan,

dan surat lain yang harus dibuat dan disimpan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.


Pasal 518

Pengusaha yang dinyatakan pailit atau yang diizinkan melepaskan harta

bendanya berdasarkan putusan pengadilan dipidana karena merugikan

kreditor secara curang dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori VI, jika:

a.  mengarang-ngarang utang, tidak mempertanggungjawabkan

keuntungan, atau menarik Barang dari harta benda milik perusahaan,

b. melepaskan Barang milik perusahaan, baik dengan cuma-cuma

maupun dengan harga jauh di bawah harganya,


125

c. dengan cara menguntungkan salah seorang kreditor pada waktu pailit

atau pada saat diketahui bahwa keadaan pailit tersebut tidak dapat

dicegah, atau


d. tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat segala sesuatu sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, menyimpan dan

memperlihatkan buku, Surat, dan surat-surat lainnya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 517 huruf c.


Pasal 519

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 517 dan Pasal 518 dapat

juga dilakukan oleh Korporasi.


Pasal 520


Dipidana karena penipuan hak kreditor dengan pidana penjara paling lama


5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, Setiap Orang


yang:


a. menarik bayaran baik dari piutang yang belum maupun yang sudah jatuh

tempo padahal debitor telah mengetahui bahwa kepailitan atau

pemberesan perusahaan debitor sudah dimohonkan atau sebagai hasil

perundingan dengan debitor, pada waktu pelepasan harta benda

berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau diperintahkan oleh

pengadilan melakukan pemberesan perusahaan, atau pada waktu

diketahui atau patut diduga akan terjadi salah satu hal tersebut dan

kemudian pelepasan harta benda, kepailitan, atau pemberesan

perusahaan tersebut benar-benar terjadi, atau


b. mengarang-ngarang adanya piutang yang tidak ada atau memperbesar

jumlah piutang yang ada, pada waktu verifikasi piutang dalam pelepasan

harta benda berdasarkan putusan pengadilan, kepailitan, atau

pemberesan perusahaan.


Pasal 521


Setiap Orang yang dinyatakan dalam keadaan benar-benar tidak mampu

atau jika yang bersangkutan bukan Pengusaha, dinyatakan pailit atau

berdasarkan putusan pengadilan diizinkan melepaskan harta bendanya,

secara curang mengurangi hak dari kreditornya dengan mengarang-ngarang

utang, tidak menyembunyikan pendapatan, menarik barang dari harta

bendanya, atau melepaskan barang dengan cuma-cuma maupun dengan

nyata-nyata di bawah harganya, atau pada waktu ketidakmampuannya,

pelepasan harta bendanya atau kepailitannya, atau pada waktu mengetahui

bahwa salah satu dari keadaan tersebut tidak dapat dicegah lagi,

menguntungkan salah seorang kreditornya dengan cara apapun juga

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori VI.


Bagian Kedua

Perbuatan Curang Pengurus atau Komisaris


126

Pasal 522


Pengurus atau komisaris suatu Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang


diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan dipidana dengan pidana


penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling

banyak kategori VI, jika:


a. memudahkan atau mengizinkan dilakukannya perbuatan yang

bertentangan dengan anggaran dasarnya yang mengakibatkan kerugian

Korporasi,


b. dengan maksud menangguhkan kepailitan atau pemberesan

perusahaan, memudahkan atau mengizinkan meminjam uang dengan

syarat yang memberatkan, padahal diketahui bahwa keadaan pailit atau

pemberesan perusahaan tersebut tidak dapat dicegah, atau


c. tidak memenuhi kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan

sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan atau tidak dapat memperlihatkan catatan-catatan dalam

keadaan yang sebenarnya.


Pasal 523

Pengurus atau komisaris Korporasi yang dinyatakan pailit atau yang

diperintahkan melakukan pemberesan perusahaan berdasarkan putusan

pengadilan secara curang mengurangi hak kreditor dengan cara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 518 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI.


Pasal 524

Pengurus atau komisaris Korporasi di luar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 522, yang membantu atau mengizinkan perbuatan yang

bertentangan dengan anggaran dasar yang mengakibatkan Korporasi

tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya atau harus dibubarkan

dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori VI.


Bagian Ketiga

Perdamaian untuk Memperoleh Keuntungan


Pasal 525


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan


atau pidana denda paling banyak kategori III:


a. kreditor yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan

karena telah mengadakan persetujuan dengan debitor atau dengan

pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus, atau


b. debitor yang menyetujui tawaran perdamaian di sidang pengadilan

karena telah mengadakan persetujuan dengan kreditor atau dengan

pihak ketiga dan meminta keuntungan khusus.


Bagian Keempat

Penarikan Barang Tanpa Hak


127

Pasal 526


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau barang milik

orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari orang lain yang mem-

punyai hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil, atau hak pakai

atas barang tersebut,


b. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau barang milik orang lain untuk keperluan pemiliknya, dari perjanjian utang hak

atas tanggungan atas barang tersebut, dengan merugikan orang

yang berpiutang hak atas tanggungan tersebut,


Cc. menarik sebagian atau seluruh barang yang olehnya dibebani

ikatan panen, atau untuk yang memberi ikatan menarik suatu

barang yang oleh orang lain dibebani ikatan panen dengan

merugikan pemegang ikatan tersebut, atau


d. menarik sebagian atau seluruh barang miliknya atau untuk

keperluan pemilik dari ikatan kredit atas barang tersebut dengan

merugikan pemegang kredit.


Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga


bagi Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


BAB XXIX

TINDAK PIDANA PERUSAKAN DAN PENGHANCURAN BARANG

DAN BANGUNAN


Bagian Kesatu

Perusakan dan Penghancuran Barang

Pasal 527


Setiap Orang yang secara melawan hukum  merusakkan,

menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, atau menghilangkan

barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dipidana dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori IV.


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan kerugian yang nilainya tidak lebih dari Rp 500.000,00

(lima ratus ribu rupiah), pelaku Tindak Pidana dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak

kategori II.


Bagian Kedua

Perusakan dan Penghancuran Bangunan dan Gedung


Pasal 528


Setiap Orang yang secara melawan hukum merusakkan bangunan atau

gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik


128

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori IV.


Pasal 529

Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat

tidak dapat dipakai bangunan atau gedung untuk sarana, prasarana,

dan/atau fasilitas pelayanan publik dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.


Pasal 530

Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan gedung atau

bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 529 rusak, hancur, atau

tidak dapat dipakai lagi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)

tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.


Pasal 531

Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau membuat

tidak dapat dipakai gedung, kapal, kereta api, atau alat transportasi massal

lain yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori V.


Pasal 532

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 487 berlaku juga bagi Tindak

Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 527 sampai dengan Pasal 531.


BAB XXX

TINDAK PIDANA JABATAN


Bagian Kesatu

Penolakan atau Pengabaian Tugas yang Diminta


Pasal 533

Seorang komandan Tentara Nasional Indonesia yang menolak atau

mengabaikan permintaan pemberian bantuan kekuatan di bawah perin-

tahnya ketika diminta oleh Pejabat yang berwenang menurut Undang-

Undang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.


Pasal 534


(1) Pejabat sipil yang meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia atau

Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melawan pelaksanaan

peraturan perundang-undangan atau perintah yang sah dari Pejabat

yang berwenang, putusan pengadilan, atau surat perintah pengadilan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


(2) Jika pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau perintah yang

sah dari Pejabat yang berwenang, putusan pengadilan, atau surat

perintah pengadilan terhalang karena permintaan sebagaimana


129

dimaksud pada ayat (1), Pejabat sipil tersebut dipidana dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


Bagian Kedua

Tindak Pidana Paksaan dan Tindak Pidana Penyiksaan


Pasal 535

Pejabat yang dalam perkara pidana memaksa seseorang untuk mengaku atau

memberi keterangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

tahun.


Pasal 536

Setiap Pejabat atau orang lain yang bertindak dalam suatu kapasitas Pejabat

resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan

Pejabat publik, melakukan perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik

atau mental terhadap seseorang dengan tujuan untuk memperoleh infomasi

atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak ketiga, atau menjatuhkan

pidana terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya, atau

melakukan intimidasi atau memaksa orang tersebut, atau atas dasar suatu

alasan diskriminasi dalam segala bentuknya dipidana dengan pidana penjara

paling lama 7 (tujuh) tahun.

Bagian Ketiga

Penyalahgunaan Jabatan atau Kewenangan


Pasal 537


(l) Pejabat yang ditugaskan menjaga orang yang ditahan menurut perintah

Pejabat yang berwenang atau putusan atau penetapan pengadilan,

membiarkan orang tersebut melarikan diri, melepaskan orang tersebut,

atau menolong orang tersebut pada waktu dilepaskan atau melepaskan

diri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.


(2) Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang karena

kelalaiannya mengakibatkan orang yang ditahan melarikan diri

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.


Pasal 538

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun, Pejabat

yang:


a. mempunyai tugas sebagai penyidik Tindak Pidana tidak memenuhi

permintaan untuk menyatakan bahwa ada orang yang dirampas

kemerdekaanya secara melawan hukum atau tidak

memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada atasannya,

atau


b. dalam menjalankan tugasnya, mengetahui bahwa ada orang yang

dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum, tidak

memberitahukan hal tersebut dengan segera kepada Pejabat yang

bertugas sebagai penyidik Tindak Pidana.


(2) Pejabat yang karena kelalaiannya tidak memenuhi kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara


130

paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori

II.


Pasal 539


Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala

Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak

Sementara, atau Kepala Rumah Sakit Jiwa, yang menolak permintaan yang

sah dari Pejabat yang berwenang agar menunjukkan orang, atau memperli-

hatkan daftar tentang data orang yang dimasukkan ke dalam tempat

tersebut, atau memperlihatkan putusan atau penetapan pengadilan, atau

surat-surat lain yang berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan harus dipenuhi untuk memasukkan orang ke tempat

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam)

bulan.


Pasal 540


Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Rumah Tahanan Negara, Kepala

Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Kepala Lembaga Penempatan Anak

Sementara atau Kepala Rumah Sakit Jiwa, yang memasukkan orang ke

tempat tersebut tanpa meminta ditunjukkan padanya putusan atau

penetapan pengadilan, atau surat-surat lain yang harus dipenuhi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau tidak mencatat

dalam daftar tentang data orang yang dimasukkan tersebut dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak

kategori II.


Pasal 541


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan,


Pejabat yang:


a. melampaui kewenangannya atau tanpa memperhatikan tata cara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memaksa Masuk ke

dalam rumah atau ruangan atau pekarangan yang tertutup yang dipakai

oleh orang lain, atau secara melawan hukum berada di tempat tersebut,

tidak segera pergi setelah ditegur oleh atau atas nama orang yang

berhak: atau


b. pada waktu menggeledah rumah melampaui kewenangannya atau tanpa

memperhatikan tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, memeriksa, menyita surat, buku, atau barang

bukti lainnya.


Pasal 542


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana


denda paling banyak kategori IV, Pejabat yang:


a. melampaui kewenangannya meminta orang memperlihatkan kepadanya

atau merampas surat, kartu pos, barang, atau paket yang dipercayakan kepada suatu lembaga pengangkutan atau jasa pengiriman umum, atau


b. melampaui kewenangannya meminta penyelenggara sistem elektronik

memberikan dokumen dan informasi elektronik mengenai komunikasi

yang terjadi melalui jejaring sistem elektronik tersebut.


131

Pasal 543

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV, Pejabat suatu lembaga yang bertugas di

bidang pengangkutan surat atau barang yang:

a. memberikan surat, kartu pos, barang, atau paket kepada orang lain

selain yang berhak,

b. merusak, memusnahkan, atau menghilangkan surat, kartu pos, barang

atau paket tersebut:

Cc. mengubah isi surat, kartu pos, barang atau paket tersebut, atau

d. mengambil untuk diri sendiri suatu barang di dalam Surat atau paket.


Pasal 544

Pejabat suatu lembaga yang bertugas di bidang pengangkutan Surat atau

barang yang membiarkan orang lain melakukan Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 543 dan/atau membantu orang lain tersebut dalam

melakukan perbuatannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.


Pasal 545

(1) Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang,

padahal mengetahui bahwa perkawinan atau


perkawinan-perkawinannya yang sudah ada pada waktu itu menjadi

halangan yang sah baginya untuk kawin lagi, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan.


(2) Pejabat yang berwenang yang melangsungkan perkawinan seseorang,

padahal mengetahui bahwa perkawinan tersebut ada halangan yang sah

selain halangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


Pasal 546

Pejabat yang berwenang, yang mengeluarkan salinan atau petikan putusan

pengadilan sebelum putusan ditandatangani sebagaimana mestinya

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori III.


Pasal 547

Mantan Pejabat yang tanpa izin Pejabat yang berwenang menahan

surat-surat dinas yang ada padanya dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


BAB XXXI

TINDAK PIDANA PELAYARAN


Bagian Kesatu

Pembajakan dan Kekerasan terhadap dan di atas Kapal


132

Pasal 548


Setiap Orang yang menggunakan Kapal menahan atau melakukan Kekerasan

atau Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau

Barang yang berada di atas Kapal di laut lepas atau di suatu tempat di luar

yurisdiksi negara manapun dengan maksud untuk menguasai orang atau

menguasai atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum

dipidana karena pembajakan di laut dengan pidana penjara paling lama 12

(dua belas) tahun.


Pasal 549


(l) Setiap Orang yang di darat atau di air sekitar pantai atau di muara

sungai melakukan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang atau Barang di tempat tersebut setelah terlebih dahulu menyeberangi

lautan dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun.


(2) Setiap Orang yang menggunakan kapal melakukan Kekerasan atau

Ancaman Kekerasan terhadap Kapal lain atau terhadap orang atau

Barang di perairan Indonesia untuk menguasai orang atau menguasai

atau memiliki Kapal atau Barang secara melawan hukum dipidana

dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud pada

ayat (1).

Pasal 550

Setiap Orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 548 dan Pasal 549 yang mengakibatkan:

a. Luka Berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun,

b. matinya orang dipidana dengan pidana seumur hidup atau pidana

penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.


Pasal 551


Setiap Orang yang:


a. bekerja sebagai Nakhoda atau melakukan profesi sebagai Nakhoda pada

Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut digunakan untuk

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan

Pasal 549 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun, atau


b. bekerja sebagai Anak Buah Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal

tersebut digunakan untuk melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Pasal 552

(1) Setiap Orang yang menyerahkan Kapal Indonesia ke dalam kekuasaan

orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

548 dan Pasal 549 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

(sepuluh) tahun.


133

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

oleh Nakhoda dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua

belas) tahun.


Pasal 553

Setiap Penumpang Kapal Indonesia yang merampas kekuasaan atas Kapal

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.


Pasal 554

Nakhoda Kapal Indonesia yang mengambil alih atau menarik Kapal dari

pemiliknya atau dari Pengusahanya dan memakai Kapal tersebut untuk

keuntungan diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 8

(delapan) tahun.


Bagian Kedua

Pemalsuan Surat Keterangan Kapal dan Laporan Palsu


Pasal 555

Nakhoda Kapal Indonesia yang membuat atau meminta orang lain untuk

membuat Surat keterangan Kapal yang diketahui bahwa isi Surat keterangan

tersebut bertentangan dengan yang sebenarnya dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun.


Pasal 556

Setiap Orang yang untuk memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai pendaftaran Kapal, memperlihatkan Surat

keterangan yang diketahui bahwa isi Surat keterangan tersebut bertentangan

dengan yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.


Pasal 557


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, Setiap Orang


yang:


a. membuat atau meminta orang lain untuk mencantumkan keterangan

palsu dalam berita acara suatu keterangan Kapal tentang suatu

keadaan yang kebenarannya harus dinyatakan dalam akta, dengan

maksud untuk menggunakan sendiri atau menyuruh orang lain

menggunakan akta tersebut seolah-olah keterangan dalam berita acara

sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta tersebut

dapat menimbulkan kerugian, atau


b. menggunakan akta sebagaimana dimaksud pada huruf a seolah-olah

isinya sesuai dengan yang sebenarnya jika karena penggunaan akta

tersebut dapat menimbulkan kerugian.


Pasal 558

Nakhoda yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain,

membuat atau memberikan laporan palsu tentang kecelakaan Kapal yang

dipimpinnya atau kapal lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.


134

Bagian Ketiga


Penyerangan, Pemberontakan, dan Pembangkangan di Kapal


Pasal 559


Dipidana karena penyerangan di Kapal dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:


a.


Penumpang Kapal Indonesia yang di atas kapal menyerang atau

melawan Nakhoda dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan

dengan maksud merampas kebebasannya untuk bergerak, atau

Anak Buah Kapal Indonesia yang di atas Kapal atau dalam

menjalankan profesinya melakukan perbuatan sebagaimana

dimaksud pada huruf a terhadap orang yang lebih tinggi

pangkatnya.


Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:


a.


b.


pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun, jika perbuatan tersebut

atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan luka,

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika mengakibatkan

Luka Berat, atau


pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika mengakibatkan

matinya orang.


Pasal 560


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 559 ayat (1)

dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu atau

bersama-sama dipidana karena pemberontakan di Kapal, dengan

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan:


a.


pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika perbuatan

tersebut atau perbuatan lain yang menyertainya mengakibatkan

luka:


pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika

mengakibatkan Luka Berat, atau


pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika

mengakibatkan matinya orang.


Pasal 561


Setiap Orang yang di atas Kapal Indonesia menghasut orang lain supaya

melakukan pemberontakan di kapal dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun.


(1)


Pasal 562


Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori II, setiap Penumpang Kapal Indonesia

yang:


a.


tidak menurut perintah Nakhoda yang diberikan untuk

kepentingan keamanan atau untuk menegakkan ketertiban dan

disiplin di atas Kapal:


135

b. tidak memberi pertolongan menurut kemampuannya kepada

Nakhoda ketika mengetahui bahwa kemerdekaan Nakhoda untuk

bergerak dirampas, atau


c. tidak memberitahukan kepada Nakhoda pada saat yang tepat

ketika mengetahui ada niat dari orang lain yang berada di atas

Kapal untuk melakukan penyerangan di Kapal.


(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku

jika penyerangan di Kapal tidak terjadi.


Pasal 563

Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 553 dan Pasal 559

sampai dengan Pasal 562 berpangkat perwira Kapal, pidana dapat ditambah

1/3 (satu per tiga).


Bagian Keempat

Penyalahgunaan Wewenang dan Pelanggaran Kewajiban

oleh Nakhoda Kapal


Pasal 564

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, Nakhoda Kapal

Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan keuntungan dengan

cara:

a. menjual Kapal,

b. membebani dengan hak tanggungan atau menggadaikan Kapal atau

perlengkapannya,

c. menjual atau menggadaikan Barang muatan atau perbekalan Kapalnya,

atau

d. memperhitungkan kerugian atau pengeluaran yang tidak sebenarnya.


Pasal 565

Setiap Orang yang melengkapi Kapal atas biaya sendiri atau atas biaya orang

lain, dengan maksud digunakan untuk melakukan Tindak Pidana

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Pasal 566

Setiap Orang yang atas biaya sendiri atau atas biaya orang lain secara

langsung atau tidak langsung turut melaksanakan penyewaan, pemuatan,

atau pengasuransian Kapal, padahal diketahui bahwa Kapal tersebut akan

digunakan atau diperuntukkan untuk digunakan untuk maksud

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 548 dan Pasal 549 dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 567

Nakhoda Kapal Indonesia yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri

atau orang lain secara melawan hukum atau untuk menyembunyikan

keuntungan yang demikian dengan cara mengubah haluan Kapalnya


136

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV.


Pasal 568


(1) Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa

sepengetahuan pemilik atau Pengusaha Kapal, melakukan atau

membiarkan dilakukan perbuatan yang diketahuinya akan

menimbulkan kemungkinan bagi Kapal atau Barang muatannya untuk

ditarik, dihentikan, atau ditahan dipidana dengan pidana penjara paling

lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak

kategori III.


(2) Setiap Penumpang kapal yang tidak dalam keadaan terpaksa dan tanpa

sepengetahuan Nakhoda melakukan atau membiarkan dilakukan

perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori II.


Pasal 569

Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa tidak memberi

sesuatu yang wajib diberikan kepada Penumpang kapalnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


Pasal 570

Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak dalam keadaan terpaksa atau

bertentangan dengan hukum yang berlaku baginya membuang Barang

muatan kapalnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun

atau pidana denda paling banyak kategori III.


Pasal 571

Nakhoda yang Kapalnya memakai bendera Indonesia, padahal diketahui

tidak berhak untuk memakai bendera tersebut dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak kategori

UI.


Pasal 572

Nakhoda yang Kapalnya memakai tanda yang menimbulkan kesan

seolah-olah Kapal tersebut adalah kapal perang Indonesia atau Kapal

pemerintah selain kapal perang yang bertugas di bidang keamanan dan

ketertiban di laut atau kapal pandu yang bekerja di perairan Indonesia

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori III.


Pasal 573

Nakhoda Kapal Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban untuk mencatat

dan memberitahukan kelahiran atau kematian orang yang berada di Kapal

selama waktu berlayar sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori

Il.


137

Pasal 574

Nakhoda Kapal Indonesia yang tanpa alasan yang sah menolak permintaan

untuk mengangkut tersangka, terdakwa, terpidana, narapidana, dan/atau

Barang yang berhubungan dengan perkara pidana sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana penjara paling lama

1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.


Pasal 575


(1) Seorang Nakhoda Kapal Indonesia yang membiarkan lari atau

melepaskan tersangka, terdakwa, terpidana, atau narapidana, atau

memberi bantuan ketika dilepaskan atau melepaskan diri, padahal

orang itu diangkut di Kapalnya berdasarkan permintaan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak

kategori IV.


(2) Dalam hal Nahkoda karena kelalaiannya mengakibatkan tersangka,

terdakwa, terpidana, atau narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) lepas atau melarikan diri dipidana dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.


Bagian Kelima

Perusakan Barang Muatan dan Keperluan Kapal


Pasal 576

Setiap Orang yang secara melawan hukum menghancurkan atau merusak

Barang muatan, perbekalan, atau Barang keperluan yang ada di Kapal

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda

paling banyak kategori IV.


Bagian Keenam

Menjalankan Profesi sebagai Awak Kapal


Pasal 577

Setiap Orang yang tidak dalam keadaan terpaksa tanpa hak melakukan

profesi sebagai Nakhoda, juru mudi, atau juru mesin pada Kapal Indonesia

dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana

denda paling banyak kategori IV.


Pasal 578

Setiap Orang yang tanpa hak memakai tanda pengenal walaupun sedikit

berlainan, yang pemakaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan hanya untuk Kapal rumah sakit atau sekoci dari Kapal

tersebut atau untuk Kapal kecil yang digunakan untuk menolong orang sakit

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana

denda paling banyak kategori II.


Bagian Ketujuh

Penandatanganan Konosemen dan Tiket Perjalanan


138

Pasal 579


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang yang:


a.


b.


menandatangani konosemen yang dikeluarkan dengan melanggar

ketentuan peraturan perundang-undangan, atau


berdasarkan kewenangannya menandatangani konosemen

sebagaimana dimaksud pada huruf a, jika konosemen tersebut jadi

dikeluarkan.


Pasal 580


Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori IV, Setiap Orang


yang:


a. menandatangani tiket perjalanan Penumpang Kapal yang

dikeluarkan dengan melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan, atau


b. berdasarkan kewenangannya menandatangani tiket perjalanan

Penumpang Kapal sebagaimana dimaksud pada huruf a, jika tiket

tersebut kemudian dikeluarkan.


Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga


terhadap Setiap Orang yang memberikan tiket perjalanan Penumpang


Kapal yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan.


BAB XXXII

TINDAK PIDANA PENERBANGAN DAN


TINDAK PIDANA TERHADAP SARANA SERTA PRASARANA PENERBANGAN


(1)


Bagian Kesatu

Perusakan Sarana Penerbangan dan Pesawat Udara


Pasal 581

Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan,

atau membuat tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu

lintas udara atau menggagalkan usaha untuk pengamanan bangunan

tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan


(3)


bahaya bagi keamanan lalu lintas udara dipidana dengan pidana

penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 582

Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan rusak, hancur,

atau tidak dapat dipakai bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara

atau gagalnya usaha untuk pengamanan bangunan tersebut dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.


139

(2)


(3)


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan bahaya bagi keamanan lalu lintas udara dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun.


Pasal 583

Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak menghancurkan,

mengambil, atau memindahkan tanda atau alat untuk pengamanan

penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau alat tersebut,

atau memasang tanda atau alat yang keliru dipidana dengan pidana

penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan

bahaya bagi keamanan penerbangan dipidana dengan pidana penjara

paling lama 9 (sembilan) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dipidana dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun.


Pasal 584

Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan tanda atau alat

untuk pengamanan penerbangan rusak, hancur, terambil atau pindah,

atau mengakibatkan tidak dapat bekerja atau mengakibatkan

terpasangnya tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan yang

keliru dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang

mengakibatkan bahaya bagi penerbangan dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan kecelakaan pesawat udara dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun.

Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

mengakibatkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun.


Bagian Kedua

Pembajakan Pesawat Udara


Pasal 585

Dipidana karena melakukan pembajakan di udara dengan pidana

penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, Setiap Orang yang:

a. merampas atau mempertahankan perampasan, atau

b. secara melawan hukum menguasai atau mengendalikan pesawat

udara dalam Penerbangan.


140

(2) Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaiamana dimaksud

pada ayat (1) dengan Kekerasan, Ancaman Kekerasan, atau ancaman

dalam bentuk lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun.


Pasal 586

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 585:

a. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersekutu dan

bersama-sama,


sebagai kelanjutan permufakatan jahat:


dilakukan dengan perencanaan,


mengakibatkan Luka Berat:


mengakibatkan kerusakan pada pesawat udara yang dapat membahayakan penerbangan, atau

f. ' dilakukan dengan maksud untuk merampas kemerdekaan atau


meneruskan merampas kemerdekaan seseorang.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan matinya orang atau hancurnya pesawat udara tersebut

dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama

20 (dua puluh) tahun.


0209


Bagian Ketiga

Perbuatan yang Membahayakan Keselamatan Penerbangan


Pasal 587

Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak, menghancurkan, atau

membuat tidak dapat dipakai pesawat udara yang sebagian atau seluruhnya

milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan)

tahun.


Pasal 588

Setiap Orang yang secara melawan hukum merusak pesawat udara Dalam

Dinas Penerbangan atau mengakibatkan kerusakan pesawat udara sehingga

tidak dapat terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Pasal 589

Setiap Orang yang mencelakakan, merusak, menghancurkan, atau membuat

tidak dapat dipakai pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana dengan:

a. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika perbuatan

tersebut menimbulkan bahaya bagi nyawa orang lain, atau

b. pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika perbuatan

tersebut mengakibatkan matinya orang.


Pasal 590

(1) Setiap Orang yang karena kealpaannya mengakibatkan pesawat udara

celaka, rusak, hancur, atau tidak dapat dipakai dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun.


141

(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan

bahaya bagi nyawa orang lain dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun.


(3) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling

lama 7 (tujuh) tahun


Pasal 591

Setiap Orang yang di dalam pesawat udara melakukan perbuatan yang

membahayakan keselamatan pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.


Pasal 592

Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan Kekerasan terhadap

orang di dalam pesawat udara Dalam Penerbangan yang membahayakan

keselamatan penerbangan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling

lama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 593

Setiap Orang yang secara melawan hukum menempatkan atau menyebabkan

ditempatkannya dengan cara apapun alat atau bahan di dalam pesawat

udara Dalam Dinas Penerbangan, yang dapat menghancurkan atau

mengakibatkan kerusakan pesawat udara tersebut sehingga tidak dapat

terbang atau membahayakan keselamatan penerbangan dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 594


(1) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 592 dan Pasal

593:


a. dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih secara bersama-sama dan

bersekutu,


b. sebagai kelanjutan permufakatan jahat, atau


c. mengakibatkan Luka Berat,


pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan matinya orang atau pesawat udara tersebut hancur

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau

pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.


