Aziz Yanuar Beberkan Kesamaan Kasus Pembunuhan Brigadir J dengan Tragedi KM 50
Kamis, 11 Agustus 2022
Faktakini.info
*1. Bagaimana dengan pembantaian syuhada (insyaAllah) FPI di KM 50? Bagi umat Islam ini juga perlu di-clear-kan _kan?_*
Sejak awal kasus km 50 itu memang kejahatan kemanusiaan, pelanggaran HAM berat, extra judicial killing. Namun justru karena kasus km 50 itu pembunuhan dengan motif politik untuk shock therapy ke FPI, khususnya ke HRS, maka semua lembaga dan institusi negara yang harusnya menurut amanat konstitusi membongkar kejahatan kemanusian (extra judicial killing), malah kompak menutup nutupi peristiwa pembantaian 6 orang syuhada tersebut.
Seharusnya, dengan mandat konstitusi cukup untuk membongkar siapa siapa yang bertanggungjawab terhadap peristiwa extra judicial killing tersebut. Namun sekali lagi, karena kasus km 50 ini ada motif politik, pembunuhan dengan motif politik untuk shock therapy dan justru didukung oleh seluruh institusi yg sebenernya bentuk dukungan terhadap pembunhan tersebut bertentangan dengan mandat institusinya, maka kasus km 50 ini justru menunjukkan politik hipokrasi yang luar biasa dari para penyelenggara negara.
Harusnya kasus km 50 gampang untuk diselesaikan. Dan sudah seharusnya sesuai amanat konstitusi untuk diselesaikan. Kasus km 50 ini sesungguhnya menjadi ujian, siapa sesungguhnya yang berpegang pada dan menjalankan amanat konstitusi dan siapa yang berkhianat terhadap konstitusi.
*2. Lantas benarkah yang terlibat di KM 50 orang-orang yang hampir sama dengan pola yang sama?*
Berdasarkan hasil investigasi kami, pelaku dan pihak yang bertanggung jawab dalam kasus km 50 itu orang yang berbeda dengan kasus FS. Namun FS ini terinspirasi dan menjadikan pola yang digunakan untuk menutup kasus km 50, sebagai modus juga untuk menutupi fakta dalam kasus FS.
Jadi karena pola fake news tembak menembak dalam kasus km 50 sukses menutupi fakta sesungguhnya, maka FS menggunakan templete, modus, pola yang sama untuk menutupi peristiwa di rumah dinasnya. Karena FS mengira, dulu dalam kasus km 50, dimana dia menjadi bagian yang menjustifikasi skenario tembak menembak, berhasil melumpuhkan hukum. Sialnya, dalam peristiwa yang berkaitan dengan dirinya ini, FS lupa, bahwa pola yang digunakan dalam kasus km 50 itu adalah modus rekayasa yang disepakati bersama oleh para pelaku dan penguasa politik. Sementara dalam kasus dirinya, TIDAK ADA kepentingan politik penguasa yang perlu dilindungi, jadi pola menciptakan fake news ini gagal total.
Walaupun sempat diawal peristiwa oknum oknum yang memang bermental jahat dan tukang bikin skenario palsu dan tukang sebar hoax melalui jabatan resmi jubir, ramai ramai memviralkan fake fact alias skenario palsu tembak menembak tersebut. Dikira oleh oknum oknum tukang rekayasa tersebut bakal berhasil menutupi kejahatan yang sesungguhnya.
Jadi seharusnya penindakan terhadap oknum oknum jahat dalam kasus FS ini tidak cukup terhadap orang orang yang berada di TKP, seharusnya terhadap oknum oknum yang sejak pertama mengumumkan, memviralkan dan ngoceh di berbagai media bahwa peristiwa di rumah dinas FS adalah peristiwa tembak menembak juga harus dicopot dari jabatan dan dikenakan pasal 14&15 UU No. 1 Tahun 1946, yaitu menyebarkan kabar bohong yang belum pasti dan menimbulkan keonaran di publik. Jangan enak saja terus terus menyebarkan kebohongan dengan jabatan yang diembannya.
Kesamaan kasus km 50 dengan kasus FS adalah modus rekayasa skenario palsu tembak menembak yang disebarluaskan secara massif melalui corong resmi kekuasaan.
Perbedaannya, dalam kasus FS, karena tidak ada kepentingan penguasa yang mau ditutupi, justru sebaliknya penguasa berkepentingan membangun citra positif dalam penegakkan hukum setelah sekian lama hancur berantakan karena tumpul keatas tajam kebawah, gesit dan gerak cepat serta ampuh terhadap oposisi namun letoy dan tak berdaya terhadap para pendukung kekuasaan maka akhirnya kasus FS digunakan sebagai momen untuk membangun citra positif seolah olah hukum masih baik baik saja.
Namun begitu menyangkut kepentingan penguasa, yang memang menggunakan modus fake fact, rekayasa skenario tembak menembak, maka hukum digunakan justru untuk melegitimasi extra judicial killing. Ini lah hal yang paling tidak bermoral dalam dunia hukum dan poltik kekuasaan tersebut.
Jazakallah khairan katsiira.
_Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu.._
.