Menakar Masa Depan Kasus Brigadir Yosua Pasca Otopsi Ulang
Kamis, 28 Juli 2022
Faktakini.info
*MENAKAR MASA DEPAN KASUS BRIGADIR J PASCA OTOPSI ULANG*
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Ketua Umum KPAU
https://heylink.me/AK_Channel/
Ekshumasi dan autopsi ulang jenazah Brigadir J berlangsung selama kurang lebih 3 jam, dikabarkan telah selesai pada Rabu (27/7/2022). Jenazah Brigadir J sudah dimasukkan kembali ke peti, dan sudah dimakamkan ulang.
Terkait pihak yang menyampaikan hasil otopsi ulang ini, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengaku hasil autopsi nanti akan disampaikan oleh ahlinya. Dia menjelaskan bahwa nantinya yang akan menyampaikan hasil autopsi ulang Brigadir J kemungkinan adalah Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, Ade Firmansyah Sugiharto selaku tim dokter forensik yang menjalankannya.
Pada kesempatan diskusi di PKAD pada 18 Juli lalu, saya sudah sampaikan kepada Host Cak Slamet Sugiyanto bahwa kasus kematian Brigadir J ini kasus sederhana, mudah penanganannya. Bahkan, cukup diselesaikan oleh penyidik tingkat Polsek, tidak perlu membentuk Tim Khusus sebagaimana dilakukan Kapolri.
Pada diskusi hari berikutnya (19/7) saya kembali menegaskan hal yang sama. Mantan Kabais Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto selaku nara sumber juga menyatakan hal yang sama. Kasus ini mudah, jika penyidik mau fokus dari fakta siapa pemilik senjata yang digunakan oleh Bharada E untuk menembak Brigadir J.
Kenapa saya katakan sederhana ? Karena kalau benar kasusnya seperti yang diterangkan Brigjen Pol Ahmad Ramadhan selaku Karo Penmas Divisi Humas Polri pada 11 Juli lalu, kasus ini sangat sederhana. Ini hanya kasus yang terjadi akibat tembak menembak antara Brigadir J dengan Bharada E yang berujung tewasnya Brigadir J. Motif tembak menembak juga sudah diketahui, yakni karena Brigadir J mau melecehkan Ny P yang merupakan istri Irjen Pol Ferdy Sambo.
Dari kronologi yang disampaikan oleh Karo Penmas Polri itu dapat ditarik kesimpulan :
*Pertama,* Kasus kematian Brigadir J pelakunya Bharada E. Brigadir J korban, Bharada E Pelaku. Kalau mau diusut, Bharada E menjadi Tersangkanya.
*Kedua,* Kasus pelecehan Ny P, pelakunya Brigadir J dan Korbannya Ny P. Kalau mau diusut, Brigadir J tersangkanya, namun karena sudah meninggal, setelah status tersangka penyidik demi hukum wajib menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) berdasarkan pasal 77 KUHP.
Perkara ini menjadi rumit, setelah publik terlibat dalam menganalisa perkara dan temuan fakta peristiwa menimbulkan keraguan atas klaim peristiwa yang disampaikan Kari Penmas Polri. Hal-hal yang membuat perkara ini dipertanyakan, diantaranya :
1. Rentang waktu rilis kasus yang lama (3 hari), dimana peristiwa terjadi pada Jum'at sore pukul 17.00 WIB (8/7). Sementara, Karo Penmas baru merilis kasus pada Senin tanggal 11 Juli 2022.
2. Rusaknya CCTV di TKP dua minggu sebelum kejadian karena tersambar petir, hal ini mengingatkan publik pada kasus KM 50 yang juga sama.
3. Saat Olah TKP, ditemukan fakta Brigadir J mengeluarkan 7 tembakan meleset semua, sementara Bharada E keluarkan 5 tembakan, yang menyebabkan tewasnya Brigadir J.
4. Ditemukan senjata yang digunakan jenis Glock 17, tak lazim jika dimiliki Bharada E maupun Brigadir J.
5. Keluarga dilarang membuka peti jenazah Brigadir J.
6. Menurut kuasa hukum jeluarga ditemukan sejumlah luka, yang tak lazim akibat tembak menembak, seperti : dua jari patah, ada bekas jerat tali di leher, luka sayatan, rahang dan gigi bergeser, sejumlah luka memar di perut dan kemaluan.