Pasal 595


(l) Setiap Orang yang memberikan keterangan yang diketahuinya palsu

dan perbuatan tersebut membahayakan keselamatan pesawat udara

Dalam Penerbangan dipidana dengan pidana penjara paling lama 7

(tujuh) tahun.


(2) Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang mengakibatkan Luka Berat dipidana dengan pidana

penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.


142

(3)


Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) yang mengakibatkan matinya orang dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.


Bagian Keempat

Tindak Pidana Asuransi Pesawat Udara


Pasal 596


Setiap Orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau

orang lain secara melawan hukum, atas kerugian penanggung asuransi

menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan, kehancuran,

kerusakan, atau membuat tidak dapat dipakai pesawat udara yang

dipertanggungkan terhadap bahaya tersebut atau yang muatannya atau

upah yang akan diterima untuk pengangkutan muatan tersebut

dipertanggungkan, atau untuk kepentingan muatan tersebut telah

diterima uang tanggungan dipidana dengan pidana penjara paling lama

10 (sepuluh) tahun.


(2) Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada


(3)


pesawat udara Dalam Penerbangan dipidana dengan pidana penjara


paling lama 15 (lima belas) tahun.


Jika Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


mengakibatkan Penumpang pesawat udara yang dipertanggungkan


terhadap bahaya mendapat kecelakaan dipidana dengan:


a. pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika

mengakibatkan Luka Berat, atau


b. pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, jika

mengakibatkan matinya orang.


BAB XXXIH

TINDAK PIDANA BERDASARKAN HUKUM YANG HIDUP DALAM

MASYARAKAT


Pasal 597

Setiap Orang, yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang

hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang,

diancam dengan pidana.

Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemenuhan

kewajiban adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf f.


BAB XXXIV

TINDAK PIDANA KHUSUS


Bagian Kesatu

Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia


143

Pasal 598


Dipidana karena genosida Setiap Orang yang dengan maksud


menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok


bangsa, ras, etnis, atau agama, dengan cara:


a. membunuh anggota kelompok,


b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota

kelompok, 



Cc. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan

mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun

sebagian,


d. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran

dalam kelompok, atau


e. memindahkan secara paksa Anak-Anak dari kelompok ke kelompok

lain, dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)

tahun.


Pasal 599


Dipidana karena Tindak Pidana terhadap kemanusiaan, Setiap Orang yang


melakukan salah satu perbuatan sebagai bagian dari serangan yang meluas


atau sistematis yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan

terhadap penduduk sipil, berupa:


a. pembunuhan, pemusnahan, pengusiran atau pemindahan penduduk

secara paksa, perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan

fisik lain yang melanggar aturan dasar hukum internasional, atau

kejahatan apartheid, dengan pidana mati, pidana penjara seumur

hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun,


b. perbudakan, penyiksaan, atau perbuatan tidak manusiawi lainnya yang

sama sifatnya yang ditujukan untuk menimbulkan penderitaan yang

berat atau luka yang serius pada tubuh atau kesehatan fisik dan mental,

dengan pidana paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima

belas) tahun,


Cc.  persekusi terhadap kelompok atau perkumpulan atas dasar politik, ras,

kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau persekusi dengan

alasan diskriminatif lain yang telah diakui secara universal sebagai hal

yang dilarang menurut hukum internasional, dengan pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, atau


d. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan

kehamilan, pemandulan, atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-

bentuk Kekerasan seksual lain yang setara, atau penghilangan orang

secara paksa dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun.


Bagian Kedua

Tindak Pidana Terorisme


144

Pasal 600

Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang

menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas,

menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan cara merampas

kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau

mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital yang

Strategis, lingkungan hidup atau Fasilitas Publik atau fasilitas internasional

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.


Pasal 601


Setiap Orang yang menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan

bermaksud untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap

orang secara meluas atau menimbulkan Korban yang bersifat massal dengan

cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-

obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau

fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga)

tahun dan paling lama paling lama 20 (dua puluh) tahun atau pidana penjara

seumur hidup.


Pasal 602

Setiap Orang yang menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau

meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud

digunakan seluruhnya atau sebagian untuk melakukan Tindak Pidana

terorisme, organisasi teroris, atau teroris dipidana karena Tindak Pidana

pendanaan terorisme dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling banyak kategori V.


Bagian Ketiga

Tindak Pidana Korupsi


Pasal 603

Setiap Orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua)

tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit

kategori II dan paling banyak kategori VI.


Pasal 604


Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu Korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana

penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan

paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit kategori II dan

paling banyak kategori VI.


145

(1)


Pasal 605


Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan


paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit kategori III dan


paling banyak kategori V, Setiap Orang yang:


a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau

penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu

dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, atau


b. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara

karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan

dengan kewajiban, yang dilakukan atau tidak dilakukan dalam

jabatannya.


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian


atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana


penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun


dan denda paling sedikit kategori III dan paling banyak kategori V.

Pasal 606


Setiap Orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara dengan mengingat kekuasaan atau

wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh

pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau

kedudukan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun dan denda paling banyak kategori IV.


Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau

janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak kategori

IV.


Bagian Keempat

Tindak Pidana Pencucian Uang


Pasal 607

Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,

membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa

ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau

surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil Tindak Pidana

dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta

kekayaan dipidana karena Tindak Pidana pencucian uang dengan

pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling

banyak kategori VII.

Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

korupsi,

penyuapan,

narkotika:

psikotropika,

penyelundupan tenaga kerja,

penyelundupan migran,


»p Op


146

di bidang perbankan,


di bidang pasar modal,


di bidang perasuransian,


kepabeanan,


cukai:


perdagangan orang:


perdagangan senjata gelap:


terorisme,


penculikan,


pencurian,


penggelapan,


penipuan,


pemalsuan uang,


perjudian,


prostitusi,


di bidang perpajakan,


di bidang kehutanan,


di bidang lingkungan hidup,


di bidang kelautan dan perikanan, atau


Tindak Pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat)

tahun atau lebih,


yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di

luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Tindak Pidana

tersebut juga merupakan Tindak Pidana menurut hukum Indonesia.

Pasal 608


NG nge nenaOPB E


Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber,

lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya

atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan

hasil Tindak Pidana dipidana karena Tindak Pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

kategori VI.


(1)


Pasal 609


Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan,

pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran,

atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil Tindak Pidana dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak kategori VI.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi

pihak pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang.


Bagian Kelima

Tindak Pidana Narkotika


Pasal 610


Setiap Orang yang tanpa hak menanam, memelihara, memiliki,

menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam


147

bentuk tanaman dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4

(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda

paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya

melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon dipidana

dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana

denda paling sedikit kategori VI dan paling banyak kategori VII.


Pasal 611


Setiap Orang yang tanpa hak memiliki, menyimpan, menguasai, atau


menyediakan:


a. Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua

belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling

banyak kategori VI:


b. Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

VI, dan


c. Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana

denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori VI.


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan


terhadap:


a. Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5

(lima) gram dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan

paling banyak kategori VI:


b. Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

kategori V dan paling banyak kategori VI, dan


c. Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

kategori V dan paling banyak kategori VI.


Pasal 612


Setiap Orang yang tanpa hak memproduksi, mengimpor, mengekspor,


atau menyalurkan:


a. Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V:


b. Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan


148

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V, dan


Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

vV


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap:


a.


Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya

melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon,

atau Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi

5 (lima) gram dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur

hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori

V dan paling banyak kategori VI:


Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan

paling banyak kategori VI: dan


Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan

paling banyak kategori VI.


Pasal 613


Setiap Orang yang tanpa hak menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau

menyerahkan:


a.


Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun

dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak

kategori V,


Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V, dan


Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

vV


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap: 



a.


Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya

melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau

dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau

pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20


149

(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan

paling banyak kategori VI:


Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua

puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V dan paling

banyak kategori VI: dan


Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

kategori V dan paling banyak kategori VI.

Pasal 614


Setiap Orang yang tanpa hak membawa, mengirim, mengangkut, atau

mentransito:


a.


Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V:


Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V, dan


Narkotika Golongan III dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana

denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori V.


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap:


a.


Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya

melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon yang

beratnya melebihi 5 (lima) gram dipidana dengan pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling

sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI:


Narkotika Golongan II yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan

paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit

kategori V dan paling banyak kategori VI, dan


Narkotika Golongan III yang beratnya melebihi 5 (lima) gram

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan

paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit

kategori V dan paling banyak kategori VI.


Pasal 615


Setiap Orang yang tanpa hak menggunakan terhadap orang lain atau

memberikan untuk digunakan orang lain:


a.


Narkotika Golongan I dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan


150

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V:


b. Narkotika Golongan II dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan

pidana denda paling sedikit kategori IV dan paling banyak kategori

V, dan


c. Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain dipidana

dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori IV dan

paling banyak kategori V.


(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

terhadap:


a. Narkotika Golongan I mengakibatkan matinya orang atau Luka

Berat dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama  20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V

dan paling banyak kategori VI:


b. Narkotika Golongan II mengakibatkan matinya orang atau Luka

Berat dipidana dengan pidana mati pidana penjara seumur hidup,

atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori V

dan paling banyak kategori VI, dan


c. Narkotika Golongan III mengakibatkan matinya orang atau Luka

Berat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun

dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling

sedikit kategori V dan paling banyak kategori VI.


Bagian Keenam

Permufakatan Jahat, Persiapan, Percobaan, dan Pembantuan Tindak

Pidana Khusus


Pasal 616

Ketentuan mengenai permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan

pembantuan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai Tindak Pidana

berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme, Pindak Pidana

korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, dan Tindak Pidana narkotika

berlaku sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang tersebut.


BAB XXXV

KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 617

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, setiap Undang-Undang

yang memuat ketentuan pidana harus menyesuaikan dengan ketentuan

Buku Kesatu Undang-Undang ini.

(2) Ketentuan mengenai penyesuaian ketentuan pidana sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Undang-Undang.


151

Pasal 618


Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:


a.


istilah kejahatan dan pelanggaran yang digunakan dalam Undang-

Undang di luar Undang-Undang ini atau Peraturan Daerah diganti

menjadi Tindak Pidana,


istilah badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan,

perkumpulan, koperasi, badan usaha milik negara, badan usaha milik

daerah, badan usaha milik desa, atau yang disamakan dengan itu,

maupun perkumpulan yang tidak berbadan hukum atau badan usaha

yang berbentuk firma, persekutuan komanditer, atau yang disamakan

dengan itu yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di luar

Undang-Undang ini disamakan dengan Korporasi sebagaimana

ditentukan dalam Undang-Undang ini,


istilah benda berwujud atau tidak berwujud, benda bergerak atau tidak

bergerak termasuk air dan uang giral, aliran listrik, gas, data dan

program Komputer yang diatur dalam Undang-Undang di luar Undang-

Undang ini disamakan dengan Barang sebagaimana ditentukan dalam

Undang-Undang ini,


istilah pegawai negeri, aparatur sipil negara, anggota Kepolisian Negara

Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, pejabat

negara, pejabat publik, pejabat daerah, orang yang menerima gaji atau

upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau

upah dari Korporasi yang seluruh atau sebagian besar modalnya milik

negara atau daerah, atau pejabat lain yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan di luar Undang-Undang ini dan memenuhi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 merupakan Pejabat

sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.


Pasal 619

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana kurungan dalam

Undang-Undang lain di luar Undang-Undang ini dan Peraturan Daerah

diganti menjadi pidana denda dengan ketentuan:

a. pidana kurungan kurang dari 6 (enam) Bulan diganti dengan

pidana denda paling banyak kategori I: dan

b. pidana kurungan 6 (enam) Bulan atau lebih diganti dengan pidana

denda paling banyak kategori II.

Dalam hal pidana denda yang diancamkan secara alternatif dengan

pidana kurungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melebihi kategori

Il, tetap berlaku ketentuan dalam peraturan perundang-undangan

tersebut.


Pasal 620


Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang lain di luar

Undang-Undang ini yang menetapkan pidana denda yang melebihi jumlah

kategori VIII diganti dengan pidana denda kategori VIII.


Pasal 621


Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku jika ketentuan pidana dalam

Undang-Undang di luar Undang-Undang ini menunjuk pada pasal-pasal


152

tertentu yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

diberlakukan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958

tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik

Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disesuaikan

dengan perubahan yang ada dalam Undang-Undang ini.


Pasal 622

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Tindak Pidana yang sedang

dalam proses peradilan menggunakan ketentuan Undang-Undang ini,

kecuali Undang-Undang yang mengatur Tindak Pidana tersebut lebih

menguntungkan bagi tersangka atau terdakwa.


Pasal 623

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pidana tutupan tetap

dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang

Hukuman Tutupan sampai dibentuknya Undang-Undang mengenai pidana

tutupan yang baru.


Pasal 624

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam Bab tentang

Tindak Pidana Khusus dalam Undang-Undang ini dilaksanakan oleh lembaga

penegak hukum berdasarkan tugas dan kewenangan yang diatur dalam

Undang-Undang masing-masing.

BAB XXXVI

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 625

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling

lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.


Pasal 626

(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan dalam:


a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum

Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9),


b. Pasal1l dan Pasal 2 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951

tentang Mengubah “Ordonnantie Tidelijke Byzondere

Strafbepalingen" (Stbl. 1948 No. 17) dan Undang-Undang Republik

Indonesia dahulu No. 8 tahun 1948 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 78 Tahun 1951),


c. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan

Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang

Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik

Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1660) yang

telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang


153

Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan terhadap

Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3850): dan


Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan

Terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3850),


Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 5, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 15, dan

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3874),


Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 36 sampai dengan Pasal 41 Undang-

Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor

208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4026),


Pasal 81 ayat (1) dan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4235) sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2016 Nomor 237, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5946),


Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4282) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2018 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 6216):


Pasal 69 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4301),


154

Pasal 2 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4720):

Pasal 30 ayat (2), Pasal 31, dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952):

Pasal 15 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008

tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919),


Pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 181,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4928):

Pasal 66 sampai dengan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu

Kebangsaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5035),


Pasal 192, Pasal 194, dan Pasal 195 Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5063),


Pasal 111 sampai dengan Pasal 126 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5062),


Pasal 2 sampai dengan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010

Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5164),


Pasal 120 ayat (1) dan Pasal 126 huruf e Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5216),


Pasal 36 ayat (1) sampai dengan Pasal 36 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 64, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5223):


Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360),


155

u. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pembiayaan Terorisme

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284),


v. Pasal 37 sampai dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4635) sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan

Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2014 Nomor 293, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5602): dan


w. Pasal 75 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang

Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5618),


dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf b tentang Tindak Pidana tentang senjata api, amunisi, bahan


peledak, dan senjata lain diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang

yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 1 pengacuannya diganti dengan Pasal 310: dan


b. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasjal 311,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf e tentang Tindak Pidana korupsi diacu oleh ketentuan pasal


Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 604:


b. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 605,


c. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 606,


d. Pasal 11 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1): dan


e. Pasal 13 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (2),


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf f tentang Tindak Pidana berat terhadap hak asasi manusia diacu


oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,

pengacuannya diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 8 pengacuannya diganti dengan Pasal 598: dan


b. Pasal 9 pengacuannya diganti dengan Pasal 599,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf g tentang Tindak Pidana persetubuhan atau pencabulan dengan


Anak diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,


pengacuannya diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 81 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 479 ayat (4):

dan


b. Pasal 82 pengacuannya diganti dengan Pasal 424,


156

dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf h tentang Tindak Pidana terorisme diacu oleh ketentuan pasal

Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti

dengan ketentuan:


a. Pasal6 pengacuannya diganti dengan Pasal 600: dan


b. Pasal 7 pengacuannya diganti dengan Pasal 601,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf i tentang Tindak Pidana penggunaan ijazah atau gelar akademik

palsu diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,

pengacuannya diganti dengan ketentuan Pasal 69 pengacuannya diganti

dengan Pasal 271 ayat (2) dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf j tentang Tindak Pidana perdagangan orang diacu oleh ketentuan

pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti

dengan ketentuan:


a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 461: dan


b. Pasal 22 pengacuannya diganti dengan Pasal 284,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf k tentang Tindak Pidana informatika dan elektronika diacu oleh

ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya

diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 46 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal:


b. Pasal 31 pengacuannya diganti dengan Pasal, dan


c. Pasal 32 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf 1 tentang Tindak Pidana atas dasar diskriminasi diacu oleh

ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya

diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 15 pengacuannya diganti dengan Pasal 244, dan


b. Pasal 17 pengacuannya diganti dengan Pasal 245,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf m tentang Tindak Pidana pornografi diacu oleh ketentuan pasal

Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan

ketentuan Pasal 29 pengacuannya diganti dengan Pasal 413 ayat (1)

dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf n tentang Tindak Pidana penodaan terhadap Bendera Negara,

Lambang Negara, dan Lagu Kebangsaan diacu oleh ketentuan pasal

Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan

ketentuan:


a. Pasal 66 pengacuannya diganti dengan Pasal 234,


b. Pasal67 pengacuannya diganti dengan Pasal 235,


c. Pasal 68 pengacuannya diganti dengan Pasal 236,


157

d. Pasal 69 pengacuannya diganti dengan Pasal 237,


e. Pasal 70 pengacuannya diganti dengan Pasal 238, dan


f. Pasal 71 pengacuannya diganti dengan Pasal 239,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf o tentang Tindak Pidana terhadap organ, jaringan tubuh, dan

darah dan pengguguran kandungan diacu oleh ketentuan pasal

Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan

ketentuan:


a. Pasal 192 pengacuannya diganti dengan Pasal 351 huruf a, dan


b. Pasal 194 pengacuannya diganti dengan Pasal,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf p tentang Tindak Pidana narkotika diacu oleh ketentuan pasal

Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti

dengan ketentuan:


a. Pasal 111 pengacuannya diganti dengan Pasal 610,


b. Pasal 112 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)


huruf a,


c. Pasal 112 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)

huruf a,


d. Pasal 113 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)

huruf a,


e. Pasal 113 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)

huruf a,


f. Pasal 114 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)

huruf a,


g. Pasal 114 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)

huruf a,


h. Pasal 115 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)

huruf a,


1. Pasal 115 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)

huruf a,


j. Pasal 116 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)

huruf a,


k. Pasal 116 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)

huruf a,


1. Pasal 117 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)

huruf b:


m. Pasal 117 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)

huruf b:


n. Pasal 118 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)

huruf b:


o. Pasal 118 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)

huruf b:


p. Pasal 119 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)

huruf b:


g. Pasal 119 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)

huruf b:


158

r. Pasal 120 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)


huruf b:


s. Pasal 120 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)

huruf b:


t. Pasal 121 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)

huruf b:


u. Pasal 121 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)

huruf b:


v. Pasal 122 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (1)

huruf c,


w. Pasal 122 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 611 ayat (2)

huruf c,


x. Pasal 123 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (1)

huruf c,


y. Pasal 123 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 612 ayat (2)

huruf c,


z. Pasal 124 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (1)

huruf c,


aa. Pasal 124 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 613 ayat (2)

huruf c,


bb. Pasal 125 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (1)

huruf c,


cc. Pasal 125 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 614 ayat (2)

huruf c,


dd. Pasal 126 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (1)

huruf c: dan


ee. Pasal 126 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 615 ayat (2)

huruf c,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf g tentang Tindak Pidana pencucian uang diacu oleh ketentuan


pasal Undang-Undang yang bersangkutan, maka pengacuannya diganti


dengan ketentuan:


a. Pasal 2 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (2):

b. Pasal 3 pengacuannya diganti dengan Pasal 607 ayat (1):


c. Pasal 4 pengacuannya diganti dengan Pasal 608: dan


d. Pasal 5 pengacuannya diganti dengan Pasal 609,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf r tentang Tindak Pidana penyelundupan manusia atau pemalsuan


paspor, surat perjalanan laksana paspor, atau surat yang diberikan


menurut ketentuan Undang-Undang tentang pemberian izin kepada


orang asing untuk masuk dan menetap di Indonesia diacu oleh


ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya


diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 121 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 463, dan


b. Pasal 126 huruf e pengacuannya diganti dengan Pasal 404 ayat (1),


dalam Undang-Undang ini.


159

(17)


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf s tentang Tindak Pidana pemalsuan mata uang atau uang kertas


diacu oleh ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan,


pengacuannya diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 36 ayat (1) pengacuannya diganti dengan Pasal 380,


b. Pasal 36 ayat (2) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf b:


c. Pasal 36 ayat (3) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf a,

dan


d. Pasal 36 ayat (4) pengacuannya diganti dengan Pasal 381 huruf b,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf t tentang Tindak Pidana produksi pangan untuk diedarkan


menggunakan bahan tambahan pangan melampaui ambang batas


maksimum yang ditetapkan oleh Pejabat yang berwenang atau


menggunakan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan diacu oleh


ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya


diganti dengan ketentuan Pasal 136 pengacuannya diganti dengan Pasal


510 dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf u tentang Tindak Pidana pendanaan terorisme diacu oleh


ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya


diganti dengan ketentuan Pasal 4 pengacuannya diganti dengan Pasal


602 dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf v tentang Tindak Pidana terhadap saksi dan korban diacu oleh


ketentuan pasal Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya


diganti dengan ketentuan:


a. Pasal 37 pengacuannya diganti dengan Pasal 299,


b. Pasal 38 pengacuannya diganti dengan Pasal 300,


c. Pasal 39 pengacuannya diganti dengan Pasal 301:


d. Pasal 40 pengacuannya diganti dengan Pasal 302: dan


e. Pasal 41 pengacuannya diganti dengan Pasal 303,


dalam Undang-Undang ini.


Dalam hal ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf w tentang Tindak Pidana asuransi diacu oleh ketentuan pasal


Undang-Undang yang bersangkutan, pengacuannya diganti dengan


ketentuan Pasal 75 pengacuannya diganti dengan Pasal 402 dalam


Undang-Undang ini.


Pasal 627


Undang-Undang ini dapat disebut dengan KUHP.


Pasal 628


Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal

diundangkan.


Agar Setiap Orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-

Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia.


160

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta

pada tanggal


MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,


YASONNA H. LAOLY


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...


161

PENJELASAN

ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR ... TAHUN ...

TENTANG

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA


UMUM


Penyusunan Undang-Undang ini dimaksudkan untuk

menggantikan Wetboek van Strafrecht atau yang disebut dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana

yang telah beberapa kali diubah, merupakan salah satu usaha dalam

rangka pembangunan hukum nasional. Usaha tersebut dilakukan

secara terarah dan terpadu sehingga dapat mendukung pembangunan

nasional di berbagai bidang sesuai dengan tuntutan pembangunan serta

tingkat kesadaran hukum dan dinamika yang berkembang dalam

masyarakat.


Dalam perkembangannya, pembaruan Undang-Undang ini yang

diarahkan kepada misi tunggal yang mengandung makna “dekolonisasi”

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam bentuk “rekodifikasi”,

dalam perjalanan sejarah bangsa pada akhirnya juga mengandung

berbagai misi yang lebih luas sehubungan dengan perkembangan, baik

nasional maupun internasional. Adapun misi kedua adalah misi

“demokratisasi hukum pidana”. Misi ketiga adalah misi “konsolidasi

hukum pidana” karena sejak kemerdekaan, perundang-undangan

hukum pidana mengalami perkembangan yang pesat, baik di dalam

maupun di luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan berbagai

kekhasannya sehingga perlu ditata kembali dalam kerangka Asas-Asas

Hukum Pidana yang diatur dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana. Di samping itu, penyusunan Undang-Undang ini dilakukan atas

dasar misi keempat, yaitu misi adaptasi dan harmonisasi terhadap

berbagai perkembangan hukum yang terjadi, baik sebagai akibat

perkembangan di bidang ilmu hukum pidana maupun perkembangan

nilai-nilai, standar, dan norma yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab

di dunia internasional.


Misi tersebut diletakkan dalam kerangka politik hukum dengan

melakukan penyusunan Undang-Undang ini dalam bentuk kodifikasi

dan unifikasi yang dimaksudkan untuk menciptakan dan menegakkan

konsistensi, keadilan, kebenaran, ketertiban, kemanfaatan, dan

kepastian hukum dengan memperhatikan keseimbangan antara

kepentingan nasional, kepentingan masyarakat, dan kepentingan

individu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan

pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.


162

Setelah menelusuri sejarah hukum pidana di Indonesia, diketahui

bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia

berasal dari Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad

1915: 732). Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Wetboek van

Strafrecht tersebut masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan

Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik

Indonesia II Nomor 9), Wetboek van Straftrecht voor Nederlandsch-Indie

disebut sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dinyatakan

berlaku untuk Pulau Jawa dan Madura, sedangkan untuk daerah lain

akan ditetapkan kemudian oleh Presiden. Usaha untuk mewujudkan

adanya kesatuan hukum pidana untuk seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia itu, secara de facto belum dapat terwujud

karena terdapat daerah pendudukan Belanda sebagai akibat aksi militer

Belanda I dan II yang untuk daerah tersebut masih berlaku Wetboek van

Strafrecht voor Nederlandsch-Indie (Staatsblad, 1915: 732) dengan segala

perubahannya. Sejak saat itu, dapat dikatakan bahwa setelah

kemerdekaan tahun 1945 terdapat dualisme hukum pidana yang

berlaku di Indonesia dan keadaan itu berlangsung hingga tahun 1958

dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958.

Undang-Undang tersebut menetapkan bahwa Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan semua

perubahan dan tambahannya berlaku untuk seluruh wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, berlakulah hukum

pidana materiel yang seragam untuk seluruh Indonesia yang bersumber

pada hukum yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942, yaitu Wethoek

van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie yang untuk selanjutnya disebut

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.


Sejak Indonesia merdeka telah banyak dilakukan usaha untuk

menyesuaikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan kolonial

tersebut sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial lainnya, baik

nasional maupun internasional. Dalam hal ini, di samping berbagai

perubahan yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana telah beberapa kali mengalami pembaruan atau

perubahan antara lain:


1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan kolonial

tersebut sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial lainnya, baik

nasional maupun internasional. Dalam hal ini, di samping berbagai

perubahan yang dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana telah beberapa kali mengalami pembaruan atau

perubahan antara lain:


1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yang menaikkan ancaman

hukuman dalam Pasal 359, Pasal 360 dan Pasal 188 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana,


2. Undang-Undang Nomor 16 Prp. Tahun 1960 tentang Beberapa

Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang

mengubah frasa “urjf en twintig gulden” dalam Pasal 364, Pasal 373,

Pasal 379, Pasal 384, dan Pasal 407 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana menjadi frasa “dua ratus lima puluh rupiah”:


3. Undang-Undang Nomor 18 Prp. Tahun 1960 tentang Perubahan

Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum


163

Pidana dan dalam Ketentuan Pidana Lainnya yang Dikeluarkan

Sebelum Tanggal 17 Agustus 1945,


Undang-Undang Nomor 2 PNPS Tahun 1964 tentang Tata Cara

Pelaksanaan Pidana Mati yang Dijatuhkan oleh Pengadilan di

Lingkungan Peradilan Umum dan Militer,


Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan

Penyalahgunaan atau Penodaan Agama, yang antara lain telah

menambahkan ketentuan Pasal 156a ke dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana,


Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban

Perjudian, yang mengubah ancaman pidana dalam Pasal 303 ayat

(1), Pasal 542 ayat (1), dan Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana dan mengubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal

303 bis,


Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan

Penambahan Beberapa Pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan

Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan

Kejahatan terhadap Sarana/ Prasarana Penerbangan,


Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan

terhadap Keamanan Negara, khususnya berkaitan dengan

kriminalisasi terhadap penyebaran ajaran marxisme dan leninisme,

dan


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.


Berbagai pembaruan atau perubahan yang terjadi tersebut belum


dapat memenuhi 4 (empat) misi perubahan mendasar yang telah diuraikan di atas yakni, dekolonisasi, demokratisasi, konsolidasi, dan

harmonisasi sehingga penyusunan Undang-Undang Hukum Pidana

harus dilakukan secara menyeluruh dan terkodifikasi.


BUKU KESATU


1.


