Ahmad Khozinudin: Hakikat Partai Politik

 



Kamis, 25 Agustus 2022

Faktakini.info 

*HAKEKAT PARTAI POLITIK*

Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/


Partai politik adalah kelompok politik yang bergerak di bidang politik, yang menghimpun masyarakat untuk melebur dalam aktivitas politik, mendidik sekaligus memproduksi politisi, dan yang paling penting melakukan aktivitas politik yakni memikirkan urusan umat, memahami realita permasalahannya dan memberikan solusinya. Perbedaan partai politik Islam dengan sekuler adalah terletak pada solusinya.

Kalau partai politik Islam, solusi yang dijadikan jalan untuk menyelesaikan berbagai problema politik, problematika urusan umat adalah dengan menerapkan syariat Islam. Sementara itu, partai sekuler menawarkan solusi sekulerisme.

Bukan partai politik, kalau aktivitasnya hanya membina umat dalam halaqah-halaqah, mendidiknya dengan tsaqofah Islam namun tidak dilebur dalam aktivitas politik Islam. Yang begini ini namanya pondok pesantren, bukan partai politik. Hanya saja ini kerjaan pondok yang punya santri tapi tidak memiliki ma'had, karena pembinaannya hanya di jejaring halaqah.

Bukan partai politik, kalau aktivitasnya cuma memotivasi, dengan pesan ruhiyah. Itu namanya gerakan tareqat, bukan gerakan politik. Kalau cuma sibuk memotivasi internal, itu namanya kelompok tareqat, bukan partai politik.

Bukan partai politik, kalau kadernya sibuk membahas fiqh, berdebat soal dalil, bahkan terbelah urusan penentuan Idul Fitri, hanya karena soal ijtihadiyah. Yang begini ini kerjaan mahzab fiqh, bukan kerjaan partai politik.

Bukan partai politik, kalau aktivitasnya  hanya sibuk mengarang tafsir tapi abai pada berbagai realitas politik yang terjadi. Asyik dengan dialektika pandangan ulama tafsir, tapi melewatkan perdebatan dan pandangan politisi dalam berbagai peristiwa politik.

Karena itu, partai politik harus kembali pada definisinya dan beramal sesuai ta'rifnya. Partai politik tidak boleh hanya sibuk membina kader, memahamkan dalil, meningkatkan tsaqofah dan nafsiyah, sibuk dengan kegiatan sosial dan pengajian, tapi justru absen dari politik.

Memang benar, yang nyaman itu aktivitas nyantri, mendidik, mengarang buku, atau sibuk dengan dialektika dalil dan merajih ijtihad. Bukan berpolitik dengan menentang kezaliman rezim. Sebab, aktivitas politik itu punya resiko politik, dan resiko itu bentuknya dizalimi rezim.

Namun, jika aktivitas partai politik justru mengambil peran pondok, hanya sibuk mengumpulkan santri dan membinanya, seraya mengabaikan tujuan membina untuk berpolitik, maka hakekatnya partai politik itu sudah mati. Tak ada pengaruhnya partai politik seperti ini, meskipun anggotanya berjuta juta.

Jika partai ingin memiliki pengaruh politik, memimpin secara politik, dan menerapkan Islam dalam kehidupan politik, maka partai harus diseret pada aktivitas politik. Bukan hanya sibuk dengan kegiatan pendidikan, pengkaderan, lalu diberikan motivasi ruhiyah dan berbangga-bangga atas jumlah. 

Namun, bukan berarti partai politik hanya beraktivitas politik dan menghasilkan politisi. Partai juga harus memproduksi kader yang musaqofiyun dan alim. Dan yang lebih penting, partai harus mendidik kader menjadi kader yang taqwa, dan ketaqwaan itu akan teruji saat kader diceburkan pada aktivitas politik, bersabar dengan ujian, ikhlas menanggung beban dan akhirnya siap untuk diberikan pertolongan dan kemenangan. [].