Khozinudin: Frustasi, Terpaksa Harus Menerima: Refleksi KM 50 VS Tewasnya Brigadir Yosua
Senin, 1 Agustus 2022
Faktakini.info
*RASA SEDIH, KECEWA DAN MARAH, NAMUN AKHIRNYA TERPAKSA HARUS MENERIMA KARENA TIDAK BERDAYA : REFLEKSI KM 50 VS TEWASNYA BRIGADIR J*
Oleh : *Ahmad Khozinudin*
Sastrawan Politik
https://youtu.be/R7sEz7lKWTI
Mendengar kabar kematian anggota keluarga, siapa yang tak merasa sedih ? Apalagi, saat berpisah diketahui sehat wal afiat, begitu kembali jasadnya sudah menjadi mayat. Itulah, kesedihan yang tak terperi, yang dialami keluarga 6 laskar FPI pada peristiwa KM 50.
Anggota keluarga, anak mereka, adik mereka, keponakan mereka, berangkat sehat dan penuh semangat untuk mengawal ulama. Namun, tiba-tiba kembali sudah dalam keadaan tak bernyawa.
Kecewa, adalah rasa selanjutnya. Sudahlah kehilangan anggota keluarga, masih pula harus menanggung aib karena fitnah. 6 laskar FPI difitnah menyerang aparat, memiliki senjata, sehingga untuk membela diri aparat, 6 laskar dianggap sah untuk ditembak mati.
Namun, setelah diteliti, bukan hanya satu tembakan yang bertujuan sekedar untuk melumpuhkan. Menurut keluarga ada banyak tembakan, yang diarahkan di area yang mematikan. Juga, bekas luka yang mustahil muncul dari peristiwa tembak menembak : ada bagian kulit terkelupas, memar, hingga kuku yang copot.
Selanjutnya marah, ya marah. Karena sudah menjadi mayat pun masih harus disematkan status tersangka, walau akhirnya di SP3. Lebih marah lagi, karena akhirnya pembunuh keluarga mereka, pembunuh 6 laskar FPI akhirnya dilepas oleh hakim, tindakan membunuh 6 laskar dibenarkan karena menjalankan tugas, dan dimaafkan karena membela diri.
Rasa ini sepertinya akan pula dirasakan oleh keluarga Brigadir J. Meskipun sudah dibentuk TimSus, melibatkan Komnas HAM, Kompolnas, hingga otopsi ulang, rasanya kasus ini akan berakhir anti klimaks. Ya, kasus ini kemungkinan akan berakhir persis seperti cerita sebelumnya : ada peristiwa pelecehan, lalu tembak menembak dan akhirnya menewaskan Brigadir J. Tidak ada cerita tentang penganiayaan atau pembunuhan berencana, sebagaimana telah dilaporkan pengacara ke Bareskrim Polri.
Coba tengok, sudah nyaris satu bulan belum ada satupun orang yang ditetapkan tersangka. Padahal korbannya jelas, matinya Brigadir J. Sudah lebih dari tiga minggu TimSus dibentuk, tak jelas pula hasilnya seperti apa.
Kita hanya disuguhi cerita-cerita lucu dari Komnas HAM soal ini dan itu, mau periksa ini dan itu, mau melakukan ini dan itu. Tapi substansinya, temuan itu tak merubah cerita sebelumnya : ada peristiwa pelecehan, lalu tembak menembak dan akhirnya menewaskan Brigadir J.
Sedih, kecewa dan marah, itulah perasaan yang dialami keluarga Brigadir J. Sedih karena anggota keluarganya pulang menjadi mayat padahal pamit berangkat menjalankan tugas negara. Kecewa, karena sudah menjadi mayat harus tersemat predikat 'pelaku pelecehan' dan akhirnya marah karena kasus ini tak jelas ujung pangkalnya. Dan pada akhirnya, terpaksa harus menerima karena keadaan yang tiada berdaya. Kemanakah keadilan di negeri ini ? [].