Buku Kesatu berisi aturan umum sebagai pedoman bagi penerapan

Buku Kedua serta Undang-Undang di luar Undang-Undang ini,

Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah

Kabupaten/ Kota, kecuali ditentukan lain menurut Undang-Undang

sehingga Buku Kesatu juga menjadi dasar bagi Undang-Undang di

luar KUHP. Pengertian Istilah dalam Buku Kesatu ditempatkan

dalam Bab V karena pengertian istilah tersebut tidak hanya berlaku

bagi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana melainkan berlaku pula

bagi Undang-Undang yang bersifat lex specialis, kecuali ditentukan

lain menurut Undang-Undang. Buku Kesatu ini memuat substansi,


164

antara lain, ruang lingkup berlakunya hukum pidana, Tindak

Pidana dan pertanggungjawaban pidana, pemidanaan, pidana,

diversi, dan tindakan, juga tujuan dan pedoman pemidanaan,

faktor yang wmemperingan, faktor memperberat Pidana,

perbarengan, serta gugurnya kewenangan penuntutan dan

pelaksanaan pidana, pengertian istilah, dan aturan penutup.


Secara keseluruhan perbedaan yang mendasar antara Wetboek van

Strafrecht dan Undang-Undang ini adalah filosofi yang

mendasarinya. Wetboek van Strafrecht dilandasi oleh pemikiran

Aliran Klasik yang berkembang pada Abad ke-18 yang memusatkan

perhatian hukum pidana pada perbuatan atau Tindak Pidana.

Undang-Undang Hukum Pidana mendasarkan diri pada pemikiran

aliran neo-klasik yang menjaga keseimbangan antara faktor objektif

(perbuatan/lahiriah) dan faktor subjektif (orang/ batiniah/ sikap

batin). Aliran ini berkembang pada Abad ke-19 yang memusatkan

perhatiannya tidak hanya pada perbuatan atau Tindak Pidana yang

terjadi, tetapi juga terhadap aspek-aspek individual pelaku Tindak

Pidana. Pemikiran mendasar lain yang mempengaruhi penyusunan

Undang-Undang ini adalah perkembangan ilmu pengetahuan

tentang Korban kejahatan (victimology) yang berkembang setelah

Perang Dunia II, yang menaruh perhatian besar pada perlakuan

yang adil terhadap Korban kejahatan dan penyalahgunaan

kekuasaan. Falsafah daad-dader strafrecht dan viktimologi akan

mempengaruhi perumusan 3 (tiga) permasalahan pokok dalam

hukum pidana, yaitu perumusan perbuatan yang bersifat melawan

hukum, pertanggungjawaban pidana atau kesalahan, dan sanksi

(pidana dan tindakan) yang dapat dijatuhkan beserta asas hukum

pidana yang mendasarinya.


Karakter daad-dader strafrecht yang lebih manusiawi tersebut

secara sistemik mewarnai Undang-Undang ini, yang antara lain

juga tersurat dan tersirat dengan adanya berbagai pengaturan yang

berusaha menjaga keseimbangan antara unsur atau faktor objektif

dan unsur atau faktor subjektif. Hal itu antara lain tercermin dari

berbagai pengaturan tentang tujuan pemidanaan, syarat

pemidanaan, pasangan sanksi berupa pidana dan tindakan,

pengembangan alternatif pidana perampasan kemerdekaan jangka

pendek, pedoman atau aturan pemidanaan, pidana mati yang

merupakan pidana yang bersifat khusus dan selalu dialternatifkan

dengan penjara seumur hidup atau 20 (dua puluh) tahun, serta

pengaturan batas minimum usia pertanggungjawaban pidana,

pidana, dan tindakan bagi Anak.


Pembaruan hukum pidana materiel dalam Undang-Undang ini

tidak membedakan lagi antara Tindak Pidana berupa kejahatan

dan pelanggaran. Untuk keduanya digunakan istilah Tindak

Pidana. Dengan demikian, Undang-Undang ini hanya terdiri atas 2

(dua) Buku, yaitu Buku Kesatu tentang Aturan Umum dan Buku

165

Kedua tentang Tindak Pidana. Adapun Buku Ketiga tentang

Pelanggaran dalam Wetboek van Strafrecht ditiadakan, tetapi

substansinya secara selektif telah ditampung di dalam Buku Kedua

Undang-Undang ini.


Alasan penghapusan tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa

secara konseptual perbedaan antara kejahatan sebagai rechtsdelict

dan pelanggaran sebagai mwetsdelict ternyata tidak dapat

dipertahankan karena dalam perkembangannya tidak sedikit

rechisdelict dikualifikasikan sebagai pelanggaran dan sebaliknya

beberapa perbuatan yang seharusnya merupakan wetsdelict

dirumuskan sebagai kejahatan, hanya karena diperberat ancaman

pidananya. Dalam kenyataannya terbukti bahwa persoalan berat-

ringannya kualitas dan dampak kejahatan dan pelanggaran juga

relatif sehingga kriteria kualitatif semacam ini tidak lagi dapat

dipertahankan secara konsisten.


Dalam Undang-Undang ini diakui pula adanya Tindak Pidana atas

dasar hukum yang hidup dalam masyarakat atau yang sebelumnya

dikenal sebagai Tindak Pidana adat untuk lebih memenuhi rasa

keadilan yang hidup di dalam masyarakat. Dalam kenyataannya di

beberapa daerah di tanah air, masih terdapat ketentuan hukum

yang tidak tertulis, yang hidup dan diakui sebagai hukum di daerah

yang bersangkutan, yang menentukan bahwa pelanggaran atas

hukum itu patut dipidana. Dalam hal ini hakim dapat menetapkan

sanksi berupa pemenuhan kewajiban adat setempat yang harus

dilaksanakan oleh pelaku Tindak Pidana. Hal tersebut mengandung

arti bahwa standar nilai dan norma yang hidup dalam masyarakat

setempat masih tetap dilindungi agar memenuhi rasa keadilan yang

hidup di dalam masyarakat tertentu. Keadaan seperti itu tidak akan

menggoyahkan dan tetap menjamin pelaksanaan asas legalitas

serta larangan analogi yang dianut dalam Undang-Undang ini.


Karena kemajuan yang terjadi dalam bidang keuangan, ekonomi,

dan perdagangan, terutama di era globalisasi serta berkembangnya

Tindak Pidana yang terorganisasi, baik yang bersifat domestik

maupun transnasional, subjek hukum pidana tidak dapat dibatasi

hanya pada manusia secara alamiah, tetapi mencakup pula

Korporasi, yaitu kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau

kekayaan, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan

hukum. Dalam hal ini Korporasi dapat dijadikan sarana untuk

melakukan Tindak Pidana dan dapat pula memperoleh keuntungan

dari suatu Tindak Pidana. Dengan dianutnya paham Korporasi

adalah subjek Tindak Pidana, hal itu berarti bahwa Korporasi, baik

sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap

mampu melakukan Tindak Pidana dan dapat

dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana. Di samping itu,

masih dimungkinkan pula pertanggungjawaban pidana dipikul

bersama oleh Korporasi dan pengurusnya yang memiliki


166

kedudukan fungsional dalam Korporasi atau hanya pengurusnya

saja yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana.

Dengan diaturnya pertanggungjawaban pidana Korporasi dalam Buku I Undang-Undang ini, pertanggungjawaban pidana Korporasi

yang semula hanya berlaku untuk Tindak Pidana tertentu di luar

Undang-Undang ini, berlaku juga secara umum untuk Tindak

Pidana lain, baik di dalam maupun di luar Undang-Undang ini.

Sanksi terhadap Korporasi dapat berupa pidana, tetapi dapat pula

berupa tindakan. Dalam hal ini kesalahan Korporasi

diidentifikasikan dari kesalahan pengurus yang memiliki

kedudukan fungsional (mempunyai kewenangan untuk mewakili

Korporasi, mengambil keputusan atas nama Korporasi, dan

mempunyai kewenangan menerapkan pengawasan terhadap

Korporasi) yang melakukan Tindak Pidana dengan menguntungkan

Korporasi, baik sebagai pelaku, sebagai orang yang

menyuruhlakukan, sebagai orang yang turut serta melakukan,

sebagai penganjur maupun sebagai pembantu Tindak Pidana yang

dilakukan bawahannya di dalam lingkup usaha atau pekerjaan

Korporasi tersebut, termasuk pengendali Korporasi, pemberi

perintah, dan penerima manfaat.


Asas tiada pidana tanpa kesalahan tetap merupakan salah satu

asas utama dalam hukum pidana. Namun, dalam hal tertentu

sebagai pengecualian dimungkinkan penerapan asas

pertanggungawaban mutlak (strict  liability) dan asas

pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability), Dalam hal

pertanggungjawaban mutlak, pelaku Tindak Pidana telah dapat

dipidana hanya karena telah dipenuhinya unsur Tindak Pidana

perbuatan pelaku. Sedangkan dalam pertanggungjawaban

pengganti, tanggung jawab pidana seseorang diperluas sampai

pada tindakan bawahannya yang melakukan pekerjaan atau

perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya.


Dalam Undang-Undang ini diatur jenis pidana yang berupa pidana

pokok, pidana tambahan, dan pidana yang bersifat khusus (pidana

mati) untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam

Undang-Undang.


Jenis pidana pokok terdiri atas:


a. pidana penjara,


b. pidana tutupan,


Cc. pidana pengawasan,


d. pidana denda, dan


e. pidana kerja sosial.


Dalam pidana pokok diatur jenis pidana baru berupa pidana

pengawasan, dan pidana kerja sosial. Pidana pengawasan, pidana

denda, dan pidana kerja sosial perlu dikembangkan sebagai

alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan jangka pendek

yang akan dijatuhkan oleh hakim sebab dengan pelaksanaan ketiga


167

jenis pidana itu terpidana dapat dibantu untuk membebaskan diri

dari rasa bersalah.


Demikian pula masyarakat dapat berinteraksi dan berperan serta

secara aktif membantu terpidana dalam menjalankan kehidupan

sosialnya secara wajar dengan melakukan hal yang bermanfaat.


Urutan jenis pidana pokok tersebut menentukan berat-ringannya

pidana. Hakim dapat memilih jenis pidana yang akan dijatuhkan di

antara kelima jenis pidana tersebut walaupun dalam Buku Kedua

Undang-Undang ini hanya dirumuskan tiga jenis pidana, yaitu

pidana penjara, pidana denda, dan pidana mati.


Jenis pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial

pada hakikatnya merupakan cara pelaksanaan pidana sebagai

alternatif pidana penjara.


Pidana mati tidak terdapat dalam urutan jenis pidana pokok.

Pidana mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk

menunjukkan bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus

sebagai upaya terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati

adalah pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan

secara alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat

dijatuhkan secara bersyarat dengan memberikan masa percobaan.

Dalam tenggang waktu masa percobaan tersebut terpidana

diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga pidana mati tidak

perlu dilaksanakan dan dapat diganti dengan pidana penjara.


Dalam pemidanaan dianut sistem dua jalur (double-track system),

yaitu di samping jenis pidana tersebut, Undang-Undang ini

mengatur pula jenis tindakan. Dalam hal ini, hakim dapat

mengenakan tindakan kepada mereka yang melakukan Tindak

Pidana, tetapi tidak atau kurang mampu

mempertanggungjawabkan perbuatannya yang disebabkan pelaku

menderita disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.


Di samping dijatuhi pidana dalam hal tertentu, terpidana juga

dapat dikenai tindakan dengan maksud untuk memberi

pelindungan kepada masyarakat dan mewujudkan tata tertib

sosial.


Dalam Undang-Undang ini dikenal adanya ancaman pidana

minimum khusus yang sebenarnya sudah dikenal dalam

perundang-undangan pidana di luar Undang-Undang ini.

Penentuan ancaman pidana minimum khusus ini dilakukan

berdasarkan pertimbangan:


168

a. menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok

bagi Tindak Pidana yang sama atau kurang lebih sama

kualitasnya,


b. lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum, khususnya

bagi Tindak Pidana yang dipandang membahayakan dan

meresahkan masyarakat,


c. jika dalam keadaan tertentu maksimum pidana dapat

diperberat, dapat dipertimbangkan pula bahwa minimum

pidana untuk Tindak Pidana tertentu dapat diperberat.


Pada prinsipnya pidana minimum khusus merupakan suatu

pengecualian, yaitu hanya untuk Tindak Pidana tertentu yang

dipandang sangat merugikan, sangat membahayakan, atau sangat

meresahkan masyarakat dan untuk Tindak Pidana yang

dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya.


10. Dalam Undang-Undang ini ancaman pidana denda dirumuskan

dengan menggunakan sistem kategori. Sistem itu dimaksudkan

agar dalam perumusan Tindak Pidana tidak perlu disebutkan suatu

jumlah denda tertentu, melainkan cukup dengan menunjuk

kategori denda yang sudah ditentukan dalam Buku Kesatu. Dasar

pemikiran penggunaan sistem kategori tersebut adalah bahwa

pidana denda merupakan jenis pidana yang relatif sering berubah

nilainya karena perkembangan nilai mata uang akibat situasi

perekonomian. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan nilai

mata uang, sistem kategori akan lebih mudah dilakukan

perubahan atau penyesuaian.


11. Dalam Undang-Undang ini diatur pula diversi dan jenis tindakan

serta pidana bagi Anak. Pengaturan ini dimaksudkan untuk

kepentingan terbaik bagi Anak karena berkaitan dengan adanya

Undang-Undang mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam

hal ini, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang

Hak-hak Anak.


BUKU KEDUA


1. Untuk menghasilkan Undang-Undang hukum pidana yang bersifat

kodifikasi dan unifikasi, di samping dilakukan evaluasi dan seleksi

terhadap berbagai Tindak Pidana yang ada di dalam Wetboek van

Strafrecht sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, apresiasi juga

dilakukan terhadap berbagai perkembangan Tindak Pidana yang

ada di luar Wetboek van Strafrecht, antara lain, Undang-Undang

mengenai pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana

pencucian uang, pemberantasan Tindak Pidana terorisme,

pemberantasan Tindak Pidana korupsi, pemberantasan Tindak

Pidana perdagangan orang, pengadilan hak asasi manusia,


169

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan cagar

budaya.


. Secara antisipatif dan proaktif, juga dimasukkan pengaturan

tentang Tindak Pidana Pornografi, Tindak Pidana di dunia maya,

dan Tindak Pidana tentang informasi dan transaksi elektronik, dan

lain-lain.


. Di samping itu, Undang-Undang ini juga mengadaptasi konvensi

internasional baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum

diratifikasi, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998

tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel,

Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi

Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain

yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Manusia).


. Dengan sistem perumusan Tindak Pidana di atas, untuk Tindak


Pidana berat terhadap hak asasi manusia, Tindak Pidana terorisme,


Tindak Pidana korupsi, Tindak Pidana pencucian uang, Tindak


Pidana narkotika dikelompokan dalam 1 (satu) bab tersendiri yang


dinamai “Bab Tindak Pidana Khusus”. Penempatan dalam bab


tersendiri tersebut didasarkan pada karakteristik khusus, yaitu:


a. dampak viktimisasinya besar:


b. sering bersifat transnasional terorganisasi:


Cc. pengaturan acara pidananya bersifat khusus,


d. sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiil,


PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Ayat (1)

Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang menentukan

bahwa suatu perbuatan merupakan Tindak Pidana jika

ditentukan oleh atau didasarkan pada peraturan perundang-

undangan. Peraturan perundang-undangan dalam ketentuan

ini adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Asas

legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh

karena itu, peraturan perundang-undangan yang

mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum

Tindak Pidana dilakukan. Hal ini berarti bahwa ketentuan

pidana tidak boleh berlaku surut.

Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “analogi” adalah penafsiran dengan

cara memberlakukan suatu ketentuan pidana terhadap suatu

kejadian atau peristiwa yang tidak diatur atau tidak

disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang dengan

cara menyamakan atau mengumpamakan kejadian atau

peristiwa tersebut dengan kejadian atau peristiwa lain yang

telah diatur dalam Undang-Undang.


Pasal 2

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “hukum yang hidup dalam

masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut

dipidana” adalah hukum pidana adat. Hukum yang hidup di

dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum

yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan

masyarakat di Indonesia. Di beberapa daerah tertentu di

Indonesia masih terdapat ketentuan hukum yang tidak

tertulis yang hidup dalam masyarakat dan berlaku sebagai

hukum di daerah tersebut, yang menentukan bahwa

seseorang patut dipidana. Untuk memberikan dasar hukum

mengenai berlakunya hukum pidana (delik adat), perlu

ditegaskan dan dikompilasi oleh pemerintah yang berasal dari

Peraturan Daerah masing-masing tempat berlakunya hukum

adat. Kompilasi ini memuat mengenai hukum yang hidup


171

dalam masyarakat yang dikualifikasi sebagai Tindak Pidana

adat.

Keadaan seperti ini tidak akan mengesampingkan dan tetap

menjamin pelaksanaan asas legalitas serta larangan analogi

yang dianut dalam Undang-Undang ini.


Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “berlaku dalam

tempat hukum itu hidup” adalah berlaku bagi setiap orang

yang melakukan Tindak Pidana adat di daerah tersebut.

Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum

pidana adat yang keberlakuannya diakui oleh Undang-

Undang ini.


Pasal 3


Ayat (1)

Ketentuan ini merupakan pengecualian dari asas legalitas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Ayat (6)

Cukup jelas.


Ayat (7)

Yang dimaksud dengan “disesuaikan dengan batas pidana”

adalah hanya untuk putusan pemidanaan yang lebih berat

dari ancaman pidana maksimal dalam peraturan

perundang-undangan yang baru, termasuk juga

penyesuaian jenis ancaman pidana yang berbeda.


Pasal 4


Huruf a

Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia” adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan di

daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta

dasar laut dan tanah di bawahnya, dan ruang udara di

atasnya serta seluruh wilayah yang batas dan hak negara

di laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif,

dan landas kontinen yang diatur dalam Undang-Undang.


Huruf b


Cukup jelas.

Huruf c


Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana lainnya” misalnya

Tindak Pidana terhadap keamanan negara atau Tindak

Pidana yang dirumuskan dalam perjanjian internasional

yang telah disahkan oleh Indonesia.


172

Pasal 5

Ketentuan ini mengandung asas nasional pasif yang dimaksudkan

untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan

nasional tertentu di luar negeri.

Penentuan kepentingan nasional tertentu yang ingin dilindungi

dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yang limitatif dan

terbuka. Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan

dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis Tindak

Pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis Tindak

Pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan

kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka

dalam batas yang telah ditentukan sebagai Tindak Pidana menurut

hukum pidana Indonesia.

Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk

memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan

formulasi delik oleh pembentuk Undang-Undang pada masa yang

akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut

ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan delik yang

menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pada perbuatan

tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum

nasional yang dilindungi. Pelaku hanya dituntut atas tindak

pidana menurut hukum pidana Indonesia.

Pelaku Tindak Pidana yang dikenai ketentuan ini adalah setiap

orang, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang

melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya

Tindak Pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara,

oleh negara tempat Tindak Pidana dilakukan tidak selalu dianggap

sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan

pidana.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.


173

Huruf i

Cukup jelas.


Pasal 6


Ketentuan ini mengandung asas universal yang melindungi


kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum


negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam


konvensi internasional yang telah disahkan oleh Indonesia,


misalnya:


a. konvensi internasional mengenai uang palsu,


b. konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut

yang di dalamnya mengatur Tindak Pidana pembajakan laut,


Cc. konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan

kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan,

atau


d. konvensi internasional mengenai lalu lintas dan peredaran

gelap narkotika dan psikotropika.


Pasal 7

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan

adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang

memungkinkan warga negara dari negara lain tersebut

penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena

melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian

tersebut.


Pasal 8

Cukup jelas.


Pasal 9

Cukup jelas.


Pasal 10

Waktu Tindak Pidana dalam ketentuan ini misalnya:

a. saat perbuatan fisik dilakukan,

b. saat bekerjanya alat atau bahan untuk menyempurnakan

Tindak Pidana, atau

c. saat timbulnya akibat Tindak Pidana.

Ketentuan ini tidak membedakan antara Tindak Pidana formil dan

Tindak Pidana materiil.


Pasal 11


Tempat Tindak Pidana dalam ketentuan ini misalnya:


a. tempat perbuatan fisik dilakukan,


b. tempat bekerjanya alat atau bahan untuk menyempurnakan


Tindak Pidana, atau


c. tempat terjadinya akibat dari perbuatan yang dapat dipidana.

Teori yang digunakan untuk menentukan tempat, antara lain

teori perbuatan jasmani, teori instrumen, dan teori akibat.


174

Pasal 12

Cukup jelas.


Pasal 13

Ayat (1)

Permufakatan jahat untuk melakukan Tindak Pidana

hanya dikenakan pidana bagi Tindak Pidana yang sangat

serius.


Ayat (2)


Cukup jelas.

Ayat (3)


Cukup jelas.

Ayat (4)


Cukup jelas.

Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 14

Cukup jelas.


Pasal 15

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sarana” adalah segala sesuatu

yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai tujuan.

Persiapan untuk melakukan Tindak Pidana hanya

dikenakan pidana bagi Tindak Pidana yang sangat serius.

Dengan demikian, kriteria persiapan Tindak Pidana

ditekankan pada sifat bahayanya Tindak Pidana,

mengimpor bahan kimia atau bahan peledak untuk

persiapan Tindak Pidana.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 16

Yang dimaksud dengan “menghentikan”, misalnya, telah

membeli bahan kimia tetapi tidak jadi diolah menjadi bahan

peledak untuk mencapai tujuan Tindak Pidana.

Yang dimaksud dengan “mencegah”, misalnya, melaporkan

kepada pihak yang berwenang mengenai keberadaan sarana

yang akan digunakan untuk Tindak Pidana.


175

Pasal 17


Cukup jelas.


Pasal 18


Cukup jelas.


Pasal 19


Cukup jelas.


Pasal 20


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Yang dimaksud “dengan perantaraan alat” misalnya

remote control yang digunakan secara tidak langsung

untuk melakukan Tindak Pidana.


Dalam hal menyuruh melakukan, orang yang disuruh

untuk melakukan Tindak Pidana tidak dipidana karena

tidak ada unsur kesalahan.


Huruf c


Yang dimaksud dengan “turut serta melakukan Tindak

Pidana” adalah mereka yang bersama-sama secara fisik

melakukan Tindak Pidana, tetapi tidak semua yang turut

serta melakukan harus memenuhi semua unsur Tindak

Pidana walaupun semua diancam dengan pidana yang

sama.


Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana, perbuatan

masing-masing peserta dilihat sebagai satu kesatuan.


Huruf d


Pasal 21


Yang dimaksud dengan “menggerakkan orang lain supaya

melakukan Tindak Pidana”, termasuk membujuk,

menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain

dengan cara tertentu.


Ayat (1)


Huruf a

Dalam ketentuan ini, pembantuan dilakukan

mendahului pelaksanaan Tindak Pidana yang

sebenarnya, baik dengan memberikan kesempatan,

sarana, maupun keterangan.


Huruf b

Dalam ketentuan ini, pemberian bantuan pada

waktu Tindak Pidana dilakukan hampir terdapat

kesamaan dengan turut serta melakukan Tindak

Pidana.

Dalam turut serta melakukan Tindak Pidana

terdapat kerja sama yang erat antar mereka yang

turut serta melakukan Tindak Pidana, tetapi dalam


176

Ayat (2)


pembantuan, kerja sama antara pelaku Tindak

Pidana dan orang yang membantu tidak seerat kerja

sama dalam turut serta melakukan Tindak Pidana,

misalnya dilihat dari niat antara yang turut serta

dengan pembantu berbeda dengan niat pelaku.


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 22


Yang dimaksud dengan “keadaan pribadi” misalnya usia, pejabat,

profesi, atau keadaan mental.


Pasal 23


Cukup jelas.


Pasal 24


Cukup jelas.


Pasal 25


Cukup jelas.


Pasal 26


Cukup jelas.


Pasal 27

Cukup jelas.


Pasal 28

Cukup jelas.


Pasal 29

Cukup jelas.


Pasal 30

Cukup jelas.


Pasal 31

Cukup jelas.


Pasal 32


Dalam ketentuan ini, harus ada hubungan yang bersifat hukum

publik antara yang memberikan perintah dan yang


177

melaksanakannya, ketentuan ini tidak berlaku untuk hubungan

yang bersifat keperdataan.


Pasal 33


Yang dimaksud dengan “Keadaan darurat”, misalnya:

Pasal 34


Ketika kapal di tengah laut tenggelam, terjadi perebutan

pelampung antara dua orang yang menyebabkan salah satu

meninggal,


Tindakan dokter yang menghadapi situasi ibu hamil dengan

risiko tinggi, apakah dokter akan menyelamatkan ibu dengan

risiko bayi meninggal atau menyelamatkan bayi dengan

risiko ibu meninggal, atau


Pemadam kebakaran yang menghadapi situasi pilihan antara

menyelamatkan rumah-rumah sekitar dengan merobohkan

rumah yang terbakar.


Ketentuan ini mengatur tentang pembelaan terpaksa yang

mensyaratkan 4 (empat) keadaan, yaitu:


a. harus ada serangan atau ancaman serangan yang

melawan hukum yang bersifat seketika,


b. pembelaan dilakukan karena tidak ada jalan lain

(subsidiaritas) untuk menghalau serangan,


c. pembelaan hanya dapat dilakukan terhadap kepentingan

yang ditentukan secara limitatif yaitu kepentingan hukum

diri sendiri atau orang lain baik yang menyangkut

kehormatan kesusilaan, atau harta benda: dan


d. keseimbangan antara pembelaan yang dilakukan dan

serangan yang diterima (proporsionalitas).


Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan prinsip tiada pidana tanpa

kesalahan yang secara doktriner, bentuk kesalahan dapat

berupa kesengajaan dan kealpaan.

Ayat (2)


Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan bahwa setiap Tindak

Pidana dalam peraturan perundang-undangan harus selalu

dianggap dilakukan dengan sengaja dan unsur

kesengajaan ini harus dibuktikan.


Bentuk lain dari sengaja biasanya dirumuskan dalam

perundang-undangan menggunakan istilah “dengan

maksud”, “mengetahui”, “yang diketahuinya”, “padahal

diketahuinya”, atau “sedangkan ia mengetahu?.


178

Pasal 37


Ayat (1)

Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban

mutlak (strict liability) yang menentukan bahwa pelaku

Tindak Pidana telah dapat dipidana hanya karena telah

dipenuhinya unsur-unsur Tindak Pidana dari

perbuatannya.


Ayat (2)

Ketentuan ini mengandung asas pertanggungjawaban

pengganti (vicarious liability) yang menentukan bahwa

Setiap Orang bertanggung jawab atas perbuatan yang

dilakukan oleh orang lain yang melakukan pekerjaan atau

perbuatan untuknya atau dalam batas perintahnya,

misalnya pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab

atas perbuatan bawahannya.


Pasal 38

Pelaku Tindak Pidana yang menderita disabilitas mental

dan/atau disabilitas intelektual dinilai kurang mampu untuk

menginsyafi tentang sifat melawan hukum dari perbuatan yang

dilakukan atau untuk berbuat berdasarkan keinsyafan yang

dapat dipidana.


Pasal 39


Yang dimaksud dengan “disabilitas mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain:


a. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi,

anxietas, dan gangguan kepribadian, dan


b. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada

kemampuan interaksi sosial di antaranya autis dan

hiperaktif.


Yang dimaksud dengan “disabilitas intelektua? adalah


terganggunya fungsi pikir karena tingkat kecerdasan di bawah


rata-rata, antara lain lambat belajar, disabilitas grahita dan


down syndrom.


Untuk dapat menjelaskan tidak mampu bertanggung jawab dari


segi medis, perlu dihadirkan ahli sehingga pelaku Tindak Pidana


dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu bertanggung jawab.


Pasal 40

Ketentuan ini mengatur tentang batas umur minimum untuk

dapat dipertanggungjawabkan secara pidana bagi anak yang

melakukan Tindak Pidana. Penentuan batas umur 12 (dua belas)

tahun didasarkan pada pertimbangan psikologis yaitu

kematangan emosional, intelektual, dan mental anak. Anak di

bawah umur 12 (dua belas) tahun tidak dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana dan karena itu

penanganan perkaranya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan


179

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai

sistem peradilan pidana anak.


Pasal 41


Huruf a

Cukup jelas


Huruf b

Keikutsertaan program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan dalam ketentuan ini termasuk rehabilitasi

sosial dan rehabilitasi psikososial.

