Ahmad Khozinudin, Membersamai Umat, Membela Aktivis dan Para Ustadz
Rabu, 31 Agustus 2022
Faktakini.info
*MEMBERSAMAI UMAT, MEMBELA AKTIVIS DAN PARA USTADZ*
_[Catatan Advokasi Wartawan Edy Mulyadi & Para Ustadz]_
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Aktivis Islam
Tiba-tiba, saat penulis sedang asyik menyimak paparan Ahli Dr Muhammad Taufik, SH MH di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Selasa, 30/8), datang seseorang yang menghampiri sambil memperkenalkan diri. 'Nina Bahri', begitu ucapnya.
Beberapa saat, penulis berkerenyut untuk mencoba mengingatnya. Namun segera penulis teringat GWA Tokoh Nasional, didalamnya juga sering muncul postingan Bu Nina Bahri. Ya, beliau ini rupanya, yang sebelumnya penulis ketahui hanya dalam forum GWA.
Bu Nina mengajak foto bersama, namun segera penulis memohon maaf karena tidak bisa meluluskannya. Pada sejumlah interaksi sebelumnya, sejumlah aktivis kaum emak militan di PN Jakarta Pusat juga pernah melakukan hal yang sama saat Penulis mengajukan gugatan terhadap Presiden Jokowi. Mereka meminta foto bersama, namun penulis tidak meluluskannya.
Memang nampak ada semburat wajah yang menggambarkan rasa kecewa, namun setelah penulis jelaskan bahwa ini terkait pilihan keyakinan bahwa bagi penulis seorang laki-laki dengan non mahram dilarang foto bersama. Sempat juga, Bu Nina Bahri mengajak istri Gus Nur yang juga menghadiri sidang untuk membersamai foto bersama agar tidak hanya berdua, namun setelah penulis jelaskan bahwa karena status non mahram yang menyebabkan tidak dapat berfoto bersama, bahkan penulis berseloroh 'kalau Gus Nur cerai dengan istrinya, mantan istri Gus Nur ini halal penulis nikahi', akhirnya dapat dipahami bahwa tidak bolehnya foto bersama itu karena wanita ajnabi, wanita asing yang bukan mahram.
Sama juga saat mendampingi sidang Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, sejumlah emak-emak militan juga mengajak berfoto. Ketika penulis tolak, memang ada rasa kecewa yang terbaca dari raut muka. Tapi ya lebih baik sejak awal dijelaskan, ketimbang tidak dipahami.
Mohon maaf, bukan karena sombong atau risih. Tapi ini adalah upaya penulis menjaga syari'ah. Soal berfoto bersama non mahram memang masalah ijtihadiyah, ada perbedaan pandangan dikalangan umat Islam. Namun, penulis mengadopsi pandangan ini.
Pernah juga, karena terlalu longgar ada aktivis laki-laki yang merangkul bahu aktivis perempuan saat mendampingi sidang, seolah tanda keakraban. Waktu itu penulis ingatkan, Ibu tersebut adalah istri dari suaminya, sehingga cara memuliakan muslimah dan menghargai suaminya adalah dengan menjaga sikap agar tidak melanggar batas-batas syariah.
Kepada Ibu Nina Bahri yang mungkin membaca tulisan ini, semoga bisa dimengerti, tidak berprasangka. Karena penulis memang berusaha memuliakan muslimah dengan menjaga batas-batas interaksi sesuai syariah, sejalan dengan pandangan dan ijtihad yang penulis adopsi.
Adapun dalam sidang Wartawan Edy Mulyadi, ada pandangan ahli yang menarik. Saat ditanya kuasa hukum Wartawan Edy Mulyadi, bagaimana kedudukan barang bukti video dari flasdisc yang berasal dari sumber URL di akun Youtube, sementara sumber asli URL youtubenya tidak dapat diakses (rusak).
Dr Taufik menjelaskan barang bukti tersebut tidak memiliki nilai pembuktian dan harus dikesampingkan. Bahkan, saat JPU menanyakan apakah perusakan barang bukti tersebut adalah kejahatan dan dapat dipidana ? Dr Muhammad Taufik menjawab hal itu dapat dipidana.