7. Irjen Pol Ferdy Sambo dicopot dari Kadiv Propam, padahal kalau konsisten dengan kronologi semestinya dilindungi karena ikut menjadi korban dimana istrinya dilecehkan.
8. Meski sudah dibentuk Tim Sus, Kapolri tidak mencopot Irjen Pol Ferdy Sambo atas temuan dan/atau rekomendasi Tim Sus. Malahan, pencopotan Ferdy Sambo hanya berdasarkan munculnya spekulasi yang berkembang di Masyarakat.
9. Pencopotan Karo Paminal dan Kapolres Jakarta Selatan, yang makin mencurigakan publik ada apa dibalik itu semua.
Belakangan, Komnas HAM yang dilibatkan malah seperti mengambil alih tugas Karo Penmas Divisi Humas Polri, mengabarkan kasus diluar tupoksinya. Semestinya, Komnas HAM fokus pada penyelidikan di bidangnya, yakni terkait ada tidaknya dugaan pelanggaran HAM dalam perkara ini. Bukan malah bicara banyak hal diluar bidangnya.
Misalnya, menyampaikan pendapat tentang kondisi luka yang kemungkinan terjadi akibat tembakan dari jarak yang berbeda-beda. Sampai detil menyatakan jumlah luka masuk dan keluar berbeda karena memang ada yang masuk dan keluarnya memang pelurunya masih bersarang di tubuh sehingga jumlahnya berbeda.
Bukankah ini kewenangan ahli ? paling tidak ahli forensik baik dokter forensik, ahli senjata maupun balistik. Kenapa Komnas HAM bunyi duluan sebelum ada temuan dari tim dokter forensik yang barusaja melakukan otopsi ?
Disisi lain, kemungkinan besar hasil otopsi ulang tidak akan di publikasi dengan alasan itu untuk kepentingan penyidikan dan hanya akan disampaikan di pengadilan. Lalu, apa tujuannya Komnas HAM berbicara soal kemungkinan sebab luka pada jenazah Brigadir J, padahal bukan keahlian Komnas HAM, bukan pula untuk kepentingan konsumsi publik ?
Saya khawatir, hasil temuan tim dokter forensik nantinya tidak akan mengungkap kasus ini, selain hanya untuk melegitimasi ini hanya kasus tembak menembak bermotif pelecehan seperti yang sebelumnya sudah disampaikan Polri. Laporan keluarga korban soal adanya dugaan penganiayaan dan pembunuhan berencana akan dikesampingkan.
Lalu mungkin saja akan muncul kesimpulan yang lucu, meskipun sulit dipercaya, tapi karena sudah disampaikan ahli, tim dokter forensik, maka masyarakat wajib percaya. Tidak boleh membantah.
Misalnya, luka jerat yang ada akibat saat tersungkur kena tembakan Brigadir J lehernya tertahan kawat jemuran di rumah dinas Irjen Pol Ferdy Sambo. Luka rahang geser, terjadi saat Beigadir J berusaha menghindar tembakan, tidak melihat kiri kanan, akhirnya saat menoleh rahangnya kepentok dinding dan mengakibatkan geser. Luka sayatan diakibatkan Brigadir J kurang disiplin menembak, sehingga saat tembak menembak dia tersayat kaca jendela, atau tergores plat al mari di rumah Sambo, dan ruas jari patah karena dua jari Brigadir J berusaha berebut untuk menarik pelatuk senjata, karena kerasnya beradu maka patahlah jarinya. Begitulah, cerita lucu yang tidak mungkin dipercaya publik meskipun nantinya merupakan kesimpulan dari hasil 'SAINTIC CRIME INVESTIGATION'.
Sederhana saja, jika pasca otopsi hasil otopsi berlawanan dengan logika waras publik, hanya melegitimasi cerita lucu yang beredar selama ini, maka keluarga Brigadir J harus sabar dan ikhlas. Keadilan sudah tak ada di negeri ini. Keluarga Brigadir J akan mengalami rasa yang juga dialami oleh keluarga 6 Laskar FPI. Yakni rasa sedih, kecewa dan marah, namun terpaksa menerima karena faktor tidak berdaya. [].