Dalam ketentuan ini, Anak yang masih sekolah tetap dapat

mengikuti pendidikan formal, baik yang diselenggarakan

oleh instansi pemerintah maupun swasta.

Dalam pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan

pembimbingan dapat melibatkan dinas pendidikan, dinas

sosial, Pembimbing Kemasyarakatan atau lembaga

pendidikan, dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan


Sosial (LPKS).


Pasal 42

Ketentuan ini berkenaan dengan daya paksa yang dibagi menjadi

paksaan mutlak dan paksaan relatif.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh kekuatan yang tidak

dapat ditahan” atau paksaan mutlak adalah keadaan yang

menyebabkan pelaku tidak mempunyai pilihan lain,

kecuali melakukan perbuatan tersebut. Karena keadaan

yang ada pada diri pelaku maka tidak mungkin baginya

untuk menolak atau memilih ketika melakukan perbuatan

tersebut.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “dipaksa oleh adanya ancaman,

tekanan atau kekuatan yang tidak dapat dihindari” atau

paksaan relatif adalah:

ancaman, tekanan, atau kekuatan tersebut menurut

akal sehat tidak dapat diharapkan bahwa ia dapat mengadakan perlawanan, dan

- apabila kepentingan yang dikorbankan seimbang

atau sedikit lebih dari pada kepentingan yang

diselamatkan.


Tekanan kejiwaan dari luar merupakan syarat utama.

Mungkin pula seseorang mengalami tekanan kejiwaan,

tetapi bukan karena sesuatu yang datang dari luar,

melainkan karena keberatan yang didasarkan kepada

pertimbangan pikirannya sendiri. Hal yang demikian tidak

merupakan alasan pemaaf yang dapat menghapuskan

pidananya.


180

Pasal 43

Ketentuan ini mengatur pembelaan terpaksa yang melampaui

batas, dengan syarat:

a. pembelaan melampaui batas atau tidak proporsional dengan

serangan atau ancaman serangan seketika, dan

b. yang disebabkan oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena

adanya serangan atau ancaman serangan seketika.


Pasal 44

Cukup jelas.


Pasal 45

Cukup jelas.


Pasal 46


Kedudukan fungsional dalam ketentuan ini diartikan bahwa

orang tersebut mempunyai kewenangan mewakili, kewenangan

mengambil keputusan, dan kewenangan untuk menerapkan

pengawasan terhadap korporasi tersebut. Termasuk di sini

orang-orang tersebut berkedudukan sebagai orang yang

menyuruhlakukan, turut serta melakukan, menganjurkan, atau

membantu Tindak Pidana tersebut.


Yang dimaksud dengan “hubungan lain” misalnya kontrak kerja

yang bersifat sementara.


Pasal 47

Pemegang kendali korporasi dalam ketentuan ini adalah setiap

orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu

kebijakan korporasi atau memiliki kewenangan untuk

melakukan kebijakan korporasi tersebut tanpa harus mendapat

otorisasi dari atasannya.


Pasal 48


Mengenai kedudukan sebagai pelaku Tindak Pidana dan sifat


pertanggungjawaban pidana dari korporasi terdapat


kemungkinan sebagai berikut:


a. Dalam ketentuan ini “lingkup usaha atau kegiatan”

termasuk juga kegiatan usaha yang pada umumnya

dilakukan oleh Korporasi.


b. korporasi sebagai pelaku Tindak Pidana dan pengurus

yang bertanggung jawab, atau


c. korporasi sebagai pelaku Tindak Pidana dan juga

sebagai yang bertanggung jawab.


Oleh karena itu, jika suatu Tindak Pidana dilakukan oleh


dan untuk suatu korporasi maka penuntutannya dapat


dilakukan dan pidananya dapat dijatuhkan terhadap

korporasi sendiri, atau korporasi dan pengurusnya, atau

pengurusnya saja.


181

Pasal 49


Cukup jelas.


Pasal 50


Dalam hal orang perseorangan tersebut mempunyai

kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi,

yang bertindak untuk dan atas nama korporasi atau demi

kepentingan korporasi, berdasarkan hubungan kerja atau

berdasarkan hubungan lain, dalam lingkup usaha korporasi

tersebut, alasan pembenaran dapat diajukan atas nama

korporasi. Contoh, seorang pegawai (karyawan) perusahaan yang

merusak pipa pembuangan limbah milik pemerintah untuk

menyelamatkan para karyawan perusahaan.


Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Keadilan dan kepastian hukum merupakan dua tujuan

hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan

sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan

perundang-undangan yang lebih banyak memenuhi

tuntutan kepastian hukum maka semakin besar pula

kemungkinan aspek keadilan terdesak.

Ketidaksempurnaan peraturan perundang-undangan ini

dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi

penafsiran atas peraturan perundang-undangan tersebut

dalam penerapannya pada kejadian konkret.

Jika dalam penerapan yang konkret, terjadi pertentangan

antara keadilan dan kepastian hukum, hakim sedapat

mungkin mengutamakan keadilan di atas kepastian

hukum.

Pasal 54

Ayat (1)


Ketentuan ini memuat pedoman pemidanaan yang sangat

membantu hakim dalam mempertimbangkan takaran atau

berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan.


Dengan mempertimbangkan hal-hal yang dirinci dalam

pedoman tersebut diharapkan pidana yang dijatuhkan

bersifat proporsional dan dapat dipahami baik oleh

masyarakat maupun terpidana. Rincian dalam ketentuan

ini tidak bersifat limitatif, artinya hakim dapat


182

menambahkan pertimbangan lain selain yang tercantum

pada ayat (1) ini.

Ayat (2)


Ketentuan pada ayat ini dikenal dengan asas rechterlijke

pardon yang memberi kewenangan kepada hakim untuk

memberi maaf pada seseorang yang bersalah melakukan

Tindak Pidana yang sifatnya ringan. Pemberian maaf ini

dicantumkan dalam putusan hakim dan tetap harus

dinyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan Tindak

Pidana yang didakwakan kepadanya.


Pasal 55


Yang dimaksud dengan “sengaja menyebabkan terjadinya

keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana” adalah

bahwa pelaku dengan sengaja mengondisikan dirinya atau suatu

keadaan tertentu dengan maksud agar dapat dibebaskan dari

pertanggungjawaban pidana karena alasan pembenaran dan

alasan pemaafan.


Pasal 56


Cukup jelas.


Pasal 57


Meskipun hakim mempunyai pilihan dalam menghadapi rumusan

pidana yang bersifat alternatif, namun dalam melakukan pilihan

tersebut hakim senantiasa berorientasi pada tujuan pemidanaan,

dengan mendahulukan atau mengutamakan jenis pidana yang

lebih ringan jika hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.


Pasal 58


Dalam ketentuan ini dimuat hal yang memperberat pidana.

Dasar pemberatan pidana dalam beberapa hal sudah diatur

dalam peraturan perundang-undangan, seperti yang

menyangkut Pejabat, bendera kebangsaan, lagu

kebangsaan, dan lambang negara, di samping terdapat pula

yang merupakan ketentuan baru.

Huruf a


Cukup jelas.

Huruf b


Cukup jelas.

Huruf c


Cukup jelas.


Pasal 59


Ketentuan ini bertujuan memberi kepastian (petunjuk) bagi

hakim dalam menjatuhkan pidana apabila terdapat hal-hal

yang memperberat pidana dengan ditetapkannya

maksimum ancaman pidana ditambah 1/3 (satu per tiga).


183

Pasal 60


Cukup jelas.


Pasal 61


Cukup jelas.


Pasal 62


Cukup jelas.


Pasal 63


Cukup jelas.


Pasal 64


Cukup jelas.


Pasal 65


Ayat (1)


Ketentuan ini memuat jenis-jenis pidana pokok yang

dapat dijatuhkan oleh hakim. Ancaman pidana pokok

terhadap Tindak Pidana yang dirumuskan dalam

Buku Kedua pada dasarnya meliputi jenis pidana

penjara dan pidana denda.


Pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana

kerja sosial pada dasarnya merupakan suatu model

pelaksanaan pidana sebagai alternatif dari pidana

penjara. Pencantuman jenis pidana ini merupakan

konsekuensi diterimanya hukum pidana yang

bersifat daad-daderstrafrecht yang sejauh mungkin

berusaha untuk mengembangkan alternatif pidana

kemerdekaan, karena ketentuan dalam Undang-

Undang ini bukan hanya berorientasi pada

perbuatan tetapi juga berorientasi pada pelaku.

Melalui penjatuhan jenis pidana ini terpidana dapat

dibebaskan dari rasa bersalah, dan masyarakat

dapat berperan serta secara aktif untuk

memasyarakatkan terpidana dengan melakukan hal-

hal yang bermanfaat, misalnya penjatuhan pidana

berupa pidana kerja sosial.


Ayat (2)


Pasal 66


Pada dasarnya hakim mempunyai pilihan untuk

menjatuhkan salah satu pidana yang bersifat

alternatif, namun dalam melakukan pilihan tersebut

hakim senantiasa berorientasi pada tujuan

pemidanaan, dengan mendahulukan atau

mengutamakan jenis pidana yang lebih ringan jika

hal tersebut telah memenuhi tujuan pemidanaan.


Cukup jelas.


184

Pasal 67


Dalam ketentuaTn ini, Tindak Pidana yang dapat diancam

dengan pidana yang bersifat khusus adalah Tindak Pidana

yang sangat serius atau yang luar biasa, antara lain Tindak

Pidana narkotika, Tindak Pidana terorisme, Tindak Pidana

korupsi, dan Tindak Pidana berat terhadap hak asasi

manusia. Untuk itu, pidana mati dicantumkan dalam

bagian tersendiri untuk menunjukkan bahwa jenis pidana

ini benar-benar bersifat khusus. Jika dibandingkan dengan

jenis pidana yang lain, pidana mati merupakan jenis pidana

yang paling berat. Oleh karena itu, harus selalu

diancamkan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya

yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

paling lama 20 (tahun).


Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan terkait masa menjalani

pidana penjara paling singkat 15 (lima belas) tahun

sebelum diubah dari pidana seumur hidup menjadi

pidana penjara 20 (dua puluh) tahun tidak dihitung

sebagai masa menjalani pidana setelah perubahan

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas

Pasal 71

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi sifat

kaku dari perumusan pidana yang bersifat tunggal

yang seolah-olah mengharuskan hakim untuk hanya

menjatuhkan pidana penjara. Di samping itu, hal

tersebut dimaksudkan pula untuk menghindari

penjatuhan pidana penjara yang pendek.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)


Berdasarkan ketentuan ini kewenangan hakim untuk

menjatuhkan pidana denda sebagai pengganti pidana

penjara, dibatasi dengan ketentuan pelaku Tindak

Pidana tetap dijatuhi pidana penjara meskipun

diancam dengan pidana tunggal apabila yang


185

bersangkutan pernah dijatuhi pidana perjara karena

Tindak Pidana yang dilakukannya setelah berumur 18

(delapan belas) tahun.


Pasal 72

Ayat (1)


Ketentuan ini memuat pembebasan bersyarat bagi

narapidana yang menjalani pidana penjara. Dalam

ketentuan ini, narapidana diberikan pembebasan

bersyarat hanya narapidana yang masa pidananya

paling singkat 1 (satu) tahun dan setelah narapidana

menjalani pidana penjara paling singkat (sedikit) 9

(sembilan) bulan di lembaga pemasyarakatan dan

berkelakuan baik. Pembebasan bersyarat diberikan

dengan harapan narapidana dapat dibina sedemikian

rupa untuk berintegrasi kembali dengan masyarakat.

Oleh karena itu, selama menjalani pidana dalam

lembaga pemasyarakatan, setiap narapidana harus

dipantau perkembangan hasil pembinaan terhadap

dirinya. Pembebasan bersyarat harus dipandang

sebagai usaha pembinaan dan bukan sebagai hadiah

karena berkelakuan baik.


Ayat (2)

Narapidana yang telah melakukan beberapa Tindak

Pidana sehingga harus menjalani beberapa pidana

penjara berturut-turut, maka untuk

mempertimbangkan kemungkinan pemberian

pembebasan bersyarat, pidana tersebut dijumlahkan

dan dianggap 1 (satu) pidana.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Pemberian pembebasan bersyarat disertai dengan

masa percobaan yakni sama dengan sisa waktu

pidana penjara yang masih belum dijalani ditambah

1 (satu) tahun. Dalam masa percobaan ditentukan

pula syarat-syarat yang harus dipenuhi narapidana.


Ayat (5)

Apabila dalam masa percobaan terpidana ditahan

secara sah karena sesuatu perkara, maka waktu

selama ia berada dalam tahanan tidak

diperhitungkan.


Pasal 73

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini ditetapkan syarat-syarat yang

harus dipenuhi selama masa percobaan. Syarat untuk

tidak melakukan Tindak Pidana selama masa


186

percobaan merupakan syarat umum. Sedangkan

syarat khusus dalam masa percobaan adalah

perbuatan tertentu yang harus dihindari atau harus

dilakukan oleh narapidana, misalnya tidak boleh

minum minuman keras. Syarat-syarat khusus

tersebut tidak boleh mengurangi hak narapidana

misalnya hak menganut dan menjalankan ibadah

sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Ayat (2)


Dalam ketentuan ini perubahan atas syarat-syarat

khusus dapat dilakukan dengan mempertimbangkan

hasil pembimbingan terhadap narapidana yang


bersangkutan.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Ayat (5)

Cukup jelas.


Pasal 74

Ayat (1)


Pertimbangan penjatuhan pidana tutupan


didasarkan pada motif dari pelaku Tindak Pidana

yaitu karena terdorong oleh maksud yang patut

dihormati. Tindak Pidana yang dilakukan karena

alasan ini pada dasarnya Tindak Pidana politik.

Ayat (2)


Dalam ketentuan ini, maksud yang patut dihormati

harus ditentukan oleh hakim dan harus termuat

dalam pertimbangan putusannya.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 75


Pidana pengawasan merupakan salah satu jenis pidana

pokok, namun sebenarnya merupakan cara pelaksanaan

dari pidana penjara sehingga tidak diancamkan secara

khusus dalam perumusan suatu Tindak Pidana. Pidana

pengawasan merupakan pembinaan di luar lembaga atau di

luar penjara, yang serupa dengan pidana penjara bersyarat

yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana sebagaimana ditetapkan dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan

Hukum Pidana). Pidana ini merupakan alternatif dari

pidana penjara dan tidak ditujukan untuk tindak pidana

yang berat sifatnya.


187

Pasal 76

Ayat (1)

Penjatuhan pidana pengawasan terhadap orang yang

melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan

pidana penjara, sepenuhnya terletak pada

pertimbangan hakim, dengan memperhatikan

keadaan dan perbuatan terpidana. Jenis pidana ini

dijatuhkan kepada orang yang pertama kali

melakukan Tindak Pidana.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Terpidana yang dimaksud dalam ketentuan ini

disebut "klien pemasyarakatan".

Yang dimaksud dengan “menjalani pidana penjara

yang lamanya sama dengan pidana pengawasan yang

dijatuhkan” adalah menjalani pidana yang

pelaksanaannya dijalankan setelah terpidana selesai

menjalani pidana penjara dari Tindak Pidana baru.

Ayat (5)

Terpidana yang dimaksud dalam ketentuan ini

disebut klien pemasyarakatan.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.


Pasal 77

Cukup jelas.


Pasal 78


Ayat (1)

Uang dalam ketentuan ini adalah uang yang

dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang selanjutnya disebut dengan Rupiah (Rp).


Ayat (2)

Dalam menentukan satuan terkecil pidana denda

sebagaimana ditentukan pada ayat ini dipergunakan

jumlah besarnya upah minimum harian.


Pasal 79

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, pidana denda dirumuskan

secara kategoris. Perumusan secara kategoris ini

dimaksudkan agar:


188

a. diperoleh besaran yang jelas tentang maksimum

denda yang dicantumkan untuk berbagai Tindak

Pidana: dan


b. lebih mudah melakukan penyesuaian, apabila

terjadi perubahan ekonomi dan moneter.


Penetapan tingkatan kategori I sampai dengan


kategori VIII dihitung sebagai berikut:


- Maksimum kategori denda yang paling ringan

(kategori I) adalah kelipatan 20 (dua puluh) dari

minimum umum.


- Untuk kategori II adalah kelipatan 10 (sepuluh) kali

dari kategori I, untuk kategori III adalah kelipatan

5 (lima) kali dari kategori II, dan untuk kategori IV

adalah kelipatan 2 (dua) kali dari kategori III.


- Untuk kategori V sampai dengan kategori VIII

ditentukan dari pembagian kategori tertinggi

dengan pola yang sama, yakni kategori VII adalah

hasil pembagian 10 (sepuluh) dari kategori VIII,

kategori VI adalah hasil pembagian 5 (lima) dari

kategori VII, dan kategori V adalah hasil pembagian

2 (dua) dari kategori VI.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 80

Cukup jelas.


Pasal 81


Ayat (1)

Putusan pengadilan dalam ketentuan ini memuat

antara lain cara pelaksanaan pidana denda, waktu

pelaksanaan pidana denda, ketentuan tentang

penyitaan dan lelang, serta pidana pengganti pidana

denda.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "tidak dibayar" adalah tidak

dibayar sama sekali atau dibayar sebagian.


Pasal 82

Ayat (1)

Yang dimaksudkan dengan “tidak memungkinkan”,

misalnya, aset yang dimiliki masih dalam

penguasaan pihak ketiga yang beritikad baik.

Ayat (2)

Cukup jelas.


189

Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Pasal 83


Cukup jelas.


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Pasal 84


Cukup jelas.


Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah

kemungkinan tidak efektifnya penjatuhan pidana denda

untuk seseorang yang telah berulang kali melakukan

Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda.


Pasal 85


Ayat (1)


Pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai

alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda

yang ringan. Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat

dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti

lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial

lainnya, dengan sebanyak mungkin disesuaikan

dengan profesi terpidana.


Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di

rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia,

sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya,

dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan

profesi terpidana.


Ayat (2)


Dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pedoman


bagi hakim untuk menjatuhkan bentuk pidana kerja


sosial.


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Salah satu pertimbangan yang harus

diperhatikan dalam penjatuhan pidana kerja

sosial adalah harus ada persetujuan terdakwa

sesuai dengan ketentuan dalam the Convention

for the Protection of Human Rights and

Fundamental Freedom (Treaty of Rome 1950),

dan the International Covenant on Civil and

Political Rights (the New York Convention, 1966).


190

Huruf d

Riwayat sosial terdakwa diperlukan untuk

menilai latar belakang terdakwa serta kesiapan

yang bersangkutan baik secara fisik maupun

mental dalam menjalani pidana kerja sosial.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pidana kerja sosial ini tidak dibayar karena sifatnya

sebagai pidana, oleh karena itu pelaksanaan pidana

ini tidak boleh mengandung hal-hal yang bersifat

komersial.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Dalam melakukan pembimbingan, pembimbing

kemasyarakatan dapat bekerja sama dengan lembaga

pemerintah yang membidangi pekerjaan sosial.

Ayat (9)

Cukup jelas


Pasal 86


Hak-hak terpidana yang dapat dicabut dengan putusan

hakim ditentukan secara limitatif, yaitu terbatas pada hal-

hal yang tercantum dalam Pasal ini. Dalam penjatuhan

pidana tambahan yang perlu mendapat perhatian adalah

pencabutan hak-hak tersebut jangan sampai

mengakibatkan kematian perdata bagi seseorang, artinya,

yang bersangkutan kehilangan sama sekali hak-haknya

sebagai warga negara yang harus dapat hidup secara wajar

dan manusiawi.


Hak-hak yang dapat dicabut selalu dikaitkan dengan

Tindak Pidana yang dilakukan oleh terpidana. Hal ini

dimaksudkan untuk mencapai salah satu dari tujuan


pemidanaan, khususnya demi pengayoman atau

pelindungan masyarakat.

Huruf a


Cukup jelas.


191

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “profesi” adalah pekerjaan

yang memerlukan keahlian tertentu serta yang

memiliki kode etik tertentu pula.

Huruf g

Cukup jelas.


Pasal 87

Cukup jelas.


Pasal 88

Cukup jelas.


Pasal 89

Cukup jelas.


Pasal 90

Cukup jelas.


Pasal 91

Cukup jelas.


Pasal 92


Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana

tambahan dirumuskan sebagai upaya untuk


menuntaskan/menyelesaikan pelaksanaan putusan

hakim.


Pasal 93

Ayat (1)

Pidana tambahan berupa pengumuman putusan

hakim dimaksudkan agar masyarakat mengetahui

perbuatan apa dan pidana yang bagaimana yang

dijatuhkan kepada terpidana. Pidana tambahan ini


192

dimaksudkan untuk memberi perlindungan kepada

masyarakat.


Ayat (2)

Seperti pada pidana perampasan barang tertentu,

apabila terpidana tidak membayar biaya

pengumuman, maka berlaku ketentuan yang sama

tentang pidana pengganti untuk pidana denda.


Pasal 94

Ayat (1)

Pencantuman pidana tambahan berupa pembayaran

ganti rugi menunjukkan adanya pengertian akan

penderitaan korban suatu Tindak Pidana. 


Ganti rugi

harus dibayarkan kepada korban atau ahli waris

korban. Untuk itu, hakim menentukan siapa yang

merupakan korban yang perlu mendapat ganti rugi

tersebut. Apabila terpidana tidak membayar ganti

rugi yang ditetapkan oleh hakim, dikenakan

ketentuan tentang pidana pengganti untuk pidana

denda.

Ayat (2)

Ketentuan mengenai pelaksanaan pidana denda

diberlakukan terhadap pidana pembayaran ganti rugi

dengan catatan bahwa terpidana membayarkan uang

tersebut kepada korban dan bukan kepada negara.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98


Pidana mati tidak terdapat dalam stelsel pidana pokok. Pidana

mati ditentukan dalam pasal tersendiri untuk menunjukkan

bahwa jenis pidana ini benar-benar bersifat khusus sebagai upaya

terakhir untuk mengayomi masyarakat. Pidana mati adalah

pidana yang paling berat dan harus selalu diancamkan secara

alternatif dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun. Pidana mati dapat

dijatuhkan pula secara bersyarat, dengan memberikan masa

percobaan, sehingga dalam tenggang waktu masa percobaan

tersebut terpidana diharapkan dapat memperbaiki diri sehingga

pidana mati tidak perlu dilaksanakan, dan dapat diganti dengan

pidana penjara seumur hidup.


193

Pasal 99


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pelaksanaan pidana mati dengan cara menembak

terpidana didasarkan pada pertimbangan bahwa

sampai saat ini cara tersebut dinilai paling manusiawi.

Dalam hal dikemudian hari terdapat cara lain yang

lebih manusiawi daripada dengan cara menembak

terpidana, pelaksanaan pidana mati disesuaikan

dengan perkembangan tersebut.


Ayat (4)


Pasal 100


Pelaksanaan pidana mati terhadap wanita hamil

harus ditunda sampai ia melahirkan dan sampai bayi

tidak lagi mengkonsumsi air susu ibu. Hal ini

dimaksudkan agar pelaksanan pidana mati tidak

mengakibatkan terjadinya pembunuhan terhadap dua

makhluk dan menjamin hak asasi bayi yang baru

dilahirkan. Begitu pula pelaksanaan pidana mati

terhadap orang sakit jiwa ditangguhkan sampai orang

yang bersangkutan sembuh dari penyakitnya.


Ayat (1)


Penjatuhan pidana mati dengan masa percobaan sedapat

mungkin memperhatikan pula reaksi masyarakat.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Pasal 101


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 102


Cukup jelas.


Pasal 103


Ayat (1)


Huruf a

Yang dimaksud dengan “pelatihan kerja” merupakan

kegiatan pemberian keterampilan kepada orang

yang diberikan tindakan untuk mempersiapkannya


194

kembali ke masyarakat dan memasuki lapangan

kerja.

Huruf b


Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” meliputi

rehabilitasi medis atau rehabiltasi sosial sebagai

proses pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental

maupun sosial, agar yang bersangkutan dapat

kembali melaksanakan fungsi sosial yang positif dan

konstruktif dalam rangka mengembalikannya untuk

menjadi warga negara yang baik dan berguna.


Huruf c

Yang dimaksud dengan “perawatan di lembaga”

misalnya perawatan di lembaga yang


menyelenggarakan urusan di bidang kesejahteraan

sosial baik pemerintah maupun swasta.


Huruf d

Yang dimaksud dengan “konseling” adalah proses

pemberian bimbingan atau bantuan dalam rangka

mengatasi masalah dan mengubah perilaku menjadi

positif dan konstruktif.


Huruf e

Cukup jelas.


Ayat (2)


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Yang dimaksud “penyerahan kepada seseorang”

adalah kepada pihak keluarga yang mampu

merawat atau pihak lain yang memiliki kepedulian

dan mampu untuk merawat yang bersangkutan.


Huruf d

Cukup jelas.


Huruf e

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 104

Cukup jelas.


Pasal 105

Cukup jelas.


195

Pasal 106

Cukup jelas.


Pasal 107

Cukup jelas.


Pasal 108


Ayat (1)

Rumah sakit jiwa dalam ketentuan ini adalah rumah

sakit milik pemerintah.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 109

Cukup jelas.


Pasal 110

Cukup jelas.


Pasal 111

Cukup jelas.


Pasal 112

Cukup jelas.


Pasal 113

Cukup jelas.


Pasal 114

Cukup jelas.


Pasal 115

Cukup jelas.


Pasal 116

Cukup jelas.


Pasal 117

Cukup jelas.


Pasal 118

Cukup jelas.


Pasal 119

Cukup jelas.


196

Pasal 120

Cukup jelas.


Pasal 121

Cukup jelas.


Pasal 122

Cukup jelas.


Pasal 123

Cukup jelas.


Pasal 124

Cukup jelas.


Pasal 125


Ayat (1)

Dalam ketentuan ini diatur mengenai perbarengan

peraturan atau konkursus idealis, dimana terdapat

kesatuan perbuatan, karena itu sistem pemidanaan

yang digunakan adalah sistem absorbsi. Apabila

seseorang melakukan suatu perbuatan dan ternyata

perbuatan tersebut melanggar lebih dari satu

ketentuan pidana, maka hanya berlaku satu

ketentuan pidana yaitu yang terberat.


Ayat (2)

Ketentuan ini mengatur mengenai asas lex specialis

derogat legi generalis. Asas ini dicantumkan agar

tidak ada keragu-raguan pada hakim apabila terjadi

kasus yang diatur dalam dua Undang-Undang.


Pasal 126


Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, mengatur pemidanaan jika ada

perbuatan berlanjut (voortgezette handeling). Seperti

halnya konkursus idealis, dalam perbuatan berlanjut

terdapat kesatuan perbuatan yang dipandang dari

sudut hukum. Dalam perbuatan berlanjut digunakan

sistem pemidanaan absorbsi.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 127

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini, mengatur mengenai

perbarengan perbuatan atau konkursus realis.

Sistem pemidanaan yang digunakan adalah sistem

kumulasi terbatas.


197

Ayat (2)


Cukup jelas.

Pasal 128

Ayat (1)

Ketentuan pada ayat ini mengatur perbarengan

perbuatan, namun ancaman pidana terhadap

perbuatan-perbuatan yang dilakukan diancam

dengan pidana yang tidak sejenis. Dengan

ketentuan, jumlah pidana yang dijatuhkan tidak

boleh melebihi maksimum ancaman pidana yang

terberat ditambah 1/3 (satu per tiga). Jadi

ketentuan ini menggunakan sistem kumulasi yang

diperlunak.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penuntutar” adalah


proses peradilan yang dimulai dari penyidikan.


Huruf a

Ketentuan ini berhubungan dengan asas ne bis in

idem.


Huruf b

Apabila seorang tersangka atau terdakwa meninggal

dunia, tidak dapat dilakukan penuntutan terhadap

perkara tersebut. Tidak dilakukannya penuntutan

karena kesalahan seseorang tidak dapat dilimpahkan

kepada orang lain.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.