Keterangan ini menarik saat dikaitkan dengan kasus Wartawan Edy Mulyadi. Dalam persidangan, ditemukan fakta hukum sebagai berikut :
*Pertama,* dalam dakwaan Wartawan Edy Mulyadi didakwa dengan sejumlah pasal (menyebar hoax dan SARA) karena unggahan 6 video di akun Youtube Bang Edy Channel. Salah satunya adalah video yang memuat ungkapan 'Tempat Jin Buang Anak'.
*Kedua,* akun Bang Edy Channel dan videonya sejak penyidikan telah disita dan menjadi barang bukti dalam kekuasaan penyidik (Polri). Lalu pada tahap P-21, barang bukti ini beralih ke JPU.
*Ketiga,* saat di persidangan yang diputar video dari flasdic (copy). Sedangkan link atau URL dari Youtube tidak dapat diakses, video tidak dapat ditampilkan. Padahal, saat disita penyidik link URL video tersebut bisa diakses.
*Keempat,* dapat disimpulkan barang bukti 6 URL video dalam akun Bang Edy Channel rusak dalam kendali dan penguasaan penyidik dan JPU. Karena itu, patut diduga yang bertanggungjawab atas kerusakan barang bukti ini adalah Penyidik (Polri) dan JPU.
*Kelima,* atas kerusakan barang bukti URL 6 video ini, maka telah terjadi pidana pengrusakan barang bukti yang terkategori obstructon of justice. Dan atas kerusakan barang bukti ini maka video tidak dapat diakses, sehingga unsur 'menyebarkan' menjadi tidak terpenuhi, dan demi hukum dakwaan jaksa tidak terbukti. Al Hasil, terdakwa Wartawan Edy Mulyadi demi hukum harus dibebaskan atau setidaknya diputus lepas dari segala tuntutan (Onslag).
Ba'da membersamai sidang Bang Edy Muladi penulis sedianya langsung rapat bersama sejumlah tokoh untuk mengatur pembelaan secara opini kepada Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz). Awalnya mau langsung ke TKP rapat, namun akhirnya penulis baru menyusul sorenya di Patra Kuningan setelah selesai membersamai diskusi yang diselenggarakan PKAD.
Dalam rapat dengan sejumlah tokoh (Ada Ustadz Osamah Hisyam, Bang Achmad Michdan, Ustadz Muhammad Al Khattath, Bang Eka Jaya, dan sejumlah advokat dan aktivisi lainnya) kami akhirnya bersepakat untuk mengadakan pembelaan opini selain secara hukum. Beberapa pembelaan opini yang kami rencanakan, diantaranya untuk menjelaskan kepada publik, bahwa :
1. Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz) bukan teroris. Para Ustadz adalah Ulama, Guru dan pendidik Umat.
2. Tuduhan terorisme terhadap Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat adalah fitnah yang sangat jahat. Bertentangan dengan fakta dan tidak dapat dibenarkan secara logika, apalagi secara syar'i.
3. Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz) adalah Ulama dan Guru Umat, karena itu segenap umat diseru untuk membersamai dengan memberikan doa, dukungan dan pembelaan. Diantara pembelaan terhadap para Ustadz, adalah dengan hadir dalam setiap persidangan.
4. Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah dan Ustadz Anung al Hamat (Para Ustadz) adalah saudara muslim. Karena itu, tidak boleh ada sekat sekat organisasi, harokah, ormas, yang menjadi penghalang untuk membela para ustadz. Apalagi menjauhi para ustadz dengan dalih ingin mencari selamat, tiarap, agar tidak ingin dikaitkan. Ini jelas sikap munafik, yang tidak sejalan dengan ruh persaudaraan karena Islam.
5. Rezim Jokowi lah yang jahat, menangkapi sejumlah Ulama dan aktivis dengan dalih terorisme. Umat harus disadarkan, bahwa kezaliman rezim Jokowi harus dilawan.
Ya Allah, satukanlah umat Islam, ikatlah kami dengan persaudaraan Islam. Buatlah kami saling membela dan nenanggung beban dakwah, semata-mata hanya demi izzul Islam wal Muslimin. [].