Huruf e

Bagi Tindak Pidana ringan yang hanya diancam

dengan pidana denda Kategori I atau Kategori II,

dinilai cukup apabila terhadap orang yang


198

melakukan Tindak Pidana tersebut tidak dilakukan

penuntutan, asal membayar denda maksimum yang

diancamkan. Penuntut umum harus menerima

keinginan terdakwa untuk memenuhi maksimum

denda tersebut.

Bagi Tindak Pidana yang diancam dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda

paling banyak Kategori III, jika penuntut umum

menyetujui maka terdakwa dapat memenuhi

maksimum denda untuk menggugurkan

penuntutan.


Hurufi

Terhadap Tindak Pidana yang hanya dapat dituntut

berdasarkan aduan maka apabila pengaduan ditarik

kembali dianggap tidak ada pengaduan, asalkan

dilakukan dalam tenggang waktu yang telah

ditentukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ini.


Hurufj

Yang dimaksud dengan "diatur dalam Undang-

Undang" misalnya pemberian grasi oleh presiden.


Pasal 133

Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Ketentuan ini hanya berlaku untuk Tindak Pidana

yang diancam dengan pidana tambahan berupa

perampasan barang atau tagihan sebagaimana

dirumuskan dalam pasal yang bersangkutan.


Ayat (3)

Meskipun Tindak Pidana yang dilakukan terlebih

dahulu sudah gugur hak penuntutannya

berdasarkan Pasal 144 ayat (1) huruf e dan huruf f

namun apabila terdakwa mengulangi perbuatannya,

maka terhadap Tindak Pidana yang kedua dan

selanjutnya tetap berlaku ketentuan pemberatan

ancaman pidana bagi pengulangan Tindak Pidana

sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk itu.


Pasal 134

Dalam ketentuan ini, dimaksudkan untuk memberi

kepastian hukum dengan mengedepankan asas nebis in

idem.


Pasal 135

Cukup jelas.


199

Pasal 136

Ayat (1)

Ketentuan daluwarsa dalam ketentuan ini

dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum

terhadap status Tindak Pidana yang dilakukan. Hal

ini dikarenakan dengan lewatnya jangka waktu

tersebut pada umumnya sulit untuk menentukan

alat-alat bukti.

Penentuan jangka waktu tenggang daluwarsa

disesuaikan dengan berat ringannya Tindak Pidana

yang dilakukan. Bagi Tindak Pidana yang lebih

berat, tenggang waktu daluwarsa lebih lama

daripada tenggang waktu bagi Tindak Pidana yang

lebih ringan.

Huruf a

Tindak Pidana yang dilakukan dengan

percetakan, termasuk juga pencetakan yang

dilakukan secara elektronik.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Ketentuan dalam ayat ini disesuaikan dengan

prinsip dalam hukum pidana yang memperlakukan

secara khusus bagi anak di bawah umur tertentu.

Oleh karena itu, tenggang waktu kedaluwarsa

terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Anak lebih

singkat daripada Tindak Pidana yang dilakukan

orang dewasa.


Pasal 137


Sesuai dengan sifat Tindak Pidana yang ada

keberlangsungan, maka selesainya Tindak Pidana yang

dimaksud dalam ketentuan ini ialah pada waktu korban

yang dilarikan, diculik, atau dirampas kemerdekaannya,

dilepaskan. Apabila korban sampai dibunuh maka waktu

gugurnya penuntutan, dihitung mulai hari berikutnya dari

waktu matinya korban.


Pasal 138

Cukup jelas.


200

Pasal 139

Yang dimaksud dengan “sengketa hukum” dalam ketentuan

ini adalah perbedaan pendapat mengenai persoalan hukum

yang harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan lain

sebelum perkara pokok diputuskan.


Pasal 140


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Yang dimaksud dengan “kedaluwarsa” dalam

ketentuan ini adalah kedaluwarsa dalam

melaksanakan putusan pengadilan.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.


Pasal 141

Cukup jelas.


Pasal 142

Cukup jelas.


Pasal 143

Cukup jelas.


Pasal 144

Cukup jelas.


Pasal 145

Cukup jelas.


Pasal 146

Cukup jelas.


Pasal 147

Cukup jelas.


Pasal 148

Cukup jelas.


Pasal 149

Cukup jelas.


Pasal 150

Cukup jelas.


201

Pasal 151


Cukup jelas.


Pasal 152

Cukup jelas.


Pasal 153

Cukup jelas.


Pasal 154


Cukup jelas.


Pasal 155


Cukup jelas.


Pasal 156


Cukup jelas.


Pasal 157

Cukup jelas.


Pasal 158

Cukup jelas.


Pasal 159


Cukup jelas.


Pasal 160


Cukup jelas.


Pasal 161


Cukup jelas.


Pasal 162

Cukup jelas.


Pasal 163

Cukup jelas.


Pasal 164


Cukup jelas.


Pasal 165


Cukup jelas.


Pasal 166


Cukup jelas.


202

Pasal 167

Cukup jelas.


Pasal 168

Cukup jelas.


Pasal 169


Cukup jelas.


Pasal 170


Cukup jelas.


Pasal 171


Cukup jelas.


Pasal 172

Cukup jelas.


Pasal 173

Cukup jelas.


Pasal 174


Cukup jelas.


Pasal 175


Cukup jelas.


Pasal 176


Cukup jelas.


Pasal 177

Cukup jelas.


Pasal 178

Cukup jelas.


Pasal 179


Cukup jelas.


Pasal 180


Cukup jelas.


Pasal 181


Cukup jelas.


Pasal 182

Cukup jelas.


203

Pasal 183

Cukup jelas.


Pasal 184

Cukup jelas.


Pasal 185

Cukup jelas.


Pasal 186

Cukup jelas.


Pasal 187

Ayat (1)

Frasa “menurut Undang-Undang” dalam ketentuan

ini hanya terkait dengan Undang-Undang yang

mengatur secara khusus Tindak Pidana yang

menurut sifatnya adalah:


a. dampak viktimisasi (korbannya) besar,


b. sering bersifat transnasional terorganisasi

(Trans-National Organized Crime),


Cc. pengaturan acara pidananya bersifat khusus,


d. sering menyimpang asas-asas umum hukum

pidana materiil (Buku I KUHP),


e. adanya lembaga-lembaga pendukung

penegakan hukum (misalnya Komisi

Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika

Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia) yang pada umumnya memiliki

kewenangan khusus,


f. didukung oleh berbagai konvensi internasional

baik yang sudah diratifikasi maupun yang

belum:


g. merupakan super mala per se dan besarnya

people moral condemnation.


Untuk tujuan konsolidasi dalam suatu kodifikasi

hukum, beberapa Tindak Pidana yang dianggap

memiliki sifat seperti di atas dikelompokan dalam 1

(satu) Bab tersendiri yang dinamai Bab Tindak

Pidana Khusus yang dirumuskan secara

umum/Tindak Pidana pokok (core crime) yang

berfungsi sebagai ketentuan penghubung (bridging

articles) antara Undang-Undang ini dan undang-

undang di luar KUHP yang mengatur Tindak Pidana

dalam Bab Tindak Pidana Khusus. Tindak Pidana

tersebut adalah: Tindak Pidana Hak Asasi Manusia

yang Berat, Tindak Pidana Terorisme, Tindak Pidana

Korupsi, Tindak Pidana Pencucian Uang, dan Tindak


204

Pasal 188


Pidana Narkotika. Dengan adanya Bab Tindak Pidana

Khusus tersebut tidak mengurangi adanya

kewenangan lembaga pendukung penegakan hukum

yang sudah ditentukan dalam Undang-Undangnya.


Selain Undang-Undang yang mengatur tentang

Tindak Pidana khusus, ketentuan ini juga berlaku

bagi besaran pidana denda dalam undang-undang

yang mengatur mengenai Tindak Pidana yang bersifat

dependen terhadap hukum administratif dan

berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang

relatif besar bagi negara/ masyarakat.


Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

juga berlaku bagi besaran pidana denda dalam

undang-undang yang mengatur mengenai Tindak

Pidana yang bersifat dependen terhadap hukum

administratif dan berpotensi menimbulkan kerugian

finansial yang relatif besar bagi negara/ masyarakat


Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “Komunisme/ Marxisme-

Leninisme” adalah paham atau ajaran Karl Mark

yang terkait pada dasar-dasar dan taktik perjuangan

yang diajarkan oleh Lenin, Stalin, Mao Tse Tung, dan

lain-lain, mengandung benih-benih dan unsur-unsur

yang bertentangan dengan falsafah Pancasila.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Ayat (6)


Yang dimaksud dengan “kajian terhadap ajaran

Komunisme/ Marxisme-Leninisme untuk kepentingan

ilmu pengetahuan” misalnya mengajar, mempelajari,

memikirkan, menguji, dan menelaah di lembaga

pendidikan atau lembaga penelitian dan pengkajian tanpa

bermaksud untuk menyebarkan atau mengembangkan

ajaran Komunisme / Marxisme-Leninisme.


205

Pasal


Pasal


Pasal


Pasal


Pasal


189

Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Yang dimaksud dengan “bantuan” adalah uang, sarana,

pelatihan, teknologi informasi, dan sebagainya.

Yang dimaksud dengan “organisasi” adalah organisasi baik

yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum.


190


Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kerusuhan” adalah suatu

tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok

orang (anarkis) yang menimbulkan keributan, keonaran,

kekacauan, dan huru-hara.


191


Cukup jelas.


192


Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud agar

sebagian atau seluruh wilayah negara jatuh kepada

kekuasaan asing, merupakan pengkhianatan ekstern

(landverraad) karena melibatkan negara asing.


Tindak Pidana yang dilakukan dengan maksud untuk

memisahkan sebagian wilayah negara merupakan

pengkhianatan intern atau (hoogverrad), karena tidak

melibatkan negara asing, walaupun secara berangsur-

berangsur dapat juga melibatkan kekuasaan asing.


193


Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “menggulingkan pemerintah

yang sah” adalah meniadakan atau mengubah

susunan pemerintahan yang sah dengan cara yang

tidak sah menurut Undang-Undang Dasar. Jadi

apabila dilakukan secara konstitusional berdasarkan

Undang-Undang Dasar tidak dapat diterapkan Pasal

ini.

Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini ada 2 (dua)

hal yaitu meniadakan susunan pemerintahan yang

sah menurut Undang-Undang Dasar, dan mengubah

susunan pemerintahan dengan cara yang tidak sah

menurut Undang-Undang Dasar.

Meniadakan susunan pemerintahan berarti

menghilangkan susunan pemerintah yang ada dan

diganti dengan yang baru. Mengubah susunan


206

pemerintah berarti tidak meniadakan susunan

pemerintahan yang lama, akan tetapi hanya

mengubah saja. Cara mengganti dan mengubah

susunan pemerintahan harus tidak sah.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 194

Ayat (1)

Ketentuan ini ditujukan kepada sekelompok

masyarakat yang karena sesuatu hal mengangkat

senjata melawan pemerintahan yang sah.

Yang dimaksud dengan “senjata” adalah setiap jenis

senjata baik senjata modern maupun senjata


tradisionil.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 195

Ayat (1)

Huruf a

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah

perbuatan yang dilakukan di luar negeri yang

bermaksud menggulingkan pemerintah.

Yang dimaksud dengan “menggulingkan”

adalah meniadakan atau mengubah susunan

pemerintahan yang sah dengan cara yang tidak

sah menurut Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Huruf b

Yang dimasud dengan “suatu barang”

misalnya bahan peledak, amunisi, atau bahan

lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan

peledak.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 196

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “mempersiapkan” misalnya

mempersiapkan perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


207

Pasal 197

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi

kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang harus

dirahasiakan agar jangan sampai jatuh ke tangan musuh.

Yang dimaksud dengan frasa “kepentingan pertahanan negara”

adalah kepentingan dalam rangka menjaga kedaulatan negara

dan keutuhan teritorial.


Pasal 198


Yang menjadi subjek Tindak Pidana dalam ketentuan ini

adalah setiap orang yang bertugas melakukan

perundingan dengan negara asing atas nama Pemerintah.

Ini berarti ia mewakili Pemerintah dan segala akibat dari

perundingan tersebut menjadi tanggung jawab

Pemerintah. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini,

orang tersebut dilarang bertindak merugikan pertahanan

keamanan negara.


Pasal 199

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan

atas kedaulatan nasional, politik luar negeri yang bebas

aktif, dan keutuhan territorial.

Ayat (2)

Cukup Jelas.


Pasal 200

Huruf a

Yang dimaksud dengan “perbuatan yang membahayakan

sikap kenetralan negara” misalnya ikut dalam perang,

membantu dengan mengirimkan personil, pendanaan,

barang, atau senjata.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 201


Yang dimaksud dengan “tentara asing” ialah tentara resmi

dari negara asing atau tentara yang akan memberontak

terhadap negara asing tersebut.


Pasal 202

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga dan

melindungi kerahasiaan negara yakni informasi, benda,


dan/atau aktifitas yang secara resmi ditetapkan untuk

dirahasiakan.


208

Pasal 203


Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“memperkuat”, misalnya melakukan provokasi atau

hasutan.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 204

Cukup jelas.

Pasal 205


Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi barang atau

benda yang bersifat rahasia negara, misalnya peta bumi,

rencana, gambar atau barang lain yang berhubungan

dengan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, barang

tersebut dilarang diumumkan, diberitahukan, atau

diberikan kepada orang yang tidak berhak mengetahui.


Pasal 206

Cukup jelas.

Pasal 207

Cukup jelas.

Pasal 208

Cukup jelas.

Pasal 209

Yang dimaksud dengan “cara curang”, misalnya


memperdayakan, menyamar, memakai nama palsu, atau

memakai kedudukan palsu.


Pasal 210


Huruf a


Yang dimaksud dengan “instalasi negara” adalah

instalasi tertentu yang penting misalnya Istana

Negara, kediaman resmi Presiden dan Wakil

Presiden, gedung-gedung lembaga negara dan

pemerintahan, dan gedung yang digunakan untuk

tamu-tamu negara yang setingkat dengan Presiden.


Yang dimaksud dengan “instalasi militer” adalah

instalasi vital militer.


209

Huruf b


Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 211

Cukup jelas.

Pasal 212

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b


Yang dimaksud dengan “bekerja pada musuh

sebagai mata-mata” adalah:


a.


memiliki, menguasai, atau memperoleh

dengan maksud untuk meneruskannya

langsung maupun tidak langsung kepada

musuh negara Republik Indonesia,

sesuatu peta, rancangan, gambar atau

tulisan tentang  bangunan-bangunan

militer atau rahasia militer ataupun

keterangan tentang rahasia pemerintah

dalam bidang politik, diplomasi atau

ekonomi,


melakukan penyelidikan untuk musuh

tentang hal tersebut pada huruf a atau

menerima dalam pemondokan,

menyembunyikan, atau menolong

seorang penyelidik musuh,


mengadakan, memudahkan, atau

menyebarkan propaganda untuk musuh,

melakukan sesuatu usaha bertentangan

dengan kepentingan negara sehingga

terhadap seseorang dapat melakukan

penyelidikan, penuntutan, perampasan

atau pembatasan kemerdekaan,

penjatuhan pidana atau tindakan lainnya

oleh atau atas kekuasaan musuh: atau

memberikan kepada atau menerima dari

musuh atau pembantu-pembantu

musuh, sesuatu barang atau uang, atau

melakukan sesuatu perbuatan yang

menguntungkan musuh atau pembantu-

pembantunya, atau menyukarkan atau

merintangi atau menggagalkan sesuatu


210

tindakan terhadap musuh atau

pembantu-pembantunya.


Ayat (3)


Pasal 213


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 214


Huruf a


Yang dimaksud dengan “perbuatan curang

menyerahkan barang-barang keperluan tentara”,

misalnya pemasok yang menyerahkan barang-barang

yang jumlah, berat, atau keadaannya kurang atau

tidak sesuai dengan yang telah diperjanjikan.


Huruf b


Pasal 215


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 216


Lihat penjelasan Pasal 216 ayat (1).


Pasal 217


Tindak Pidana penyerangan diri seseorang pada umumnya

dapat merupakan berbagai Tindak Pidana, seperti

penganiayaan atau melakukan kekerasan. Karena Tindak

Pidana dalam ketentuan pasal ini ditujukan kepada diri

Presiden atau Wakil Presiden maka jika ancaman pidana

tidak termasuk dalam pidana yang lebih berat, maka

berlaku ketentuan dalam pasal ini.


Pasal 218


Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan

atau harkat dan martabat diri” pada dasarnya

merupakan penghinaan yang menyerang nama baik

atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka

umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah,

dan menghina dengan tujuan memfitnah.


Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan

atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik

ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan

pemerintah.


Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan

yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek

antara lain moral, agama, nilai-nilai


211

kemasyarakatan, dan nilai-nilai hak asasi manusia

atau kemanusiaan, karena

menyerang/ merendahkan martabat kemanusiaan

(menyerang nilai universal), oleh karena itu, secara

teoritik dipandang sebagai rechisdelict, intrinsically

wrong, mala per se, dan oleh karena itu pula dilarang

(dikriminalisir) di berbagai negara.


Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“dilakukan untuk kepentingan umum” adalah

melindungi kepentingan masyarakat banyak yang

diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak

berdemokrasi.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “Kuasa Presiden atau Wakil

Presiden” dalam ketentuan ini adalah pejabat atau

seseorang yang ditunjuk oleh Presiden atau Wakil

Presiden.


Pasal 219

Cukup jelas.


Pasal 220

Cukup jelas.


Pasal 221

Yang dimaksud dengan “negara sahabat” adalah negara

asing yang tidak bertikai dengan negara Indonesia atau

negara asing yang mempunyai hubungan diplomatik

dengan negara Indonesia atau negara asing yang

mengadakan perjanjian dengan Indonesia.


Pasal 222

Cukup jelas.


Pasal 223

Cukup jelas.


Pasal 224

Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam pasal

ini, pelaku Tindak Pidana harus mengetahui bahwa korban

adalah kepala negara sahabat.


Pasal 225


Yang dimaksud dengan “menyerang diri” misalnya

menampar atau melempar sepatu.


212

Pasal 226

Lihat penjelasan Pasal 238.


Pasal 227

Yang dimaksud dengan “wakil dari negara sahabat”, antara

lain, adalah menteri atau yang setingkat dengan menteri

atau pejabat yang ditunjuk yang mewakili negaranya.


Pasal 228

Cukup jelas.


Pasal 229

Cukup jelas.


Pasal 230

Cukup jelas.


Pasal 231

Yang dimaksud dengan “menodai” adalah perbuatan dalam

bentuk apa pun yang dilakukan dengan maksud

menghina.


Pasal 232


Yang dimaksud dengan “kekerasan atau ancaman

kekerasan” tidak hanya mengancam terhadap orang, tetapi

juga terhadap barang, misalnya dengan jalan membakar

gedung tempat rapat.


Yang dimaksud dengan “Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah” adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi

atau Kabupaten/Kota.


Pasal 233

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “merintangi” adalah

mencegah untuk menghadiri rapat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 234


Yang dimaksud dengan “menodai bendera negara atau

menghina bendera negara” adalah perbuatan dalam

bentuk merusak, merobek, menginjak-injak, membakar,

atau perbuatan lain terhadap bendera negara yang

dilakukan dengan sengaja atau dengan maksud menghina

atau merendahkan kehormatan.


Pasal 235

Cukup jelas.


213

Pasal 236


Yang dimaksud dengan “menodai, menghina, atau

merendahkan lambang negara” adalah perbuatan dalam

bentuk mencoret, menulisi, menggambar atau

menggambari, membuat rusak terhadap Lambang Negara,

termasuk menggunakannya tidak sesuai dengan bentuk,

ukuran, warna, dan perbandingan ukuran, yang dilakukan

dengan sengaja atau dengan maksud menghina atau

merendahkan kehormatan.


Pasal 237


Cukup jelas.


Pasal 238


Cukup jelas.


Pasal 239


Cukup jelas.


Pasal 240


Yang dimaksud dengan “keonaran” adalah suatu tindakan

kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang (anarkis)

yang menimbulkan keributan, kerusuhan, kekacauan, dan

huru-hara.


Pasal 241


Cukup jelas.


Pasal 242


Cukup jelas.


Pasal 243


Cukup jelas.


Pasal 244


Yang dimaksud dengan “pembedaan” adalah perbuatan

membedakan ras dan etnis, misalnya pimpinan suatu

perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji

atau upah pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.


Yang dimaksud dengan “pengecualian” dalam ketentuan

ini misalnya pengecualian seseorang dari ras atau etnis

tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.


Yang dimaksud dengan “pembatasan” dalam ketentuan ini

misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis

tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk

menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras

atau etnis tertentu.


214

Yang dimaksud dengan “pemilihan” dalam ketentuan ini

misalnya pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan

pada ras atau etnis tertentu.


Pasal 245

Cukup jelas.


Pasal 246

Yang dimaksud dengan “menghasut” adalah mendorons,

mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat

orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat

dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan

di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik

atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar.


Pasal 247

Yang dimaksud dengan “menyiarkan” termasuk perbuatan

mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat

diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam

sistem elektronik.


Pasal 248


Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur mengenai penganjuran yang

gagal. Menurut pasal ini, orang yang menganjurkan

sudah dapat dipidana, walaupun orang yang

dianjurkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau

percobaan yang dapat dipidana. Penganjuran ini

harus menggunakan sarana-sarana yang ditentukan

dalam Pasal 21 huruf d. Penganjur tidak dapat

dipidana apabila tidak jadinya orang yang dianjurkan

melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang

dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak

pada kemauan penganjur sendiri, misalnya

penganjur menarik kembali anjurannya,

menghalang-halangi, dan lain-lain.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 249

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“menawarkan” misalnya orang yang memberikan jasa

berupa informasi dengan meminta imbalan.


Pasal 250

Cukup jelas.


215

Pasal 251

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 252

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi

keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik

ilmu hitam (black magic), yang secara hukum

menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.

Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah

secara dini dan mengakhiri praktik main hakim

sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat

terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun

teluh (santet).


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 253

Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal

ini Tindak Pidana itu harus jadi dilakukan atau benar-

benar terjadi. Jika tidak, maka tidak dapat dipidana.


Pasal 254

Yang dimaksud dengan “rapat umum yang sah” adalah

pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan

pendapat dengan tema tertentu dan dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 255

Cukup jelas.

Pasal 256

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “masuk dengan memaksa” adalah masuk


dengan melawan kehendak yang dinyatakan

oleh orang yang berhak. Orang yang berhak

adalah orang yang mempunyai kekuasaan

untuk menghalang-halangi atau melarang

untuk masuk atau berada di tempat tersebut.


b. “rumah” termasuk juga perahu atau kendaraan

yang dijadikan tempat tinggal.

Cc. “ruangan tertutup” adalah ruangan yang hanya


boleh dimasuki oleh orang tertentu dan bukan

untuk umum.


216

d. “pekarangan tertutup” adalah pekarangan yang

nyata-nyata ada batasnya seperti pagar di

sekeliling pekarangan tersebut.


Ayat (2)


Cukup jelas.

Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 257

Ayat (1)


Ketentuan ini bertujuan melindungi kepentingan

pembicara terhadap orang yang secara melawan

hukum mendengar atau merekam pembicaraan yang

dilakukan. Dicantumkannya unsur melawan hukum

dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk

menghindari perbuatan yang sepatutnya tidak

dihukum, terkena ketentuan dalam Pasal ini,

misalnya apabila:


a. alat bantu teknis itu dipasang sendiri oleh

penghuni rumah atau ruangan yang

bersangkutan dan menyebabkan pembicaraan

di dalam ruangan tersebut didengar atau

direkam secara tidak sengaja,


b. pembicaraan berlangsung melalui telepon radio

dan diterima secara tidak sengaja oleh

seseorang melalui alat penerima telepon

radionya, atau


c. pembicaraan melalui telepon didengar atas

perintah pegawai telepon yang berhak atau

sehubungan dengan pemantauan cara kerja

yang baik dari jaringan telepon.


Ayat (2)

Dalam ketentuan ini termasuk yang dikecualikan

adalah mendengarkan atau merekam pembicaraan

yang dilakukan untuk keperluan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.


Pasal 258

Cukup jelas.


Pasal 259

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “kantor pemerintah yang melayani kepentingan

umum” antara lain kantor polisi, kantor


217

kejaksaan, kantor pengadilan, kantor pajak,

kantor pos, kantor kejaksaan, kantor

pengadilan, kantor pajak, kantor pos, rumah

sakit pemerintah, kantor walikota, dan kantor

kelurahan.


b. “pejabat yang berwenang” adalah pejabat yang

diberi kekuasaan atas seluruh kantor atau

pegawai yang semata-mata diberi tugas untuk

menjaga ketertiban dalam kantor tersebut.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 260

Ayat (1)


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:


a. “menggabungkan diri” tidak berarti harus

secara aktif telah melakukan suatu perbuatan

yang dilarang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Hanya


menjadi anggota perkumpulan yang dimaksud

dalam ketentuan Pasal ini sudah diancam

dengan pidana.


b. “perkumpulan” adalah suatu organisasi yang

dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yang

ditetapkan oleh para anggota dan tidak perlu

ada Anggaran Dasarnya.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 261

Cukup jelas.


Pasal 262

Ayat (1)

Tindak Pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini

dikenal sebagai Tindak Pidana proparte dolus

proparte culpa.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 263

Cukup jelas.


Pasal 264

Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsu”

misalnya orang berteriak ada kebakaran padahal tidak

terjadi kebakaran.


218

Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsu”

misalnya memukul kentongan tanda ada pembunuhan

atau pencurian, padahal tidak terjadi pembunuhan atau

pencurian.


Pasal 265

Cukup jelas.


Pasal 266

Yang dimaksud dengan “membubarkan rapat umum”

adalah menimbulkan kekacauan atau suara gaduh

sehingga peserta rapat tidak dapat mengikuti rapat dengan

tenang dan tertib.


Pasal 267

Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang

dilakukan pada waktu jenazah masih di rumah duka,

dalam perjalanan ke pemakaman, maupun di tempat

pemakaman.

Yang dimaksud dengan “pemakaman” termasuk serangkaian

upacara adat atau keagamaan.


Pasal 268

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “menodai makam” misalnya menggunakan makam


sebagai tempat melakukan perbuatan asusila,

membuang kotoran.


b. “makam” adalah liang atau ruang tempat jenazah

dengan atau tanpa peti jenazah dikubur, termasuk

pula tanah penutupnya dan segala tanda-tanda di

atasnya berupa apa saja.


c. “tanda-tanda yang ada di atas makam” misalnya

kijing (nisan), salib, atau tumpukan batu yang

disusun di atas liang.


Pasal 269

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi jenazah dan

barang yang ada bersama jenazah yang berada dalam

makam.

Yang dimaksud dengan jenazah” adalah orang yang sudah

mati dan sudah dikubur, baik masih utuh maupun tidak

tetapi sebagian besar bagian dari organ tubuhnya masih

lengkap.


Pasal 270

Cukup jelas.


219

Pasal 271

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “gelar akademik” adalah gelar yang diberikan

oleh perguruan tinggi melalui jenjang

pendidikan formal.


b. “profesi” misalnya dokter, apoteker, atau

notaris.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 272

Ketentuan ini mengancam pidana perbuatan peminjaman

uang atau barang tanpa izin. Dalam praktik perbuatan

yang diatur dalam ketentuan Pasal ini sering disebut

dengan "gadai gelap".


Pasal 273

Yang dimaksud dengan “pawai” adalah arak-arakan di

jalan, misalnya pawai pembangunan.


Pasal 274

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pesta atau keramaian untuk

umum” adalah pesta atau keramaian yang diadakan

di tempat umum, misalnya pasar malam.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 275

Cukup jelas.


Pasal 276


Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Pekerjaan yang harus mendapat izin sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku adalah pekerjaan dokter, dokter gigi, dokter

hewan, bidan, dan sebagainya. Orang yang dapat

dijatuhi pidana menurut ketentuan ini misalnya

bukan dokter memberikan pengobatan sebagai

dokter, bukan dokter gigi memberikan pengobatan,

sebagai dokter gigi.


220

Yang dimaksud dengan “tidak dalam keadaan

terpaksa” adalah di daerah tersebut cukup terdapat

dokter atau dokter gigi.


Pasal 277

Yang dimaksud dengan “tanpa izin” adalah tanpa izin dari

Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau pejabat yang

ditunjuk. Misalnya menerima atau memberikan surat

kepada narapidana harus mendapat izin dari pejabat


tersebut.

Pasal 278

Cukup jelas.

Pasal 279

Cukup jelas.

Pasal 280

Yang dimaksud dengan “berkendaraan”, misalnya


menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana

angkutan lainnya.


Pasal 281


Huruf a

Yang dimaksud dengan €œtidak mematuhi perintah

pengadilan yang dikeluarkan untuk proses

peradilan” adalah melakukan hal-hal untuk

menentang perintah tersebut dengan cara-cara yang

tidak dibenarkan oleh hukum.


Huruf b

Yang dimaksud dengan “bersikap tidak hormat”

adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau

mengeluarkan pernyataan yang merendahkan

martabat hakim dan pengadilan atau tidak menaati

tata tertib pengadilan.

Termasuk dalam “menyerang integritas hakim”

misalnya menuduh hakim bersikap memihak atau

tidak jujur.

Yang dimaksud dengan “persidangan” adalah proses

persidangan yang melibatkan pejabat yang terlibat

dalam proses persidangan, misalnya panitera atau

penuntut umum.


Huruf c

Yang dimaksud dengan “proses persidangan” adalah

yang bersifat tertutup atau yang hakim telah

memerintahkan untuk tidak diperbolehkan untuk

dipublikasi.


221

Pasal 282

Ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara

curang merugikan kliennya atau meminta kliennya

menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses

peradilan.


Pasal 283

Cukup jelas.


Pasal 284

Yang dimaksud dengan “proses peradilan” adalah proses

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan.


Pasal 285

Cukup jelas.


Pasal 286

Cukup jelas.


Pasal 287


Yang dimaksud dengan “pemeriksaan jenazah untuk

kepentingan peradilan” di dalam ketentuan Pasal ini ialah

pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna

mengetahui sebab kematian untuk kepentingan

pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak

berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk

dilakukan pemeriksaan jenazah.


Pasal 288

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang

berwenang” adalah penyidik, penuntut umum, atau hakim

sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara yang

bersangkutan.


Pasal 289

Yang dimaksud dengan “saksi, ahli, atau juru bahasa”


adalah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara yang

berlaku.


Pasal 290

Cukup jelas.


Pasal 291

Dalam ketentuan ini menolak memenuhi perintah pejabat yang

berwenang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu

atau dipalsukan, sedangkan surat-surat tersebut diperlukan

dalam proses peradilan untuk alat pembuktian, baik perkara


222

pidana maupun perkara perdata, dianggap sebagai pebuatan yang mengganggu penyelenggaraan peradilan.


Pasal 292

Cukup jelas.

Pasal 293

Ayat (1)

Huruf a

Semua perbuatan melawan hukum terhadap

barang yang disita sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

harus dianggap sebagai usaha menggagalkan

pencarian keadilan.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“melepaskan barang” termasuk juga perbuatan

menjual, menggunakan, memindah tangankan.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 294

Cukup jelas.

Pasal 295

Cukup jelas.

Pasal 296


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pelapor”

adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau

keterangan kepada penegak hukum mengenai Tindak

Pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.


Pasal 297

Cukup jelas.


Pasal 298

Yang dimaksud dengan “saksi” adalah saksi dalam semua

lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.


Pasal 299

Cukup jelas.


223

Pasal 300

Cukup jelas.

Pasal 243


Cukup jelas.


Pasal 244


Yang dimaksud dengan “pembedaan” adalah perbuatan

membedakan ras dan etnis, misalnya pimpinan suatu

perusahaan yang melakukan pembedaan terhadap gaji

atau upah pegawainya berdasarkan pada suku tertentu.


Yang dimaksud dengan “pengecualian” dalam ketentuan

ini misalnya pengecualian seseorang dari ras atau etnis

tertentu untuk menjadi pegawai atau karyawan tertentu.


Yang dimaksud dengan “pembatasan” dalam ketentuan ini

misalnya pembatasan seseorang dari ras atau etnis

tertentu untuk memasuki lembaga pendidikan atau untuk

menduduki suatu jabatan publik hanya seseorang dari ras

atau etnis tertentu.


214

Yang dimaksud dengan “pemilihan” dalam ketentuan ini

misalnya pemilihan untuk jabatan tertentu berdasarkan

pada ras atau etnis tertentu.


Pasal 245

Cukup jelas.


Pasal 246

Yang dimaksud dengan “menghasut” adalah mendorons,

mengajak, membangkitkan, atau membakar semangat

orang supaya berbuat sesuatu. Menghasut dapat

dilakukan dengan lisan atau tulisan, dan harus dilakukan

di muka umum, artinya di tempat yang didatangi publik

atau di tempat yang khalayak ramai dapat mendengar.


Pasal 247

Yang dimaksud dengan “menyiarkan” termasuk perbuatan

mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat

diaksesnya informasi dan dokumen elektronik dalam

sistem elektronik.


Pasal 248


Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur mengenai penganjuran yang

gagal. Menurut pasal ini, orang yang menganjurkan

sudah dapat dipidana, walaupun orang yang

dianjurkan itu belum melakukan Tindak Pidana atau

percobaan yang dapat dipidana. Penganjuran ini

harus menggunakan sarana-sarana yang ditentukan

dalam Pasal 21 huruf d. Penganjur tidak dapat

dipidana apabila tidak jadinya orang yang dianjurkan

melakukan Tindak Pidana atau percobaan yang

dapat dipidana itu karena suatu hal yang terletak

pada kemauan penganjur sendiri, misalnya

penganjur menarik kembali anjurannya,

menghalang-halangi, dan lain-lain.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 249

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“menawarkan” misalnya orang yang memberikan jasa

berupa informasi dengan meminta imbalan.


Pasal 250

Cukup jelas.


215

Pasal 251

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 252

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi

keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik

ilmu hitam (black magic), yang secara hukum

menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.

Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah

secara dini dan mengakhiri praktik main hakim

sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat

terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun

teluh (santet).


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 253

Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal

ini Tindak Pidana itu harus jadi dilakukan atau benar-

benar terjadi. Jika tidak, maka tidak dapat dipidana.


Pasal 254

Yang dimaksud dengan “rapat umum yang sah” adalah

pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan

pendapat dengan tema tertentu dan dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 255

Cukup jelas.

Pasal 256

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “masuk dengan memaksa” adalah masuk


dengan melawan kehendak yang dinyatakan

oleh orang yang berhak. Orang yang berhak

adalah orang yang mempunyai kekuasaan

untuk menghalang-halangi atau melarang

untuk masuk atau berada di tempat tersebut.


b. “rumah” termasuk juga perahu atau kendaraan

yang dijadikan tempat tinggal.

Cc. “ruangan tertutup” adalah ruangan yang hanya


boleh dimasuki oleh orang tertentu dan bukan

untuk umum.


216

d. “pekarangan tertutup” adalah pekarangan yang

nyata-nyata ada batasnya seperti pagar di

sekeliling pekarangan tersebut.


Ayat (2)


Cukup jelas.

Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 257

Ayat (1)


Ketentuan ini bertujuan melindungi kepentingan

pembicara terhadap orang yang secara melawan

hukum mendengar atau merekam pembicaraan yang

dilakukan. Dicantumkannya unsur melawan hukum

dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk

menghindari perbuatan yang sepatutnya tidak

dihukum, terkena ketentuan dalam Pasal ini,

misalnya apabila:


a. alat bantu teknis itu dipasang sendiri oleh

penghuni rumah atau ruangan yang

bersangkutan dan menyebabkan pembicaraan

di dalam ruangan tersebut didengar atau

direkam secara tidak sengaja,


b. pembicaraan berlangsung melalui telepon radio

dan diterima secara tidak sengaja oleh

seseorang melalui alat penerima telepon

radionya, atau


c. pembicaraan melalui telepon didengar atas

perintah pegawai telepon yang berhak atau

sehubungan dengan pemantauan cara kerja

yang baik dari jaringan telepon.


Ayat (2)

Dalam ketentuan ini termasuk yang dikecualikan

adalah mendengarkan atau merekam pembicaraan

yang dilakukan untuk keperluan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.


Pasal 258

Cukup jelas.


Pasal 259

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “kantor pemerintah yang melayani kepentingan

umum” antara lain kantor polisi, kantor


217

kejaksaan, kantor pengadilan, kantor pajak,

kantor pos, kantor kejaksaan, kantor

pengadilan, kantor pajak, kantor pos, rumah

sakit pemerintah, kantor walikota, dan kantor

kelurahan.


b. “pejabat yang berwenang” adalah pejabat yang

diberi kekuasaan atas seluruh kantor atau

pegawai yang semata-mata diberi tugas untuk

menjaga ketertiban dalam kantor tersebut.


Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 260

Ayat (1)


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:


a. “menggabungkan diri” tidak berarti harus

secara aktif telah melakukan suatu perbuatan

yang dilarang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Hanya


menjadi anggota perkumpulan yang dimaksud

dalam ketentuan Pasal ini sudah diancam

dengan pidana.


b. “perkumpulan” adalah suatu organisasi yang

dibentuk untuk mencapai tujuan bersama yang

ditetapkan oleh para anggota dan tidak perlu

ada Anggaran Dasarnya.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 261

Cukup jelas.


Pasal 262

Ayat (1)

Tindak Pidana yang dimaksud dalam ketentuan ini

dikenal sebagai Tindak Pidana proparte dolus

proparte culpa.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 263

Cukup jelas.


Pasal 264

Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsu”

misalnya orang berteriak ada kebakaran padahal tidak

terjadi kebakaran.


218

Yang dimaksud dengan “tanda-tanda bahaya palsu”

misalnya memukul kentongan tanda ada pembunuhan

atau pencurian, padahal tidak terjadi pembunuhan atau

pencurian.


Pasal 265

Cukup jelas.


Pasal 266

Yang dimaksud dengan “membubarkan rapat umum”

adalah menimbulkan kekacauan atau suara gaduh

sehingga peserta rapat tidak dapat mengikuti rapat dengan

tenang dan tertib.


Pasal 267

Upacara pemakaman jenazah meliputi upacara yang

dilakukan pada waktu jenazah masih di rumah duka,

dalam perjalanan ke pemakaman, maupun di tempat

pemakaman.

Yang dimaksud dengan “pemakaman” termasuk serangkaian

upacara adat atau keagamaan.


Pasal 268

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “menodai makam” misalnya menggunakan makam


sebagai tempat melakukan perbuatan asusila,

membuang kotoran.


b. “makam” adalah liang atau ruang tempat jenazah

dengan atau tanpa peti jenazah dikubur, termasuk

pula tanah penutupnya dan segala tanda-tanda di

atasnya berupa apa saja.


c. “tanda-tanda yang ada di atas makam” misalnya

kijing (nisan), salib, atau tumpukan batu yang

disusun di atas liang.


Pasal 269

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi jenazah dan

barang yang ada bersama jenazah yang berada dalam

makam.

Yang dimaksud dengan jenazah” adalah orang yang sudah

mati dan sudah dikubur, baik masih utuh maupun tidak

tetapi sebagian besar bagian dari organ tubuhnya masih

lengkap.


Pasal 270

Cukup jelas.


219

Pasal 271

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan:

a. “gelar akademik” adalah gelar yang diberikan

oleh perguruan tinggi melalui jenjang

pendidikan formal.


b. “profesi” misalnya dokter, apoteker, atau

notaris.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 272

Ketentuan ini mengancam pidana perbuatan peminjaman

uang atau barang tanpa izin. Dalam praktik perbuatan

yang diatur dalam ketentuan Pasal ini sering disebut

dengan "gadai gelap".


Pasal 273

Yang dimaksud dengan “pawai” adalah arak-arakan di

jalan, misalnya pawai pembangunan.


Pasal 274

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pesta atau keramaian untuk

umum” adalah pesta atau keramaian yang diadakan

di tempat umum, misalnya pasar malam.

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 275

Cukup jelas.


Pasal 276


Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Pekerjaan yang harus mendapat izin sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku adalah pekerjaan dokter, dokter gigi, dokter

hewan, bidan, dan sebagainya. Orang yang dapat

dijatuhi pidana menurut ketentuan ini misalnya

bukan dokter memberikan pengobatan sebagai

dokter, bukan dokter gigi memberikan pengobatan,

sebagai dokter gigi.


220

Yang dimaksud dengan “tidak dalam keadaan

terpaksa” adalah di daerah tersebut cukup terdapat

dokter atau dokter gigi.


Pasal 277

Yang dimaksud dengan “tanpa izin” adalah tanpa izin dari

Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau pejabat yang

ditunjuk. Misalnya menerima atau memberikan surat

kepada narapidana harus mendapat izin dari pejabat


tersebut.

Pasal 278

Cukup jelas.

Pasal 279

Cukup jelas.

Pasal 280

Yang dimaksud dengan “berkendaraan”, misalnya


menggunakan sepeda, sepeda motor, atau sarana

angkutan lainnya.


Pasal 281


Huruf a

Yang dimaksud dengan €œtidak mematuhi perintah

pengadilan yang dikeluarkan untuk proses

peradilan” adalah melakukan hal-hal untuk

menentang perintah tersebut dengan cara-cara yang

tidak dibenarkan oleh hukum.


Huruf b

Yang dimaksud dengan “bersikap tidak hormat”

adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau

mengeluarkan pernyataan yang merendahkan

martabat hakim dan pengadilan atau tidak menaati

tata tertib pengadilan.

Termasuk dalam “menyerang integritas hakim”

misalnya menuduh hakim bersikap memihak atau

tidak jujur.

Yang dimaksud dengan “persidangan” adalah proses

persidangan yang melibatkan pejabat yang terlibat

dalam proses persidangan, misalnya panitera atau

penuntut umum.


Huruf c

Yang dimaksud dengan “proses persidangan” adalah

yang bersifat tertutup atau yang hakim telah

memerintahkan untuk tidak diperbolehkan untuk

dipublikasi.


221

Pasal 282

Ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara

curang merugikan kliennya atau meminta kliennya

menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses

peradilan.


Pasal 283

Cukup jelas.


Pasal 284

Yang dimaksud dengan “proses peradilan” adalah proses

penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

pengadilan.


Pasal 285

Cukup jelas.


Pasal 286

Cukup jelas.


Pasal 287


Yang dimaksud dengan “pemeriksaan jenazah untuk

kepentingan peradilan” di dalam ketentuan Pasal ini ialah

pemeriksaan yang dilakukan seorang ahli guna

mengetahui sebab kematian untuk kepentingan

pemeriksaan sidang pengadilan. Ketentuan ini tidak

berlaku jika kepercayaan dan keyakinannya melarang untuk

dilakukan pemeriksaan jenazah.


Pasal 288

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat yang

berwenang” adalah penyidik, penuntut umum, atau hakim

sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara yang

bersangkutan.


Pasal 289

Yang dimaksud dengan “saksi, ahli, atau juru bahasa”


adalah sesuai dengan ketentuan dalam hukum acara yang

berlaku.


Pasal 290

Cukup jelas.


Pasal 291

Dalam ketentuan ini menolak memenuhi perintah pejabat yang

berwenang untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap palsu

atau dipalsukan, sedangkan surat-surat tersebut diperlukan

dalam proses peradilan untuk alat pembuktian, baik perkara


222

pidana maupun perkara perdata, dianggap sebagai pebuatan yang mengganggu penyelenggaraan peradilan.


Pasal 292

Cukup jelas.

Pasal 293

Ayat (1)

Huruf a

Semua perbuatan melawan hukum terhadap

barang yang disita sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

harus dianggap sebagai usaha menggagalkan

pencarian keadilan.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“melepaskan barang” termasuk juga perbuatan

menjual, menggunakan, memindah tangankan.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 294

Cukup jelas.

Pasal 295

Cukup jelas.

Pasal 296


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pelapor”

adalah orang yang memberikan laporan, informasi, atau

keterangan kepada penegak hukum mengenai Tindak

Pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi.


Pasal 297

Cukup jelas.


Pasal 298

Yang dimaksud dengan “saksi” adalah saksi dalam semua

lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.


Pasal 299

Cukup jelas.


223

Pasal 300

Cukup jelas.

Pasal 301

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kehilangan

pekerjaan” termasuk diberhentikan atau demosi.


Pasal 302

Cukup jelas.


Pasal 303

Cukup jelas.


Pasal 304

Penghinaan dalam ketentuan ini adalah merendahkan

kesucian agama.

Sila Pertama dari falsafah negara Pancasila adalah

Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini berarti agama, bagi

masyarakat Indonesia merupakan sendi utama dalam

hidup bermasyarakat. Oleh karena itu, penghinaan

terhadap suatu agama di Indonesia patut dipidana karena

dinilai tidak menghormati dan menyinggung perasaan

umat yang menganut agama dalam masyarakat.

Penghinaan terhadap agama dalam ketentuan ini,

misalnya, menghina Ke-Agungan Tuhan, Firman, sifat-

sifatNya, atau menghina nabi/rasul, yang akan dapat

menimbulkan keresahan dalam kelompok umat yang

bersangkutan.

Di samping mencela perbuatan penghinaan tersebut, Pasal

ini bertujuan pula untuk mencegah terjadinya keresahan

dan benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat.

Penghinaan di atas dapat dianggap sebagai perbuatan yang

dapat merusak kerukunan hidup beragama dalam

masyarakat Indonesia, dan karena itu harus dilarang dan

diancam dengan pidana.


Pasal 305

Cukup jelas.


Pasal 306

Penghasutan dilakukan dalam bentuk apapun, dengan

tujuan agar penganut agama di Indonesia menjadi tidak

beragama, karena secara langsung dapat menimbulkan

benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat.


224

Pasal 307


Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“upacara keagamaan atau pertemuan keagamaan”

adalah kegiatan yang berhubungan dengan agama.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 308


Seseorang atau umat yang sedang menjalankan atau

memimpin ibadah atau seorang petugas agama yang

sedang melakukan tugasnya harus dihormati. Karena itu,

perbuatan mengejek atau mengolok-olok hal tersebut patut

dipidana karena melanggar asas hidup bermasyarakat

yang menghormati kebebasan memeluk agama dan

kebebasan dalam menjalankan ibadah, di samping dapat

menimbulkan benturan dalam dan di antara kelompok

masyarakat.


Pasal 309


Dalam ketentuan ini, merusak atau membakar bangunan

atau benda ibadah merupakan perbuatan yang tercela,

karena sangat menyakiti hati umat yang bersangkutan.

Oleh karena itu pelaku patut dipidana. Untuk dapat

dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini,

perbuatan tersebut harus dilakukan dengan melawan

hukum. Perusakan dan pembakaran harus dilakukan

dengan melawan hukum.


Pasal 310

Cukup jelas.


Pasal 311


Pengertian senjata pemukul, senjata penikam, atau

senjata penusuk dalam pasal ini, tidak termasuk barang-

barang yang nyata-nyata dimasukkan dipergunakan

untuk pertanian, pekerjaan rumah tangga, atau

kepentingan melakukan dengan sah pekerjaan atau yang

nyata-nyata mempunyai tujuan sebagai barang pusaka

atau barang kuno atau barang ajaib.


Pasal 312

Cukup jelas.


225

Pasal 313

Cukup jelas.


Pasal 314

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya

banjir. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

“bangunan untuk menahan air” misalnya bendungan atau

pintu air, sedangkan “bangunan untuk menyalurkan air”

misalnya selokan, saluran, atau kanal yang berfungsi

menyalurkan air.


Pasal 315

Cukup jelas.


Pasal 316

Cukup jelas.


Pasal 317

Cukup jelas.


Pasal 318


Membakar benda tidak bergerak, meskipun milik sendiri,

seperti rumah atau kapal dalam ukuran tertentu yang

menurut Undang-Undang termasuk benda tidak bergerak,

harus selalu dengan izin yang berwenang. Tujuannya

untuk mencegah timbulnya kebakaran yang dapat

merugikan, baik lingkungannya maupun fungsi sosial

yang dipunyai oleh barang tersebut.


Pasal 319

Cukup jelas.


Pasal 320

Dalam keadaan mabuk seseorang tidak dapat sepenuhnya

dapat menguasai atau mengontrol dirinya, oleh karena itu

dalam keadaan yang sedemikian seseorang dilarang

melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

ini.


Pasal 321

Cukup jelas.


Pasal 322

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penggalak”

adalah mesiu pada persumbuhan senjata api untuk

meledakkannya peluru.


Pasal 323

Cukup jelas.


226

Pasal 324

Cukup jelas.


Pasal 325

Cukup jelas.


Pasal 326

Cukup jelas.


Pasal 327


Yang dimaksud dengan “bahaya” dalam ketentuan ini

adalah bahaya bagi lalu lintas umum kereta api. Oleh

karena itu, kereta api yang khusus untuk mengangkut

tebu ke pabrik kepunyaan suatu perusahaan perkebunan

tidak termasuk dalam ketentuan pasal ini. Perbuatan yang

dinilai membahayakan bagi lalu lintas umum kereta api

dapat berupa memasang rintangan atau melepaskan paku-

paku pada bantalan rel sehingga membahayakan bagi

kereta yang melewatinya.


Pasal 328

Cukup jelas.


Pasal 329

Yang dimaksud dengan “rambu-rambu yang dipasang

untuk keselamatan pelayaran” misalnya mercusuar,

lentera laut, atau pelampung.


Pasal 330

Cukup jelas.


Pasal 331

Cukup jelas.


Pasal 332

Cukup jelas.


Pasal 333

Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini harus

dilakukan secara melawan hukum. Jika unsur ini dipenuhi

yang mengakibatkan luka berat atau matinya seseorang

maka pidananya diperberat.


Pasal 334

Cukup jelas.


227

Pasal 335

Yang dimaksud dengan “kenakalan” misalnya mencoret-

coret tembok di jalan umum.


Pasal 336

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sistem

elektronik” adalah serangkaian perangkat dan prosedur

elektronik yang berfungsi mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau

menyebarkan informasi elektronik.


Pasal 337

Cukup jelas.


Pasal 338


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Yang dimaksud dengan “kode akses” adalah yang

dikenal dengan password.


Pasal 339

Cukup jelas.


Pasal 340


Huruf a

Yang dimaksud dengan “menghasut hewan” adalah

membuat hewan bereaksi panik sehingga

menyebabkan hewan tersebut agresif, menimbulkan

kegelisahan, ketakutan pada hewan yang dapat

membahayakan manusia, hewan, dan barang.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Cukup jelas.


Pasal 341

Cukup jelas.


228

Pasal 342


Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “tujuan yang tidak

patut” antara lain  selain untuk konsumsi, ilmu

pengetahuan, penelitian dan medis.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 343


Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya

bahaya maupun gangguan lainnya bagi lalu lintas umum.


Pasal 344

Cukup jelas.


Pasal 345

Yang dimaksud dengan “anak” adalah anak yang belum

berumur 7 (tujuh) tahun.


Pasal 346

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "baku mutu lingkungan

hidup dan kriteria baku kerusakan lingkungan

hidup" adalah sebagaimana diatur dalam undang-

undang mengenai perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Ayat (2)

Cukup Jelas.

Ayat (3)

Cukup Jelas.

Pasal 347

Cukup jelas.

Pasal 348

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “bahan” tidak saja bahan

makanan, tetapi juga meliputi kosmetika, pembersih

rumah tangga, dan lain sebagainya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


229

Pasal 349

Cukup jelas.


Pasal 350

Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah beredarnya

makanan dan minuman yang dapat merusak kesehatan.


Pasal 351

Cukup jelas.

Pasal 352

Cukup jelas.

Pasal 353

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau

lembaga negara dihormati, oleh karena itu perbuatan

menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga

tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini.

Kekuasaan umum atau lembaga negara dalam ketentuan

ini antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, polisi, jaksa, gubernur, atau

bupati/walikota.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 354

Cukup jelas.

Pasal 355


Yang dimaksud dengan “memaksa” adalah melakukan tekanan

terhadap seseorang agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang sebetulnya perbuatan itu tidak akan dilakukan kalau tidak

ada tekanan.


Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan dalam jabatan”

adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sedang

bertugas sesuai dengan tugas jabatan yang dilimpahkan

kepadanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.


Pasal 356

Perlawanan yang dimaksud dalam ketentuan ini dilakukan tidak

saja terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas

yang sah, melainkan juga terhadap orang yang membantu,

meskipun bukan pegawai negeri.


Pasal 357

Cukup jelas.

230

Pasal 358


Cukup jelas.


Pasal 359


Cukup jelas.


Pasal 360


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Pasal 361


Yang dimaksud dengan “mencegah” adalah berusaha agar

pejabat yang berwenang yang bersangkutan tidak sempat

bertindak. Apabila pegawai negeri tersebut sudah

bertindak dan dicegah untuk melanjutkan tindakannya,

maka hal ini disebut menghalang-halangi.


Yang dimaksud dengan “menggagalkan” adalah

meniadakan hasil tindakan yang telah dilakukan pejabat

yang berwenang yang bersangkutan.


Cukup jelas.


Pasal 362


Cukup jelas.


Pasal 363


Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah melalaikan kewajiban

setiap orang membantu tercapainya keadilan, khususnya yang

berkaitan dengan pengampuan dan perwalian.


Pasal 364


Ayat (1)


Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kewajiban Setiap

Orang untuk membantu kekuasaan umum dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan, seperti adanya

bahaya bagi keamanan umum atau pada waktu

seseorang tertangkap tangan melakukan Tindak

Pidana, dan sebagainya. Karena itu, perbuatan tidak

membantu padahal perbuatan itu tidak akan

membahayakan dirinya patut dicela.


Ayat (2)


Pasal 365


Cukup jelas.


Cukup jelas.


231

Pasal 366

Yang dimaksud dengan “maklumat” adalah pengumuman

yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.


Pasal 367

Ketentuan ini merupakan Tindak Pidana yang dikenal

sebagai pelaporan atau pengaduan palsu. Yang diadukan

atau dilaporkan adalah terjadinya Tindak Pidana, bukan

perbuatan yang tidak merupakan Tindak Pidana.


Pasal 368

Dalam ketentuan ini perbuatan jabatan atau tanda

kepangkatan adalah tanda kepangkatan atau perbuatan

jabatan baik sipil maupun militer.


Pasal 369

Yang dimaksud “tanda kebesaran” adalah yang

berhubungan dengan pangkat atau jabatan dalam

kekuasaan umum, baik sipil maupun militer.


Pasal 370

Cukup jelas.


Pasal 371

Cukup jelas.


Pasal 372

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi

penyelenggaraan kegiatan pos yang mendapatkan

kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “surat” misalnya kartu pos, warkat

pos, surat cetakan, atau telegram.


Pasal 373

Cukup jelas.


Pasal 374

Cukup jelas.


Pasal 375

Cukup jelas.


Pasal 376

Dalam ketentuan ini, mengangkut Ternak dari satu tempat

ke tempat yang lain, yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan diwajibkan menggunakan

surat jalan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Hal ini dimaksudkan untuk mencegah diangkutnya Ternak


232

curian, Ternak yang sakit atau mencegah timbulnya

penyakit pada Ternak lain atau pada manusia yang

mengkonsumsikan daging Ternak tersebut.


Pasal 377

Cukup jelas.

Pasal 378

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “petikan dari Surat resmi

negara” termasuk menyalin, mengutip isi Surat

sebagian atau keseluruhan.

Yang dimaksud dengan “membuat salinan”

termasuk memfotokopi dan sebagainya sesuai

dengan kemajuan teknologi.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 379

Ayat (1)

Ketidakbenaran dari keterangan palsu yang

dimaksud dalam ketentuan ini harus diketahui oleh

orang yang memberi keterangan tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 380


Dalam ketentuan ini uang yang dipalsu atau ditiru tidak

hanya mata uang atau uang kertas Indonesia, tetapi juga

uang negara asing. Hal ini didasarkan Konvensi

Internasional mengenai uang palsu tahun 1929 yang telah

diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang Nomor

6 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional

Pemberantasan Uang Palsu beserta Protokolnya.


Pasal 381

Huruf a

Dalam ketentuan ini orang yang mengedarkan uang

palsu dengan tidak mengetahui tentang

kepalsuannya tidak dapat dipidana.

Huruf b


Cukup jelas.


233

Pasal 382

Yang dimaksud dengan “mengurangi nilai mata uang”

misalnya dengan mengikir mata uang emas atau mata

uang perak.


Pasal 383

Cukup jelas.


Pasal 384

Orang yang dikenakan ketentuan ini adalah orang yang

mengetahui bahwa uang tersebut palsu atau dipalsukan

baik pada saat menerima uang tersebut atau pun beberapa

saat setelah itu, dan kemudian tetap mengedarkannya.


Pasal 385

Yang dipidana bukan hanya orang yang meniru, memalsu,

atau mengurangi nilai mata uang, akan tetapi juga orang

yang melakukan perbuatan membuat atau menyediakan bahan atau benda, yang diketahuinya bahwa bahan atau

benda tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu,

atau mengurangi nilai uang yang resmi.


Pasal 386

Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah

diedarkannya di Indonesia barang yang menyerupai

mata uang. Menyimpan atau memasukkan benda

semacam itu ke Indonesia hanya diperbolehkan

apabila ada izin dan jika nyata-nyata dipergunakan

untuk perhiasan, misalnya dalam bentuk kalung

atau gelang atau sebagai tanda kenang-kenangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 387

Cukup jelas.

Pasal 388


Yang dimaksud dengan “meterai” adalah perangko, meterai

tempel, meterai pajak televisi, dan jenis materai lainnya.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi meterai

yang dikeluarkan oleh pemerintah Negara Kesatuan

Republik Indonesia agar tidak dititu atau dipalsu.

Terjadinya peniruan atau pemalsuan akan menyebabkan

berkurangnya kepercayaan terhadap meterai Indonesia

dan mengurangi pendapatan negara dari pengeluaran

meterai.


234

Pasal 389


Cukup jelas.


Pasal 390


Ayat (1)


Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin

keabsahan atau keaslian dari cap negara atau tanda

keahlian dari pelaku Tindak Pidananya yang

diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-

udangan yang berlaku yang dibubuhkan kepada

barang emas atau perak tertentu. Dengan demikian,

ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi

barang tersebut dari usaha pemalsuan yang akan

merugikan konsumen.


Ayat (2)


Pasal 391


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 392


Ayat (1)


Untuk menjamin keabsahan dan ketepatan ukuran,

takaran, atau timbangan yang dipergunakan dalam

perdagangan, terdapat ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mewajibkan barang yang

digunakan untuk mengukur, wmenakar dan

menimbang (termasuk kelengkapannya) ditera oleh

pejabat yang berwenang untuk itu. Kewajiban tera ini

untuk mencegah terjadinya praktik perdagangan

yang tidak sehat yang akan merugikan konsumen.

Ketentuan ini dimasudkan untuk mencegah

terjadinya pemalsuan atas tera tersebut.


Ayat (2)


Pasal 393


Cukup jelas.


Ayat (1)


Penghilangan tanda pada Barang yang ditera

dilakukan oleh Kantor Metrologi dan dengan

penghilangan tanda pada Barang yang ditera

tersebut, tidak dapat dipakai lagi oleh pemiliknya.

Huruf a

Yang dimaksud dengan “tanda batal” adalah

tanda yang diberikan kepada barang-barang

yang tidak atau tidak lagi memenuhi syarat

untuk dipakai.

Huruf b

Cukup jelas.


235

Ayat (2)


Cukup jelas.

Pasal 394


Cukup jelas.

Pasal 395


Cukup jelas.

Pasal 396


Cukup jelas.

Pasal 397


Yang dimaksud dengan “surat” dalam ketentuan ini adalah


semua gambaran dalam pikiran yang diwujudkan dalam


perkataan yaitu yang dituangkan dalam tulisan baik


tulisan tangan maupun melalui mesin, termasuk juga


antara lain salinan, hasil fotokopi, faximile atas surat


tersebut. Surat yang dipalsu harus dapat:


a. menimbulkan suatu hak, misalnya karcis atau tanda

masuk,


b. menimbulkan suatu perikatan, misalnya perjanjian

kredit, jual beli, sewa menyewa,


c. menerbitkan suatu pembebasan utang, atau


d. dipergunakan sebagai bukti bagi suatu perbuatan atau

peristiwa, misalnya buku tabungan, surat tanda

kelahiran, surat angkutan, buku kas, dan lain-lain.


Pasal 398

Surat dalam ketentuan ini sifatnya lebih penting daripada

surat pada umumnya, oleh karena itu ancaman pidananya


lebih berat daripada ancaman pidana pada perbuatan yang

diatur dalam Pasal 424.


Pasal 399

Cukup jelas.


Pasal 400

Cukup jelas.


Pasal 401

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “surat keterangan tentang

keadaan kesehatan seseorang” termasuk kesehatan

fisik dan kesehatan jiwa.

Yang dimaksud dengan “surat keterangan tentang

kematian seseorang” termasuk keterangan kematian


236

seseorang atau sebab-sebab kematian (visum et

repertum).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 402


Ketentuan Pasal 428 memuat ancaman pidana kepada

dokter yang memberikan surat keterangan palsu,

sedangkan ketentuan dalam Pasal ini memuat ancaman

pidana kepada siapa saja yang membuat palsu atau

memalsukan surat keterangan dokter dengan maksud

memperdayakan kekuasaan umum atau perusahaan

asuransi.


Pasal 403

Cukup jelas.


Pasal 404

Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini melanggar

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang keimigrasian.


Pasal 405

Cukup jelas.


Pasal 406

Cukup jelas.


Pasal 407

Yang dimaksud dengan "menggelapkan asal-usul orang"

adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan

sengaja sehingga asal-usul seseorang menjadi tidak jelas,

misalnya menukar anak, memungut anak dikatakan

anaknya sendiri, atau menyembunyikan identitas


kelahiran anak.


Pasal 408

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan perkawinan

adalah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan

Undang-Undang mengenai perkawinan.


Yang dimaksud dengan “perkawinan atau perkawinan-

perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah”

adalah perkawinan yang dapat digunakan sebagai alasan

untuk mencegah atau membatalkan perkawinan

berikutnya yang dilakukan oleh salah satu pihak yang


237

terikat oleh perkawinan tersebut sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang tentang Perkawinan.


Pasal 409

Yang dimaksud dengan "penghalang yang sah" adalah

ketentuan persyaratan perkawinan yang harus dipenuhi

untuk dilangsungkannya suatu perkawinan sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang tentang Perkawinan.


Pasal 410

Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan”

dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang mengenai

Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan

peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan

dengan pencatatan kelahiran dan kematian.


Pasal 411

Cukup jelas.

Pasal 412

Huruf a

Yang dimaksud dengan “di muka umum” adalah

suatu tempat yang dapat dilihat, didatangi, atau

disaksikan oleh orang lain.

Yang dimaksud dengan “kesusilaan” adalah perasaan

malu yang berhubungan dengan nafsu seksual.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 413


Penafsiran pengertian pornografi disesuaikan dengan standard

yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu

(contemporary communnity standard).

Membuat pornografi dalam ketentuan ini tidak termasuk untuk

diri sendiri atau kepentingan sendiri.


Pasal 414


Yang dimaksud dengan “alat untuk mencegah kehamilan”

adalah setiap benda yang menurut sifat penggunaannya secara

umum dapat mencegah kehamilan walaupun benda itu juga

dapat digunakan untuk hal-hal lain. Pencegahan kehamilan

dapat terjadi baik selama atau setelah dilakukannya hubungan

badan.


Perbuatan yang dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini

adalah perbuatan mempertunjukkan, menawarkan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh sarana untuk mencegah

kehamilan. Perbuatan mempertunjukkan dapat dipidana

bilamana dilakukan secara terang-terangan, sedang perbuatan

menawarkan atau menunjukkan untuk dapat memperoleh


238

sarana tersebut, dapat dilakukan secara terang-terangan atau

tidak secara terang-terangan tapi perbuatan tersebut dilakukan

tanpa diminta. Dengan demikian, apabila perbuatan itu

dilakukan untuk memenuhi permintaan, bukan suatu Tindak

Pidana.


Perbuatan menunjukkan untuk dapat memperoleh sarana

pencegahan kehamilan, bersifat umum, dan tidak selalu hanya

menunjuk pada tempat memperoleh sarana tersebut.


Pasal 415

Yang dimaksud dengan “alat untuk untuk meggugurkan

kandungan” adalah setiap benda yang menurut sifat

penggunaannya dapat menggugurkan kandungan.


Pasal 416


Cukup jelas.

Pasal 417


Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya”


adalah:


a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan

melakukan persetubuhan dengan perempuan yang

bukan istrinya,


b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan

melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang

bukan suaminya,


c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan

melakukan persetubuhan dengan perempuan,

padahal diketahui bahwa perempuan tersebut

berada dalam ikatan perkawinan,


d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan

melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal

diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam

ikatan perkawinan, atau


e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak

terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “anaknya” dalam ketentuan ini

adalah anak kandung yang sudah berusia 16 (enam belas)

tahun.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 418

Cukup jelas.


239

Pasal 419

Ayat (1)

Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal

dengan perbuatan sumbang (incest).

Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 420

Yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” adalah segala

perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, kesopanan, atau

perbuatan lain yang tidak senonoh, dan selalu berkaitan dengan

nafsu birahi atau seksualitas.


Pasal 421

Cukup jelas.


Pasal 422

Cukup jelas.


Pasal 423


Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah perbuatan

menggerakkan seseorang yang belum dewasa, belum kawin, dan

berkelakuan baik untuk melakukan perbuatan cabul atau

persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya

dilakukan perbuatan cabul. Cara untuk menggerakkan

seseorang tersebut adalah dengan memberi hadiah atau berjanji

akan memberi hadiah, dan dengan cara tersebut pelaku Tindak

Pidana menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan

keadaan atau menyesatkan orang tersebut.


Pasal 424


Ayat (1)

Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini

dikenal dengan perbuatan sumbang fincest).


Ayat (2)

Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini pada

dasarnya sama dengan perbuatan cabul atau

persetubuhan yang diatur dalam pasal terdahulu.

Namun perbuatan cabul atau persetubuhan yang

diatur dalam ketentuan ini dilakukan terhadap

orang-orang yang mempunyai hubungan khusus

dengan pelaku Tindak Pidana.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 425

Cukup jelas.


240

Pasal 426

Cukup jelas.


Pasal 427


Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberantas tempat-

tempat pelacuran.


Pasal 428

Termasuk Tindak Pidana ini adalah mengirimkan laki-laki

atau perempuan yang belum dewasa itu ke daerah lain

atau keluar negeri guna melakukan pelacuran atau

perbuatan lain yang melanggar kesusilaan.


Pasal 429

Cukup jelas.

Pasal 430

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “anak yang ada di bawah

kekuasaannya yang sah” adalah Anak kandung,

Anak tiri, Anak angkat, atau Anak yang berada di

bawah pengawasannya, atau Anak yang

dipercayakan untuk diasuh, dididik, atau dijaga dan

belum berusia 12 (dua belas) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 431

Cukup jelas.

Pasal 432


Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin yang ditetapkan

oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum yang

hidup dalam masyarakat.


Pasal 433

Cukup jelas.


Pasal 434

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini hakim perlu meneliti tiap-tiap

kejadian, apakah hubungan antara terdakwa dan

orang yang berada dalam keadaan terlantar memang

dikuasai oleh hukum atau perjanjian yang

mewajibkan tertuduh memberi nafkah, merawat,

atau memelihara orang yang terlantar tersebut.


241

Ayat (2)

Termasuk dalam pejabat adalah orang yang diserahi

kewajiban untuk merawat atau memelihara orang

terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang

pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan

pemerintah.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Pasal 435

Cukup jelas.


Pasal 436

Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang

didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang

ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap

suatu penderitaan.


Pasal 437

Cukup jelas.


Pasal 438

Ketentuan ini menunjukkan adanya kewajiban setiap

orang menyelamatkan jiwa orang lain dari bahaya maut,

sepanjang pertolongan itu tidak membahayakan dirinya

atau orang lain.


Pasal 439


Ayat (1)

Ketentuan ini memuat ketentuan dasar Tindak

Pidana yang termasuk kategori penghinaan dalam

Bab ini. Yang dimaksud dengan perbuatan

“penghinaan” adalah menyerang kehormatan atau

nama baik orang lain.

Sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika

perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara

menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan

gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik

seseorang, sehingga merugikan orang tersebut.

Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu

Tindak Pidana. Tindak Pidana menurut ketentuan

dalam Pasal ini objeknya adalah orang perseorangan.

Penistaan terhadap lembaga pemerintah atau

sekelompok orang tidak termasuk ketentuan Pasal

ini.


Ayat (2)

Cukup jelas.


242

Ayat (3)


Pasal 440


Sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut

ditiadakan karena adanya alasan pemaaf yaitu jika

perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan

umum atau terpaksa karena membela diri.


Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Huruf a

Dalam hal pelaku Tindak Pidana sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan ini diberi

kesempatan oleh hakim untuk membuktikan

kebenaran dari apa yang dituduhkan, tetapi ia

tidak dapat membuktikan bahwa yang

dituduhkan itu benar, maka pelaku Tindak

Pidana dipidana sebagai pemfitnahan.


Huruf b

Cukup jelas.


Ayat (3)


Pasal 441


Pembuktian kebenaran tuduhan hanya dibolehkan

apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa

kebenaran bahwa terdakwa melakukan perbuatan

itu untuk kepentingan umum, atau karena terpaksa

membela diri. Juga dibolehkan membuktikan

kebenaran tuduhan itu apabila yang dituduh adalah

seorang pegawai negeri dan yang dituduhkan

berkenaan dengan menjalankan tugasnya.


Ayat (1)


Jika orang yang dihina, yaitu yang dituduh telah

melakukan sesuatu perbuatan, dan karenanya

terserang kehormatan atau nama baiknya, dengan

putusan hakim yang  telah mempunyai kekuatan

hukum tetap ternyata memang bersalah atas hal

yang dituduhkan, maka terhadap penuduh tidak

boleh dilakukan pemidanaan karena fitnah.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pasal 442


Cukup jelas.


Ketentuan ini mengatur tentang penghinaan ringan, yaitu

penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan kata-

kata yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan

tersebut dilakukan dimuka umum dengan lisan atau


243

tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik

secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau

dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.


Pasal 443


Tindak Pidana dalam ketentuan ini disebut pengaduan

fitnah. Harus dibuktikan bahwa pelaku mengetahui bahwa

pengaduan tersebut tidak benar dan sifatnya menyerang

kehormatan atau nama baik seseorang. Pengaduan atau

pemberitahuan dilakukan secara tertulis atau menyuruh

orang lain untuk menuliskan, dan tidak diharuskan ada

tanda tangan pengadu. Dengan demikian, pengaduan atau

pemberitahuan palsu dengan surat anonim (black-mail),

dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini.


Pasal 444

Tindak Pidana dalam ketentuan ini terjadi jika seseorang

dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan

bahwa orang lain melakukan Tindak Pidana, sedangkan

persangkaan tersebut tidak benar, misalnya, A meletakkan

jam tangan milik C di dalam laci B dengan maksud agar

B dituduh mencuri jam tangan milik C.


Pasal 445


Ketentuan ini mengatur tentang penistaan atau penistaan

tertulis yang dilakukan terhadap orang yang sudah mati.

Jadi perbuatan tersebut ditujukan kepada seseorang yang

sudah mati, yang sekiranya masih hidup perbuatan itu

merupakan penistaan atau penistaan tertulis. Tindak

Pidana ini merupakan Tindak Pidana aduan, dan

pengaduannya hanya dapat diajukan oleh salah seorang

keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau

menyamping sampai derajat kedua dari orang yang telah

mati tersebut, atau oleh suami atau istrinya.


Pasal 446

Cukup jelas.


Pasal 447


Pasal 448

Cukup jelas.


Pasal 449

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "rahasia" adalah segala

sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang

berkepentingan sedangkan orang lain tidak boleh


244

mengetahuinya. Untuk mengetahui bahwa siapa

yang diwajibkan menyimpan rahasia harus diteliti

peristiwa demi peristiwa sesuai dengan ketentuan

hukum atau kebiasaan yang berlaku di lingkungan di

mana terdapat kewajiban semacam itu. Misalnya

kewajiban arsiparis untuk menyimpan rahasia

berkas yang sifatnya rahasia, kewajiban dokter

untuk merahasiakan pasien yang ditangani. Tindak

Pidana ini menjadi Tindak Pidana aduan jika

dilakukan terhadap orang tertentu.


Ayat (2)

Pasal 450


Cukup jelas.


Ayat (1)


Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah

terjadinya persaingan tidak sehat dalam dunia

usaha.


Ayat (2)


Pasal 451


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 452


Ayat (1)


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan

perampasan kemerdekaan baik dalam bentuk fisik

maupun psikis.


Yang dimaksud dengan "secara melawan hukum"

adalah perbuatan merampas kebebasan seseorang

bukan dalam rangka menjalankan tugas dan

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Misalnya, seorang polisi yang

menangkap dan menahan seseorang dalam hal

kedapatan tertangkap tangan melakukan Tindak

Pidana.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Pasal 453


Cukup jelas.


Cukup jelas.


245

Pasal 454

Cukup jelas.


Pasal 455


Ayat (1)

Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini

diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana pemerasan

yang menyangkut perampasan kemerdekaan.

Pemerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara

dan melalui berbagai bentuk ancaman.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 456


Penculikan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana

menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan

ketentuan sebelumnya, perampasan kemerdekaan dalam

penculikan tidak dimaksudkan untuk memperdagangkan

orang, tetapi secara melawan hukum untuk menempatkan

orang tersebut di bawah kekuasaannya atau menyebabkan

orang tersebut tidak berdaya.


Pasal 457

Penyanderaan merupakan salah satu bentuk Tindak

Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda

dengan penculikan, penyanderaan dilakukan agar orang

yang disandera tetap berada ditempat kediamannya atau

di tempat lain, dan dilakukan dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan.


Pasal 458


Ayat (1)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan

perlindungan terhadap anak yang belum dewasa

yang telah mendapatkan perlindungan hukum.

Misalnya anak yang ditempatkan di panti asuhan,

apabila mereka dilarikan, maka pelaku Tindak

Pidana dapat dipidana.


Ayat (2)

Jika perbuatan tersebut dipergunakan dengan cara

tipu muslihat, kekerasan, atau ancaman kekerasan,

atau terhadap anak yang belum berumur 12 (dua

belas) tahun maka ancaman pidana diperberat.


Pasal 459

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini berkaitan dengan ketentuan

Pasal 570 yaitu seorang anak yang di bawah umur 18

(delapan belas) tahun telah ditarik dari kekuasaan


246

atau pengawasan yang sah, kemudian

disembunyikan atau disembunyikan terhadap

kepentingan penyidikan oleh pejabat yang

berwenang.


Ayat (2)

Cukup jelas.


Pasal 460


Ayat (1)

Pengertian "membawa pergi perempuan" atau

"melarikan perempuan (schaking)" dalam ketentuan

pasal ini berbeda dengan "penculikan" (kidnapping)

Pasal 486 dan "penyanderaan" (taking hostage) Pasal

487. Tindakan membawa pergi perempuan umurnya

terjadi antara laki-laki (yang melarikan) dan

perempuan (yang dilarikan) berkaitan dengan

hubungan cinta, dan karena itu perbuatan tersebut

dilakukan atas persetujuan pihak perempuan.

Unsur Tindak Pidana pada ayat ini dikaitkan dengan

usia yang belum dewasa dari perempuan yang

dibawa pergi. Di samping unsur di bawah umur, yang

perlu diperhatikan yaitu yang bersangkutan masih

berada dalam pengawasan orang tua atau walinya.


Ayat (2)

Unsur Tindak Pidana dalam ketentuan ini tidak

dikaitkan dengan usia perempuan yang dibawa lari,

masih belum dewasa, atau masih di bawah umur,

baik dalam status perkawinan ataupun tidak, tetapi

jika perempuan tersebut dilarikan dengan tipu

muslihat, kekerasan atau dengan ancaman

kekerasan, maka ancaman pidananya lebih berat.


Ayat (3)

Cukup jelas.


Ayat (4)

Cukup jelas.


Pasal 461

Cukup jelas.


Pasal 462

Cukup jelas.


Pasal 463

Cukup jelas.

Pasal 464

Ayat (1)

Pembunuhan selalu diartikan bahwa korban harus

mati, dan kematian ini ' dikehendaki oleh pelaku.

Dengan demikian pengertian pembunuhan secara


247

implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila

tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau

maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian

ternyata orang tersebut mati, maka perbuatan

tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindak

Pidana pembunuhan menurut pasal ini.

Dalam ketentuan ini tidak dicantumkan unsur

"dengan sengaja", karena hal tersebut sudah diatur

dalam Pasal 40 dan Pasal 56 huruf j. Dengan

demikian hakim akan lebih mengutamakan untuk

mempertimbangkan motif, cara, sarana, atau upaya

membunuh, serta akibat dan dampaknya suatu

pembunuhan bagi masyarakat.


Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “ibu, ayah, atau anak” termasuk

ibu, ayah, atau anak tiri/angkat.

Pemberatan pidana dalam ketentuan ini didasarkan

pada pertimbangan adanya hubungan antara pelaku

Tindak Pidana dan korban, yang seharusnya pelaku

Tindak Pidana berkewajiban memberi perlindungan


kepada korban.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 465

Cukup jelas.

Pasal 466

Ayat (1)

Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana

yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa

takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang

lain sudah dianggap suatu penderitaan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Kerena orang lain yang turut serta dalam

pembunuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan ayat (2) tidak berada dalam kondisi psikologik

yang sama dengan kondisi seorang ibu yang

melakukan Tindak Pidana tersebut maka dalam

prinsip penyertaan tidak berlaku dalam ketentuan

ayat ini.

Pasal 467


Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal

dengan euthanasia aktif.


Meskipun euthanasia aktif dilakukan atas permintaan

orang yang bersangkutan yang dinyatakan dengan

kesungguhan hati, namun perbuatan tersebut tetap


248

diancam dengan pidana. Hal ini berdasarkan suatu

pertimbangan karena perbuatan tersebut dinilai

bertentangan dengan moral agama. Di samping itu juga

untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki,

misalnya oleh pelaku Tindak Pidana justru diciptakan

suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul

permintaan untuk merampas nyawa dari yang

bersangkutan.


Ancaman pidana di sini tidak ditujukan terhadap

kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap

penghormatan kehidupan manusia pada umumnya,

meskipun dalam kondisi orang tersebut sangat menderita,

baik jasmani maupun rohani. Jadi motif pelaku tidak

relevan untuk dipertimbangkan dalam Tindak Pidana.


Pasal 468

Berdasarkan ketentuan ini maka apabila orang yang

didorong atau yang ditolong untuk bunuh diri tidak mati,

maka orang yang mendorong atau memberi pertolongan

tersebut tidak dikenakan pidana. Hal ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa bunuh diri itu sendiri bukanlah

suatu Tindak Pidana, karena itu percobaan untuk

melakukan bunuh diri juga tidak diancam dengan pidana.


Pasal 469


Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan

seorang perempuan. Jika yang digugurkan adalah

kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam

pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk

menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk

mengugurkan atau mematikan kandungan perempuan itu.

Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang

ditimbulkan, yaitu gugur atau matinya kandungan itu.


Pasal 470

Cukup jelas.


Pasal 471


Ketentuan ini secara khusus mengancam pidana yang

lebih berat kepada pelaku yang mempunyai profesi sebagai

dokter, bidan, atau juru obat, mengingat profesi mereka

sedemikian mulia bagi kemanusian yang seharusnya tetap

dijaga untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Dokter

yang melakukan pengguguran kandungan karena alasan

media abortus provocatus sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak

dikenakan pidana.


249

Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-

undangan” adalah peraturan perundang-undangan di bidang

kesehatan.


Pasal 472


Ayat (1)


Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai

pengertian penganiayaan. Halini diserahkan kepada

penilaian hakim untuk memberikan interpretasi

te$rhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan

perkembangan nilai-nial sosial dan budaya serta

perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa

pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas

pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap

penderitaan fisik selalu diartikan sebagai

penganiayaan.


Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur

"dengan sengaja" karena hal tersebut sudah diatur

dalam Pasal 40 dan Pasal 56 huruf j dalam rangka

pemberatan pidana.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Pasal 473

Cukup jelas.


Cukup jelas


Pasal 474


Ayat (1)


Tindak Pidana penganiayaan dalam ketentuan ini

merupakan jenis penganiayaan berat, di samping

penganiayaan dalam arti umum dan penganiayaan

ringan. Batas dan ruang lingkup ketiga jenis

penganiayaan ini diserahkan kepada pertimbangan

hakim.


Ayat (2)


Pasal 475


Cukup jelas.


Cukup jelas.


Pasal 476


Cukup jelas.


250

Pasal 477


Cukup jelas.


Pasal 478


Cukup jelas.


Pasal 479


Ayat (1)


Dalam ketentuan ini, perkosaan tidak hanya

persetubuhan dengan perempuan di luar perkawinan

yang bertentangan dengan kehendak perempuan

tersebut, melainkan diperluas, termasuk laki-laki

memasukkan alat kelaminnya ke dalam anus atau

mulut perempuan.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “korban” adalah suami atau

istri.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Perbuatan pada ayat (4) dimaksudkan untuk atau

sebagai bagian dari kegiatan/ kekerasan seksual.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Ayat (6)


Cukup jelas.


Ayat (7)


Cukup jelas.


Ayat (8)


Pasal 480


Cukup jelas.


Ayat (1)


Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai

pengertian kealpaan. Pada umumnya pengertian

kealpaan menunjukkan bahwa pelaku tidak

menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya,

yaitu kematian atau luka-luka. Namun, dalam

kejadian konkret terdapat kesulitan untuk

menentukan bahwa suatu perbuatan dapat disebut

dengan kealpaan. Misalnya seorang yang sedang

mengendarai kendaraan sedemikian rupa sehingga

membahayakan lalu lintas umum yang kemungkinan

besar menimbulkan korban.


Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut

pengertian kealpaan diserahkan kepada

pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian

terhadap kasus yang dihadapi.


251

Ayat (2)


Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 481

Ayat (1)

Dari jabatan atau profesi tertentu diharapkan adanya

rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas atau

pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka.

Dengan perkataan lain, kealpaan harus dihindarkan

oleh orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan

secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika

terjadi suatu kealpaan maka ancaman pidananya

ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 482


Yang dimaksud dengan "mengambil" dalam ketentuan ini

adalah tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga

meliputi bentuk-bentuk perbuatan "mengambil" lainnya

secara fungsional (nonfisikh mengarah pada maksud

"memiliki barang orang lain secara melawan hukum".

Misalnya pencurian uang dengan cara mentransfer, atau

menggunakan tenaga listrik tanpa hak.


Yang dimaksud "memiliki" adalah mempunyai hak atas

barang tersebut.


Pasal 483

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c


Yang dimaksud dengan “Barang yang merupakan


sumber mata pencaharian atau sumber nafkah


utama seseorang” misalnya sepeda motor bagi


tukang ojek motor, mesin jahit bagi seorang penjahit

Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.

Huruf f


Cukup jelas.

Huruf g


Cukup jelas.


252

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 484

Tindak Pidana pencurian dalam ketentuan Pasal ini

dikualiffikasi sebagai pencurian dengan pemberatan.

Unsur pemberatnya ialah adanya kekerasan atau ancaman

kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian.

Kekerasan atau ancaman kekerasan dapat dilakukan

sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan.


Kekerasan menunjuk pada pengunaan kekuatan fisik, baik

dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat,

sedangkan ancaman kekerasan menunjukan keadaan

sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas,

atau khawatir pada orang yang diancam.


Penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan ini tidak

perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik barang,

tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu

rumah tangga atau penjaga rumah.


Pasal 485

Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur pencurian yang bersifat

khusus atau yang biasa dikenal dengan istilah

pencurian dikualifikasi.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan "rumah" adalah setiap

bangunan atau tempat yang sengaja dibuat

atau digunakan untuk tempat kediaman atau

tempat tinggal.

Yang dimaksud dengan "pekarangan tertutup"

adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda-

tanda batas tertentu, baik berupa tembok,

pagar, tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan,

saluran air, atau sungai.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 486


253

Cukup jelas.


Pasal 487


Cukup jelas.


Pasal 488


Ayat (1)


Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana pemerasan.

Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan

fisik atau lahiriah, antara lain dengan todongan

senjata tajam atau senjata api.


Kekerasan atau ancaman kekerasan tidak harus

ditujukan pada orang yang diminta untuk

memberikan barang, membuat utang, atau

menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan

pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri

atau suami.


Pengertian "memaksa" meliputi pemaksaan yang

berhasil (misalnya barang diserahkan) maupun yang

gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak

berhasil atau gagal, pelaku Tindak Pidana tetap

dituntut berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini,

bukan dengan ketentuan mengenai percobaan.


Ayat (2)


Pasal 489


Cukup jelas.


Ayat (1)


Ketentuan dalam Pasal ini mengatur tentang Tindak

Pidana pengancaman.


Unsur utama Tindak Pidana dalam ketentuan ini

sama dengan Tindak Pidana pemerasan yaitu

memaksa orang supaya memberikan barang,

membuat pengakuan utang, atau menghapuskan

piutang. Perbedaannya terletak pada sarana

pemaksaan yang digunakan. Pada pemerasan,

paksaan lebih bersifat fisik dan lahiriah, sedangkan

pada Tindak Pidana  pengancaman sarana

paksaannya lebih bersifat non-fisik atau batiniah

yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan baik

lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan

membuka rahasia.


Ancaman penistaan atau membuka rahasia tidak

harus berhubungan langsung dengan orang yang

diminta untuk memberikan barang, membuat utang,

atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang

lain, misalnya terhadap anak, istri, atau suami, yang

secara tidak langsung juga menyerang kehormatan

atau nama baik yang bersangkutan.


254

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 490

Cukup jelas


Pasal 491

Cukup jelas.


Pasal 492


Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana penggelapan. Pada

Tindak Pidana penggelapan, barang yang bersangkutan

sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku Tindak Pidana.

Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut

belum berada di tangan pelaku Tindak Pidana. Saat

timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara

melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara

penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah

ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan

tersebut merupakan Tindak Pidana pencurian, sedang

pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah

barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah

berada di tangan pelaku. Unsur Tindak Pidana

penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai

barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena

Tindak Pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam

penguasaan pelaku Tindak Pidana sebagai jaminan utang

piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.


Pasal 493

Cukup jelas.


Pasal 494

Cukup jelas.


Pasal 495

Dalam ketentuan ini, penyerahan barang dilakukan secara

terpaksa, misalnya pada waktu terjadi bencana alam

seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain,

barang tersebut dititipkan untuk diselamatkan atau

karena tidak mampu mengurus sendiri barang tersebut,

sehingga perlu dititipkan pada pihak lain.


Pasal 496

Cukup jelas.


Pasal 497

Cukup jelas.


255

Pasal 498

Ketentuan dalam Pasal ini mengatur tentang Tindak

Pidana penipuan. Perbuatan materiil dari penipuan adalah

membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut

dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu barang,

membuat utang atau menghapus piutang. Dengan

demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak

dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai

dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan

sebagaimana dikehendaki pelaku.

Barang yang diberikan, tidak harus secara langsung

kepada pelaku Tindak Pidana tetapi dapat juga dilakukan

kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima

penyerahan itu.

Penipuan adalah Tindak Pidana terhadap harta benda.

Tempat Tindak Pidana adalah tempat pelaku melakukan

penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain.

Saat dilakukannya Tindak Pidana adalah saat pelaku

melakukan penipuan.

Barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku

sendiri, misalnya barang yang diberikan sebagai jaminan

utang bukan untuk kepentingan pelaku. Penghapusan

piutang tidak perlu dilakukan melalui cara-cara hapusnya

perikatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Juga termasuk misalnya perbuatan pelaku yang

menghentikan untuk sementara pencatat kilometer mobil

sewaannya, sehingga pemilik mobil memperhitungkan

jumlah uang sewaan yang lebih kecil daripada yang

sesungguhnya.

Ketentuan ini menyebut secara limitatif daya upaya yang

digunakan pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat

dipidana, yaitu berupa nama atau kedudukan palsu,

penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian

kata-kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan

perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal,

sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang

diminta.


Pasal 499

Cukup jelas.


Pasal 500

Cukup jelas.


Pasal 501

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi

konsumen dari perbuatan curang dalam dunia


256

perdagangan yang dilakukan oleh penjual. Dalam dunia

perdagangan dapat terjadi penjual memberikan pengakuan

palsu tentang sifat atau keadaan barang yang dijualnya

atau tidak menyatakan dengan sebenarnya sifat atau

keadaan barang tersebut, sehingga konsumen membeli

suatu barang yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak

sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya.


Pasal 502


Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi

seseorang dari kerugian ekonomis melalui pemberian jasa

kepada orang lain yang dilakukan akibat perbuatan curang

dari orang lain tersebut. Misalnya, seseorang secara

curang memanfaatkan kebaikan orang lain

mempergunakan nomor dan saluran telepon dan

membebankan biaya pembicaraan atau sambungan

teleponnya kepada pelanggan telepon.


Pasal 503


Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk melindungi

perbuatan curang dalam dunia perdagangan yang

dilakukan oleh konsumen, dengan tidak membayar lunas

harga barang dibeli. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini, perbuatan konsumen tersebut dilakukan

secara berulang-ulang yang menunjukkan bahwa

perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian atau

kebiasaannya. Dalam masyarakat, perbuatan konsumen

ini dikenal sebagai tindakan "mengemplang".


Pasal 504

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah

perbuatan curang dalam dunia asuransi yang dilakukan

oleh pihak tertanggung dalam pembuatan perjanjian

asuransi sehingga merugikan pihak penanggung asuransi.


Pasal 505

Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan perbuatan

curang untuk memperoleh pembayaran uang asuransi.


Pasal 506

Cukup jelas.


Pasal 507

Yang dimaksud dengan “konosemen” dalam ketentuan ini

adalah surat yang diberi tanggal yang di dalamnya

diterangkan oleh pengangkut, bahwa pengangkut telah

menerima barang-barang tertentu, dengan maksud untuk

mengangkut barang-barang tersebut ke tempat yang


257

ditunjuk, dan menyerahkannya kepada orang yang

ditunjuk, sesuai dengan persyaratan perjanjian

penyerahan barang.


Konosemen asli (lembar pertama) dalam ketentuan Pasal

ini merupakan surat berharga dan dapat diperjualbelikan,

sedangkan salinan atau lembaran lainnya tidak. Hanya

konosemen lembar pertama atau asli dapat ditukarkan

dengan jenis barang yang tercantum di dalamnya.

Berhubung konosemen asli merupakan suatu surat

berharga, maka konosemen asli itu dapat dibebani dengan

segala bentuk hak atas benda, seperti digadaikan, dijual,

dipinjamkan, atau ditukarkan. Salinan atau lembaran

lainnya yang bukan surat berharga tidak mempunyai nilai

sehingga jika dijual, pembelinya tidak akan menerima

barangnya dan perbuatan membebani salinan atau

lembaran lainnya dengan hak-hak atas benda merupakan

perbuatan penipuan.


Pasal 508

Cukup jelas.


Pasal 509

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan makanan,

minuman, atau obat dipalsu, jika nilai atau manfaatnya

menjadi berkurang akibat dicampur dengan bahan lain.


Pasal 510

Cukup jelas.


Pasal 511


Yang dimaksud dengan "batas pekarangan" adalah setiap

tanda yang dipergunakan untuk menunjukkan batas

suatu pekarangan, seperti tembok, pagar, patok,

tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan, saluran air, sungai,

atau pematang sawah dengan tujuan memisahkan suatu

bidang tanah milik seseorang dari bidang tanah milik

orang lain yang berdampingan.


Pasal 512

Yang dimaksud dengan “kabar bohong” adalah tidak hanya

pemberitahuan palsu tentang suatu fakta tetapi juga

pemberitahuan palsu tentang suatu keuntungan yang

dapat diharapkan.

Pasal 513

Cukup jelas.


Pasal 514

Cukup jelas.


258

Pasal 515


Cukup jelas.


Pasal 516


Cukup jelas.


Pasal 517


Cukup jelas.


Pasal 518


Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan

"menarik barang dari harta benda milik perusahaan"

adalah setiap perbuatan untuk menempatkan barang di

luar jangkauan kurator sebelum atau pada waktu

dijatuhkannya kepailitan, termasuk mendiamkan piutang

perusahaan.


Yang dimaksud dengan "pailit" adalah sebagaimana

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di

bidang Kepailitan.


Pasal 519


Cukup jelas.


Pasal 520


Cukup jelas.


Pasal 521


Cukup jelas.


Pasal 522


Cukup jelas.


Pasal 523


Cukup jelas.


Pasal 524


Cukup jelas.


Pasal 525


Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah

suatu persetujuan perdamaian dibuat karena pelaku

Tindak Pidana memperoleh keuntungan istimewa, padahal

menurut undang-undang, persetujuan tersebut kalau

sudah disahkan berlaku juga untuk kreditor yang semula

tidak menyetujuinya. Hal ini juga berlaku untuk pengurus

atau komisaris dari suatu korporasi.


259

Pasal 526

Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan "barang"

adalah barang bergerak atau tidak bergerak, berwujud

atau tidak berwujud. Hak menahan (hak retensi) timbul

berdasarkan ketentuan  perundang-undangan yang

berlaku, yaitu Pasal 1616 atau Pasal 1812 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata.


Pasal 527

Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan

"menghancurkan" adalah membinasakan atau


merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi.

Yang dimaksud dengan "merusak" adalah membuat tidak

dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila

barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi.


Pasal 528

Yang termasuk dalam pengertian "bangunan untuk sarana

dan prasarana pelayanan umum" misalnya, bangunan

kereta api, bangunan listrik, bangunan telekomunikasi,

bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau

komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi,kereta api, bangunan listrik, bangunan telekomunikasi,

bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau

komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi,

bendungan, saluran gas, atau saluran air minum.


Pasal 529

Cukup jelas.


Pasal 530

Cukup jelas


Pasal 531

Cukup jelas


Pasal 532

Cukup jelas.


Pasal 533

Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan

"Komandan Tentara Nasional Indonesia" adalah komandan

Angkatan Darat, Angkatan Laut, atau Angkatan Udara.


Pasal 534

Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan Tindak

Pidana terhadap penyelenggaraan peradilan.


Pasal 535

Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan

"menyalahgunakan kekuasaannya" adalah menggunakan

kekuasaan secara tidak sah. Sebagai contoh adalah

penyidik yang dalam melakukan penyidikan memaksa


260

tersangka untuk mengaku, atau memaksa saksi

memberikan keterangan menurut kemauan dari penyidik.

Memaksa dapat juga dilakukan secara fisik maupun secara

psikis dengan jalan menakut-nakuti supaya tertekan

jiwanya. Tetapi apabila yang diperiksa itu seorang saksi

yang memberikan keterangan yang  nyata-nyata

bertentangan dengan kenyataan dan penyidik tersebut

memberikan peringatan keras atau menunjukkan akibat

yang tidak baik atas keterangan saksi yang bohong

tersebut, ketentuan ini tidak diterapkan.


Pasal 536


Ketentuan dalam Pasal ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal

dengan nama Torture. Tindak Pidana ini sudah menjadi salah

satu Tindak Pidana internasional melalui konvensi internasional

Convention against Torture and other Cruel, In Human or

Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984.

Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah

meratifikasi konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1998, oleh karena itu perbuatan tersebut dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana ini dikategorikan sebagai suatu

Tindak Pidana.


Yang dimaksud dengan “perbuatan yang dilarang” adalah suatu

perbuatan yang tidak manusiawi yang mengakibatkan

penderitaan berat bagi seseorang baik secara fisik maupun

mental, tidak termasuk penderitaan yang timbul sebagai

konsekuensi pelaksanaan pidana yang didasarkan pada

ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 537

Cukup jelas.


Pasal 538

Yang dimaksud dengan “tidak memenuhi permintaan untuk

menyatakan” dalam ketentuan ini misalnya tidak

menindaklanjuti laporan atau informasi adanya seseorang yang

dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum


Pasal 539

Cukup jelas.


Pasal 540


Demi keamanan dan ketertiban, hal yang berkaitan dengan

terpidana atau orang yang ditahan harus berdasarkan

putusan atau surat perintah penahanan yang sah.

Demikian juga anak-anak yang dimasukkan dalam

Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau orang yang sakit

jiwa yang dimasukkan dalam rumah sakit jiwa harus

berdasarkan surat perintah yang sah.


261

Pasal 541


Dalam ketentuan Pasal ini dimaksudkan untuk

memberikan perlindungan terhadap hak asasi seseorang

atas rumah tinggalnya, yang merupakan hak pribadi

seseorang hingga harus dilindungi, tidak boleh dimasuki

orang lain tanpa izin dari penghuni rumah atau tanpa

memperhatikan cara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Demikian pula memasuki tempat

tertutup atau pekarangan tertutup yang dipakai orang.

Ketentuan ini dikenakan hanya terhadap pegawai negeri

dalam menjalankan tugasnya.


Ketentuan ini berlaku khusus bagi pegawai negeri dalam

melakukan penggeledahan rumah atau membaca atau

menyita surat dalam rangka penyidikan Tindak Pidana

tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-

undangan.


Pasal 542


Huruf a

Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi

rahasia surat-menyurat. Tidak termasuk Tindak

Pidana ini, apabila perbuatan itu dilakukan oleh

penyidik yang berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku memerlukan

surat-surat tersebut sebagai alat bukti dalam

rangka penyidikan Tindak Pidana.


Huruf b

Penyelenggara sistem elektronik adalah setiap orang,

penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat

yang menyediakan, mengelola, dan/atau

mengoperasikan sistem elektronik, baik secara

sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada

pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya

dan/atau keperluan pihak lain.


Pasal 543

Cukup jelas.


Pasal 544


Pengertian "memberitahukan kepada orang lain berita

yang dipercayakan kepada kantor telegram atau kantor

telepon” termasuk pula memberi kesempatan kepada

orang lain ikut mendengarkan atau menyadap. Tidak

termasuk Tindak Pidana ini, apabila perbuatan tersebut

dilakukan karena terdapat kekeliruan atau ketidakjelasan

nama atau alamat penerima surat telegram yang ditulis

oleh pengirim.


262

Pasal 545


Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "setiap orang yang

berwenang mengawinkan" adalah pejabat sesuai

dengan ketentuan dalam Undang-Undang tentang

Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.


Ayat (2)


Pasal 546


Dalam ketentuan ini yang dimaksud “halangan yang

sah selain halangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1)” adalah sesuai dengan syarat-syarat

perkawinan yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai

perkawinan.


Cukup jelas.


Pasal 547


Cukup jelas.


Pasal 548


Yang dimaksud dengan “perompakan” adalah perbuatan

kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap kapal lain

termasuk orang dan muatannya dengan maksud untuk dikuasai

atau dimiliki secara melawan hukum.


Kata “laut” dalam ketentuan ini mencakup laut wilayah negara

Republik Indonesia maupun laut bebas.


Pasal 549


Ayat (1)


Tindak Pidana yang diatur dalam Pasal 707, Pasal

739 sampai dengan Pasal 740 merupakan Tindak

Pidana internasional, berarti pelaku Tindak Pidana

tersebut dapat dituntut di negara manapun pelaku

ditemukan asal negara tersebut menganut asas

universalitas. Dengan demikian tidak dipersoalkan

kewarganegaraan pelaku, demikian juga locus delicti

dan nasionalitas kapal tersebut, karena Tindak

Pidana tersebut dianggap mengganggu ketertiban

dunia.


Dalam hal ini nakhoda atau pemimpin itu sendiri

tidak melakukan kejahatan perompakan atau

pembajakan, tetapi hanya menyerahkan kapal

kepada bajak laut, untuk dipergunakan membajak.

Meskipun merupakan Tindak Pidana yang berupa

membantu, namun dijadikan Tindak Pidana

tersendiri dengan pidana yang sama dengan Tindak

Pidana perompakan itu sendiri.


263

Apabila yang menyerahkan bukan nakhoda atau

pemimpin akan dipidana dengan pidana lebih

rendah.


Ayat (2)

Dalam ketentuan ini Orang atau Barang tidak harus

berada di atas kapal tapi bisa juga berada di pantai.


Pasal 550

Cukup jelas.


Pasal 551

Cukup jelas.


Pasal 552

Cukup jelas.


Pasal 553

Yang dimaksud dengan “Setiap orang yang berlayar”

adalah anak buah kapal dan penumpang.


Pasal 554

Yang dimaksud dengan "mengambil alih dari pemiliknya"

adalah mengambil kapal dari kekuasaan pemiliknya secara

tidak sah, misalnya dengan melarikan kapal tersebut dan

mempergunakannya untuk kepentingan diri sendiri.


Pasal 555

Yang dimaksud dengan “Surat keterangan Kapal” antara

lain surat, dokumen, dan warta kapal.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah dan

memberantas kecurangan terhadap surat keterangan

kapal yang dilakukan oleh nakhoda atau pemimpin kapal

atau awak kapal.


Pasal 556

Cukup jelas.


Pasal 557

Cukup jelas.


Pasal 558


Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan mencegah

pembuatan laporan palsu untuk menguntungkan diri

sendiri atau orang lain, misalnya seorang nakhoda kapal

dengan sengaja menenggelamkan kapalnya, tetapi dalam

laporannya dikatakan bahwa kapalnya telah mendapat

kecelakaan dan tenggelam, karena itu mereka mendapat

kesempatan untuk menerima pembayaran uang asuransi

bagi kapal dan/atau muatannya.


264

Pasal 559

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk menjaga

keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran.


Pasal 560

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mengatur

mengenai pemberontakan di kapal, tetapi di sini dilakukan

oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu. Dalam

ketentuan ini juga ditentukan pemberatan pidana,

mengingat akibat yang ditimbulkan dan perbuatan

tersebut dilakukan bersama-sama.


Pasal 561

Cukup jelas.


Pasal 562

Cukup jelas.


Pasal 563

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "perwira

kapal" antara lain mualim dan dokter kapal.


Pasal 564

Cukup jelas.


Pasal 565

Cukup jelas.


Pasal 566

Cukup jelas.


Pasal 567

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "mengubah

haluan kapal" adalah mengubah tujuan perjalanan atau

menyinggahi pelabuhan yang tidak termasuk rencana

pelayaran semula, atau tidak langsung menuju pelabuhan

yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pelabuhan

tujuan.


Pasal 568

Dalam ketentuan ini, kapal dapat diambil alih, dihentikan,

atau ditahan oleh pejabat yang berwenang setempat,


apabila melanggar ketentuan blokade, peraturan

karantina, atau membawa barang terlarang

(penyelundupan).


265

Pasal 569

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "tidak

memberi sesuatu yang wajib diberikan" misalnya

memberikan makanan atau ransum kepada orang yang

berlayar.


Pasal 570


Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "keadaan

terpaksa" adalah sesuatu keadaan yang sedemikian rupa

sehingga nakhoda atau pemimpin kapal terpaksa

melakukan suatu tindakan untuk menjaga keselamatan

pelayaran, misalnya karena kelebihan muatan yaitu untuk

menjaga jangan sampai kapal tenggelam atau karena

penyakit menular.


Pasal 571

Ketentuan dalam Pasal ini dimaksudkan sebagai usaha

untuk mencegah penyalahgunaan bendera Indonesia.


Pasal 572

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kapal

pemerintah selain kapal perang yang bertugas dalam

bidang keamanan dan ketertiban di laut" antara lain kapal

polisi perairan dan kapal Bea dan Cukai.


Pasal 573

Ketentuan dalam Pasal ini berkaitan dengan adanya suatu

kewajiban untuk melakukan pencatatan setiap kelahiran

atau kematian. Hal ini untuk kepentingan administrasi

kependudukan. Apabila kelahiran atau kematian terjadi di


laut kewajiban melakukan pencatatan dibebankan kepada

nakhoda kapal.


Pasal 574

Perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini dapat

dikatakan merupakan perbuatan yang menghambat

penegakan hukum.


Pasal 575

Cukup jelas.


Pasal 576

Cukup jelas


Pasal 577

Cukup jelas.


266

Pasal 578

Dalam ketentuan ini yang tanda pengenal untuk kapal

rumah sakit atau sekoci misalnya tanda palang merah.

Maksud pemakaian tanda tersebut untuk melindungi

kapal atau sekoci rumah sakit dari serangan.


Pasal 579

Cukup jelas.


Pasal 580

Cukup jelas.


Pasal 581


Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan

"bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara" adalah

fasilitas atau instalasi penerbangan yang digunakan untuk

keamanan dan pengaturan lalu lintas udara seperti

terminal, bangunan, menara, dan, landasan.


Tindak Pidana Penerbangan dalam Bab ini hanya dapat

menjadi Tindak Pidana Terorisme apabila ada tujuan

untuk melakukan Tindak Pidana terorisme sebagaimana

diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai

terorisme.


Pasal 582

Cukup jelas.


Pasal 583


Dalam ketentuan Pasal ini yang dimaksud dengan "tanda

atau alat untuk pengamanan penerbangan" adalah

fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi

pesawat agar dapat mendarat atau tinggal landassecara

aman, seperti tanda atau alat landasan termasuk garis di

tengah landasan, tanda penunjuk atau koordinat

landasan, tanda ujung landasan dan tanda adanya

rintangan landasan termasuk lampu tanda pemancar

radio, lampu tanda menara lalu lintas udara, dan lampu

tanda gedung stasiun udara, dan lain sebagainya.

Pengertian "memasang tanda atau alat yang keliru" dapat

juga berarti secara sengaja dan melawan hukum

memasang secara keliru alat atau tanda yang benar.

Pesawat udara yang dimaksud dalam ketentuan Pasal ini

adalah pesawat udara yang berada di darat, yaitu tidak

dalam penerbangan atau masih dalam persiapan oleh

awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan

tertentu.


Pasal 584

Cukup jelas.


267

Pasal 585


Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini juga merupakan

pembajakan udara sebagaimana diatur dalam Konvensi

Internasional tentang The Suppression of Unlawful Seizure

of Aircraft yang diadakan di Den Haag-Belanda tahun

1970.


Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1976 sehingga sebagai

negara peserta harus memenuhi kewajiban yang diatur

dalam Pasal 2 Konvensi, yaitu bahwa setiap negara peserta

konvensi wajib memidana perbuatan pembajakan udara

dengan pidana yang berat. Tindak Pidana tersebut

merupakan Tindak Pidana internasional yang berarti

bahwa setiap negara (peserta konvensi) mempunyai

jurisdiksi kriminal terhadap setiap pembajak udara,

dengan tidak memandang nasionalitas pelaku maupun

pesawat udara serta tempat (negara) terjadinya

pembajakan. Ini berarti bahwa apabila pelaku pembajakan

udara tersebut diketemukan di Indonesia, maka Indonesia

berwenang menuntutnya. Oleh karena itu, Indonesia juga

wajib membuat ketentuan pidana untuk Tindak Pidana ini.


Berbeda dengan pembajakan udara yang diatur dalam

Pasal 644, dalam ketentuan Pasal ini perbuatan merampas

atau mempertahankan perampasan dilakukan dengan

kekerasan atau ancaman kekerasan dalam bentuk

apapun, sehingga pilot berada dalam keadaan daya paksa

dan tak bisa berbuat lain kecuali menyerahkan

pengemudian pesawat udara.


Pasal 586

Perbuatan kekerasan dalam ketentuan Pasal ini

merupakan Tindak Pidana yang wajib dilarang oleh negara

peserta Konvensi Internasional mengenai The Suppression

of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviationyang

diadakan di Montreal-Kanada pada tahun 1971, sebagai

pelengkap Konvensi Den Haag tahun 1970.


Pasal 587

Tindak Pidana dalam ketentuan Pasal ini lazim dikenal

dengan pembajakan udara. Dalam ketentuan ini

perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan

tersebut dilakukan dengan jalan melawan hukum,

misalnya menipu atau menyuap, sehingga pilot dengan

sukarela menyerahkan pengemudian pesawat udara yang

sedang dalam penerbangan.


Pasal 588

Cukup jelas.


268

Pasal 589

Cukup jelas.


Pasal 590

Cukup jelas.


Pasal 591

Cukup jelas.


Pasal 592

Cukup jelas.


Pasal 593

Cukup jelas.


Pasal 594

Cukup jelas.


Pasal 595


Ketentuan yang diatur dalam Pasal ini adalah tindakan

berupa pemberitahuan palsu, misalnya melalui telepon

atau alat komunikasi lainnya tentang adanya bom dalam

pesawat udara. Dengan pemberitahuan palsu tersebut,

yang dikenal dengan istilah bomb hoax, sudah dapat

menimbulkan kepanikan bagi awak serta penumpang yang

dapat menyebabkan bahaya bagi pesawat udara.


Pasal 596

Cukup jelas.


Pasal 597

Cukup jelas.


Pasal 598

Tindak Pidana khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini

adalah Tindak Pidana yang memenuhi kriteria:

dampak viktimisasinya besar:

sering bersifat transnasional terorganisasi,

pengaturan acara pidananya bersifat khusus,

sering menyimpang dari asas-asas umum hukum pidana

materiil:

e. adanya lembaga-lembaga pendukung penegakan hukum

yang bersifat khusus dengan kewenangan khusus,

didukung oleh konvensi internasional,

. merupakan perbuatan yang sangat jahat dan tercela dan

sangat dikutuk oleh masyarakat,


Ap rp


ra 5


269

h. masih bersifat dinamis, tidak stabil, dan berubah-ubah

(mengikuti perkembangan atau dinamika

hukum/masyarakat), dan


i. berkaitan dengan pertanggungjawaban korporasi dalam

hukum pidana.


Tindak pidana tersebut meliputi:


Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia

Tindak Pidana Terorisme


Tindak Pidana Korupsi


Tindak Pidana Pencucian Uang


Tindak Pidana Narkotika


NP ONH


Pasal 599


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Yang dimaksud dengan “kekerasan seksual yang

setara” adalah perbuatan untuk melakukan

pemaksaan seksual yang serius sebagai bentuk

kejahatan terhadap kemanusiaan.


Pasal 600


Cukup jelas.

Pasal 601


Cukup jelas.


Pasal 602

Cukup jelas.


Pasal 603

Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara”

adalah berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga negara

audit keuangan.


Pasal 604

Cukup jelas.


Pasal 605

Cukup jelas.


Pasal 606

Cukup jelas.


270

Pasal 607

Cukup jelas.


Pasal 608

Cukup jelas.


Pasal 609

Cukup jelas.


Pasal 610

Cukup jelas.


Pasal 611

Cukup jelas.


Pasal 612

Cukup jelas.


Pasal 613

Cukup jelas.


Pasal 614

Cukup jelas.


Pasal 615

Cukup jelas.


Pasal 616

Cukup jelas.


Pasal 617

Dalam ketentuan ini, penyesuaian ketentuan pidana tidak

termasuk bagi ancaman pidana denda yang diatur dalam

Undang-Undang pidana administratif.

Lihat penjelasan Pasal 187.


Pasal 618


Huruf a

Cukup jelas.


Huruf b

Cukup jelas.


Huruf c

Cukup jelas.


Huruf d

Yang dimasud dengan “aparatur sipil negara” adalah

profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai

pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja

pada instansi pemerintah.


271

Pasal 619

Cukup jelas.


Pasal 620

Cukup jelas


Pasal 621

Cukup jelas


Pasal 622

Cukup jelas


Pasal 623

Cukup jelas.


Pasal 624


Yang dimaksud dengan “dilaksanakan oleh lembaga

penegak hukum” dalam ketentuan ini, misalnya, lembaga

yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana

narkotika, selain menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang mengenai narkotika, juga

menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam

Undang-Undang ini.


Demikian juga lembaga yang menyelenggarakan

pemberantasan Tindak Pidana korupsi, selain menangani

Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang

mengenai pemberantasan Tindak Pidana korupsi, juga

menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam

Undang-Undang ini.


Pasal 625

Cukup jelas.


Pasal 626

Cukup jelas.


Pasal 627

Cukup jelas.


Pasal 628

Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...TAHUN


272